Anda di halaman 1dari 5

Dampak Psikologis Pernikahan Dini

Remaja adalah individu yang berusia 13-18 tahun. Menurut PBB, perkawinan pada
remaja secara umum didefinisikan sebagai pernikahan yang dilakukan di bawah umur 18 tahun.
Definisi ini tidak terbatas pada masalah perbedaan budaya, benua ataupun area. Terlepas dari
faktor apapun yang menyebabkan individu terjebak dalam perkawinan, praktik perkawinan
remaja ini memiliki dampaknya tersendiri bagi yang bersangkutan.
“Undang-undang Perkawinan no 1 tahun 1974 memperbolehkan seorang perempuan
usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan Undang-undang Kesehatan No 36 Tahun 2009
memberikan batasan 20 tahun karena hubungan sexual yang dilakukan pada usia dibawah 20
tahun beresiko terjadi kanker serviks dan penyakit menular sexual” (Bunner,2006).
Secara biologis pada masa remaja terjadi proses awal kematangan organ reproduksi
manusia, dampaknya apabila di usia remaja ini terjadi kehamilan maka akan banyak resiko
kesehatan yang akan dihadapi seperti abortus, anemia, kurang gizi, preeklamsi dan eklamsi.
Sedangkan pada saat persalinan dapat menimbulkan, persalinan lama, ketuban pecah dini,
ketidakseimbangan kepala bayi dengan lebar panggul, persalinan premature, berat badan bayi
lahir rendah dan perdarahan yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu maupun bayinya
(Manuaba,2009).
Dari segi psikologis, wajar bila banyak yang merasa khawatir bahwa pernikahan dini
akan menghambat studi dan rentan konflik yang berujung perceraian, karena kekurangsiapan
mental kedua pasangan yang belum dewasa. Kecemasan dalam menghadapi masalah – masalah
yang timbul dalam keluarga membuat pasangan remaja mudah mengalami goncangan jiwa yang
dapat mengakibatkan stress dan depresi, bila keadaan ini tidak mendapatkan perhatian dan
penanganan dengan baik akan terjadi goncangan jiwa yang lebih berat lagi bahkan bisa menjadi
gila (Dariyo,1999).
Setelah menikah, hamil dan lalu mempunyai anak, pasangan remaja ini mulai merasa
ketakutan bahwa peran baru sebagai orang tua terutama pada ibu akan membatasi kebebasan
mereka dalam bergaul, hilangnya kesempatan acara santai dengan teman dikarena tuntutan
tanggung jawab yang harus mereka emban dalam mengurus dan mengasuh, belum lagi ditambah
beban pekerjaan rumah tangga lainnya yang banyak menyita waktu, membuat mereka sering
dihinggapi rasa putus asa dan menyesal mengapa harus menikah dini. Keadaan seperti inilah
yang sering memicu timbulnya pertengkaran dalam keluarga yang terkadang terlontar ucapan
ancaman akan diceraikan oleh suami yang membuat ibu menjadi lebih terancam , takut dan
tertekan bila hal tersebut benar – benar terjadi, sehingga ibu memilih untuk banyak mengalah
dan pasrah menghadapi semua yang dianggap sebagai suratan takdir yang sudah digariskan
dalam kehidupannya (Dariyo,1999;hal.105) dalam buku “ Psikologi Perkembangan Dewasa
Muda”.
Dalam psikologi pernikahan atau pernikahan adalah masa transisi dari masa kanak-kanak
ke dewasa, yang dimulai dengan masa pubertas. Dilihat secara psikologis, pernikahan seseorang
yang masih belum cukup umur atau di bawah umur tentunya akan berdampak yang mungkin
menjadi trauma, karena ketidaksiapan menjalankan tugas-tugas perkembangan yang timbul
setelah pernikahan sementara dalam kemampuan dan kedewasaan sendiri belum mampu
menjalani suatu kewajiban atau tugas-tugas.

