Anda di halaman 1dari 12

Psycho Holistic, Vol. 2, No.

1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

HUBUNGAN KUALITAS PERSAHABATAN DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA


YANG ORANG TUANYA BERCERAI
LUTFI SOVIANA
Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Malang
vivin2106@gmail.com

ABSTRAK

Kualitas persahabatan pada remaja dapat mempengaruhi keterbukaan dan kenyamanan remaja dalam menceritakan
informasi pribadinya kepada sahabatnya. Kondisi ini diprediksi dapat meningkatkan resiliensi pada remaja yang
menghadapi banyak masalah. Remaja yang orang tuanya bercerai adalah salah satu gambaran remaja yang
menghadapi banyak masalah. Resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi saat remaja
menghadapi banyak masalah. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualitas
persahabatan dengan resiliensi remaja yang orang tuanya bercerai. Subjek penelitian adalah 250 orang remaja laki-
laki atau perempuan yang memiliki orang tua bercerai, usia 16 tahun sampai 21 tahun dan berdomisili di Jawa Timur.
Kualitas persahabatan diukur diukur menggunakan Friendship Quality Scale (FQS) dan Resiliensi menggunakan
skala resiliensi Reivich dan Shatte. Uji analisis menggunakan korelasi product moment pearson. Hasilnya
menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas persahabatan dengan resiliensi pada remaja yang orang
tuanya bercerai (sig = 0.000 <0.05). Arah hubungannya positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.415. Artinya
semakin tinggi kualitas persahabatan maka semakin tinggi resiliensi. Sebaliknya, semakin rendah kualitas
persahabatan maka semakin rendah resiliensi. Kualitas persahabatan memberikan kontribusi terhadap resiliensi
sebesar 17.2%(R2 = 0.172).

Kata kunci: kualitas persahabatan, resiliensi, remaja

ABSTRACT

Friendship quality of adolescent can affect the openness and comfort of adolescents in telling their personal
information to their best friends. This condition is predicted to be able to improve resilience in adolescents who
face many problems. adolescents whose parents divorced are one picture of those who face many problems.
Resilience is the ability to survive and adapt when people face many problems. Therefore, this research aimed
to determine the relationship between friendship quality and the resilience of adolescents whose parents
divorced. The subjects of the study were 250 young men or women who had divorced parents, aged 16 years
to 21 years and residing in East Java. Friendship quality was measured using the friendship quality scale
(FQS) and Resilience used the Reivich and Shatte’s resilience scale. Test analysis used Pearson product
moment correlation. The results showed a positive relationship between friendship quality with resilience in
adolescents whose parents divorced (sig = 0.000 <0.05). The positive relation with correlation coefficient value
was 0.415. it means that the higher friendship quality, the higher resilience is. Otherwise, the lower friendship
quality, the lower resilience is. Friendship quality gives contribution of resilience of 17.2% (R2 = 0.172).

Keywords: friendship quality, resilience, adolescent.

129
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

PENDAHULUAN masyarakat berpendapat bahwa tindakan


pelanggaran sosial ataupun kenakalan remaja
Perceraian adalah kejadian yang pastinya tidak
diakibatkan oleh remaja dengan latar belakang
dikehendaki dalam hubungan pernikahan.
orang tua bercerai. Kartono (2014) menegaskan
Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat
perubahan hubungan personal antara suami dan
Statistika dalam “Statistik Indonesia tahun 2018”,
istri akan menyebabkan pertikaian dan perceraian,
dapat dilihat bahwa provinsi Jawa Timur pada
oleh karna itu perceraian adalah faktor penentu
tahun 2017 menduduki tingkat pertama sebagai
munculnya kasus-kasus neurotik, perilaku
provinsi yang paling banyak tingkat perceraian
antisosial serta kebiasaan yang menyimpang.
mencapai angka 84.839 kasus (Badan Pusat
Nadeak (2014) menjelaskan bahwasannya lebih
Statistik, 2018). Perceraian yang dialami orang tua
dari setengah remaja nakal berasal dari keluarga
memberikan dampak bukan hanya dirasakan oleh
single parent. Dari sinilah masyarakat memberikan
suami istri saja, akan tetapi juga pada
label bahwa setiap remaja yang nakal adalah
perkembangan remaja (Yusuf, 2014). Remaja
berasal dari orang tua yang bercerai ataupun
akan memberikan reaksi emosional sebagai hasil
broken home. Masyarakat sering menilai tanpa
dari perceraian orang tua mereka, meliputi
alasan yang jelas dan juga secara generaliasasi.
ketakutan, kesedihan, depresi, amarah, dan
Artinya, masyarakat memiliki anggapan bahwa
kebingungan (Brooks, 2011). Perceraian menjadi
semua remaja yang berlatar belakang orang tua
mimpi buruk dalam persepsi remaja karena mereka
bercerai adalah remaja nakal. Padahal tidak semua
menganggap perceraian menjadi tanda kematian
remaja akan menjadi nakal setelah orang tua
keutuhan keluarganya.
mereka bercerai.
Remaja yang orang tuanya bercerai memiliki
Perlunya pemahaman bahwa perceraian tidak
emosi, psikologi, dan perilaku yang cenderung
selamanya akan membawa dampak negative
negatif sebagai dampak dari perceraian orang tua
kepada remaja, tetapi juga bisa memberikan
mereka. Kurangnya kasih sayang dan perhatian
dampak positif. Amadea, Raharjo, & Taftazani
dari kedua orang tuanya menyebabkan adanya
(2015) mengungkapkan perceraian orang tua bisa
perubahan sikap, tanggung jawab dan stabilitas
menjadi motivasi untuk remaja agar nanti
emosional pada remaja. Sehingga menimbulkan
kehidupan dimasa depan tidak mengalami
perasaan cemas, bingung, resah, malu dan sedih.
kegagalan seperti orang tuanya. Oleh karna itu,
Terlebih bagi remaja yang akan mengalami
tidak berarti semua remaja yang memiliki orang tua
gangguan emosional dan akan lari pada kenakalan
bercerai akan selalu berkembang secara negatif,
remaja dan narkoba (Untari, Putri, & Hafiduddin,
ada pula remaja yang mampu berkembang secara
2018; Azizah, 2017). Kemudian dalam beberapa
positif sebagai proses dari terbentuknya resiliensi.
penelitian lain diketahui bahwa perceraian pada
Selanjutnya McIntosh, Burke, Dour, & Gridley
orang tua juga berdampak negatif terhadap kondisi
(2009) menyatakan bahwa dampak perceraian
emosi dan perilaku remaja, remaja akan cenderung
akan dirasakan berbeda berdasarkan tugas
menunjukkan perilaku agresif , pendiam, tertutup,
perkembangan dan tahap perkembangan sosial
timbul rasa malas dan berkurangnya semangat
emosi individu. Remaja berusia dibawah tiga tahun
(Haryanie, Filiani & Hanim 2013; Suryani 2015).
akan memengaruhi kelekatan terhadap orangtua
Perceraian yang dalami orang tua juga akan
yang secara tidak langsung akan membuat remaja
memberikan perubahan struktur dan relasi
merasa tidak aman. Pada remaja usia di atas tiga
keluarga. Remaja sudah tidak bisa tinggal bersama
tahun sebelum memasuki masa sekolah belum
kedua orang tuanya lagi secara bersamaan. Chung
terlalu memahami makna perceraian yang
& Emery (2010) menegaskan bahwa perceraian
dilakukan oleh orangtua dan cenderung akan
orang tua merupakan masa sulit bagi remaja.
merasakan takut ditinggalkan oleh orangtua. Pada
Kondisi ini menuntut remaja untuk mampu
remaja usia sekolah, remaja mulai dapat sedikit
beradaptasi dengan situasi setelah perceraian.
memahami perceraian yang dilakukan oleh
Pandangan negative dari masyarakat adalah salah
orangtua. Remaja usia sekolah akan memiliki
satu permasalahan yang akan dialami remaja
kecenderungan untuk memihak hanya pada salah
setelah perceraian orang tua. Saat ini, banyak
130
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

