Anda di halaman 1dari 20

Dari Penulis,

Assalamu'alaikum Ww
Segala puji dan syukur bagi Allah semata
Shalawat dan salam tercurah bagi Nabi
Besar Muhammad saw, keluarga, sahabat
dan pengikutnya.
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah"
Terimakasih kepada Keluarga Besar Alm,
Prof. Drs. H. Satmoko bin Tjitrowasito, yang
memberikan kepercayaan keapada saya,
untuk menuliskan sosok Alm, Prof. Drs. H.
Satmoko, dari yang saya kenal, ketahui dan
saya pahami.
Mulanya saya merasa berat, tetapi Ibunda
terkasih Prof. DR. Retno Sriningsih Satmoko,
selalu memberikan spirit dan motivasi,
untuk merangsang tradisi kepenulisan.
Sehingga lahirlah tulisan:
Menatap Sosok Satmoko
(Sebuah Narasi Keheningan)
Selebihnya saya mengucapkan banyak
terima kasih, yang tak mungkin saya
sebutkan satu - per satu. Semoga Allah SWT
membimbing kita sampai akhir hayat.
Wassalamu'alaikum Ww
Untung Surendro)
Ramadhan 2007
)
Seorang penyair sekaligus tetangga kami, beliau tinggal di
Jl. Kelud Raya No 20 , Semarang
Nasihat
Prof. H. Satmoko :

…………laku
prihatin
kan menguatkan
batin,
ketika
kehidupan
selalu ada
perubahan !

(ketika sepulang
sholat jum’at di
Masjid Lukman Al
Hakim
Memaknai denyut nadi, adalah
menghayati kehidupan, dan
kehidupan adalah tidak saja
memberi makna hak hidup, terlebih
yang sangat penting adalah
bersedekah (menyedekahi) pada
lingkungan.

Denyut nadi dan gerak sang Profesor


dalam tatapan saya, posisinya
berada dengan tangan lembut, yang
diatas (memberi). Konstelasi paling
dalam tidak saja berbentuk materi,
tetapi yang paling penting adalah
menyedekahi lingkungannya
dengan spirit.

Konsep renungan tentang prihatin,


yang pernah penulis simak, tidak
menerapkan pada konsep diawang-
awang, tetapi berada didalam
Makna prihatin adalah
memposisikan tingkat
kemanusiaan kita, pada titik
nadir dihadapan Allah SWT,
agar manusia tidak terjebak
pada keinginan-keinginan
plastik, keprihatinan yang
dikatakan Prof. Satmoko,
tidak saja menorehkan empati
terdalam, namun juga
Exceptional Photographs
menancap pada dinding hati,
untuk menjadi pangeling-
eling.
Bahwa kemudian inti
kemanusiaan kita menjadi
landep, atau ketul (tumpul)
bergantung benar pada sikap
kemanusiaan kita, sebab
keberpihakan kita terhadap
atribut-atribut semu, selalu,
atau sering menghunjamkan
Maka keberpihakan kita pada
yang gampang-gampang
teraih, sering mem posisikan
diri kita semacam Boneka
Plastik, di padang kuru setra
kehidupan ini. Bahwa dengan
mempertahankan atribut
semu, telah memposisikan diri
kita pada keberpihakan-
keberpihakan temporer. Maka
rem terakhir bersujudlah!!!

Ini penting saya katakan, sebab


ungkapan Prof. Satmoko yang
bersayap, menjadi argumen
antara pertahanan hati dengan
pikiran, diantara harus memilih
diantara keberpihakan.
Sebab keberpihakan
pada kenyataan-
kenyataan semu, akan
Memahami
kenyataan yang Sebab
menggiring manusia
pada kegelapan hati
berhampar ini, keberpihakan
dan pikir.
layaklah Selebihnya
saya pada
akan menjungkalkan
berkesimpulan,
kenyataan-
akal sehat kemanusiaan
bahwa mutu
hidup kita. kenyataan
seseorang semu, akan
manusia, menggiring
M emahami kenyataan
adalah manusia
bagaimana
yang berhampar pada
ini,
mampu
layaklah sayakegelapan
membedakan
berkesimpulan,
yang Haq dan bahwa
hati dan pikir.
mutu
Bathil, hidup seseorang
Selebihnya
manusia, adalah
meskipun akan
manusia beradamampu
bagaimana
di dalam strata
menjungkalk
membedakan yangan Haqakal sehat
tinggi atau
dan Bathil, meskipun
kemanusiaan
rendah.
manusia beradakitadi
Memahami kenyataan
langkah Prof. Satmoko, yang
mendarma baktikan seluruh
hidupnya untuk ilmu, maka
kikislah sudah kerak-kerak di
dalam hati. Lalu dengan
demikian atribut kesemuan,
didalam keberpihakan
intrument-instrument
temporer rontok

Hal ini terpotret pada


tingkat kesederhanaan
beliau, ketika berinteraksi
dengan lingkungannya.
Potret diri kesahajaan, potret
diri kebersamaan
menangkupkan kerekatan,
ketika Prof. Satmoko
bernyanyi pada acara
pitulasan.
Memahami Bumi, adalah memahami
keterbatasan kita sebagai manusia.
Memahami ruang adalah memahami
siapa diri kita sebenarnya. Paham
akan definisi bumi dan ruang, akan
membawa diri seorang manusia,
lebih mengerti kemana jalan yang
harus dilalui, dan mana yang harus
dihindari.

Kita kadang salah menafsirkan, ke-


bumi-an dan ke-ruang-an kita.
Bahkan kita sering terjebak ketika
posisi kita berada diatas, kemudian
menganggap seluruh segmen dan
elemen bisa digenggam.
Kita kadang sering
terjebak, ketika posisi kita
kebumian dan keruangan
kita memposisikan tubuh
kita, syaraf-syaraf kita
kepada klangenan-
klangenan atribut semu.

Maka ketika klangenan


semu tersebut mendarah
daging, dan pintu hati tidak
terbuka, terjebaklah
konteks pikir untuk
memberhalakan diri. Itulah
sebabnya keluasan pikir
yang terkotak serta
keluasan bumi pandang
Pengakuan dan kesaksian,
membuka jedela manusia,
membuka tirai jiwa kita,
membuka diri kita.
Sehingga menyatu,
didalam arus kesadaran,
bahwa segala gerak dan
tingkah laku, dalam
pengawasan Allah SWT.

Maka gerak kesatuan antara


pikir dan organ tubuh,
selalu menjadi tidak
sebebas-bebasnya, sebab
kesemuanya itu terekam
didalam Hati. Recording
hati itu tidak melulu gerak
tingkah laku tubuh, tetapi
menyangkut apa yang kita
Artinya; bila anak-anakku kalian
beri makan, dari sesuatu yang
tidak jelas jluntrungnya, maka
jangan menyesal bila kelak
anak-anakmu akan menistakan
mu. Bila kalian duduk dan
kalian simpan hartamu tak
pernah sedikitpun jelas
jluntrungnya, jangan menyesal
kelak kan menjungkalkanmu.

Penjungkalan manusia dari


atribut yang dimiliki, karena
seakan-akan segalanya terasa
menguasainya. Padahal kita
telah gagal /terlambat
“menyadari” diri kita sendiri.
Maka ketika kita memandang
segala, yang kita miliki hanya
sebagai titipan (amanah), kita
akan terhindar dari
Saya pernah melihat potret
cermin retak sebuah keluarga;
harta ada, isteri cantik, anak-
anak ganteng dan cantik-
cantik, rumah aduhai, tetapi
kesemuanya itu brantakan!!!
Ada apa?

