Anda di halaman 1dari 159

Pembagian secara gratis sebanyak 2000 eksemplar

Nutrisi Hati 2
Kumpulan Karangan yang
Mendamaikan
Penerjemah: Dharma Patriot Lamrimnesia
Penyunting: Lobsang Rinchen
Perancang sampul: Seven
Ilustrator : Karina Chandra
Penata letak: Kezya Demetrius

Hak cipta naskah Inggris ©2001–2017 Lion’s Roar Foundation, Kanada


Hak cipta naskah terjemahan Indonesia ©2018 Penerbit Saraswati

ISBN 978-602-61702-9-3

Diterbitkan oleh:
Penerbit Saraswati

Distributor Lamrimnesia
Care: +6285 2112 2014 1 | Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

Undang–Undang RI Nomor 28 Tahun 2014


Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana Pasal 113 ayat (3) dan (4):
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pi-
dana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja
dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta
dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Daftar Isi
Prakata v
1. Ajaran Buddhis (Judy Lief) 1
2. Cara Mempelajari Dharma (Reginald Ray) 7
3. Mengajari Anak Anda Nilai–nilai Buddhis (Mary Talbot) 15
4. Hal–ihwal yang Memutar Roda (Sakyong Mipham
Rinpoche) 21
5. Meditasi Shamatha, Melatih Batin (Sakyong Mipham
Rinpoche) 29
6. Cara Melakukan Shamatha (Sakyong Mipham Rinpoche) 35
7. Bagaimana Cara Mempraktikkan Zazen
(Jules Shuzen Harris) 43
8. Meditasi Saja Tidak Cukup (Judy Lief) 49
9. Saat Retret, Tutup Semua Jalan Keluar (Andrew Holecek) 55
10. Ketika Retret Berakhir (Staf Lion’s Roar dan Yongey
Mingyur Rinpoche) 61
11. Jalan Melalui Rintangan (Sakyong Mipham Rinpoche) 69
12. Mengembangkan Batin Seperti Angkasa dengan Perhatian
dan Kesadaran (Jack Kornfield) 77
13. Mendambakan Penahbisan (Biksuni Sudhamma) 87
14. Sisyphus, Sang Boddhisatva (Radhule Weininger) 93
15. Pohon Bodhi (Jessica Morey) 99
16. Apa Itu Dokusan ? (Joan Sutherland) 107
17. Apa Itu Moktak ? (Seung Sahn) 113
18. Karavan Kobun Chino (Reginald Ray) 119
19. Mendiang Raja Thailand dan Kekuatan Kebaikan
(Biksu Thanissaro) 129
20. Tetap Saja, Anjing Menemukan Aku (Joan Halifax) 135
Daftar Pustaka 143
Menghormati Buku Dharma 147
Dedikasi 149
Tentang Penerbit 151
Prakata

Perkembangan dan kemajuan media sosial dalam


penyebaran informasi merupakan sebuah hal yang tidak dapat
dipungkiri. Meskipun demikian, buku merupakan jembatan
informasi yang hingga detik ini bersifat universal dan dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itulah
untuk memfasilitasi penyebaran teks Buddha Dharma di Indonesia,
khususnya di daerah–daerah tertinggal, Yayasan Pelestarian
dan Pengembangan Lamrim Nusantara menyelenggarakan
Dharmacamp sebagai sebuah bentuk kontribusi yang bertujuan
menghasilkan pencetakan dan penyebaran buku Dharma gratis
untuk saudara–saudari kita di seluruh Nusantara. Acara yang
bertempat di Jhana Manggala Meditasi Graha Center pada tanggal
28–30 Juli 2017 ini bertajuk penerjemahan dan penyuntingan
artikel Dharma yang dilakukan oleh generasi muda Buddhis dari
berbagai latar belakang dan universitas. Selepas acara tersebut,
buku ini kemudian hadir sebagai bentuk kompilasi artikel demi
menumbuhkan minat baca dan ketertarikan untuk melestarikan
dan menanamkan nilai Buddhadharma pada masyarakat.
Pencetakan dan distribusi buku ini tentunya tidak terlepas
dari kebaikan hati banyak pihak yang telah mewujudkan mimpi ini.
Ucapan terima kasih yang sangat mendalam kami ucapkan kepada
para Dharma Patriot yang telah bersedia meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dalam keseluruhan proses penerjemahan
dan penyuntingan buku. Tak lupa, kami juga menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada Stanley Khu dan Sramaneri
Tenzin Tshojung, yang telah membimbing para relawan peserta

v
Dharmacamp. Terima kasih pula kepada para Dharma Patron yang
telah menyokong pendanaan sehingga buku ini dapat diterbitkan
dan didistribusikan ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
Akhir kata, terima kasih yang sebesar–besarnya kepada
seluruh pihak yang telah berkontribusi secara langsung
maupun tidak langsung dalam penulisan artikel, penerjemahan,
penyuntingan hingga penerbitan buku ini. Semoga buku ini dapat
menyebarkan semakin banyak lagi kebaikan dan keindahan
Dharma pada sebanyak–banyaknya masyarakat di Indonesia.

Mettacitena,

Shierlen Octavia
Perwakilan Dharma Patriot Lamrimnesia

vi
1

Ajaran Buddhis:
Dari Mana Memulai ketika Berangkat
Sendirian
Judy Lief
Penerjemah: Hansel Loshaless
Tidak peduli dari mana Anda memulai,
atau apakah Anda seorang praktisi yang
independen atau yang bergabung dengan
tradisi tertentu, yang harus Anda lakukan
adalah menyelam ke dalam diri.
B
erkat usaha dari para penerjemah, praktisi, dan sarjana,
Anda bisa mengakses majalah, jurnal, buku, artikel, video,
podcast, dan situs internet tentang Buddhisme dalam
berbagai bentuknya. Tiap mazhab Buddhis menekankan aspek–
aspek tradisi yang berbeda, dan memiliki panduan yang bervariasi
terkait keseimbangan yang tepat antara belajar dan praktik. Dan
dalam hal belajar, masing–masing mazhab memiliki penekanan
pada teks akar dan kitab komentar yang berbeda–beda.
Beberapa praktisi yang belajar dalam Sangha tertentu
mungkin mengikuti kurikulum yang sudah diatur, dan diarahkan
pembelajarannya oleh guru–guru dalam komunitas mereka.
Tetapi, praktisi yang independen tidak memiliki jalan yang jelas.
Materi yang perlu dipelajari sangatlah banyak, begitu juga terkait
dari mana harus memulainya. Jadi, boleh jadi yang terbaik adalah
memulai dari diri sendiri.
Beberapa orang suka praktik dan tidak suka belajar, dan
beberapa lainnya suka belajar dan tidak suka praktik. Tipe orang
yang manakah Anda? Jika belajar adalah sesuatu yang mudah
bagi Anda, boleh jadi Anda akan mencampuradukkan antara
pemahaman intelektual dan pemahaman riil. Jika, sebaliknya,
Anda menganggap praktik lebih mudah untuk dilakukan, boleh
jadi Anda akan bersembunyi dalam pengertian kabur dari
pengalaman meditatif Anda dan gagal dalam menantang diri
sendiri secara intelektual maupun mengembangkan pengertian
yang dalam mengenai Dharma.
Jadi, sebelum Anda belajar lebih jauh, pelajarilah diri
sendiri. Jika Anda cenderung lebih mudah belajar, Anda dapat
menyeimbangkannya dengan lebih banyak melakukan praktik,

3
Nutrisi Hati 2

dan jika Anda tipe orang yang lebih praktis, Anda dapat
menyeimbangkannya dengan mulai lebih banyak belajar dan
menganalisis. Praktik dan belajar yang seimbang serta menopang
satu sama lain dapat menjadi landasan yang kokoh bagi Anda
dalam memahami Dharma dan melangkah menyusuri Sang Jalan.
Setelah membangun landasan, amatilah tata cara
mempelajari ajaran. Pembelajaran Dharma bukan sekadar soal
mengumpulkan informasi; ini adalah sebuah proses transformasi
dan perenungan yang mendalam. Daripada membaca buku demi
buku, menimbun informasi demi informasi, Anda lebih baik
kembali ke teks yang sama, atau bahkan satu kutipan kecil, lagi
dan lagi, dan kembali lagi ke hal yang sama tahun demi tahun.
Setiap kali Anda mempelajari ulang hal tersebut, pertanyakan
apa makna sebenarnya, arti pentingnya, cara penerapannya, dan
apakah ia sesuai dengan pengalaman dan pengamatan Anda di
dunia.
Secara tradisional, dikatakan bahwa pengertian terhadap
Dharma berkembang melalui 3 tahap: mendengar, merenung,
dan bermeditasi. Mengembangkan pemahaman intelektual atas
sebuah teks atau presentasi hanyalah langkah pertama yang disebut
mendengar. Anda kemudian perlu bergulat dengan bahan bacaan
sampai ia meresap ke dalam, sehingga dalam praktik merenung,
Anda menjalin hubungan langsung dan personal dengan bahan
yang Anda pelajari. Ketika Anda memperdalam pemahaman
sampai menjadi seorang ahli—ketika pemahaman sudah ada di
dalam tulang—Anda berada di tahap ketiga, bermeditasi.
Setelah Anda memeriksa apa arti dari belajar, bagaimana
caranya memilih apa yang harus dipelajari? Pilihan yang banyak
menunggu, dan Anda dapat memulai dari mana saja. Anda dapat
memilih untuk menyelidiki tradisi khusus seperti Zen, atau Anda
dapat memulai dengan meninjau kembali tradisi Buddhis secara

4
Ajaran Buddhis : Dari Mana Memulai ketika Berangkat Sendirian

umum, atau kehidupan dari pendirinya, Buddha Shakyamuni.