satu orangtua. Pada remaja yang telah memasuki remaja akan berkembang apabila remaja
masa remaja, remaja telah memahami perceraian mendapatkan dukungan sosial maupun materi dari
yang terjadi pada orangtua. Remaja akan orang dewasa yang berada disekitar remaja. Reivich &
merasakan rasa sakit hati dan menyimpan Schatte (2002) Resiliensi merupakan kemampuan
kemarahan atas perceraian orangtua. untuk bertahan dan beradaptasi saat keadaan menjadi
Dalam hal ini yang perlu digaris bawahi adalah serba salah. Dalam pengertian lain, resiliensi remaja
dampak perceraian orang tua akan semakin membuat remaja mampu menyesuaikan diri dengan
dirasakan ketika remaja sudah memasuki tahap kondisi apa yang sedang ia hadapi dan kemudian
perkembangan remaja. Hal ini dikarenakan masa untuk membangun semangat, menghadapi
remaja merupakan masa peralihan atau peralihan pengalaman baru dan mampu membangkitkan emosi
dari masa remaja-remaja menuju dewasa yang akan positif (Ruswahyuningsih & Afiatin, 2015).
mengalami perkembangan baik kognisi maupun Kemampuan resiliensi dalam hal ini juga
emosi (Santrock, 2007). Hall (1904) menyatakan diperlukan dalam mengatasi dampak perceraian
bahwasannya masa remaja adalah usia 12 tahun orang tua, mengingat perceraian merupakan salah
sampai 23 tahun. Havighurst (Gunarsa & Gunarsa, satu hal yang sulit diterima oleh remaja. Hal yang
2001) menyatakan remaja memiliki tugas sama diungkapkan Woolfolk (2008) perceraian
perkembangan yang harus dipenuhi, yaitu: (1) adalah sesuatu yang tidak mudah bagi remaja
Menerima kenyataan terjadinya perubahan fisik yang khususnya bagi remaja. Untuk itu dengan adanya
dialaminya dan mampu menggunakan tubuhnya kemampuan resiliensi seseorang diharapkan dapat
secara efektif dan merasa puas terhadap keadaan melewati perubahan dan tekanan hidup yang
tersebut. (2) Mencapai hubungan baru dan yang lebih dialaminya secara lebih efektif, termasuk dalam
matang dengan teman sebaya, baik teman sejenis proses melewati kondisi pasca perceraian orang
maupun lawan jenis sesuai dengan jenis kelamin tua.
masing-masing. (3) Mencapai kebebasan dari Resiliensi diperlukan oleh remaja yang orang tuanya
ketergantungan terhadap orang tua dan orang bercerai karena remaja yang orang tuanya bercerai
dewasa lainnya. (4) Mengembangkan kecakapan akan merasakan banyak dampak yang negatif. Reich,
intelektual dan konsep-konsep tentang kehidupan Zautra, & Hall (2010) menyatakan bahwa resiliensi
masyarakat. (5) Mempersiapkan karir ekonomi untuk diperlukan pada remaja yang merasa kehilangan
masa yang akan dating. (6) Mempersiapkan diri untuk sosok yang dicintai. Keputusan perceraian yang
menentukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan diambil oleh kedua orangtua akan membuat remaja
bakat dan kesanggupannya. (7)Memahami dan merasakan kehilangan yang teramat dalam.
mampu bertingkah laku yang dapat Resiliensi akan bermanfaat bagi remaja yang
dipertanggungjawabkan sesuai dengan norma-norma merasakan kehilangan, agar dapat beradaptasi
dan nilai-nilai yang berlaku. (8) Mempersiapkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan.
perkawinan dan keluarga. (9) Mendapatkan penilaian Resiliensi dapat memberikan kekuatan bagi remaja
bahwa dirinya mampu bersikap tepat sesuai dengan yang merasakan kehilangan salah satu figur
pandangan ilmiah. orangtuanya. Resiliensi juga dapat memberikan
Dewanti & Suprapti (2014) mengungkapkan pada kontribusi terhadap kesehatan mental individu.
saat orang tua bercerai, remaja memiliki tugas yang Resiliensi mampu membantu individu beradaptasi
berat untuk menyesuaikan perubahan saat terhadap konflik yang dihadapi serta mampu
menghadapi perceraian orang tua. Sehingga resiliensi melakukan penyelesaian masalah dengan baik.
pada remaja dengan latar belakang orang tua bercerai Remaja yang resilien akan mampu
sangat diperlukan. Carroll (2005) mengatakan menyesuaikan diri saat dalam situasi tidak
bahwasannya resiliensi merupakan suatu konsep yang menyenangkan dalam hidupnya. Hal ini membuat
berisikan tentang harapan dan juga optimisme dalam remaja mampu beradaptasi pada kondisi yang
menggadapi tekanan dari lingkungan, remaja mampu terjadi pada hidupnya serta dapat bertahan pada
terhindar dari kenakalan remaja, penggunaan obat kondisi yang kurang menyenangkan. Remaja yang
terlarang, kegagalan di sekolah, dan gangguan orang tuanya bercerai penting dalam memiliki
mental. Banne (2014) menyebutkan resiliensi pada resiliensi yang tinggi, hal itu akan mempengaruhi
131
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

bagaimana cara mereka merespon masalah yang Kualitas persahabatan merupakan baik atau
terjadi dalam hidupnya (Asriandari, 2015). Murphy buruknya kualitas persahabatan (Phebe, 2007).
(Karatas dan Cakar, 2011) Resiliensi terdiri dari Berndt (2002) menyatakan adanya keterbukaan diri
perkembangan kearah yang positif, dimana remaja merupakan ciri kualitas persahabatan yang positif.
akan maju ke masa depan dengan penuh harapan agar Remaja dengan kualitas persahabatan positif lebih
mampu hidup secara harmonis. Selaras dengan terbuka dan juga menceritakan tentang informasi
Hadiningsih (2014) Remaja dengan resilien tinggi pribadinya kepada sahabatnya. Hal ini
mampu menstabilkan emosinya, bisa mengelola menunjukkan bahwa saat bersama sahabat, remaja
dorongan-dorongan pada diri, perduli, dan mengerti cenderung akan terbuka dan mengungkapkan
oranglain, bisa menyelesaikan dan privasinya.
mengidentifikasikan masalah, optimis dan Rahmat (2014) menunjukkan bahwa individu
mempunyai tujuan hidup. Berbeda dengan remaja yang memiliki kualitas persahabatan yang positif
dengan resiliensi rendah tidak mampu mengontrol akan memiliki kecenderungan untuk saling percaya,
emosi, kurang dalam mengatur impuls, tidak saling membantu, dan saling terbuka. Hal ini
perduli, lari dari masalah, tidak memiliki keyakinan berdampak pada semakin positif kualitas
serta kurang mamou melihat masalah dan belum persahabatan individu maka tingkat keterbukaan,
jelasnya tujuan hidup. kepercayaan serta perilaku prososial akan
Reivich & Schatte (Maulidya, 2017) meningkat. Rabaglietti & Clairano (2008)
menyebutkan faktor yang mempengaruhi resiliensi mengungkapkan ada perbedaan kualitas
yaitu faktor individu, faktor keluarga, dan faktor persahabatan pada laki-laki dengan kualitas
lingkungan. Faktor individu yang dimaksud adalah persahabatan pada perempuan. Laki-laki
merupakan faktor yang bersumber dari individu, cenderung mendapatkan konflik dalam
dimana individu mampu mengontrol dirinya saat persahabatan, sedangkan perempuan cenderung
dalam situasi tidak nyaman atau menekan. Faktor mendapatkan dukungan dalam persahabatan. Dari
selanjutnya adalah faktor keluarga, dimana hasil penelitian diatas, peneliti dapat menyimpulkan
keharmonisan keluarga akan memberikan bahwa remaja yang memiliki kualitas persahabatan
dukungan untuk individu mampu bertahan pada positif akan cenderung terbuka, saling percaya dan
saat situasi sulit. Selanjutnya faktor terakhir adalah saling membantu.
faktor lingkungan dimana masyarakat menjadi Taylor, Peplau, & Sears (2000) mengungkapkan
sumber lingkungan yang bisa membantu individu adanya rasa percaya menjadikan individu terbuka
dalam meningkatkan resiliensi dan mengatasi dan nyaman dalam menceritakan informasi
masalah serta keluar dari kesulitan. pribadinya. Selain itu, didapatkan fakta bahwa tidak
Berdasarkan ketiga faktor yang mempengaruhi ada perbedaan antara tingkat keterbukaan pada
resiliensi, salah satunya adalah faktor lingkungan. laki-laki dan perempuan, akan tetapi yang
McIntosh, Burke, Dour, & Gridley (2009) membedakan terletak pada informasi pribadi yang
mengungkapkan bahwa perceraian pada orangtua diungkapkan. Penelitian lain oleh Hacker (Taylor,
akan mengakibatkan anak usia remaja akan Peplau, & Sears, 2000) kepada mahasiswa
memiliki hubungan yang lebih dekat dengan teman didapatkan hasil bahwa perempuan cenderung
sebaya. DeSaousa & Santos (2012) akan menceritakan kelemahan mereka sedangkan
mengungkapkan bahwasaanya apabila laki-laki cenderung menceritakan kekuatan mereka.
dibandingkan dengan individu yang usianya lebih Helgeson & Lopez (2010) megungkapkan kualitas
tua, individu yang usianya lebih muda memiliki persahabatan yang berkualitas memiliki efek
kedekatan yang lebih dengan teman mereka. pernting terhadap penyesuaian dan kesejahteraan
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian psikologi pada kehidupan remaja.
sebelumnya oleh DeSaousa & Santos (2011) yang Kualitas persahabatan sebagai tingkat hubungan
menyatakan bahwa sampai pada usia dewasa awal persahabatan yang meliputi dimensi positif dan
jumlah teman akan meningkat pada individu dan dimensi negatif. Kualitas persahabatan yang positif
akan menurun dengan sejalan bertambahnya usia. memiliki prediktor negatif yaitu resolusi konflik dan
perilaku yang kurang matang (Lansford, Putallaz,
132
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

Grimes, SchiroOsman, Kupersmidt, & Coie, 2006). mengumpulkan data numerik kemudian diolah
Kualitas persahabatan ditandai dengan tingginya dengan menggunakan teknik statistik (Azwar,
frekuensi interaksi positif dan rendahnya frekuensi 2014). Selain itu, desain penelitian yang digunakan
interaksi negatif yang terjadi antara dua orang atau adalah korelasional yang bertujuan untuk
lebih yang mana remaja mempunyai hubungan yang mengetahui hubungan antar variabel satu dengan
sangat dekat, saling bertukar pikiran, saling peduli, variabel yang lain (Azwar, 2006).
memiliki minat yang sama, saling menolong, saling Populasi merupakan seluruh individu yang akan
melengkapi dan saling menyayangi. Konflik diteliti dan kemudian akan dikenai generalisasi
merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari (Winarsunu, 2009). Setelah menentukan populasi,
dalam setiap hubungan dekat, akan tetapi dalam maka peneliti mengerucutkan menjadi sampel.
penyelesaian konflik tersebut akan lebih mampu Sugiono (2017) mengungkapkan sampel
terkelola dengan baik pada hubungan persahabatan merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik
(Hartup & Stevens, 1999). yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan
Penelitian oleh Everall, Altrows & Paulson (2006); sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Stepherd, Reynolds & Moran (2010) menyatakan purposive sampling karena adanya beberapa
bahwa kualitas persahabatan memiliki peran penting pertimbangan tertentu dan berfokus pada tujuan
dalam proses resiliensi, yaitu kualitas persahabatan tertentu. Frankel & Wallen (2008) jumlah sampel
akan memfasilitasi individu untuk lebih kuat dalam minimum pada penelitian korelasional adalah
menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi. Hal sebanyak 50 sampel.
ini sejalan dengan Graber, Turner, & Madill (2016) Adapun jumlah subjek adalah 250 remaja
mengungkapkan bahwa kualitas persahabatan positif dengan kriteria sebagai berikut:
memfasilitasi resiliensi pada anak-anak yang rentan 1. Laki-laki/ Perempuan
secara sosial ekonomi. Selain itu dalam penelitian ini 2. Anak dengan orang tua bercerai
juga mengekspresikan tentang adanya hubungan 3. Usia 16-21 tahun
persahabatan sebagai sumber daya pelindung dan 4. Domisili Jawa Timur
mekanisme resiliensi. Jika pada penelitian sebelumnya Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu
dilakukan pada remaja yang memiliki resiko secara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel
sosial ekonomi, maka pada penelitian ini fokus pada bebas adalah variabel yang mempengaruhi
remaja dengan orang tua bercerai. variabel lainnya, sedangkan variabel terikat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merupakan variabel yang diukur untuk mengetahui
mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan besarnya pengaruh dari variabel lain (Azwar, 2014).
antara kualitas persahabatan dengan resiliensi Adapun yang menjadi variabel bebas (X) dalam
pada remaja yang orang tuanya bercerai. penelitian ini yaitu kualitas persahabatan dan
Penelitian ini dapat memberikan manfaat secara variabel terikat (Y) adalah resiliensi.
teoritis dan juga praktis. Manfaat secara teoritis Kualitas persahabatan yang dimaksud dalam
adalah diharapkan dapat memberikan masukan penelitian ini adalah apakah hubungan persahabatan
dalam segi ilmu psikologi pada kajian kualitas itu positif atau negatif yang mengacu pada aspek
persahabatan dan resiliensi. Selain itu dapat kualitas persahabatan yaitu companionship,
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya yang closeness, help, security, serta conflict. Instrumen
berkaitan dengan kualitas persahabatan dan menggunakan The Friendship quality Scale (FQS)
resiliensi pada remaja yang orang tuanya bercerai. yang disusun oleh Bukowski, Hoza & Boivin (Phabe,
Manfaat dari segi praktis adalah dapat memberikan 2007) sebanyak 23 aitem yang telah disusun
tambahan informasi bagi remaja yang orang tuanya berdasarkan lima aspek kualitas persahabatan yaitu
bercerai dalam mencapai resilien guna companionship (4 aitem), closeness (5 aitem), help (5
meningkatkan kualitas hidupnya. aitem), security (5 aitem) , dan conflict (4 aitem).
Resiliensi yang dimaksud dalam penelitian ini
METODE PENELITIAN adalah bentuk kemampuan remaja untuk mampu
bertahan serta beradaptasi ketika dalam situasi
Penelitian ini menggunakan pendekatan
menyulitkan yang mengacu pada tujuh aspek resiliensi
kuantitatif, yaitu pendekatan dengan
133
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

yaitu emotion regulation, impulse control, optimism, Laki- Perempuan usia


laki
causal analysis, empathy, self-efficacy, serta reaching Usia
out. Resiliensi diukur dengan skala resiliensi Reivich & 16 6 8 14 5.6 %
Shatte (Maulidya, 2017) yang berjumlah 48 aitem yang 17 11 18 29 11.6%
18 4 7 11 4.4%
telah disusun bersadarkan tujuh aspek resiliensi yaitu 19 19 27 46 18.4%
emotion regulation (8 aitem), impulse control (7 aitem), 20 25 36 61 24.4%
21 32 57 89 35.6%
optimism (7 aitem), causal analysis (5 aitem), empathy Lama
(7 aitem), self-efficacy (7 aitem), reaching out (8 aitem). Perceraian
Kedua skala dalam penelitian ini menggunakan orang tua
<5 tahun 50 75 125 50 %
skala likert yang mengukur sikap, persepsi, dan >5 tahun 47 78 125 50 %
pendapat seseorang tentang fenomena sosial Nyaman
(Sugiyono, 2014). Dimana skor pada setiap bercerita
Dengan laki-laki 60 30 90 36 %
pernyataan dari yang terendah 1 hingga yang Dengan 37 123 160 64 %
tertinggi adalah 4 yang terdiri dari dua jenis aitem perempuan
yaitu favorable dan unfavorable. Pada skala kualitas Berdasarkan uji Kolmogorov-smirnov, data
persahabran mempunyai 4 pilihan jawaban yaitu: dikatakan normal apabila nilai signifikansi lebih dari
Sangat Tidak Benar (STB), Tidak Benar (TB), Benar 0.05. Dari uji normalitas yang dilakukan pada kedua
(B), dan Sangat Benar (SB). Kemudian pada skala variabel dikatakan normal karena nilai signifikansi
resiliensi mempunyai 4 pilihan jawaban yaitu: Sangat sebesar 0.651 (p > 0.05).
Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Selanjutnya skor resiliensidikategorikan
Sangat Setuju (SS). berdasarkan lama perceraian orangtua dan juga
Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur nyaman bercerita. Berikut adalah kategorisasi skor
Penelitian resiliensi.
Alat Ukur Jumlah Valid Korelasi Indeks
Aitem Total Reliabilitas Tabel 3. Kategorisai Resiliensi
Kualitas 19 0.387-0.762 0.874 Kategori Resiliensi
persahabatan
Resiliensi 37 0.251-0.622 0.886 Rendah Tinggi
Lama perceraian orang
Dari hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur kualitas tua
persahabatan dan resiliensi, diperoleh skala kualitas <5 tahun 23.6 % 26.4 %
>5 tahun 22.8 % 27.2 %
persahabatan dari 23 aitem, terdapat 4 aitem tidak valid
Nyaman bercerita
dan tidak dapat digunakan yang meliputi aitem 10, 13,
Lebih nyaman 17.6 % 18.4 %
20, dan 21 sehingga tersisa 19 aitem valid yang mampu kepada laki-laki
mengukur kualitas persahabatan. Korelasi aitem total Lebih nyaman 29.2 % 32.8 %
kepada perempuan
dengan rentang 0.387-0.762 dan koefisien reliabilitas
0.874. Sedangkan hasil dari skala resiliensi dari 48
aitem, terdapat 11 aitem tidak valid yang meliputi aitem Tabel 4. Hubungan Lamanya Perceraian dengan
2, 7, 8, 11, 12, 13, 26, 28, 33, 44 dan 47, sehingga Resiliensi
tersisa 37 aitem yang mampu mengukur resiliensi. Variabel t-hitung sig Level of
Korelasi aitem total berkisar 0.251-0.622 dengan significant
Kurang dari 5 -0.128 0.898 0,05
koefisien reliabilitas 0.886. tahun & Lebih
dari 5 tahun
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil uji independent sample t-test
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diperoleh signifikansi 0.898 (p>0.05), maka artinya
diperoleh hasil-hasil yang akan dipaparkan dalam
tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-
uraian dibawah ini. Pertama akan dipaparkan data
rata remaja yang orang tuanya bercerai <5 tahun
demografis penelitian:
dengan >5tahun.
Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian
Kategori Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Tabel 5. Kategorisai Kualitas Persahabatan

134
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

Kategori Kualitas Persahabatan hubungan positif antara kualitas persahabatan dan


Rendah Tinggi resiliensi dapat diterima. Sehingga dengan terbuktinya
Lama perceraian orang hipotesa, maka kualitas persahabatan meningkatkan
tua resiliensi pada remaja yang orang tuanya bercerai.
<5 tahun 24.4 % 25.6 %
>5 tahun 23.2 % 26.8 % Pribadi yang memiliki kualitas persahabatan positif
Nyaman bercerita
maka akan membantu remaja yang orang tuanya
Lebih nyaman 17.2 % 18.8 % bercerai untuk mampu beradaptasi dan bertahan pada
kepada laki-laki kondisi yang kurang menyenangkan. Adanya perasaan
Lebih nyaman
kepada perempuan
30 % 34 %
– perasaan negatif yang timbul seperti cemas, bingung,
resah, malu, dan sedih serta juga tugas tugas
perkembangan remaja yang harus dicapai
Pengujian hipotesa pada penelitian ini mengharuskan remaja yang orang tuanya bercerai
menggunakan analisis product moment pearson. memiliki resiliensi yang membuat mereka mampu
Penggunaan analisis korelasi pearson bertujuan mengemban tugas tersebut dan juga mampu
untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar menghadapi perasaan perasaan negatif yang muncul.
variabel. Berikut akan disajikan data korelasi antara Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 250
kualitas persahabatan dengan resiliensi. subjek, sebanyak 132 subjek (52.8%) memiliki skor
kualitas persahabatan tinggi. Rahmat (2014)
Tabel 6. Deskripsi Uji Korelasi Product Moment Pearson
Resiliensi FQS
menjelaskan bahwa individu dengan kualitas
Person 1 0.415 persahabatan positif akan cenderung terbuka,
Corelation percaya dan saling membantu. Sedangkan individu
Resiliensi Sig (2-tailed) 0.000
N 250 250
yang memiliki kualitas persahabatan rendah maka ia
Person 0.415 1 cenderung untuk tidak terbuka, tidak saling percaya
Correlation dan tidak saling membutuhkan. Hal ini selaras
Kualitas Sig (2-tailed) 0.000
Persahabatan
dengan Berndt (2002) mengungkapkan bahwa
N 250 250 salah satu tanda persahabatan positif adalah
adanya keterbukaan atau menceritakan informasi
Dari hasil uji korelasi didapatkan bahwa adanya pribadi kepada sahabat.
hubungan yang signifikan antara kualitas Dari hasil lain didapatkan sebanyak 133 subjek
persahabatan dengan resiliensi. Hal ini menunjukkan (53.2 %) memiliki skor resiliensi tinggi, Hardiningsih
semakin tinggi kualitas persahabatan maka akan (2014) menjelaskan bahwa remaja dengan
semakin tinggi resiliensinya. Sebaliknya apabila resiliensi tinggi cenderung memiliki emosi stabil,
semakin rendah kualitas persahabatan maka akan bisa mengatur dorongan-dorongan pada dirinya,
semakin rendah pula resiliensinya. Selain itu perduli, memahami orang lain, optimis, mampu
sumbangan variabel kualitas persahabatan terhadap mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah serta
resiliensi sebesar 17.2 % sedangkan sisanya memiliki tujuan hidup. Sedangkan individu dengan
dipengaruhi oleh faktor lain. resiliensi rendah cenderung emosional, kurang
mampu mengidentifikasi serta menyelesaikan
DISKUSI persoalan, pesimis, kurang mampu mengendalikan
impuls, acuh, pesimis serta tujuan hidup yang
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan belum jelas.
hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa
antara kualitas persahabatan dengan resiliensi pada sebanyak 132 subjek memiliki kualitas
remaja yang orang tuanya bercerai (r = 0.415; p < 0.05 persahabatan dan resiliensi yang tinggi, dengan
). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas kata lain mereka mampu menghadapi masalah
persahabatan maka semakin tinggi resiliensi. dengan baik dengan karena memiliki kualitas
Sebaliknya, semakin rendah kualitas persahabatan persahabatan yang baik. Selaras dengan penelitian
maka semakin rendah resiliensi. Hasil penelitian ini Graber, Turner, & Madill (2016) menunjukkan
membuktikan bahwa hipotesa yang menyatakan ada hubungan yang positif yang melakukan penelitian
135
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

pada 409 remaja (160 pria, 245 perempuan dan 4 Penilaian seseorang mengenai apa yang tidak
tidak diketahui) remaja Inggris yang rentan secara mampu dilakukan atau yang mampu dilakukan bisa
sosial ekonomi berusia 11 sampai 19 tahun. Hasil mempengaruhi pada motivasii, kemampuan untuk
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bangkit dari masalah, serta banyaknya usaha dan
signifikan antara kualitas persahabatan dan ketekunan (Lupo, 2012). Reivich & Shatte (2002)
resiliensi pada anak-anak yang rentan secara menyatakan bahwa resiliensi merupakan
sosial ekonomi. keterampilan seseorang untuk merespon segala
Penelitian oleh Everall, Altrows & Paulson (2006); sesuatu dengan cara positif serta peduktiif saat
Reynolds & Moran (2010) menyatakan bahwa kualitas menghapi kesusahan, terkhusus dalam
persahabatan memiliki peran penting dalam proses mengendalikan tekanan hidup. Selain itu
pembentukan resiliensi. Kemudian dalam penelitian diungkapkan bahwa beberapa faktor yang
lain oleh Banne (2014) mengungkapkan bahwa membentuk resiliensi, yaitu regulasi emosi,
adanya dukungan sosial maupun materi dari orang optimism, menganalisisa penyebab masalah,
dewasa disekitar anak akan mempengaruhi pengendalian dorongan, berempati, efikasi diri,
perkembangan resiliensi. Hal ini dikarenakan resiliensi serta keterbukaan diri.
merupakan suatu konsep yang berisikan harapan dan Penelitian lain oleh Khotimah (2018) tentang
optimisme. Hasil penelitian ini dapat menjadi penguat faktor pembentuk resiliensi remaja dari keluarga
salah satu faktor resiliensi yang diungkapkan oleh broken home. Menjelaskan bahwa dua faktor yang
Reivich & Shatte (2002) menyebutkan bahwa faktor mempengaruhi resiliensi adalah internal dan
lingkungan yang didalamnya terdapat kualitas eksternal. Apabila dijabarkan faktor eksternal yaitu
persahabatan mampu meningkatkan resiliensi. terlihat pada faktor regulasi emosi, pengendalian
Penelitian yang dilakukan oleh Ko & Busken impuls, empati, efikasi diri dan reaching out.
(2011) terkait mulainya individu menjalin Adapun faktor eksternal terlihat pada faktor
persahabatan adalah untuk mendapatkan keluarga dan pergaulan.
kepercayaan dan kedekatan dari orang. Remaja Pada remaja, individu akan membentuk hubungan
memulai persahabatannya dengan adanya rasa persahabatan dengan orang ia percayai. Remaja lebih
saling mempercayai. Kemudian, seseorang yang banyak menghabiskan waktu dengan sahahabat
mejalin persahabatan akan saling menjaga janji dibandungkan dengan orang tua, memiliki keterbukaan
diantara mereka. Zurko (2011) menyatakan lebih kepada sahabat. Dalam proses keterbukaan
persahabatan adalah hubungan awal yang akan terjadi diskusi serta bercerita yang hal ini akan
dibentuk remaja yang memberikan dukungan juga berkontribusi dalam merencanakan kosep suatu hal
membantu remaja dalam mencapai tugas atau kehidupan dimasa depan (Daddis, 2008).
pekembangan. Salah satunya yang ada pada Penelitian menggambarkan bahwa semua subjek
persahabatan adalah intimacy, yaitu terdapat memiliki sahabat atau sedang menjalin hubungan
keperdulian, keterbukaan, kepercayaan serta persahabatan dengan jenis kelamin yang berbeda-
kejujuran. beda.
Selain itu, berdasarkan nilai R2 , diketahui Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi
kualitas persahabatan memberikan sumbangan kualitas persahabatan maka individu akan semakin
sebanyak 17.2% terhadap resiliensi sedangkan terbuka tantang privasinya dengan sahabat. Hal ini
sisanya 82.8% dipengaruhi oleh variabel lain di luar disebabkan pada resiliensi, sahabat yaitu orang yang
penelitian. Beberapa faktor lain juga mampu dipercaya mengungkapkan masalah pribadinya serta
mempengaruhi tingkat resiliensi pada remaja. cenderung terbuka (Berndt, 2002). Individu dalam
Fatmawati (2018) menyatakan terdapat hubungan persahabatan akan terbuka ketika mengungkapkan
yang positif dan signifikan antara regulasi diri dan segala sesuatu. Individu juga harus mau menerima
resiliensi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segala macam bentuk keterbukaan dalam
semakin baik regulasi emosi maka akan semakin persahabatan (Hartup & Stevens, 1999).
tinggi resiliensinya, semikian sebaliknya semakin Berdasarkan lama perceraian orang tua,
rendah regulasi maka akan semakin rendah didapatkan skor 26.4 % dari subjek memiliki orang
resiliensinya. tua yang bercerai kurang dari 5 tahun, dan juga
136
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

