Anda di halaman 1dari 3

REVIEW JURNAL PSIKOLOGI SOSIAL DAN KEPRIBADIAN

Nama : Risky Prayoga


NIM : 2010104010129
MK : Psikologi Sosial

1 Reviewer Risky Prayoga


.
2 Nama Jurnal HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI PADA
. REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANGTUA
3 Sumber Google Scholar
.
4 Nama Peneliti Sih Rineksa W. N. dan Achmad Chusairi, M.Psi.
.
5 Latar Belakang Masalah Angka perceraian di Indonesia tergolong tinggi dan terus meningkat
. pada tahun-tahun terakhir. Menurut data dari artikel Angka
Perceraian di Jawa Timur Capai 100 ribu Kasus, dapat disimpulkan
bahwa angka perceraian di Jawa Timur cukup tinggi dengan total
81.672 pada tahun 2014. Sama halnya dengan perpisahan dan
perceraian secara hukum, perpisahan non-legal juga memiliki
dampak-dampak negative pada berbagai konteks, termasuk pada
anak yang lahir dalam pernikahan tersebut. Peristiwa perceraian
orangtua membawa dampak sepanjang rentang kehidupan seorang
anak, meski demikian, dinamika psikologis pada masa-masa kritis
perkembangan manusia yaitu masa remaja, tidak dapat diabaikan.
Elizabeth B. Hurlock (1980) menjelaskan masa remaja sebagai usia
dimana baik laki-laki maupun perempuan memiliki masalah yang
sulit diatasi, karena selama masa kanak-kanak, permasalahan yang
mereka hadapi seringkali diselesaikan oleh orangtua dan guru,
sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman mengatasi
permasalahan. Karatas dan Cakar (2011) juga menyebutkan bahwa
masa remaja pada umumnya ditandai dengan periode depresi,
kemarahan, konflik, dan keprihatinan yang intens dan direspon
secara ekstrim. Salah satu faktor depresi pada remaja bersumber
dari keluarga. Faktor-faktor tersebut meliputi: orangtua yang
menderita depresi, orangtua yang tidak terikat secara emosi,
orangtua yang mengalami konflik perkawinan, dan orangtua yang
mengalami masalah finansial. Dengan kata lain, kondisi keluarga
yang diwarnai konflik dan tidak bahagia menyebabkan remaja
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami depresi.
Dampak perceraian orangtua bagi anak dan remaja bervariasi mulai
dari yang ringan hingga berat, tidak tampak hingga tampak, dan
dalam jangka waktu singkat hingga jangka panjang namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang berhasil melewati
masa-masa sulit pasca perceraian orangtua, bangkit dari
keterpurukan, bahkan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
6 Metode Metode dalam penelitian ini adalah konsep diri. Yang dimaksud
. dengan konsep diri dalam metode ini adalah pandangan mengenai
diri sendiri, mencakup keyakinan, pengetahuan, pengharapan, dan
penilaian terhadap diri sendiri yang diperoleh dari pengalaman dan
interaksi dengan orang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah resiliensi. Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk
bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai
permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga
memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih. Individu yang resilien
dapat melambung dan mengembangkan kompetensi social dan
akademik, sekalipun dalam tekanan yang berat. Populasi yang
menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia
13- 22 tahun yang memiliki orangtua kandung yang bercerai, dan
berdomisili di Malang. Pemilihan populasi penelitian di Kota Malang
karena data-data yang menunjukkan bahwa Kota Malang memiliki
angka perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Satrio,
2016), sedangkan angka perceraian se-Malang Raya (Kota dan
Kabupaten Malang) menempati peringkat tertinggi di Jawa Timur
dan peringkat kedua di Indonesia, setelah Inderamayu (Anwar,
2016). Sampel diperoleh dengan cara melakukan penyaringan
terhadap data diri dan data keluarga yang dilampirkan pada saat
pengisian kuesioner. Data keluarga mencakup pertanyaan
mengenai status pernikahan orangtua, jenis perceraian orangtua
(legal atau non-legal), tahun perceraian orangtua, ada tidaknya
konflik dalam keluarga, dan ada tidaknya orangtua yang meninggal
dunia. Data tersebut yang digunakan untuk menentukanresponden
mana yang memenuhi kriteria penelitian, sehingga data
kuesionernya dapat dianalisis. Data dari responden yang tidak
mengisikan data perceraian orangtua selanjutnya dieliminasi (tidak
diteliti). Dari hasil pengumpulan data berupa kuesioner cetak dan
kuesioner online menggunakan aplikasi Google Form, diperoleh
sebanyak 71 responden (32 laki-laki dan 39 perempuan) yang
datanya memenuhi kriteria untuk dianalisis. Penelitian ini
menggunakan dua skala yaitu skala konsep diri dan skala resiliensi.
Kedua skala tersebut dibuat dengan model Likert yang diukur
melalui kontinum 1 sampai 4. Pada masing-masing skala terdapat 4
alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak
Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skala konsep diri yang
digunakan disusun oleh peneliti berdasarkan tiga dimensi konsep
diri yang dijelaskan oleh Calhoun dan Acoccella (1993) yaitu dimensi
pengetahuan, harapan, dan penilaian.Skala konsep diri terdiri dari
23 aitem final dengan koefisien reliabilitas 0.833 dan telah
memenuhi kriteria validitas masing-masing aitem dengan korelasi
item dan total skor di atas 0.25.
7 Hasil Penelitian Data menunjukkan rerata skor konsep diri dan resiliensi dari 71
. responden. Berdasarkan penghitungan norma alat ukur, sebanyak
5.6% responden (n = 4) memiliki skor konsep diri pada kategori
Sangat Positif, 69% tergolong Positif (n = 49), dan 25.3% berada
pada kategori Cukup (n = 18). Hasil ini menunjukkan bahwa dari
seluruh responden tidak ada yang memiliki konsep diri negatif. Hal
ini berarti responden memiliki pandangan yang jelas mengenai diri
sendiri, memiliki keyakinan, pengetahuan, pengharapan, dan
penilaian yang cenderung positif terhadap dirinya (Calhoun &
Acocella, 1990). Pada pengukuran resiliensi, sebanyak 12.6%
responden (n = 9) memperoleh skor Sangat Tinggi, 60.6%
responden (n = 43) memperoleh skor Tinggi, dan 26.8% (n = 19)
berada pada kategori Sedang. Hal ini berarti secara keseluruhan,
responden dalam penelitian ini telah mampu dan cukup mampu
untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam
berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri
sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih (Wolin &
Wolin, 1993). Analisis Deskriptif Variabel Resiliensi berdasarkan
Status menunjukkan bahwa ketujuh puluh satu subjek, baik yang
duduk di bangku SMP, SMP, Kuliah, maupun bekerja, memiliki
rerata skor yang berada pada kategori Sedang. Kelompok subjek
SMP memiliki rerata skor resiliensi tertinggi sedangkan subjek yang
bekerja memiliki rerata paling rendah. Analisis Deskriptif Variabel
Resiliensi berdasarkan Rentang Waktu menunjukkan bahwa remaja
yang mengalami perceraian orangtua antara 2 hingga 6 tahun
sebelum dilakukannya survey memiliki rerata skor resiliensi lebih
rendah daripada yang orangtuanya bercerai pada rentang usia 7 –
11 tahun. Sedangkan kelompok subjek yang mengalami perceraian
orangtua pada waktu yang lebih lama yaitu 12 – 16 tahun, memiliki
rerata skor resiliensi yang berada pada kategori tinggi.
8 Kesimpulan Temuan dari penelitian ini menjawab pertanyaan bahwa terdapat
. hubungan yang signifikan antara konsep diri dan resiliensi, dengan r
= 0.333 dan p = 0.005. Arah hubungan antara variabel konsep diri
dan resiliensi adalah positif, yang berarti tiap-tiap kenaikan nilai
variabel konsep diri selalu disertai kenaikan yang seimbang
(proporsional) pada nilai-nilai variabel resiliensi. Hasil uji hubungan
menunjukkan bahwa dimensi pengetahuan tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan resiliensi (r = 0.033, Sig = 0.786), sedangkan
dimensi harapan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan
resiliensi (r = 0.429, Sig = 0.000). Dimensi penilaian juga memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan resiliensi (r = 0.259, Sig =
0.029). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa perbedaan
rerata skor resiliensi juga dipengaruhi oleh variasi pada usia
perkembangan, status pendidikan atau pekerjaan, perbedaan jenis
kelamin, dan rentang waktu sejak peristiwa perceraian terjadi.

Anda mungkin juga menyukai