Anda dapat menyelidiki berbagai gaya mengajar yang berbeda,
dari Sutra tradisional dan penjelasannya, sampai biografi dan
kisah kehidupan, dari pakar meditasi Asia kontemporer atau guru
Buddhis Barat. Anda dapat mendengar ajaran secara daring,
membaca puisi, melihat–lihat karya seni.
Ada banyak guru yang berbeda, banyak gaya dalam
mengajarkan Dharma, dan banyak sekali media yang memberikan
pengajaran Dharma. Anda dapat memulai dengan menggali semua
ini secara luas, dan dalam prosesnya Anda akan menemukan
persamaan dari masing–masing guru, tradisi, ataupun pendekatan,
yang akan menolong Anda mempersempit pencarian Anda dan
membimbing proses pembelajaran Anda ke arah tertentu. Bisa
juga seperti ini: alih–alih Anda mencari sebuah buku yang tepat,
buku tersebutlah yang akan menemukan Anda.
Dibandingkan era–era sebelumnya, pada zaman sekarang,
ada banyak sekali Dharma yang bisa ditemukan oleh praktisi
biasa. Ini adalah berkah yang besar, namun juga bisa sedikit
memusingkan. Tapi, tidak peduli berapa banyak yang Anda
baca, berapa banyak pembicaraan yang Anda dengar, atau
berapa banyak situs yang Anda kunjungi, tidak ada jaminan
bahwa Anda akan mendapatkan manfaat yang riil. Adalah baik
untuk mengumpulkan pengetahuan, tapi akan lebih baik lagi jika
pengetahuan tersebut dapat mengubah Anda. Manfaat datang
dalam pertemuan antara Anda dan Dharma, yakni seolah–olah
ketika sesuatu yang berasal dari luar menghantam bagian dalam
diri Anda.
Hanya Anda yang mengetahui bagaimana cara Anda
mendekati proses belajar. Hanya Anda yang dapat memilih
hubungan apa yang Anda inginkan dengan Dharma, seberapa
dalam atau dangkal ikatannya. Pada dasarnya, usaha Anda akan

5
Nutrisi Hati 2

menentukan manfaat yang akan Anda dapatkan. Dan seiring


berjalannya waktu, hasil dari pembelajaran Anda tidak ditentukan
oleh kepintaran Anda, tetapi oleh perubahan karakter Anda, oleh
kelembutan dan kewarasan Anda.
Dharma itu seperti samudra, yang terlalu besar untuk
dikonsumsi dan terlalu berat untuk dibawa kemana–mana sebagai
perlengkapan. Anda tidak mampu menaruh Dharma di dalam
sebuah tas atau merekamnya ke dalam DVD. Tidak peduli dari
mana Anda memulai, atau apakah Anda seorang praktisi yang
independen atau yang bergabung dengan tradisi tertentu, yang
harus Anda lakukan adalah menyelam ke dalam diri.

6
2

Cara Mempelajari Dharma


Reginald Ray
Penerjemah: Aulia Vriconella
Ajaran Buddha menyediakan berbagai
macam alat dan teknik untuk menolong
kita menembus dangkalnya ketidaktahuan
dan perlawanan kita.
D
alam Buddhisme, pemahaman yang mendalam akan
muncul secara alamiah dari studi intelektual. Proses ini
secara klasik tercermin dalam ajaran 3 prajna atau jenis
pengetahuan, yakni mendengar, merenung, dan bermeditasi.
Prajna yang pertama, “mendengar”, meliputi studi intelektual
atas ajaran Buddha. Di sini, praktisi ingin meraih pengetahuan
rinci dan akurat dari doktrin tradisional mengenai ketidakkekalan,
“diri”, karma, samsara, sila, meditasi, struktur dan manfaat Sang
Jalan, dst.
Penekanan dalam prajna pertama adalah pada apa
yang dikatakan oleh tradisi Buddhis mengenai topik tertentu.
Pertimbangkan kebenaran Arya yang pertama–penderitaan–
dengan aneka variasi dan tipenya: dalam prajna pertama, seseorang
mencari pemahaman akan ajaran ini dengan mendengar berbagai
ceramah dari guru–guru besar, membaca Sutra, mempelajari
kitab komentar, berdiskusi dan berdebat dengan orang lain, dan
mungkin, mengambil ujian.
Ketika pemahaman harfiah tertentu atas ajaran telah
diperoleh, prakisi lanjut ke prajna yang kedua, “merenung”. Di sini,
seseorang merenungkan apa yang telah dipelajari untuk melihat
kaitan maknanya dalam hidupnya. Dalam kasus penderitaan,
seseorang mungkin bertanya, Apa yang dapat aku ambil dari
pelajaran ini? Apakah yang dikatakannya soal pengalaman hidup
sehari–hariku? Apa makna yang sebenarnya?
Jika prajna yang pertama mewakili kandungan abstrak
dari ajaran yang eksplisit, maka dalam prajna kedua–melalui
perenungan yang lembut, terbuka, dan penuh pertanyaan–
kreativitas dan ekspresi individu mulai berperan. “Mendengar”

9
Nutrisi Hati 2

dan “merenung” muncul bersama bagaikan tarian balet. Penari


haruslah menguasai posisi dan pergerakan eksternal sebelum dia
dapat mulai menggunakan teknik tersebut untuk mengekspresikan
seluk–beluk, keindahan, dan kekuatan makna yang mendefinisikan
seorang balerina yang hebat.
Di prajna yang kedua, seseorang turun dari dunia konsep
dan intelek ke dunia yang lebih besar dan kaya, yang disebut
oleh psikolog John Welwood sebagai “makna yang dirasakan.”
Proses ini dimulai dalam cahaya terang dari kesadaran bagian
depan kita (prajna pertama), tetapi menuju ke dalam seluk–beluk
dan bayangan dari pengalaman hidup kita, menyibak (dalam
ungkapan Welwood), “keruwetan pengalaman pra–artikulasi yang
kaya dan menyebar”. Dengan prajna kedua, kita mulai melihat
bahwa istilah dan ide yang sebelumnya kita pegang pada dasarnya
hanyalah sebuah konsep yang mendalam dan mengandung
kekayaan makna. Dalam kebenaran Arya yang pertama, misalnya,
kita mulai menyadari bahwa doktrin ini sebenarnya merujuk pada
fakta paling nyata dari diri kita yang paling intim: ketidakcukupan,
ketidaksempurnaan, dan frustrasi halus yang menandai semua
pengalaman terkondisi kita.
Sangatlah mungkin, dan sangatlah umum, untuk berdiam
dalam level prajna pertama untuk jangka waktu yang lama.
Terutama sekali saat kita mempelajari topik yang luar biasa
sulitnya, kita akan menemukan diri kita tidak bisa melangkah
maju melebihi pemahaman intelektual yang murni.
Pertimbangkan ajaran tentang kematian. Kita membaca lagi
dan lagi bahwa kematian itu nyata, dan bahwa pemahaman akan
hal ini adalah inspirasi dan motivator yang penting untuk praktik.
Walaupun kita terus bertemu dengan ide ini, pemahaman kita
cenderung hanya bersifat konseptual. Lalu muncullah kejadian
eksternal–seseorang yang dekat dengan kita meninggal, atau

10
Cara Mempelajari Dharma

kita sendiri hampir kehilangan nyawa. Pada momen tersebut,


kita menyadari makna sebenarnya dari ajaran tentang kematian,
bahwa ajaran ini benar dengan cara yang jauh lebih harfiah
dan menakutkan daripada yang kita pikirkan. Saya mempunyai
seorang teman yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang DC
10 beberapa tahun yang lalu. Dia telah lama menjadi seorang
Buddhis dan merasa sudah memahami ajaran mengenai kematian
dan ketidakkekalan dengan baik. Saat pesawat itu jatuh ke bawah,
dia terkejut bagaikan disambar petir, dan sontak menyadari bahwa
dia tidak pernah memahami ajaran ini sama sekali.
Tetapi Buddhisme tidak bergantung semata–mata pada
kondisi eksternal untuk menggerakkan kita dari “pemahaman
konseptual murni dari prajna pertama” menuju “pengalaman
nyata, berwujud, dan harfiah dari prajna kedua”. Alih–alih,
ajaran Buddha menyediakan berbagai macam alat dan teknik
untuk menolong kita menembus dangkalnya ketidaktahuan dan
perlawanan kita. Perihal ajaran tentang kematian, kita diundang
untuk menghabiskan waktu dengan merenungkan fakta bahwa
setiap orang yang kita kenal suatu saat akan meninggal.
Bayangkan setiap anggota keluarga, teman dan kenalan
yang dapat kita pikirkan, dan katakan pada diri sendiri, “Setelah
beberapa waktu, orang ini akan mati.” Dalam perenungan lainnya,
kita dapat memvisualisasikan pemakaman kita sendiri dengan
teman–teman kita berdiri di sekitar mayat kita, menangis dan
tertawa, memikirkan hal baik dan buruk tentang kita, dan segera
akan lupa kalau kita pernah eksis. Yang sangat ampuh adalah
membayangkan diri kita duduk di samping ranjang seseorang yang
kita cintai, yang sedang berada di saat–saat terakhir hidupnya–
bayangkan bagaimana perasaan kita, apa yang akan kita katakan,
apa yang akan kita lakukan. Selama perenungan tersebut, tidaklah
aneh jika tiba–tiba kita menemukan diri kita, dengan cara yang
amat nyata, sedang duduk bersama teman kita yang sekarat.