A. Implikasi psikologis terhadap kemandirian pada perkawinan usia muda


1) Aspek Intelektual
Pasangan yang menikah di usia dini adalah pasangan yang masih banyak
memikirkan egonya masing-masing, sehingga menimbulkan pertengkaran karena belum
mampu mengontrol keegoisan satu sama lain. Sehingga sering kali terjadi perselisihan
dan percekcokan, menjadikan keharmoisan dalam rumah tangga mereka kurang baik.
2) Aspek Sosial
Perkawinan usia muda dalam menjalin hubungan orang tua pasangan maupun
tetangga belum bisa terjalin dengan baik, karena setiap masalah biasanya kurang mampu
mengontrol diri dan akhirnya menimbulkan keretakan dengan orang tua pasangan
maupun lingkungannya.
3) Aspek Emosi
Pasangan perkawinan usia muda belum bisa mengatasi sepenuhnya permasalahan
dalam rumah tangga, sehingga berakibat pada pertengkaran yang akhirnya mengikut
sertakan masalah dalam rumah tangga kepada orang tua. Hal ini di sebabkan kemandirian
secara emosi masih dalam kondisi labil. Belum matangnya usia emosi, menjadikannya
belum dapat memahami satu sama lain. Sehingga munculah berbagai konflik yang
memicu pertengkaran. Dalam keadaan emosi, pikiran dan perasaan seseorang dibawah
usia masih labil, sehingga tidak bisa menyikapi permasalahan – permasalahan yang
muncul dalam rumah tangga dengan dewasa, melainkan dengan sikap yang lebih
menunjukkan arogansi yaitu sifat yang mementingkan egonya masing-masing.
4) Aspek Ekonomi
Pasangan perkawinan usia muda belum mandiri, tidak mampu memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Sehingga orang tua selalu ikut campur dalam perekonomian
anaknya, terutama dalam kebutuhan yang mendesak atau kebutuhan yang besar.
Menurut Bunardi (1998: 26-27) mengatakan bahwa seorang gadis yang telah
menikah berarti lepaslah tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, karena sudah
menjadi tanggung jawab suami dengan demikian akan mengurangi beban ekonomi orang
tuanya. Sehubungan dengan hal ini perlu disadari bahwa kondisi ekonomi rumah tangga
yang lemah dan kebutuhan yang terbatas merupakan titik kerawanan yang dapat
mengahancurkan kebahagiaan dalam rumah tangga.
B. Implikasi psikologis dalam hubungan rumah tangga dalam perkawinan usia muda
1) Dampak terhadap suami istri
Hubungan interaksi dalam rumah tangga setelah menikah muda kebanyakan
dengan pasangan kurang baik, karena kesibukan dan sifat yang masih kekanak-kanakan.
Sehingga tidak bisa menjalankan perannya masing-masing, baik sebagai suami maupun
sebagai istri. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan yang telah melangsungkan
pernikahan usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya
sebagai istri maupun suami. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya psikis
maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi.
Pernikahan dini akan menimbulkan berbagai persoalan dalam rumah tangga seperti
pertengkaran, percekcokan, bentrokan antara suami istri yang dapat mengakibatkan
perceraian
2) Dampak tehadap keluarga
Seringkali ada permasalahan dalam keluarga pasangan yang selalu ikut campur
dalam kehidupan rumah tangga baik itu masalah keadaan rumah maupun masalah
perekonomian dalam keluarga pasangan suami istri yang menikah muda. Sehingga
hubungan orang tua dan keluarga pasangan masing-masing sangat kurang baik dan tidak
harmonis. sulitnya menjaga keharmonisan kepada keluarga, baik itu keluarga suami
maupun keluarga istri tanpa didasari oleh kematangan atau kedewasaan berpikir. Lebih
jauh lagi, dapat dibayangkan betapa sulitnya kehidupan berumah tangga yang belum
dewasa itu bila rumah tangga mereka digoncang oleh perbedaan pendapat dan kesalah
pahaman dengan keluarga pasangan masing-masing ataupun orang tua. (Hamid, Fatkhuri
2011:130).
3) Dampak terhadap anak
seorang ibu yang masih berusia muda sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu
dalam arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda saat ini lebih menojolkan sifat
keremajaannya dari pada sifat keibuannya. Sifat-sifat keremajaan itu seperti emosi yang
tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-
konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa
depan yang baik, akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak. menurut
Ancok ( Meryna, 2013: 2)
anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempuyai tingkat kecerdasan
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih
dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena ibu belum memberi
stimulan mental pada anak-anak mereka. Hal ini disebabkan karena ibu-ibu yang masih
remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu.
Daftar Pustaka
Alfina, refqi, Zainul Akhyar, dan Harpani Matnuh.2016. Implikasi Psikologis Pernikahan Usia
Dini Studi Kasus Di Kelurahan Karang Taruna Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah
Laut.Kalimantan Selatan: FKIP Universitas Lambung Mangkurat

Setyawan, Jefry, dkk. 2016. Dampak Psikologis Pada Perkawinan Remaja Di Jawa Timur.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Muntamah, Ana Latifatul, dkk. 2019. Pernikahan Dini Di Indonesia: Faktor Dan Peran
Pemerintah (Perspektif Penegakan Dan Perlindungan Hukum Bagi Anak). Semarang:
Universitas Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai