. 2 Nama Jurnal HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI PADA . REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANGTUA 3 Sumber Google Scholar . 4 Nama Peneliti Sih Rineksa W. N. dan Achmad Chusairi, M.Psi. . 5 Latar Belakang Masalah Angka perceraian di Indonesia tergolong tinggi dan terus meningkat . pada tahun-tahun terakhir. Menurut data dari artikel Angka Perceraian di Jawa Timur Capai 100 ribu Kasus, dapat disimpulkan bahwa angka perceraian di Jawa Timur cukup tinggi dengan total 81.672 pada tahun 2014. Sama halnya dengan perpisahan dan perceraian secara hukum, perpisahan non-legal juga memiliki dampak-dampak negative pada berbagai konteks, termasuk pada anak yang lahir dalam pernikahan tersebut. Peristiwa perceraian orangtua membawa dampak sepanjang rentang kehidupan seorang anak, meski demikian, dinamika psikologis pada masa-masa kritis perkembangan manusia yaitu masa remaja, tidak dapat diabaikan. Elizabeth B. Hurlock (1980) menjelaskan masa remaja sebagai usia dimana baik laki-laki maupun perempuan memiliki masalah yang sulit diatasi, karena selama masa kanak-kanak, permasalahan yang mereka hadapi seringkali diselesaikan oleh orangtua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman mengatasi permasalahan. Karatas dan Cakar (2011) juga menyebutkan bahwa masa remaja pada umumnya ditandai dengan periode depresi, kemarahan, konflik, dan keprihatinan yang intens dan direspon secara ekstrim. Salah satu faktor depresi pada remaja bersumber dari keluarga. Faktor-faktor tersebut meliputi: orangtua yang menderita depresi, orangtua yang tidak terikat secara emosi, orangtua yang mengalami konflik perkawinan, dan orangtua yang mengalami masalah finansial. Dengan kata lain, kondisi keluarga yang diwarnai konflik dan tidak bahagia menyebabkan remaja memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami depresi. Dampak perceraian orangtua bagi anak dan remaja bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat, tidak tampak hingga tampak, dan dalam jangka waktu singkat hingga jangka panjang namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang berhasil melewati masa-masa sulit pasca perceraian orangtua, bangkit dari keterpurukan, bahkan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. 6 Metode Metode dalam penelitian ini adalah konsep diri. Yang dimaksud . dengan konsep diri dalam metode ini adalah pandangan mengenai diri sendiri, mencakup keyakinan, pengetahuan, pengharapan, dan penilaian terhadap diri sendiri yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah resiliensi. Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih. Individu yang resilien dapat melambung dan mengembangkan kompetensi social dan akademik, sekalipun dalam tekanan yang berat. Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 13- 22 tahun yang memiliki orangtua kandung yang bercerai, dan berdomisili di Malang. Pemilihan populasi penelitian di Kota Malang karena data-data yang menunjukkan bahwa Kota Malang memiliki angka perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Satrio, 2016), sedangkan angka perceraian se-Malang Raya (Kota dan Kabupaten Malang) menempati peringkat tertinggi di Jawa Timur dan peringkat kedua di Indonesia, setelah Inderamayu (Anwar, 2016). Sampel diperoleh dengan cara melakukan penyaringan terhadap data diri dan data keluarga yang dilampirkan pada saat pengisian kuesioner. Data keluarga mencakup pertanyaan mengenai status pernikahan orangtua, jenis perceraian orangtua (legal atau non-legal), tahun perceraian orangtua, ada tidaknya konflik dalam keluarga, dan ada tidaknya orangtua yang meninggal dunia. Data tersebut yang digunakan untuk menentukanresponden mana yang memenuhi kriteria penelitian, sehingga data kuesionernya dapat dianalisis. Data dari responden yang tidak mengisikan data perceraian orangtua selanjutnya dieliminasi (tidak diteliti). Dari hasil pengumpulan data berupa kuesioner cetak dan kuesioner online menggunakan aplikasi Google Form, diperoleh sebanyak 71 responden (32 laki-laki dan 39 perempuan) yang datanya memenuhi kriteria untuk dianalisis. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala konsep diri dan skala resiliensi. Kedua skala tersebut dibuat dengan model Likert yang diukur melalui kontinum 1 sampai 4. Pada masing-masing skala terdapat 4 alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skala konsep diri yang digunakan disusun oleh peneliti berdasarkan tiga dimensi konsep diri yang dijelaskan oleh Calhoun dan Acoccella (1993) yaitu dimensi pengetahuan, harapan, dan penilaian.Skala konsep diri terdiri dari 23 aitem final dengan koefisien reliabilitas 0.833 dan telah memenuhi kriteria validitas masing-masing aitem dengan korelasi item dan total skor di atas 0.25. 7 Hasil Penelitian Data menunjukkan rerata skor konsep diri dan resiliensi dari 71 . responden. Berdasarkan penghitungan norma alat ukur, sebanyak 5.6% responden (n = 4) memiliki skor konsep diri pada kategori Sangat Positif, 69% tergolong Positif (n = 49), dan 25.3% berada pada kategori Cukup (n = 18). Hasil ini menunjukkan bahwa dari seluruh responden tidak ada yang memiliki konsep diri negatif. Hal ini berarti responden memiliki pandangan yang jelas mengenai diri sendiri, memiliki keyakinan, pengetahuan, pengharapan, dan penilaian yang cenderung positif terhadap dirinya (Calhoun & Acocella, 1990). Pada pengukuran resiliensi, sebanyak 12.6% responden (n = 9) memperoleh skor Sangat Tinggi, 60.6% responden (n = 43) memperoleh skor Tinggi, dan 26.8% (n = 19) berada pada kategori Sedang. Hal ini berarti secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini telah mampu dan cukup mampu untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih (Wolin & Wolin, 1993). Analisis Deskriptif Variabel Resiliensi berdasarkan Status menunjukkan bahwa ketujuh puluh satu subjek, baik yang duduk di bangku SMP, SMP, Kuliah, maupun bekerja, memiliki rerata skor yang berada pada kategori Sedang. Kelompok subjek SMP memiliki rerata skor resiliensi tertinggi sedangkan subjek yang bekerja memiliki rerata paling rendah. Analisis Deskriptif Variabel Resiliensi berdasarkan Rentang Waktu menunjukkan bahwa remaja yang mengalami perceraian orangtua antara 2 hingga 6 tahun sebelum dilakukannya survey memiliki rerata skor resiliensi lebih rendah daripada yang orangtuanya bercerai pada rentang usia 7 – 11 tahun. Sedangkan kelompok subjek yang mengalami perceraian orangtua pada waktu yang lebih lama yaitu 12 – 16 tahun, memiliki rerata skor resiliensi yang berada pada kategori tinggi. 8 Kesimpulan Temuan dari penelitian ini menjawab pertanyaan bahwa terdapat . hubungan yang signifikan antara konsep diri dan resiliensi, dengan r = 0.333 dan p = 0.005. Arah hubungan antara variabel konsep diri dan resiliensi adalah positif, yang berarti tiap-tiap kenaikan nilai variabel konsep diri selalu disertai kenaikan yang seimbang (proporsional) pada nilai-nilai variabel resiliensi. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa dimensi pengetahuan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan resiliensi (r = 0.033, Sig = 0.786), sedangkan dimensi harapan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan resiliensi (r = 0.429, Sig = 0.000). Dimensi penilaian juga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan resiliensi (r = 0.259, Sig = 0.029). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa perbedaan rerata skor resiliensi juga dipengaruhi oleh variasi pada usia perkembangan, status pendidikan atau pekerjaan, perbedaan jenis kelamin, dan rentang waktu sejak peristiwa perceraian terjadi.