11
Nutrisi Hati 2

Kita sepenuhnya tahu apa yang akan kita rasakan. Pada momen
tersebut, kita sudah mencapai prajna kedua–“merenung.”
Satu hal yang pasti, ini adalah perenungan yang sulit dan
kadang kala sangat menyakitkan, tetapi itulah poin utamanya.
Selama kita menjaga realisasi kematian setengah hati, selama
kematian hanya menjadi ide yang samar di tingkatan prajna
pertama, maka takkan ada banyak manfaat yang bisa kita peroleh.
Namun, ketika kita menghadapi kenyataan yang menyakitkan,
barulah kita mulai melihat hal–ihwal dari sudut pandang yang
berbeda. Kita bisa mulai memprioritaskan hidup kita, melepaskan
begitu banyak hal yang tidak berarti, dan mulai berfokus pada apa
yang benar–benar penting.
Prajna yang ketiga, “meditasi”, membawa kita pada tahapan
yang lebih lanjut–pada pengalaman realitas yang tak terkondisi,
hakikat tertinggi dari kesadaran kita yang mendasari dan
menampung segala pengetahuan dan pengalaman relatif. Dalam
konteks prajna ketiga, ketika kita menyadari bahwa kematian itu
nyata, batin kita akan terpengaruh secara langsung dan dramatis.
Ada penyelesaian yang instan. Tiba–tiba, kita akan menemukan
diri kita tidak lagi mampu mengurusi segala gangguan dan
keasyikan, dan apa yang biasanya kita pikirkan dan cemaskan
kini tampak seperti omong–kosong. “Buang–buang waktu saja!
Aku telah membuang hidupku karena hal sepele seperti itu!”
Kembali ke kecelakaan pesawat DC 10. Menurut cerita
teman saya, saat pesawat menukik tajam dan penumpang
pesawat menyadari bahwa mereka akan mati, semua orang dan
segala sesuatu menjadi sangat tenang. Ketika kita benar–benar
menyadari realitas kematian, kita akan menemukan diri kita tidak
lagi memikirkan hal lain, karena tidak ada satu pun yang berharga
untuk dipikirkan–hanya ada momen ini, realitas ini, dan ranah
kesadaran di mana kehidupan dan kematian bermain.

12
Cara Mempelajari Dharma

Ketika prajna kedua telah membuka jalan menuju meditasi,


maka yang perlu dilakukan dalam prajna ketiga adalah beristirahat
dan tetap berada dalam kondisi meditatif yang lebih dalam, dalam
jangka waktu yang lebih lama. Sebagai ekspresi dari kesadaran
yang tak berbatas, seseorang akan menjalani hidupnya dengan
lebih hidup.
Masing–masing prajna berperan penting bagi yang lainnya.
Tidak ada yang bisa dilewatkan, tidak ada jalan pintas. Prajna
pertama menyediakan bentuk eksternal–struktur intelektual dan
pemahaman konseptual–tempat pemahaman mendalam kita
dapat berkembang. Sebagai contoh, jika kita tidak mempunyai
pemahaman yang akurat mengenai kematian dan arti pentingnya
dalam praktik, perenungan apa pun yang kita lakukan tidak akan
memperoleh hasil yang baik. Kita mungkin hanya merenung
tentang betapa sedihnya kita karena kematian itu eksis, lalu
menjadi depresi, apatis, dan kabur dari kenyataan.
Di sisi lain, jika kita memiliki pemahaman konseptual yang
baik mengenai ajaran tapi gagal menembusi lapisannya yang
lebih personal dan dalam, studi kita akan seperti pohon yang
tidak berbuah. Alih–alih membawa kita menuju pembebasan,
pemahaman kita yang mendalam tentang ajaran boleh jadi akan
memperkuat ego kita, misalnya anggapan bahwa kita adalah
seorang Buddhis yang cerdas dan terpelajar.
Pada akhirnya, jika kita tidak memiliki kedua prajna awal
sebagai landasan, jika kita tidak benar–benar menyadari bahwa
hidup kita di dunia ini sangat terbatas dan selalu tidak pasti,
meditasi kita tidak akan memunculkan sebuah perasaan yang
mendesak, dan mungkin saja kita hanya akan menghabiskan
waktu kita di bantalan–mungkin selama bertahun–tahun–dengan
segala macam harapan dan fantasi yang menyenangkan. Sama
halnya, jika kedua prajna awal tidak diikuti oleh yang ketiga,

13
Nutrisi Hati 2

maka pemahaman kita–betapa pun cerdas atau stabilnya emosi


kita–takkan pernah sempurna dan utuh.

14
3

Mengajari Anak Anda


Nilai–nilai Buddhis
Mary Talbot
Penerjemah: Hendry Gunawan
Dalam kasus Buddha, penolakan terhadap
status ayah dan bangsawan mewakili
keyakinannya yang mendalam bahwa
kebahagiaan yang kekal dan tak bersyarat
bisa ditemukan, dan dengan meninggalkan
keluarganya... belenggu dalam kehidupan
emosional dan spiritualnya... beliau akhirnya
dapat memberi mereka kesempatan untuk
meraih kebahagiaan kekal yang ditemukannya.
D
ari ribuan ajaran Buddha, beliau mengarahkan sedikit
sekali—3 atau 4, tergantung pada apa yang Anda hitung—
untuk anak–anak. Mempertimbangkan banyak dan luasnya
Sutra Buddha, sungguh sulit untuk membayangkan mengapa tidak
lebih banyak yang disesuaikan untuk anak–anak: apakah itu karena
mengikuti jalan Buddha membutuhkan batin dan komitmen yang
matang? Ataukah karena masyarakat India 2.600 tahun yang lalu
menggembleng anak–anak dengan keras dalam genggaman rumah
tangga, sehingga jika anggota keluarga dewasa mengikuti Buddha,
maka anak–anak secara alamiah akan menyerap ajaran beliau juga?
Ataukah mungkin (ini tebakan pribadi) karena ajaran pokok Buddha
pada anak–anak telah disampaikan dengan sempurna sehingga
tidak perlu penjelasan lagi? Apakah beliau melakukan apa yang
orang tua dan guru paling efektif lakukan—menguraikan kumpulan
ide yang rumit menjadi aspeknya yang paling mendalam dan
mendesak—dan mengilustrasikan ajaran sedemikian rupa sehingga
anak–anak bisa menghubungkan ide tersebut dengan hidupnya?
Anak dalam kasus ini adalah anak beliau, Rahula (dalam bahasa
Pali berarti “belenggu”). Buddha sangat terkenal di kalangan praktisi
Barat karena meninggalkan keluarganya pada hari lahir anak semata
wayangnya—ayah macam apa yang melakukan hal tersebut? (tentu
saja ada beberapa.) Tapi dalam kasus Buddha, penolakan terhadap
status ayah dan bangsawan mewakili keyakinannya yang mendalam
bahwa kebahagiaan yang kekal dan tak bersyarat bisa ditemukan,
dan dengan meninggalkan keluarganya–belenggu dalam kehidupan
emosional dan spiritualnya–beliau akhirnya dapat memberi mereka
kesempatan untuk meraih kebahagiaan kekal yang ditemukannya.
Ketika Rahula berusia 7 tahun, dia menjadi murid ayahnya
dan mulai melakukan pelatihan sebagai petapa. Dalam sebuah

17
Nutrisi Hati 2

pembabaran yang dikenal sebagai “Sutra Rahula” (Majjhima


Nikaya 61), Buddha menginstruksikan kepada anaknya yang masih
muda dengan benih ajarannya yang paling penting. Beliau mulai
dengan menekankan arti penting kejujuran—menyiratkan bahwa
jika Rahula ingin menemukan kebenaran, maka dia harus terlebih
dahulu jujur pada dirinya sendiri. Beliau kemudian berbicara tentang
menggunakan satu perbuatan sebagai sebuah cermin. “Sebelum
engkau melakukan sesuatu,” beliau berkata ke Rahula, “tanyalah
dirimu sendiri: apakah yang kulakukan ini terampil atau tidak?
Apakah perbuatan ini akan memberi kesejahteraan atau kerugian?
Jika terlihat merugikan, jangan lakukan. Jika terlihat baik, lanjutkan
dan cobalah. Saat melakukan sesuatu, tanyalah pertanyaan–
pertanyaan serupa. Jika ternyata hal tersebut menghasilkan sesuatu
yang merugikan, hentikan. Jika tidak, lanjutkan apa yang engkau
lakukan. Kemudian, setelah engkau menyelesaikan hal tersebut,
tanyalah pertanyaan serupa: apakah ia membawa kebahagiaan
atau kerugian? Jika engkau melihat bahwa pada dasarnya ia
terlihat baik tetapi sesungguhnya berakhir menjadi merugikan,
diskusikan dengan seseorang yang mahir dan putuskan untuk
tidak melakukan kesalahan lagi.” Tapi jika, seperti yang dikatakan
Buddha, “Dalam perenungan [terkait perbuatan fisik, ucapan, atau
batin], engkau tahu bahwa ia tidak menyebabkan penderitaan,
maka ia adalah tindakan yang terampil dengan konsekuensi
yang membahagiakan, hasil yang membahagiakan, maka engkau
harus mempertahankan batin yang stabil dan penuh suka cita,
berlatih siang dan malam dalam kualitas batin yang terlatih.”
Buddha menginstruksikan kepada putra beliau tentang
pentingnya belajar dari kesalahan yang dilakukan, mengambil
tanggung jawab atas tindakan pribadi, dan menumbuhkan welas
asih. Namun yang tak kalah pentingnya, Buddha mengajarkan
tentang peran niat dalam tindakan kita dan cara kerja hukum
sebab–akibat—dengan tindakan–tindakan yang membuahkan

18
Mengajari Anak Anda Nilai-nilai Buddhis

akibat langsung maupun jangka panjang. Beliau juga mengajarkan


dasar dari 4 Kebenaran Arya: gagasan bahwa penderitaan
disebabkan oleh tindakan masa lalu dan kini, dan bahwa
kewaspadaan akan memungkinkan kita untuk bertindak dengan
cara yang semakin terampil, sampai pada titik pembebasan total.
Buddha mampu memberikan instruksi kepada anak–anak
karena beliau hidup di dunia tempat praktik dan instruksi spiritual
merupakan bagian dari kehidupan sehari–hari. Bagi kita yang telah
mengambil tanggung jawab untuk mengajar dan membesarkan
anak–anak, serta yang ingin menanamkan nilai–nilai Buddhis
dalam prosesnya, kita harus membangun apa yang belum ada—
sebuah struktur yang mendukung pengajaran Dharma kepada
orang–orang muda. Kita memang tidak perlu melakukannya dari
nol—Sutra Rahula dan banyak ajaran lainnya adalah awal yang
luar biasa untuk mulai belajar, dan pengalaman pribadi serta
keyakinan juga sangat berperan—tapi kita juga butuh penopang.
Aktivitas–aktivitas dan cerita–cerita menarik dapat membantu
anak–anak utnuk memahami arti penting ajaran; di sisi lain, orang
dewasa, teman–teman, dan anggota komunitas dapat menawarkan
pengalaman, pandangan, dan kepakaran mereka untuk mengajarkan
meditasi serta membantu anak–anak di dalam Sang Jalan.

19
4

Hal–ihwal yang Memutar Roda


Sakyong Mipham Rinpoche
(www.sakyong.com)
Penerjemah: Elvan A. W.
Dari sudut pandang Buddhis, tidak ada
pengaruh luar. Segala sesuatu bergantung
satu sama lain dan menghasilkan sebab
atau akibat tertentu.
G
ambar familiar dari Roda Kehidupan versi Tibet
menunjukkan kepada kita bagaimana cara kerja samsara,
siklus eksistensi. Roda samsara digerakkan oleh 3 racun–
nafsu keinginan, agresi, dan ketidaktahuan–yang diwakili di bagian
tengah lingkaran oleh ular, ayam, dan babi. Di bagian luar roda
tersebut, terdapat 12 mata rantai, yaitu langkah–langkah spesifik
yang memungkinkan perpindahan kita dari kehidupan lampau ke
kehidupan saat ini ke kehidupan selanjutnya. Ketika kita berbicara
tentang karma, kita berbicara tentang 12 mata rantai yang saling
bergantungan ini, atau “sebab dan akibat.”
Dari sudut pandang Buddhis, tidak ada pengaruh luar. Segala
sesuatu bergantung satu sama lain dan menghasilkan sebab atau
akibat tertentu. Kita biasanya berpikir bahwa segala sesuatu memiliki
awal dan akhir. Akan tetapi, sangatlah sulit untuk menunjukkan
awal atau akhir dari apa pun. Sebab selalu menjadi akibat, dan
akibat selalu menjadi sebab. Kita mencari titik awal karena kita
ingin mempercayai keabadian.
Dua belas mata rantai adalah ajaran inti yang menjelaskan
bagaimana karma bekerja dan mengapa kita mempraktikkan
meditasi. Buddha menyatakan bahwa semua sebab dan kondisi
saling terkait dan tergantung satu sama lain: karena satu hal muncul,
maka hal lain muncul. Saat ini, kita mengalami hasil dari sebab dan
kondisi di masa lampau, sekaligus menanam bibit karma yang akan
menghasilkan akibat di masa depan.
Orang–orang sering berkata bahwa karena karma telah
berjalan sebagaimana adanya, memahami karma tidak akan
membuat banyak perbedaan. Hal ini boleh jadi benar apabila
hanya ada satu sebab yang terlibat, akan tetapi selalu terdapat

23
Nutrisi Hati 2

lebih dari satu sebab yang terlibat. Contohnya, kehidupan sebuah


pohon memerlukan air, udara, sinar matahari–––semua jenis sebab
dan akibat. Terdapat banyak interaksi yang terjadi. Faktor pertama
dari 12 mata rantai adalah ketidaktahuan. Tingkat ketidaktahuan
yang kasar ini berhubungan dengan sikap tidak mengetahui. Secara
spesifik, kita tidak mengetahui 4 kebenaran Arya: penderitaan,
penyebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju
lenyapnya penderitaan. Kita juga tidak mengetahui hakikat asli
dari apa yang diciptakan oleh ketidaktahuan. Oleh karena itu, kita
menyalahpahami 5 skandha––bentuk, perasaan, formasi mental,
diskriminasi, dan kesadaran––sebagai diri. Dan karena ada diri,
maka ada tindakan.
Jadi, mata rantai kedua adalah karma pembentuk. Ketika kita
salah memahami 5 skandha sebagai diri, karma akan tercipta dan
tertanam seperti bibit dalam kesadaran ke–8. Kesadaran ini adalah
basis dari segala hal yang kita alami, tempat penyimpanan karma.
Dalam kondisi yang tepat, bibit karma akan tumbuh di sana, menjadi
basis dari kehidupan atau alam semesta. Tindakan tidak bajik seperti
kemarahan dan kemalasan menanamkan bibit untuk kelahiran
kembali di alam rendah, seperti alam neraka atau alam binatang.
Tindakan bajik seperti kemurahan hati dan kesabaran adalah basis
untuk terlahir kembali di alam manusia atau alam dewa.
Dua belas mata rantai adalah siklus tiga kehidupan. Tiga mata
rantai pertama dianggap sebagai kehidupan A, yaitu kehidupan
lampau. Pertama–tama, terdapat ketidaktahuan. Kemudian,
semua kondisi–––bajik dan tidak bajik––berkumpul menjadi
karma pembentuk, siap didorong ke kehidupan selanjutnya. Mata
rantai ketiga adalah kesadaran yang siap untuk didorong. Dengan
beberapa aksi tambahan, secara tiba–tiba kesadaran ini lahir.
Hal ini menandakan akhir dari kehidupan A dan awal dari
kehidupan B, kehidupan saat ini. Sebab–sebab telah berkumpul

24
Hal-ihwal yang Memutar Roda

untuk mendorong kesadaran ke kehidupan ini. Pada dasarnya,


seluruh kebajikan masa lampau telah menghasilkan kesenangan di
kehidupan ini, dan seluruh ketidakbajikan di masa lampau telah
menghasilkan penderitaan. Kesadaran tersebut belum selesai, tetapi
akan diselesaikan seraya kita menjalani hidup, yang kemudian
akan melahirkan kehidupan C. Saat ini, kita sedang bersiap–siap
untuk itu. Bibit–bibitnya telah ditanam. Bibit–bibit tersebut sedang
dirawat, menjadi lebih potensial.
Mata rantai pertama dari kehidupan B adalah mata rantai
ke–4 dalam siklus: nama dan rupa, pikiran dan tubuh kita.
Kesadaran telah dimatangkan menjadi tubuh dan pikiran tertentu.
Sebagai akibat dari kondisi karmik, suatu makhluk dilahirkan.
Mata rantai selanjutnya adalah 6 indra. Kita telah memiliki
basis––pikiran dan kesadaran––dan sekarang penglihatan,
pendengaran, pengecapan, sentuhan, dan penciuman berkembang,
begitu pula dengan batin.
Mata rantai selanjutnya adalah kontak. Kontak berarti kita
memiliki objek, indra, dan kesadaran. Kontak terjadi sebelum tingkatan
pemikiran atau konsep. Dunia secara terus menerus datang bersamaan.
Melalui indra, pikiran membekukan objek, ibarat mengambil foto
tentang apa yang sedang terjadi: “Itu hujan.” Inilah kontak.
Mata rantai selanjutnya adalah perasaan, yang juga terjadi
sebelum pemikiran. Apakah hujan ini menyenangkan, menyakitkan,
atau biasa saja? Kontak dan perasaan sekarang sedang menyirami
bibit karma dengan cara tertentu.
Mata rantai selanjutnya adalah hasrat, yang basisnya
adalah perasaan. Karena hasrat untuk menghindari kesakitan atau
mengalami kesenangan, kita terus–menerus menyirami bibit karma
dalam kesadaran ke–8.
Mata rantai selanjutnya adalah sikap mencengkeram.
Selagi hasrat boleh jadi menyakitkan ataupun menyenangkan,

25
Nutrisi Hati 2

sikap mencengkeram lebih mengarah pada kesenangan. Kita


mengumbar kegemaran kita terhadap kesenangan. Ini bisa terjadi
dalam kegiatan apa pun, termasuk meditasi. Ketika kita menanam
bibit kemelakatan, kita sedang membangun fondasi untuk momen
atau kehidupan di masa depan. Dalam percobaan untuk memiliki
sesuatu, kita tentunya tidak menganut pandangan yang lebih tinggi:
kesunyataan.
Sekarang kita telah menyiram kesadaran sedemikian rupa
sehingga ia siap untuk terlahir. Hal ini dikenal sebagai eksistensi,
mata rantai ke–10. Pertama, terdapat ketidaktahuan, kemudian ada
karma pembentuk, yang menyiapkan segalanya. Kini, di tingkat
eksistensi, semuanya telah berkumpul dan kita berada pada titik
puncak untuk menghasilkan kehidupan berikutnya. Saat sebelum
kematian dianggap sebagai saat yang sangat potensial untuk
menentukan bentuk dari kehidupan mendatang kita.
Setelah eksistensi, terdapat kelahiran. Kehidupan selanjutnya,
kehidupan C, lahir dari situasi apa pun di mana kita berada.
Tindakan kita telah menyebabkan kita terlahir di antara orang atau
makhluk lain yang memiliki karma yang mirip. Dan kelahiran ini
menjadi basis dari apa? Dari penderitaan.
Mata rantai terakhir adalah penuaan dan kematian. Penuaan
di sini bukan dalam konteks tumbuh uban atau menjadi gemuk.
Segera setelah kita terlahir, kita mulai menua. Kelahiran adalah
pengalaman yang menyakitkan, dan di antara kelahiran dan
kematian, kita mengalami penderitaan. Kematian adalah akhir dari
rangkaian ini.
Melihat bagaimana 12 mata rantai muncul dalam
kesalingtergantungan adalah proses mencerahkan ketidaktahuan
kita sendiri. Merenungkan bahkan hanya 1 mata rantai sebagai
bagian dari meditasi harian kita menawarkan cara yang konkret
dan mendalam untuk memahami bagaimana cara kerja batin, diri,

26
Hal-ihwal yang Memutar Roda

dan fenomena. Hal ini membantu kita menyadari kecenderungan


yang telah memengaruhi tindakan kita untuk jangka waktu yang
lama, seperti misalnya gagasan bahwa diri itu nyata.
Memahami 12 mata rantai membantu kita untuk terhubung
dengan lingkungan, yang diciptakan oleh kesalingtergantungan
internal dan eksternal yang sinambung. Ketika kita berdiam atau
menetap, kesadaran meditatif kita akan mendorong kita untuk
berhenti dan bertanya, “Bagaimana saya melalui ruang dan waktu?
Bagaimana saya memengaruhi lingkungan saya, dan bagaimana
lingkungan saya memengaruhi saya?” Dengan menyadari
bagaimana tindakan kita menciptakan masa depan, kita dapat
memilih bibit karma mana yang akan disirami.

27
5

Meditasi Shamatha:
Melatih Batin
Sakyong Mipham Rinpoche
(www.sakyong.com)
Penerjemah: Shierlen Octavia
Meditasi shamatha,atau perhatian penuh,
adalah soal bagaimana membuat batin kita
lebih stabil, lebih berguna.
T
erkadang kita lupa bagaimana ajaran Buddhis muncul.
Kita melupakan alasan Buddha meninggalkan kerajaan
ayahnya. Merasa tidak puas dengan mempertahankan
sebuah ilusi, beliau ingin memahami hidupnya—dan kehidupan
itu sendiri.
Sama halnya dengan Buddha, kebanyakan dari kita ingin
menemukan beberapa kebenaran mendasar tentang kehidupan
kita. Akan tetapi, apakah kita benar–benar mampu mengetahui
apa yang terjadi? Ini adalah pertanyaan yang berhubungan
dengan kebenaran paling mendalam dari ajaran Buddhis. Jawaban
Buddha yaitu, “Ya, kita sangat mampu. Akan tetapi, kita harus
menempuh perjalanan meditasi utnuk menemukannya, sebab
intinya kita tengah berada dalam kondisi kebingungan.” Mengapa
kita terjebak dalam kebingungan? Karena kita tidak memahami
cara kerja batin kita. Proses untuk membenahi kebingungan kita
didasari oleh caara kita mengolah kemampuan untuk mengakrabi,
menyeimbangkan, dan menguatkan batin kita. Berkesadaran
dan penuh pengamatan terhadap apa yang terjadi dalam batin
memberi kita kesempatan untuk melihat level kebenaran yang
lebih mendalam sepanjang waktu. Dalam praktik meditasi, kita
belajar untuk kembali melihat dengan lebih jelas dan mendapat
perspektif yang lebih luas, alih–alih selalu berpikiran sempit.
Buddha memahami bahwa jika kita ingin menempuh
perjalanan macam apa pun—tidak hanya yang bersifat spiritual
namun juga yang sekuler, seperti belajar atau berbisnis—
kita membutuhkan batin yang dapat diajak kerja sama. Kita
membutuhkan batin yang dapat kita andalkan. Itulah gagasan
dari melatih batin, yaitu untuk bekerja sama dengan batin kita
sehingga ia dapat melakukan hal apa pun yang harus ia lakukan.

31
Nutrisi Hati 2

Meditasi shamatha, atau perhatian penuh, adalah soal


bagaimana membuat batin kita lebih stabil, lebih berguna. Dari
sudut pandang ini, shamatha bukan merupakan praktik Buddhis
yang murni; ia adalah praktik yang dapat dilakukan oleh siapa
pun. Shamatha tidak terikat dengan tradisi spiritual tertentu. Jika
kita ingin menghilangkan kebingungan, kita harus mempelajari
apa itu batin dan bagaimana cara kerjanya, tidak peduli keyakinan
apa yang kita pegang.
Kata shamatha berasal dari bahasa Sanskerta (Tib.: shi–ne),
yang artinya “menetap dalam damai”. Ini menggambarkan batin
sebagaimana adanya. Kata “damai” sudah menjelaskan apa
yang perlu dijelaskan. Batin manusia pada dasarnya bahagia,
tenang, dan sangat jernih. Dalam meditasi shamatha, kita
tidak membentuk kondisi yang damai—kita membiarkan batin
sebagaimana adanya sejak semula. Hal ini tidak berarti kita
dengan damai mengabaikan hal–ihwal. Alih–alih, maksudnya
adalah batin mampu mempertahankan kondisinya sendiri tanpa
kehilangan kontrol.
Dalam meditasi, kita belajar untuk menetap dengan tenang:
kita belajar membiarkan diri kita berada di sini dengan damai.
Jika kita mampu mengingat arti kata “shamatha”, kita bisa selalu
menggunakannya sebagai sebuah titik acuan dalam praktik kita.
Kita bisa mengatakan, “Meditasi apa yang saya lakukan? Meditasi
saya adalah shamatha—menetap dengan tenang, dengan damai.”
Di saat yang bersamaan, kita mulai melihat bahwa batin
kita tidak selalu menetap dengan tenang atau damai. Mungkin
ia menetap dengan jengkel, marah, cemburu. Melihat semua hal
ini adalah bagaimana cara kita mulai menguraikan kebingungan
kita. Meditasi adalah praktik yang sangat personal. Seperti halnya
Buddha, kita bisa mendekati meditasi dengan kognisi sahih: “Apa
yang benar–benar sahih?” Apakah kebenaran dari pengalaman

32
Meditasi Shamatha : Melatih Batin

saya?” Kita mulai menyadari apa yang tidak kita ketahui, dan kita
pun ingin tahu.
Dengan melakukan hal tersebut, kita melompat dari
pertanyaan menuju jawaban, dengan setiap jawaban baru
mengarahkan kita pada pertanyaan baru. Dan jika kita bersikeras,
kita mulai mengalami kebenaran lainnya yang telah ditemukan
Buddha: dalam setiap situasi, selalu terdapat sebuah arus
kebenaran. Secara alamiah, setiap jawaban diikuti oleh pertanyaan
berikutnya. Hal ini berjalan dengan mulus.
Dengan praktik dan rasa penasaran yang demikian, Buddha
belajar untuk melihat lanskap kehidupan dengan cara yang jelas
dan tidak bias. Ketika mulai mengajar, beliau pada dasarnya
hanya melaporkan hasil pengamatannya: “Inilah yang kulihat.
Inilah kebenaran tentang hal–ihwal.” Beliau tidak menyajikan
sudut pandang tertentu. Beliau tidak berceramah mengenai
dogma; beliau hanya menunjukkan realitas. Kita melupakan hal
ini. Sebagai contoh, banyak orang akan berkata bahwa salah
satu kunci ajaran dalam Buddhisme adalah karma. Akan tetapi,
Buddha tidak menciptakan karma; Buddha hanya melihat dan
mengakui keberadaan karma. Mengatakan bahwa karma adalah
keyakinan Buddhis adalah ibarat mengatakan bahwa Buddhis
percaya air itu basah. Dan jika kita adalah seorang Buddhis, kita
juga pasti percaya bahwa api itu panas!
Dalam meditasi, apa yang kita lakukan adalah melihat
pengalaman kita dan dunia secara cerdas. Buddha berkata bahwa
inilah caranya memandang situasi apa pun dan memahami
kebenarannya, pesan yang sesungguhnya, realitasnya. Inilah yang
dilakukan seorang Buddha—dan kita semua mampu menjadi
Buddha, terlepas dari apakah kita adalah seorang Buddhis atau
bukan. Kita semua memiliki kemampuan untuk menyadari batin
kita yang secara alamiah bersifat damai dan tanpa kebingungan.

33
Nutrisi Hati 2

Kita dapat menggunakan kejernihan alamiah dari batin kita


untuk berfokus pada hal apa pun yang kita inginkan. Akan tetapi,
pertama–tama, kita perlu menjinakkan batin kita melalui meditasi
shamatha.
Mungkin, kita mengaitkan meditasi dengan spiritualitas
karena ketika kita merasa menetap dengan damai, hal ini terasa
begitu jauh. Batin kita tidak lagi hanyut memikirkan sejuta hal.
Matahari terbit atau angin sepoi–sepoi yang cantik berembus—dan
seketika kita merasakan embusannya dan menikmati keselarasan
yang sempurna. Kita berpikir, “Ini adalah pengalaman yang
sangat spiritual! Ini adalah pengalaman religius! Setidaknya layak
untuk dijadikan sebuah puisi atau diceritakan.” Namun, yang
sebenarnya terjadi adalah: untuk sekejap, kita selaras dengan
batin kita. Batin kita hadir dan harmonis. Sebelumnya, kita sangat
sibuk dan kebingungan sampai–sampai kita tidak menyadari
embusan angin tersebut. Batin kita tidak dapat bertahan cukup
lama untuk melihat matahari terbit, yang kira–kira memakan
waktu dua setengah menit. Sekarang, kita bisa menjaganya cukup
lama untuk mengakui dan menghargai sekeliling kita. Kini, kita
benar–benar berada di sini. Kenyataannya, hal ini merupakan hal
yang biasa–biasa saja. Kita bisa menguasai batin kita. Kita bisa
melatihnya untuk menjadi berguna dan mampu diajak kerja sama.
Ini bukan soal bagaimana menjadi seorang Buddhis; ini adalah
soal bagaimana menjadi seorang manusia.

34
6

Cara Melakukan Shamatha


Sakyong Mipham Rinpoche
(www.sakyong.com)
Penerjemah: Aulia Vriconella
Faktanya, memang ada tahapan meditatif
di mana fungsi daripada indra disangka,
tetapi itu bukanlah pencapaian dari praktik
Shamatha.
D
alam shamatha, atau meditasi berkesadaran, kita mencoba
untuk mencapai batin yang stabil dan damai. Apa yang
kita mulai temukan adalah: kedamaian atau keselarasan
merupakan aspek alamiah dari batin. Melalui praktik shamatha,
kita hanya mengembangkan dan memperkuat aspek alamiah
tersebut, dan akhirnya kita dapat berdiam dengan damai dalam
batin kita tanpa susah payah. Batin kita secara alamiah merasakan
kepuasan.
Poin yang penting adalah: ketika kita berada dalam kondisi
berkesadaran, tetap ada yang namanya kecerdasan. Kita tidak
pingsan. Terkadang, orang berpikir bahwa seseorang yang sedang
dalam meditasi mendalam tidak mengetahui apa pun yang sedang
terjadi–ibarat orang yang tertidur pulas. Faktanya, memang ada
tahapan meditatif di mana fungsi dari panca indra disangkal,
tetapi itu bukanlah pencapaian dari praktik Shamatha.
Membangun Lingkungan yang Tepat untuk Shamatha
Ada beberapa kondisi tertentu yang mendukung praktik
shamatha. Ketika kita menciptakan lingkungan yang sesuai,
praktik pun akan semakin mudah untuk dijalankan.
Sangatlah baik apabila tempat meditasi Anda–tak peduli
apakah ia hanya berupa ruangan kecil di dalam apartemen–
memiliki atmosfer yang sakral dan menyenangkan. Juga
dikatakan bahwa lingkungan tempat Anda bermeditasi haruslah
tempat yang tidak terlalu ramai dan berisiko mengganggu Anda.
Anda juga tidak boleh berada di situasi di mana batin menjadi
cenderung mudah terprovokasi dalam kemarahan, iri hati, dan
emosi lainnya. Jika Anda merasa terganggu atau jengkel, praktik
meditasi Anda akan turut terpengaruh.

37
Nutrisi Hati 2

Memulai Praktik
Saya mendorong orang–orang untuk bermeditasi secara
rutin, tetapi dalam periode waktu yang sebentar, misalnya 10,
15 atau 20 menit. Jika Anda memaksakan praktik terlalu lama,
hal itu dapat mengganggu kehidupan pribadi Anda. Melatih batin
seharusnya sangat, sangat mudah. Jadi, Anda dapat bermeditasi
selama 10 menit di pagi hari dan 10 menit di malam hari, dan
selama waktu tersebut, Anda bisa benar–benar melatih batin.
Lalu, Anda tinggal berhenti, bangun, dan melanjutkan aktivitas.
Sering kali kita hanya membuat diri kita duduk bermeditasi
dan membiarkan batin membawa kita ke mana pun dia pergi.
Kita harus membuat disiplin pribadi. Ketika duduk, kita dapat
mengingatkan diri: “Aku bermeditasi di sini untuk berurusan
dengan batinku. Aku bermeditasi di sini untuk melatih batinku.”
Secara harfiah, akan baik untuk mengatakan ini kepada diri sendiri
ketika Anda duduk bermeditasi. Kita membutuhkan inspirasi
seperti itu saat memulai praktik.

Postur Tubuh
Pendekatan Buddhis mengajarkan bahwa batin dan tubuh
terhubung satu sama lain. Energi mengalir lebih baik saat tubuh
dalam posisi tegak; ketika tubuh bungkuk, aliran energi akan
berubah dan secara langsung memengaruhi proses berpikir Anda.
Jadi, ada yoga terkait hal ini. Kita duduk tegak bukanlah untuk
menjadi anak sekolah yang baik. Postur tubuh kita memang
benar–benar memengaruhi batin.
Mereka yang membutuhkan kursi untuk bermeditasi
haruslah duduk tegak dengan kaki menyentuh lantai. Mereka
yang menggunakan bantal meditasi seperti zafu atau gomden
harus menemukan posisi yang nyaman dengan kaki bersilang dan
telapak tangan diletakkan di atas paha. Pinggul Anda tidak boleh

38
Cara Melakukan Shamatha

terlalu maju karena akan menyebabkan ketegangan, juga tidak


boleh terlalu ke belakang sampai menjadi bungkuk. Anda harus
memiliki perasaan yang stabil dan mantap.
Ketika kita duduk bermeditasi, hal pertama yang penting
untuk dilakukan adalah sungguh–sungguh berdiam dalam tubuh
kita–benar–benar merasakan tubuh kita sendiri. Sering kali kita
memuji diri sendiri dan merasa telah melakukan praktik, tetapi
kita bahkan tidak bisa merasakan tubuh kita sendiri; kita tidak
tahu di mana tubuh kita berada. Jadi, ketika memulai sebuah sesi
meditasi, gunakan waktu pertama untuk mengatur postur Anda.
Anda dapat merasakan bahwa tulang belakang Anda akan tertarik
ke atas dari kepala Anda. Dengan cara ini, postur tubuh Anda
akan menegak, dan Anda dapat melanjutkan meditasi.
Prinsip dasarnya adalah menjaga agar postur tubuh tetap
tegak dan lurus. Anda berada dalam situasi yang solid: bahu
sejajar, pinggang sejajar, tulang punggung tersusun rapi. Anda
dapat memvisualisasikan tulang Anda berada di tempat yang
sesuai dan membiarkan daging Anda melekat di struktur tersebut.
Kita menggunakan postur tubuh ini untuk tetap santai dan sadar.
Praktik yang kita lakukan sangatlah saksama: Anda haruslah
sangat sadar walaupun dalam keadaan tenang. Jika Anda menjadi
bosan, berkabut, mengantuk, tumpul, atau tertidur, Anda harus
kembali memeriksa postur tubuh.

Pandangan Mata
Untuk praktik shamatha yang ketat, pandangan mata harus
fokus ke bawah, terarah beberapa inci di depan hidung Anda.
Mata terbuka tetapi tidak melotot, pandangan mata lembut. Kita
mencoba untuk mengurangi masukan dari panca indra sebanyak
mungkin. Orang mengatakan, “Haruskah kita menyadari
lingkungan tempat kita berada?” Tetapi itu bukanlah hal penting

39
Nutrisi Hati 2

dalam praktik ini. Kita hanya mencoba untuk bekerja dengan


batin, dan semakin kita membuka pandangan kita, akan semakin
terganggu pula diri kita. Ini ibarat sebuah lampu yang menyinari
seluruh ruangan dan secara tiba–tiba terfokus tepat di hadapan
Anda. Anda secara sengaja mengabaikan apa yang berada di
sekitar. Anda meletakkan kuda batin dalam sebidang tanah yang
lebih kecil.

Napas
Ketika kita melakukan praktik shamatha, kita menjadi lebih
akrab dengan batin kita, dan secara khusus, kita belajar untuk
mengenali pergerakan batin, yang kita rasakan sebagai pikiran–
pikiran. Kita melakukannya dengan menggunakan objek meditasi
untuk menyediakan kontras terhadap apa yang terjadi dalam
batin kita. Ketika kita mulai memikirkan sesuatu, kesadaran
ihwal objek meditasi akan membawa kita kembali. Kita dapat
meletakkan sebuah batu di depan kita dan menggunakannya
untuk memfokuskan batin kita, tetapi menggunakan napas sebagai
objek meditasi sangatlah membantu kita dalam bersantai.
Ketika Anda memulai praktik, Anda dapat merasakan tubuh
Anda dan di mana Anda berada, dan kemudian Anda mulai
menyadari napas. Keseluruhan napas sangatlah penting. Napas
tidak boleh dipaksakan; alih–alih, bernapaslah secara alami.
Bernapaslah masuk dan keluar, masuk dan keluar. Dengan setiap
napas, Anda akan menjadi lebih santai.

Pikiran–pikiran
Tidak peduli pikiran seperti apa yang muncul, Anda harus
mengatakan pada diri sendiri, “Mungkin itu adalah masalah yang
sangat penting dalam hidupku, tetapi sekarang bukanlah waktunya
untuk memikirkan hal itu. Sekarang aku sedang mempraktikkan

40
Cara Melakukan Shamatha

meditasi.” Poinnya adalah seberapa jujur Anda, dan seberapa


Anda dapat menjadi diri sendiri, selama setiap sesi meditasi.
Terkadang, pikiran setiap orang akan mengembara. Anda
mungkin berpikir “Aku tidak percaya aku dapat terjebak dalam
sesuatu seperti itu.” Tetapi, janganlah terlalu diambil hati. Cobalah
untuk menjadi senetral mungkin. Batin akan menjadi liar dan kita
harus mengenali hal tersebut. Kita tidak dapat memaksakan diri
sendiri. Jika kita mencoba untuk terbebas dari konsep sepenuhnya,
untuk terbebas dari pikiran yang melompat–lompat, hal tersebut
takkan mungkin terjadi.
Jadi, melalui proses pelabelan, kita secara sederhana
melihat proses melompatnya pikiran. Ketika sadar bahwa pikiran
kita telah mengembara, secara mental kita melabelinya “pikiran”–
dengan lembut dan tanpa menghakimi, lalu kembali ke napas.
Ketika kita memiliki sebuah pikiran–tak peduli seberapa liar atau
ganjilnya ia–lepaskan dan kembalilah ke napas, kembalilah ke
situasi saat ini.
Setiap sesi meditasi adalah perjalanan untuk menemukan
dan memahami kebenaran yang mendasar tentang diri kita.
Awalnya, pelajaran meditasi yang paling penting adalah melihat
kecepatan batin kita. Tetapi, tradisi meditasi mengatakan bahwa
batin tidak harus seperti ini; ia hanya belum diajak kerja sama.
Apa yang kita bicarakan sangatlah praktis. Praktik shamatha
itu mudah dan sangat bisa dikerjakan. Dan karena kita bekerja
dengan batin yang mengalami kehidupan secara langsung, maka
kita sebenarnya telah melakukan hal yang luar biasa dengan
hanya duduk dan tidak melakukan apa–apa.

41
7

Bagaimana Cara Mempraktikkan


Zazen?
Jules Shuzen Harris
Penerjemah: Hendry Gunawan
Zazen sering kali meliputi praktik yang
spesifik,misalnya menghitung napas
kita, untuk memfokuskan perhatian dan
mengembangkan kekuatan konsentrasi kita.
A
da beberapa jenis meditasi yang memberi kita kesempatan
untuk melatih ketenangan dan membuka ruang dalam
hidup kita. Salah satunya, zazen, mempunyai pengajaran
dari sisi luar dan dalam tentang cara melibatkan kesadaran kita
dalam momen sekarang yang segera dan bebas tafsir. Zazen adalah
soal menjadi sadar sekaligus melepas, mengalami kesadaran
momen sekarang kita tanpa pemikiran atau cerita apa pun.
Sebagai jenis meditasi utama dalam Buddhisme Zen, zazen
biasanya digabungkan dengan studi dan ajaran untuk membantu
mengembangkan kejernihan yang lebih besar dalam praktik
kita. Zazen sering kali meliputi praktik yang spesifik, misalnya
menghitung napas kita, untuk memfokuskan perhatian dan
mengembangkan kekuatan konsentrasi kita.
Belakangan, manfaat praktis dari meditasi telah menjadi fokus
utama. Meditasi diyakini mampu mengurangi stres, tekanan darah
rendah, dan sangat efektif untuk mengatasi depresi, kegelisahan, dan
kemarahan. Semua ini adalah alasan yang baik untuk bermeditasi,
tetapi pada akhirnya, Buddhis mempraktikkan zazen dan aneka
meditasi lainnya untuk menyadari apa yang Buddhisme sebut sebagai
hakikat asli, yang berada di luar identitas–diri (berikut dengan segala
pembatasan sukarelanya). Dari sudut pandang Buddhis, masalah
utama kita adalah kemelekatan pada gagasan menipu tentang siapa
kita, dan apa yang perlu kita dilakukan agar delusi ini terjaga.
Untuk membuat kemajuan yang sesungguhnya dalam zazen,
kita harus membuat komitmen yang tulus untuk berpraktik. Kita
mungkin tidak menyadari perubahan dramatis dalam kehidupan kita
secara langsung, tetapi itu tidak masalah. Salah satu aspek terkait
cara berhubungan dengan praktik kita adalah mendekatinya dengan

45
Nutrisi Hati 2

keseimbangan antara usaha dan kesabaran. Untuk menemukan


sesuatu yang berada di luar gagasan kita ihwal diri, kita harus terlibat
dalam pengalaman praktik kita sendiri. Buku dan artikel, sebagus
apa pun tulisannya, tidak dapat menyediakan ini.
Ada baiknya kita duduk di pagi hari, memulainya dengan 10
menit setiap harinya di minggu pertama. Ketika praktik meningkat,
secara bertahap tambah waktunya menjadi 20–30 menit per hari.
Berikut adalah beberapa petunjuk sederhana untuk memulainya:
Ruang
Temukan tempat yang sunyi untuk duduk. Akan lebih baik
jika tempatnya tidak berantakan, bebas dari sebanyak mungkin
gangguan. Usaha untuk menciptakan ruang yang tenang dan
rapi mencerminkan kepedulian kita terhadap praktik, dan juga
mendukung aspek interior dari zazen kita. Sebuah zabuton (alas yang
lembut) dan zafu (dudukan) akan membantu kita untuk duduk tegak.