Mari kita melihat siklus manusia


(cakra manggilingan), bahwa
dimana ketika berada diatas
atau dibawah, tidak menjaga
mutu kemanusiaan kita, maka
“lonceng kehancuran” karier,
harta, anak atau isteri akan
menunggu. Jagalah anak-
anakmu dari makanan haram,
jagalah isterimu dari
kekufuran, jagalah dirimu dari
kedurjanaan.
Menatap keluarga besar Prof.
Satmoko, bagai menatap
lembaran-demi lembaran
potret manusia, yang selalu
menata diri, menjaga
aktualitas serta menjaga bumi
dan ruangnya. Konsep
kelogikaan bersanding dengan
kesantunan, didalam
mengarungi padang kurusetra
kehidupan.
zat yang maha tunggal (Allah
SWT) didalam melaksanakan
sholatnya
Pertarungan menghadapi
hidup, diproyeksikan kepada
pendalaman ilmu, bukan
mencuat menjadi hura-hura.
Saya melihat kesantunan ke
sepuluh putra-putrinya,
adalah kesantunan sungkem
bagi kedua orang tua
terkasih, maka
perwujudannya mampu
mengangkat kederajadan,
tanpa menghilangkan nilai-
nilai keimanannya.
Saya sempat tercenung,
menatap jidat yang
menghitam, proses dari laku
sujud didalam mencelupkan
kesamudera pencerahan
dengan tujuh belas rakaat
sehari, berdialog dengan zat
yang maha tunggal (Allah
Dimensi bertarung
menghadapi hidup, diwujudkan
oleh kesepuluh putra-putrinya,
tidak dengan perilaku hedon
atau snob. Tetapi menundukan
kepala, sebagai wujud rasa
syukur kehadiratNya. Keluarga
Prof. Satmoko sadar benar,
bagaimana menjaga trust
dilingkungannya, sehingga
perwujudan untuk memaknai
hidup yang diperjuangkannya,
selalu menundukan kepala,
meskipun dengan strata yang
tinggi.
Itulah yang saya sebutkan,
sebagai kesantunan
perikehidupan, yang dituntun
oleh nilai keimanannya. Maka
untuk memproteksi diri
kesepuluh putra-putrinya,
Ibunda terkasih Prof. DR. Hj.
Memahami bumi dan ruang, adalah
silahturahmi manusia pada alam
semesta, dan sebagai bentuk rasa
terima kasih kepada Allah SWT.
Bahwa kesedekahan atau
menyedekahi merupakan potret
perilaku, merupakan potret
mengkinasihi sesama.
Didalam mengkinasihi itulah,
Keluarga Besar Prof. Satmoko
selalu memberikan keleluasaan,
bagi orang lain diinternal rumah,
untuk mengembangkan bakatnya.
Filosofis, bahwa penumpukan
apapun menjadi penyakit. Lemak
yang menumpuk ditubuh, bisa
menjadi kanker, tumor dan
meninggikan asam urat. Harta
yang menumpuk bila salah
didalam membelanjakannya, akan
mencari jalan keluar sendiri dan
membahayakan
Memahami bumi dan
memahami ruang, adalah
memahami bahwa kelak kita
kan kembali ke hadiratNya.
Menyadari perilaku kita
sebagai manusia, akan
meletakkan posisi diri kita
kepada titik nadir, bahwa kita
hanyalah seorang manusia,
yang banyak mempunyai
kelemahan. Untuk itulah segala
apa yang kita punyai, hanyalah
sesuatu yang dipinjamkanNya.

Alur pemikiran demikianlah


yang akan membawa manusia,
kepada dimensi penyadaran
dan pencerahan. Sebab
mencintai secara berlebihan
segala yang kita miliki, bisa
menciptakan pemberhalaan-
Demikianlah bahwa memaknai
hidup, tidak harus keterusan
mencintai yang dimiliki, tetapi
memilah menjadi secara tlesih
dan cerdas untuk tidak kecebur
ke lembah kenistaan,.artinya;
bahwa pangkat karier, harta
benda serta lainnya, tidak harus
mengeksploitir kemanusian kita.
Sabar
Ridlo
Ikhlas
!
!
!

Anda mungkin juga menyukai