Anda di halaman 1dari 12

STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF MENGENAI TINGKAT

PEMAAFAN REMAJA KORBAN PERCERAIAN TERHADAP ORANG


TUA

( QUANTITATIVE DESCRIPTIVE STUDY ON LEVEL FORGIVENESS


OF ADOLESCENT DIVORCED VICTIM TO THE PARENTS)
RIZKY NUR FARHAN

Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila

Srengseng Sawah, Jagakarsa – Jakarta Selatan 12640

Email: rizkyn.farhan@gmail.com

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran pemaafan remaja korban
perceraian di Jabodetabek. Subjek penelitian adalah remaja yang orang tuanya telah bercerai yang
berjumlah 100 responden. Pengukuran menggunakan skala Heartland Forgiveness Scale dari
Thompson (2005) yang terdiri dari 14 item. Hasil menunjukan terdapat perbedaan tingkat pemaafan
yang signifikan pada keluarga yang tinggal bersama, yaitu mean tertinggi ada pada remaja yang tinggal
bersama terutama dengan ayah (68.556), terdapat perbedaan tingkat pemaafan yang signifikan pada
perilaku pemaafan, yaitu mean tertinggi ada pada remaja yang sudah memaafkan orang tuanya (62.563),
terdapat perbedaan tingkat pemaafan yang signifikan pada alasan pemaafan, yaitu mean tertinggi ada
pada remaja yang memaafkan orang tuanya dengan alasan pilihan mereka untuk bercerai adalah pilihan
yang tepat (67.556). Implikasi dari penelitian ini adalah gambaran tingkat pemaafan remaja korban
perceraian berada pada kategori sedang dengan presentase (76%). Dimana responden sudah mulai
menerima keadaan dan sudah memaafkan orang tua mereka namun masih dalam kategori sedang.

Kata Kunci: Forgiveness, Remaja, Orang Tua, Perceraian

Abstract : This study aims to describe the description of forgiveness to teenage divorce victims in
Jabodetabek. The subjects of this study were teenagers whose parents had divorced, totaling 100
respondents. The data collection method uses the Heartland Forgiveness Scale from Thompson (2005)
which consists of 14 items. In this study there are significant differences in the level of forgiveness in
families who live together, namely the highest min is in adolescents who live together with fathers
(68,556), there are significant differences in the level of forgiveness in forgiving behavior, the highest
min is in adolescents who have forgiven people the parents (62,563), there is a significant difference in
the level of forgiveness on the reasons for forgiveness, namely the highest min is in adolescents who
forgive their parents for reasons of their divorced is the right choice for them (67,556). The implication
of this study is the description of the forgiveness of teenage divorce victims in the medium category with
a percentage (76%). Where respondents have begun to accept the situation and have forgiven their
parents but are still in the medium category.

Keywords: Forgiveness, Adolescent, Parents, Divorce


PENDAHULUAN baik. Perkembangan sosial dan

Berdasarkan data Peradilan Agama emosional anak terlihat pada kegiatan sehari-

(2017) perceraian dari tahun 2014 hingga 2016 hari anak di sekolah, mulai dari datang ke

mengalami kenaikan. Kasus perceraian yang sekolah hingga anak pulang sekolah. Kegiatan

diajukan di tahun 2014 pada Direktorat Jendral anak yang dimaksud adalah belajar dengan

Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung teman sebaya, berkomunikasi dengan teman

mencapai 344.237 kasus, di tahun 2015 sebaya. Anak tidak hanya menunjukkan

mencapai 347.256 kasus dan ditahun 2016 perkembangan sosial dan emosional yang

mencapai 365.633 kasus (Soniawati, Santi, & negatif tetapi juga menunjukkan perkembangan

Ger, 2018). Perceraian adalah berpisahnya sosial dan emosional yang positif.

suami istri yang disebabkan oleh adanya Perkembangan sosial dan emosional yang

ketidakstabilan perkawinan yang tidak bisa negatif menyebabkan anak dari korban

diselesaikan melalui negosiasi kedua belah perceraian menjadi sulit untuk berkomunikasi

pihak, sehingga tidak kembali utuh atau pada teman sebayanya, timbul perasaan tidak

berpisah dalam suatu ikatan perkawinan dan aman pada dirinya, mudah marah, kehilangan

secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku jati dirinya, seringkali merasa kesepian, dan

(Nasri, Nisa & Karjuniwati, 2018). Dalam menutup dirinya.

proses perceraian, orang tua seringkali tidak


Saikia (2017) mengatakan anak korban
melibatkan anak kepada pemutusan mereka
perceraian menyimpan sendiri rasa sakit, dan
untuk bercerai, dikarenakan orang tua
kemarahan yang dia rasakan. Tidak hanya itu,
menganggap anak belum mengerti masalah
hal tersebut membuatnya rentan untuk marah,
mereka (Hikmah, 2015).
depresi, balas dendam dan tidak sedikit juga

Widiastuti (2015) menyatakan bahwa anak-anak korban perceraian melampiaskan

anak yang mengalami perceraian orang tua perasaannya dengan hal-hal yang negatif.

akan mengalami perubahan besar dalam Perkembangan sosial dan emosional yang

hidupnya. Perubahan tersebut membawa positif dapat dilihat dari anak mampu

dampak negatif apabila tidak ditangani dengan berkomunikasi dengan teman sebayanya
menurut Nasri (2018). Oleh karena itu, sendiri , memaafkan kesalahan orang lain dan

dibutuhkan peran orang tua dan guru untuk memaafkan keadaan yang terjadi.

bekerja sama menanggulangi munculnya


Menurut Thompson, dkk. (2005),
perkembangan sosial dan emosional yang
proses pemberian maaf menyangkut tiga
negatif.
dimensi dasar pemaafan, yaitu memaafkan diri

Salah satu cara efektif untuk mengatasi sendiri (individu memaafkan dirinya sendiri

stress dan berbagai gangguan perilaku yang ketika terjadi suatu masalah), memaafkan orang

menyertainya adalah dengan mengarahkan lain yang telah menyakiti dirinya, kemudian

anak melakukan pemaafan (forgiveness) memaafkan situasi di mana individu

terhadap pihak yang menyebabkan efek negatif memaafkan atas apa yang terjadi di lingkungan

(Hikmah, 2015). Pemaafan ini yang akan sekitarnya.

menjadi tolak ukur perilaku anak di masa


Hasil Penelitian menurut Nasri, dkk
depan. Worthington dan Wade (1999)
(2018) yang dilakukan oleh metode kualitatif
mengatakan bahwa secara kesehatan
menyatakan bahwa proses memaafkan sangat
memaafkan memberikan keuntungan
bergantung pada kualitas hubungan dengan
psikologis, dan memaafkan merupakan terapi
pelaku yang dianggap bersalah. Dari
yang efektif dalam intervensi yang
penjabaran di atas, peneliti merasa tertarik
membebaskan seseorang dari kemarahannya
untuk mengetahui bagaimana tingkatan
dan rasa bersalah. Selain itu, memaafkan dapat
pemaafan pada remaja korban perceraian,
mengurangi marah, depresi, cemas dan
sehingga peneliti mampu memberikan
membantu dalam penyesuaian perkawinan.
pandangan terkait sejauh mana remaja mampu
Pemaafan yang diharapkan dari remaja kepada
melakukan pemaafan kepada orang tuanya
orang tuanya adalah remaja tidak menyalahkan
yang memutuskan untuk bercerai. Peneliti
perceraian orang tua mereka dan dapat
merasa pentingnya penelitian ini dilakukan
menerima keadaannya untuk terus berkembang
dikarenakan pada penelitian sebelumnya
dalam hidup. Lalu remaja dapat memaafkan diri
dilakukan dengan metode kualitatif sehingga
tidak adanya perhitungan yang mewakili METODE

populasi pada subjek penelitian ini. Penelitian


Responden Penelitian
ini menggunakan metode studi deskriptif

karena peneliti ingin memberikan gambaran Pada penelitian ini sampel yang dipilih

pemaafan remaja pada orang tuanya yang adalah remaja berusia 12-20 tahun di

bercerai dan mendeskripsikan pemaafan itu Jabodetabek yang orang tuanya sudah bercerai

berserta data-data kontrol yang didapat pada dengan total jumlah responden 102 responden

penelitian ini.
Desain Penelitian

Lebih spesifik, peneliti menjadikan


Penelitian ini menggunaka desain
remaja sebagai responden karena pada masa
Kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah
remaja seseorang sudah mulai untuk berpikir
penelitian yang ingin melihat jumlah variasi
secara logis dan realistis. Remaja yang akan
dari sebuah fenomena, situasi, masalah, isu,
peneliti pilih adalah remaja dengan usia 12 - 20
dimana informasi tersebut dikumpulkan dan
tahun yang orang tuanya bercerai di
dihitung menggunakan variabel yang
Jabodetabek. Karena pada usia tersebut adalah
kuantitatif (Kumar, 2011).
tahap seorang remaja mulai memikirkan

sesuatu yang abstrak agar dapat mereka Instrumen Penelitian


rasionalkan melalui pemikiran mereka masing-
Penelitian ini menggunakan alat ukur
masing. Hal ini menjadi sulit bagi remaja
Heartland Forgiveness Scale dari Thompson,
karena sering kali perasaan dendam atau belum
dkk (2005). Alat ukur itu berjumlah 18 item.
bisa menerima masa lalunya terhadap
Skoring dalam alat ukur ini menggunakan skor
keputusan orang tuanya. Oleh karena itu pada
kategori “rendah”, “sedang”, dan “tinggi”. Alat
masa remaja akan banyak sekali tekanan yang
ukur ini berpedoman pada tiga dimensi
dirasakan ketika orang tua mereka memutuskan
pemaafan yakni memaafkan diri sendiri,
untuk bercerai. Peneliti juga ingin melihat
memaafkan orang lain dan memaafkan situasi
apakah terdapat perbedaan tingkat pemaafan ?
yang telah terjadi. Semakin tinggi skor maka
pada remaja yang orang tuanya bercerai
artinya tingkat pemaafan seseorang tinggi, dan HASIL

skor yang lebih rendah menunjukkan tingkat


Gambaran Forgiveness secara umum
pemaafan seseorang yang lebih rendah.
pada responden adalah 5% atau 5 responden

Prosedur Penelitian memiliki tingkat Forgiveness rendah, maka

dapat dikatakan perilaku pemaafan responden


Tahap uji coba dilakukan setelah alat
belum bisa dikatakan telah memaafkan. 76%
ukur yang digunakan telah di translate dan telah
atau sebanyak 76 responden memiliki tingkat
dilakukan Expert Judgment. Uji coba dilakukan
Forgiveness sedang, maka dapat dikatakan
pada remaja yang kedua orang tuanya telah
perilaku pemaafan responden belum
bercerai. Data yang terkumpul sebanyak 30
sepenuhnya memaafkan dan 19% atau
data. Kemudian mengukur reliabilitas dan
sebanyak 19 responden lainnya memiliki
validitas. Pengumpulan data dilakukan dengan
tingkat Forgiveness tinggi, maka perilaku
kuesioner berbentuk online dengan
pemaafan responden sudah dapat dikatakan
menyertakan data kontrol yang telah
sudah memaafkan.
ditentukan. Data yang dikumpulkan sebanyak

102 responden. Tabel 1 Gambran Tingak Pemaafan

Analisis Data Forgiveness Skor Frekuensi Presentase

Metode analisis data menggunakan Rendah 14-42 5 5%

SPSS (Statistical program for Social Science) Sedang 43-70 76 76%

menggunakan teknik uji statistik deskritif


Tinggi 71-98 19 19%
dimana teknik ini bertujuan untuk memberikan
Total 100 100%
gambaran tentang keadaan atau fenomena yang

berkaitan dengan masalah penelitian Tinggal Bersama Setelah Orang Tua


berdasakan data yang dikumpul (Budiwanto, Bercerai dengan Forgiveness
2017).
Dari hasil analisis silang antara tinggal

bersama dan forgiveness didapatkan rata-rata


forgiveness pada responden yang tinggal disebabkan oleh adanya komitmen, kepuasan

bersama ayahnya senilai 68,556. Sedangkan hubungan serta kedekatan hubungan. Maka

pada rata-rata forgiveness dengan responden artinya jika terdapat perbedaan tingkat

yang tinggal bersama ibunya senilai 57,492. forgiveness dengan tinggal bersama, hal itu

Responden yang tinggal sendirian senilai terjadi karena responden memiliki kualitas

63,625. Selain itu, rata-rata forgiveness pada hubungan yang tidak baik jika tinggal bersama

responden yang tinggal bersama orang yang tidak bagus hubungannya dengan

kakek/neneknya senilai 58,833. Data responden.

menunjukan bahwa siginfikan antara tinggal


Perilaku Memaafkan dengan Tingkat
bersama dan forgiveness senilai 0,015 < 0,05.
Forgiveness

Tabel 2 Tinggal Bersama Setelah Orang


Dari hasil analisis silang antara
Tua Bercerai dengan Forgiveness
perilaku pemaafan dan forgiveness didapatkan

Tinggal rata-rata forgiveness pada responden yang


Mean Sig
Bersama
sudah memaafkan senilai 52,448. Sedangkan
Ayah 68,556
pada rata-rata forgiveness dengan responden

Ibu 57,492 yang belum memaafkan senilai 62,563. Selain


0,015
Sendiri 63,625 itu, data menunjukan bahwa siginfikan antara

Kakek/Nenek 58,833 perilaku pemaafan dan forgiveness senilai

0,000 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada

perbedaan tingkat forgiveness dengan perilaku


Hal ini menunjukan bahwa ada
pemaafan.
perbedaan tingkat forgiveness dengan tinggal

bersama. Menurut McCullough, Synder &

Lopez (dalam Dewi, 2017), pemaafan

dipengaruhi kualitas hubungan, kualitas

hubungan memiliki pengaruh terhadap

pemaafan yang diberikan, hal tersebut


Tabel 3 Perilaku Memaafkan dengan Perilaku Alasan
Mean Sig
Pemaafan Pemaafan
Tingkat Forgiveness

Kasih
Perilaku Sudah 65,000
Mean T Sig Sayang
Pemaafan
Motivasi 49,500
Belum
52,448
Memaafkan Pilihan
67,556 0,000
4,500 0,000 yang Tepat
Sudah
62,563
Memaafkan Norma 64,000

Menerima
61,182
Keadaan
Alasan Pemaafan terhadap Forgiveness

Dari hasil analisis silang antara alasan


Selain itu, rata-rata forgiveness pada responden
pemaafan dan forgiveness didapatkan rata-rata
yang belum memaafkan dengan alasan belum
forgiveness pada responden yang sudah
bisa menerima senilai 51,158. Dan responden
memaafkan dengan alasan kasih sayang senilai
yang belum memaafkan dengan alasan orang
65,000. Sedangkan pada rata-rata forgiveness
tua tidak bertanggung jawab senilai 59,900.
dengan responden yang sudah memaafkan
Data menunjukan bahwa siginfikan antara
dengan alasan motivasi senilai 49,500.
alasan pemaafan dan forgiveness senilai 0,000
Responden yang sudah memaafkan dengan
< 0,05.
alasan pilihan yang tepat senilai 67,556.

Responden yang sudah memaafkan dengan

alasan norma senilai 64,000. Responden yang

sudah memaafkan dengan alasan menerima

keadaan senilai 61,182.

Tabel 4 Alasan Sudah Memaafkan dengan

Forgiveness
Tabel 5 Alasan Belum Memaafkan dengan keluarganya, siapa yang membiayainya, alasan

Forgiveness orang tuanya bercerai, status orang tua nya saat

ini sudah menikah kembali apa belum. Namun


Perilaku Alasan
Mean Sig temuan menunjukkan dengan tinggal bersama
Pemaafan Pemaafan
salah satu orang tua yg bercerai bisa
Belum Bisa
51,158 meningkatkan forgiveness pada korban, alasan
Menerima
memaafkannya juga dapat meningkatkan
Belum Orang Tua 0,000
forgiveness korban perceraian. Hal itu
Tidak
54,900
Bertanggung didukung karena pada penelitian ini terdapat

Jawab perbedaan tingkat pemaafan yang signifikan

pada keluarga yang tinggal bersama, perilaku

memaafkan dan alasan memaafkan korban.


KESIMPULAN

DISKUSI
Berdasarkan hasil perhitungan data

yang didapat dari uji variabel bisa disimpulkan Berdasarkan hasil penelitian yang

bahwa gambaran tingkat pemaafan remaja dijabarkan bahwa 100 responden memiliki

korban perceraian berada pada kategori sedang tingkat perilaku pemaafan yang masuk dalam

dengan presentase 76%. Dimana responden kategori sedang 76%. Tingkat pemaafan yang

sudah mulai menerima keadaan dan sudah masuk dalam kategori tinggi 19% . Pada

memaafkan namun masih dalam kategori penelitian ini mendapatkan hasil gambaran

sedang. Dengan posisi sedang (76%), perilaku pemaafan responden “sudah

forgiveness korban perceraian belum terjadi memaafkan” dengan mean tertinggi senilai

secara sempurna, masih ada yang belum bisa 62,563. Menurut hasil tabulasi alasan remaja

memaafkan sapenuhnya perceraian orang memaafkan orang tua mereka dengan perilaku

tuanya, tidak perduli jenis kelamin dan usianya pemaafan, dapat diartikan bahwa remaja dapat

saat ini, usia terjadinya perceraian orang memaafkan orang tua mereka karena kasih

tuanya, wilayah terjadinya, pendidikannya, sayangnya pada orang tuanya, memaklumi

intensitas berkumpul dan komunikasi dengan bahwa keputusan orang tuanya untuk bercerai
adalah pilihan yang tepat, dan menerima Thompson, Snyder, Hoffman, Michael, dan

keadaan dirinya bahwa dirinya sudah menjadi Heather (dalam Silfiasari, 2017) bahwa

anak dari orang tua yang bercerai. pemaafan memiliki 3 dimensi yaitu memaafkan

diri sendiri, memaafkan orang lain, dan


Dari hasil tabulasi data kontrol dengan
memaafkan keadaan. Pada data yang di dapat
forgiveness yang memiliki perbedaan dengan
pada penelitian ini responden mengungkapkan
tingkat pemaafan pada penelitian ini adalah
alasan mereka dalam memaafkan atau tidak
keputusan responden tinggal bersama.
memaafkan orang tua mereka seperti dia sudah
Berkaitan dengan penelitian sebelumnya
menerima keadaan orang tuanya sehingga dia
menurut Nasri, S. A., Nisa, H., & Karjuniwati,
memilih sudah memaafkan. Sedangkan untuk
K. (2018) yang mengemukakan bahwa proses
responden lainnya dia mengungkapkan untuk
memaafkan sangat bergantung pada kualitas
belum menerima keadaan orang tua mereka
hubungan dengan orang tua yang dianggap
sehingga dia memilih untuk belum bisa
bersalah yang dalam hal ini berkaitan dengan
memaafkan orang tuanya. Maka dapat diartikan
siapa yang memutuskan untuk bercerai.
responden ini masuk kedalam dimensi
Sehinga dalam hal ini keputusan tinggal
pemaafan “memaafkan keadaan”.
bersama dengan salah satu orang tua juga

mempengaruhi, karena ketika seseorang Lalu pada hasil data kontrol tabulasi

memutuskan untuk tinggal bersama antara alasan pemaafan. Ditemukan bahwa ada

salah satu orang tuanya bearti dia semakin responden yang mengungkapkan bahwa dia

memilih kualitas hubungan dengan salah satu memaafkan orang tuanya karena kasih sayang

orang tuanya. Hal ini berpengaruh dengan dan setuju bahwa keputusan yang orang tuanya

bagaimana dia memaafkan salah satu dari orang ambil untuk bercerai adalah pilihan yang tepat.

tuanya atau bahkan memaafkan dari kedua Maka dapat diartikan responden tersebut masuk

orang tuanya. kedalam dimensi pemaafan “memaafkan orang

lain”. Ditemukan juga alasan responden dalam


Data kontrol yang memiliki perbedaan
memaafkan orang tuanya dikarenakan dia ingin
juga dengan forgiveness adalah alasan
menjadikan itu sebagai motivasi pembelajaran
pemaafan. Dimana dapat dikatakan sesuai teori
agar dirinya di masa depan tidak melakukan apa keputusan dalam memaafkan perceraian kedua

yang orang tuanya lakukan yaitu bercerai. orang tua tuanya sehingga tidak ada perbedaan

Maka dapat diartikan responden masuk antara tingkat pemaafan dengan usia.

kedalam dimensi “memaafkan diri sendiri”.


Melalui perilaku pemaafan yang

Selain itu, pada penelitian ini didapat berdasarkan temuan penelitian ini

ditemukan tidak ada perbedaan data kontrol adalah remaja sudah tidak menyimpan dendam

terhadap forgiveness. Data kontrol tersebut pada kedua orang tuanya hal itu ditemukan

antara lain adalah pihak yang membiayai pada alasan pemaafan remaja yaitu “kasih

dengan forgiveness, dimana tidak terdapat sayang”. Remaja memaafkan orang tuanya

perbedaan antara pihak yang membiayai didasari karena mereka sayang kepada kedua

dengan forgiveness. Hal ini didukung oleh teori orang tua mereka. Perilaku pemaafan yang

(Santrock, 2008) yang mengatakan bahwa pada didapat selanjutnya adalah remaja memiliki

saat remaja, individu lebih merasa mandiri dan keinginan untuk memiliki pasangan di waktu

berfokus pada pencarian identitas diri mereka. mereka dewasa. Hal itu didapat karena pada

Sehingga tidak ada perbedaan anatara pihak alasan memaafkan orang tuanya responden

yang membiayai dengan perilaku forgiveness. didasari oleh motivasi bahwa dia tidak mau

melakukan hal yang sama seperti yang


Pada data kontrol usia dengan tingkat
dilakukan oleh orang tuanya terhadapnya.
forgiveness memiliki hasil tidak ada pengaruh
Remaja juga sudah dapat menjalani hidupnya
antara usia dengan tingkat forgiveness. Hal itu
seperti biasa didasari oleh alasan memaafkan
sesuai dengan teori Piaget (dalam Santrock,
orang tuanya karena remaja sudah menerima
2008) yang mengatakan bahwa remaja usia 11-
keadaannya sebagai remaja dari anak yang
20 tahun sudah dalam tahap perkembangan
orang tuanya sudah bercerai.
formal operasional yaitu remaja sudah dapat

berpikir secara abstrak, logis, dan realistis. Pada hasil data kontrol “Pihak yang

Dapat diartikan bahwa usia seluruh responden membiayai” remaja. Terdapat asumsi “tidak

dalam penelitian ini adalah remaja dari usia 12- enakan” yang dimaksud apakah karena orang

20 tahun, mereka sudah dapat membuat tua remaja membiayainya hal itu dapat
mempengaruhi atau meningkatkan pemaafan Kumar, R. (2011). Research Methodology.

remaja? Menurut penelitian ini tidak ada Edisi 3. London : Sage

pengaruh antara pihak yang membiayai dengan


McCullough, M. E., Worthington Jr, E. L., &
pemaafan. Maka dapat dikatakan asumsi itu
Rachal, K. C. (1997). Interpersonal forgiving in
tidak enakan tersebut tidak mempengaruhi
close relationships. Journal of
perilaku pemaafan.
personality and social psychology, 73(2), 321.

Pada penelitian ini masih ditemukan


Nasri, S. A., Nisa, H., & Karjuniwati, K.
beberapa kekurangan diantaranya sampel
(2018). Bagaimana remaja memaafkan
pada penelitian ini masih dapat di bilang
perceraian orang tuanya: Sebuah studi
sedikit dan kontrolnya dalam penyebaran
fenomenologis. Seurune: Jurnal Psikologi
data masih sangat kurang. Hal itu dapat
UNSYIAH. 1(2) : 102-120.
menyebabkan tidak adanya hasil yang

signifikan dari beberapa data kontrol seperti Saikia, R. (2017). Broken family: Its causes and

intensitas komunikasi dan berkumpul pada effects on the development of

keluarga, usia ketika orang tua bercerai, dan children. International Journal of

data kontrol lainnya. Serta jumlah responden Applied Research, 3(2), 445-448.

yang belom representif untuk menjabarkan Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan,


Jabodetabek. terjemahan Tri Wibowo BS. Jakarta:

DAFTAR PUSTAKA Kencana Prenada Media Group.

Budiwanto, S. (2017). Metode Statistika Untuk Silfiasari, S. (2017). Empati dan pemaafan

Mengolah Data Keolahragaan. Universitas dalam hubungan pertemanan siswa regular

Negeri Malang. kepada siswa berkebutuhan khusus (abk) di

sekolah inklusif.. Jurnal Ilmiah Psikologi


Hikmah, S. (2015). Mengobati luka anak
Terapan, 5(1), 126-143.
korban perceraian melalui

pemaafan. Sawwa: Jurnal Studi Soniawati, T. A. (2018). Penyelesaian konflik

Gender, 10(2), 229-246. wanita dewasa awal yang mempunyai anak


pasca mengalami perceraian (Doctoral

dissertation, Universitas Muhammadiyah

Surakarta).

Thompson, L. Y., Snyder, C. R., Hoffman, L.,

Michael, S. T., Rasmussen, H. N.,

Billings, L. S., ... & Roberts, D. E.

(2005). Dispositional forgiveness of

self, others, and situations. Journal of

personality, 73(2), 313-360.

Widiastuti, R. Y. (2015). Dampak perceraian

pada perkembangan sosial dan

emosional anak usia 5-6 tahun. Jurnal

PG-PAUD Trunojoyo: Jurnal

Pendidikan dan Pembelajaran Anak

Usia Dini, 2(2), 76-86.

Worthington, E. L., Forgiving and

Reconciling: Bridges to Wholeness and

Hope. Illinois: InterVarsity, 2003.

Anda mungkin juga menyukai