27.2% lebih darai 5tahun, namun mereka memiliki tuanya bercerai (r = 0.415; p < 0.05). Implikasi dari
resiliensi tinggi, yang berarti lama perceraian orang penelitian ini adalah diharapkan bagi remaja yang
tua memiliki dampak untuk terbentuknya resiliensi. orang tuanya bercerai mampu mempertahankan serta
Kemudian berdasarkan hasil lain sebanyak 18.4% meningkatkan resiliensi yang telah dimiliki baik rendah
dari subjek nyaman bercerita dengan laki-laki dan ataupun tinggi. Agar mampu mempertahankan dirinya
sebanyak 32.8% nyaman bercerita dengan dalam menghadapi masalah dan mampu mengatasi
perempuan, akan tetapi mereka memiliki resiliensi emosi-emosi negatif yang muncul serta mampu
tinggi. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan mencapai tugas perkembangan. Hal yang perlu
perempuan untuk lebih dekat secara emosional diperhatikan adalah mengetahui pentingnya dalam
bersama sahabatnya. Fox (2008) mengungkapkan memilih kualitas persahabatan yang baik agar dapat
adanya perbedaan dalam hal berbagi cerita antara memberikan dorongan untuk memiliki sikap optimisme
perempuan dan laki-laki. Laki-laki cenderung dan mengontrol emosi saat menghadapi masalah,
menceritakan mengenai kegiatannya. Sedangkan serta pada akhirnya mampu mengidentifikasi masalah
perempuan cenderung bercerita tentang hal yang kemudian menentukan solusi terbaik.
memiliki sifat intim dan perasaan mereka, sehingga Bagi orang tua, penelitian ini diharapkan bisa
perempuan lebih mudah menjalin hubungan menjadi referensi untuk menghadapi remaja yang
dengan sahabat. mengalami trauma karena perceraian orang tuanya
Tahap terakhir pembentukan resiliensi yaitu serta membantu dalam memilih kualitas
identity, tahapan ini dimulai pada usia remaja yang persahabatan yang positif sehingga remaja tersebut
berkaitan dengan pengembangan pemahaman dapat melalui keadaan yang banyak masalah,
individu terhadap dirinya sendiri, baik kondisi selain itu diharapkan orang tua agar lebih dekat
psikologi maupun fisiknya. Adanya dukungan sosial dengan anak sekalipun sudah berpisah dengan
dari lingkungan sekitar akan lalu mempengaruhi pasangan. Karena kedekatan emosional dan
resiliensi pada anak dan membantu mengatasi kemampuan orang tua menjadi tempat curhat bagi
permasalahan yang sedang dihadapi. Adanya remaja adalah hal yang sangat penting. Sehingga,
keterbukaan diri pada remaja dengan sahabat atau anak lebih mampu melalui proses proses sulit
menceritakan informasi pribadi, cenderung terbuka dalam hidupnya.
atau tidak menutup privasinya (Banne, 2014). Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
Individu yang resilien akan mampu menyesuaikan penelitian terkait kualitas persahabatan dan resiliensi
diri pada saat situasi tidak menyenangkan. Hal ini dapat disarankan agar meneliti lebih lanjut tentang rentang
membantu individu dalam kondisi yang kurang usia perceraian dalam mempengaruhi resiliensi pada
menyenangkan. Salah satu faktor yang mendukung remaja yang orang tuanya bercerai. Selain itu peneliti
resiliensi adalah faktor eksternal yang salah satunya selanjutnya bisa melakukan penelitian dengan faktor
bersumber dari sahabat, yang akan memfasilitasi lain yang mempengaruhi resiliensi seperti self esteem,
individu dalam mengungkapkan persaannya sehingga empati, rasa humor, intelegensi, dan kontrol diri.
individu tersebut mampu mencapai resilien (Maulidya, DAFTAR PUSTAKA
2017).
Asriandari, E. (2015). Resiliensi Remaja Korban
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu jumlah subjek
Perceraian Orangtua. Jurnal Bimbingan dan
perempuan yang cenderung lebih banyak dari pada
Konseling Edisi 9.
jumlah subjek laki-laki. Keterbatasan selanjutnya adalah
Azizah, R. N. (2017). Dampak Perceraian Orang
skala resilinsi yang digunakan masih belum spesifik
Tua Terhadap Perkembangan Psikologis
mampu menggambarkan resiliensi pada remaja yang
Anak. Al-Ibrah, Vol. 2 No. 2.
orang tuanya bercerai.
Azwar, S. (2006). Penyusunan skala psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Azwar, S. (2014). Merode penelitian. Yogyakarta:
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil Pustaka Pelajar.
bahwa hipotesa penelitian diterima yang berarti bahwa Badan Pusat Statistik (BPS). (2018, Juli 03). Badan
ada hubungan positif yang signifikan antara kualitas Pusat Statistik. Retrieved April 09, 2019, from
persahabatan dan resiliensi pada remaja yang orang Statistik Indonesia 2018: Badan Pusat
137
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

Statistik (BPS). (2018, Juli 03). Statistik Eley, D., Cloninger, C., Walters, L., Laurence, C.,
Indonesia 2018. Retrieved April 09, 2019, Synnott, R., & Wilkinson, D. (2013). The
frhttps://www.bps.go.id/publication/2018/07/0 Relationship Between Resilience and
3/5a963c1ea9b0fed6497d0845/statistik- Personality Traits in Doctors: Implication for
indonesia-2018.html Enhancing Well Being .
Banne, O. (2014). Resiliensi remaja yang memiliki Fatmawati, I. (2018). Hubungan antara regulasi diri
orang tua bercerai (studi fenomenologi dan resiliensi pada remaja di keluarga yang
terhadap remaja dengan orang tua yang bercerai. Yogyakarta
bercerai di kota Makasar). Yogyakarta. Tesis Frankel, J. P., & Wllen, N. E. (2008). How to design
Universitas Gadjah Mada. and evaluate research in education. New
Baron, R., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial edisi York McGraw-Hill Companies Inc.
10. Jakarta: Erlangga. Graber, R., Turner, R., & Madill, A. (2016). Best
Berndt, T. J. (2002). Friendship quality and social friends and better coping: Facilitating
development. Journal , Vol. 11 No. 1. psychological resilience through boys' and
Brooks, Jane. 2011. The process of Parenting girls' closest friendships. British Journal of
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Psychology, 107 (2). pp. 338-358. ISSN
Bukowki, W. M., Hoza, B., & Boivin, M. (1994). The 0007-1269.
friendship qualities scale: Development and Gunarsa, S., & Gunarsa, Y. (2001). Psikologi
psychometric properties. praktis: anak, remaja, dan keluarga. Jakarta:
Carroll, J. P. (2005). Fostering children's resilience Gunung Mulia.
in the aftermath of divorce: The role of Gustiana, R. (2016). Hubungan Kecerdasan Emosi
evidence based program for children. Family dengan Resiliensi pada Penghuni Lapas di
Court Review, 52-64 Kelas II A Samarinda. Jurnal Psikologi
Chung, Y., & Emery, R. (2010). Early adolescents Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, 1-
and divorce in South Korea: risk, resilience, 18.
and pain. Journal of Comparative Family Hadiningsih, T. T. (2014). Hubungan antara
Studies, 855-870 dukungan sosial dengan resiliensi pada
Daddis, C. (2008). Similarity between early and remaja di panti asuhan keluarga yatim
midle adolescent close friends' beliefe about muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
personal jurisdiction. Social Development. Hartup, W., & Stevens, N. (1999). Friendship and
1019-1038 adaptation across the life span. Current
DeSaousa, D. A.,& Santos, E, C. (2012). Intimate directions in psychological science, Vol. 8,
friendship relationships among young adults. No. 3.
Paideia, set-dec. Vol. 22, No. 53. Haryanie, S. W., Filiani, R., Hanim, W. (2013).
DeSaousa, D. A., & Santos, E, C. (2011). Social Dampak perceraian orang tua terhadap
network and friendship relationships emosi anak (studi kasus pada dua anak yang
throughout the lifespan. Psicopedag. VOL. memiliki orang tua yang bercerai di SDN
28. No. 53. Gembong 1 Kab. Tangerang). Universitas
Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan . Negeri Jakarta.
Bandung : Remaja Rosdakarya. Helgeson, V., & Lopez, L. (2010). Social support
Dewanti, A & Veronika, S. (2014). Resiliensi remaja and growth following adversity. In J. Reich, A.
putri terhadap problematika paska orang tua Zautra, & J. Hall (Eds.), Handbook of adult
bercerai. Jurnal Psikologi Pendidikan dan resilience (pp. 309-330). New York: Guilford
Perkembangan Vol 3, No. 3. Publications.
Everall, R. D., Altrows, K. J., Paulson, B. L. (2006). Karatas, Z., Cakar, F. S. (2011). Self-esteem and
Creating a future: a study of resilience in hopelessness, and resiliency: An exploratory
suicidal female adolescents. Journal of study of adolescents in turkey. International
Counseling & Development, 84(4), 461-470. education studies. Vol. 4, No. 4
doi: 10.1002/j.1556-6678.2006.tb00430. x.
138
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

Kartono, Kartini. 2014. Patologi Sosial 2 Kenakalan Resilience among University Students: An
Remaja. Jakarta: PT. Grafindo Persada. International Study. Open Journal of Sosial
Khotimah, K. (2018). Faktor pembentuk resiliensi Sciences, 14-22.
remaja dari keluarga broken home di desa Rabaglietti, E., & Clairano, S. (2008). Quality of
pucung lor kecamatan kroya kabupaten friendship relationships and developmental
cilacap. Purwokerto. tasks in adolescence. cognition, brain,
Ko, P. C., & Buskens, V. (2011). Dynamics of behavior. Vol. 12, No. 2.
adolescent friendships: the interplay between Rahmat, W. (2014). Pengaruh tipe kepribadian dan
structure and gender. International friendship quality dengan kepercayaan pada
Conference on Advance in Social Networks remaja akhir. eJournal psikologi, Vol. 2, No.
Analysis and Mining, Germany. 2.
Lansford, J. E., Putallaz, M., Grimes, C. L., Reich, J. W., Zautra, A. J., & Hall, J. S. (2010).
SchiroOsman, K. A., Kupersmidt, J. B., & Handbook of adult resilience. New York, NY,
Coie, J. D. (2006). Perceptions of friendship US: The Guilford Press.
quality and observed behaviors with friends: Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience
How do sociometrically rejected, everage, Factor: 7 Essential Skill for Overcoming Life's
and popular girls differ? Merrill-palmer Inevitable Obstacle. New York: Broadway
quarterly, 52 (4), 694-720. doi: 10.1353/mpq. Books.
2006. 0036. Ruswahyuningsih, M., & Afiatin, T. (2015).
Lupo, C. M. (2012). Increasing student Resiliensi pada Remaja Jawa. Gajah Mada
achievement and improving self-esteem Journal Of Psychology, Volume 1.
through a community building intervention. Santrock. (2007). Remaja. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta:
UMI Erlangga.
McIntosh, J., Burke, S., Dour, N., & Gridley, H. Santrock, J. W. (2012). Life span development
(2009). Parenting after separation. The perkembangan masa hidup edisi ketigabelas
Australian Psychological Society Ltd , jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mahmood, K., & Ghaffar, A. (2014). The Satria, B., & Sazira. (2016). Resiliensi pasien
Relationship Between Resilience, NAPZA Selama Masa Rehabilitasi. Ideaa
Psychological Distress and Subjective Well- Nursing Journal, VII(2), 66-70.
Being among Dengue Fever Survivors. Shepherd, C., Reynolds, F. A., & Moran, J. (2010).
Global Journal of Human-Social Science: A They're battle scars, I wear them well: A
Arts & Humanities Psychology, 14(10). phenomenological exploration of young
Maulidya, N. (2017). Pengaruh Self-Esteem women's experiences of building resilience
Terhadap Resilience pada Remaja yang following adversity in adolescence. Journal of
Menjalani Program Rehabilitasi Narkoba. Youth Studies, 13 (3), 273-290. doi:
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang 10.1080/13676260903520886.
Nadeak, T. F. S., 2014. Fernomena "anak nakal" di Snyder, C. &. (2007). Positive Psychology in
rungkut Surabaya. Jurnal Vol 2, No 2 Scientic and Practical Exploration of Strenght.
Pamudji, N. A. (2017). Hubungan friendship quality Sage Publication.
(FQ) dengan communication privacy Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif,
management (CPM) pada remaja akhir. Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Universitas Muhammadiyah Malang Suryani, R. L. (2015). Dampak perceraian orang
Phebe, L. (2007). Peer relations in preadolescence: tua terhadap perilaku anak di jorong sungai
associations between friendship quality, peer tambang 1 naraga kunangan parik rantang
acceptance, and parental management in kecamatan kamang baru kabupaten
peer relations. Dissertation. Cambridge sijunjung. STKIP PGRI Sumatera Barat.
University. Taylor, S. E., Peplau, L., & Sears, D. (2000). Social
Pidgeon, A., Rowe, N., Stapleton, P., Magyar, H., & psychology international edition tenth edition.
Lo, B. (2014). Examining Characteristics of New Jersey: Prentice Hall Inc.
139
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic
Psycho Holistic, Vol. 2, No. 1, Mei 2020 ISSN 2685-9092 (Online)

Untari, I., Putri, K. P., & Hafiduddin, M. (2018). relationships. Polish Journal of Applied
Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Psychology, Vol. 9(1), 21-38.
Kesehatan Psikologi Remaja. PROFESI
(Profesional Islam), Volume 15, No 2.
Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam Penelitian
Psikologi dalam Pendidikan. Malang: UMM
Press.
Woolfolk, Anita. 2008. Education Psyhology. USA:
Pearson Education, Inc.
Yusuf, M. (2014). Dampak Perceraian Orang Tua
Terhadap Anak. Jurnal Al-Byan, Vol. 20 No
29.
Zurko, M. (2011). Friendship during adolescent: the
necessity for qualitative research of close

140
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/psychoholistic

Anda mungkin juga menyukai