Postur
Berikan perhatian yang teliti pada tubuh dan postur. Jika
kita baru memulai praktik, cobalah beberapa cara berbeda untuk
duduk agar bisa menemukan satu posisi yang nyaman. Ada
beberapa pilihan. Duduk dengan dua kaki saling bersilangan
sehingga masing–masing kaki bertumpu pada paha kaki yang
lain (teratai penuh); duduk dengan satu kaki bertumpu di atas
betis kaki yang lain (setengah teratai); duduk bertumpu pada lutut
dengan kedua kaki terlipat ke belakang (menduduki bantal seperti
pelana); duduk di bangku rendah dengan kaki terselip di bawah
bangku; atau duduk di kursi biasa (yang berpunggung lurus).

Kenyamanan
Posisi duduk yang terbaik bagi kita setengahnya tergantung
pada kelenturan kita. Peregangan sebelum duduk akan membantu

46
Bagaimana Cara Mempraktikkan Zazen?

meringankan otot yang tegang dan ketidaknyamanan. Ketika


praktik meditasi kita berkembang, rasa sakit yang mungkin kita
alami di awal takkan lagi begitu terasa. Meskipun mungkin ada
beberapa ketidaknyamanan saat anggota tubuh meregang dengan
cara yang tidak biasa, secara bertahap tubuh akan menyesuaikan
diri.

Perhatian
Apa pun posisi yang kita pilih, punggung dan kepala
harus tegak. Telinga harus sejajar dengan bahu, dan dagu harus
sedikit menunduk. Duduk tenang dengan mata yang terbuka dan
tidak fokus. Turunkan pandangan ke sudut 45 derajat. Arahkan
perhatian pada napas. Pertama, tarik dan hembuskan napas
melalui mulut sembari menggoyangkan tubuh ke kanan dan ke
kiri 3 kali. Tempelkan kedua telapak tangan untuk membentuk
mudra zazen (telapak kiri diletakkan di atas telapak kanan sembari
menghadap ke atas, dengan kedua ujung ibu jari bersentuhan).

Napas
Sekarang, kita siap untuk berkonsentrasi pada napas.
Fokus pada tarikan napas dan hitung satu, kemudian fokus
pada embusan napas dan hitung dua. Tarik napas lagi, hitung
tiga, dan embuskan lagi, hitung empat. Tujuannya adalah untuk
dapat berhitung sampai sepuluh tanpa satu pun pikiran melintas
di benak kita. Jika pikiran tiba–tiba datang, mulai lagi dari awal.
Bernapaslah melalui hidung secara alamiah tanpa memaksakan
ritmenya.

Pikiran
Cobalah untuk tidak berusaha menghentikan pikiran—
biarkan ia berhenti sendiri. Ketika pikiran muncul, biarkan ia masuk

47
Nutrisi Hati 2

dan biarkan ia pergi. Batin kita akan mulai merasa tenang. Tidak
ada hal yang datang dari luar batin. Batin mencakup segalanya;
ini adalah pemahaman sejati tentang batin.
Batin mengikuti napas. Selagi kita mengikuti napas, hilangkan
gagasan “Aku sedang bernapas.” Tiada batin, tiada jasmani—
cukup sadari momen bernapas. Hilangkan ide tentang waktu dan
ruang, jasmani dan batin; “cukup” duduk saja.

48
8

Meditasi Saja Tidak Cukup


Judy Lief
Penerjemah: Christopher Muchtar
Dalam tradisi Buddhis, meditasi sering
kali disajikan dalam konteks pandangan,
meditasi, dan tindakan. Masing-masing dari
ketiga konteks ini penting sebagai sebuah
sistem pengawasan dan keseimbangan.
K
ita semua memiliki prasangka, kita semua memiliki
pandangan. Kita tidak hanya memiliki ide–ide, tetapi kita
juga memiliki pendapat dan penilaian yang tak terhitung,
khususnya tentang orang lain. Kita bisa berharap untuk terbebas
dari ikatan tersebut, tapi sering kali apa yang kita lakukan adalah
menukar satu prasangka dengan prasangka lainnya. Apakah
meditasi saja cukup?
Praktik meditasi berkesadaran (shamatha) tidak berlangsung
dalam ruang hampa udara. Ia terjadi dalam konteks dan sudut
pandang tertentu. Dalam tradisi Buddhis, meditasi sering kali
disajikan dalam konteks pandangan, meditasi, dan tindakan.
Masing–masing dari ketiga konteks ini penting sebagai sebuah
sistem pengawasan dan keseimbangan.

Pandangan
Jika kita tidak memahami pandangan, praktik meditasi
bisa menjadi sebuah perangkap alih–alih suatu cara untuk
membebaskan diri dari tipuan. Tanpa pemahaman nontheisme
dan motivasi untuk menguntungkan orang lain, praktik meditasi
dapat merosot menjadi penyerapan diri dan pelarian. Alih–alih
melepaskan ego dan kemelekatan, kita malah mengencangkan
ketidaktahuan dan keserakahan kita.
Alih–alih menghubungkan kita dengan dunia kita, meditasi
dapat menarik kita menjauhinya. Praktik meditasi bahkan bisa
menjadi alat kekerasan, cara untuk mengosongkan pikiran
sebelum berangkat untuk melakukan pembunuhan berikutnya.
Meditasi sebenarnya bukan hal gaib yang menyembuhkan
segalanya. Pemahaman dan motivasi yang tepat sangatlah

51
Nutrisi Hati 2

penting. Pandangan memberitahukan tata cara berpraktik.


Sama halnya, meditasi menyeimbangkan pandangan.
Praktik meditasi merupakan cara untuk melepaskan kekakuan
kita. Tanpa latihan, bahkan pandangan yang paling menginspirasi
sekali pun bisa menjadi ideologi yang kaku. Praktik meditasi
menunjukkan cacat dan keterbatasan dari sikap memegang
pandangan secara kaku.
Kita melihat sifat alamiah dari kemelekatan kita pada
pandangan tertentu, dan kesederhanaan dari membiarkan
pandangan tersebut melebur. Ironinya adalah: motivasi dan
pandangan yang tepat itu penting, dan pada saat yang bersamaan,
penting juga untuk tidak mencengkeram pandangan apa pun.

Tindakan
Tindakan, selaku komponen ketiga, adalah keseimbangan
bagi pandangan dan meditasi. Meditasi takkan begitu berarti
jika ia tidak memiliki efek pada kehidupan kita. Sama halnya,
kita bisa saja diisi oleh kata–kata kosong yang tidak menuntun
ke perubahan apa pun dalam hidup atau hubungan kita dengan
pihak lain. Kita perlu bertindak berdasarkan pemahaman dan
kesadaran kita.
Tindakan, seperti halnya pandangan dan meditasi, tidak
berdiri sendiri. Tindakan tanpa pandangan yang jernih adalah
kekeliruan dan cenderung menyebabkan lebih banyak bahaya
daripada manfaat. Dan tindakan tanpa meditasi cenderung
berubah menjadi sesuatu yang terburu–buru dan kompleks alih–
alih sesuatu yang luas dan sederhana. Tapi, jika ketiga faktor ini
dalam keadaan seimbang, pandangan yang jernih dan kesadaran
meditatif akan melingkupi semua aktivitas kita.
Dalam jalan Buddhis, kita membawa bersama tindakan,
pandangan, dan praktik kita. Ini adalah keseimbangan dalam

52
Meditasi Saja Tidak Cukup

kesadaran, wawasan, dan tindakan, yang bekerja sama secara


selaras. Dengan cara ini, energi kita tidak lagi terbagi atau terpecah;
alih–alih, kita sepenuhnya hadir dalam apa pun yang kita lakukan.
Itulah arti dari menjadi seorang manusia sejati.
Dalam Buddhisme, poinnya bukanlah melulu untuk
menjadi meditator yang berhasil, tapi untuk mengubah cara kita
memandang keseluruhan hidup kita. Meditasi bukan sekadar
teknik yang berguna atau olahraga mental, tetapi bagian dari
sebuah sistem keseimbangan yang dirancang untuk mengubah
cara kita berpikir tentang suatu hal pada tingkat paling dasar.
Dalam konteks ini, ia merupakan cara untuk menyingkap dan
mencabut inti permasalahan dari keserakahan dan kemelekatan
yang memisahkan kita dari pihak lain dan menyebabkan
penderitaan tiada berujung.

Tidak Hanya Meditasi


Ada beragam jenis meditasi dan perbedaan konteks di
dalamnya. Bahkan dalam tradisi Buddhis, ada berbagai macam
meditasi dan perbedaan pendapat tentang apa itu meditasi.
Namun, kapan pun ia muncul, ia selalu diwarnai oleh aneka
macam prasangka. Sekarang ini, orang memetik teknik seperti
meditasi dari konteks tradisional mereka, mencampur dan
memadukan praktik–praktik itu dari tradisi yang berbeda–beda,
dan menerapkannya dalam konteks baru.
Praktik meditasi semakin sering disajikan dalam tampilan
sekuler yang bebas dari jebakan keagamaan. Di Amerika Serikat,
meditasi ditempatkan dalam kategori umum “teknik menolong
diri sendiri.” Sebagai hasilnya, bagi banyak orang, meditasi telah
kehilangan aspek mistisnya. Mereka melihatnya sebagai satu
aspek dari gaya hidup sehat, seperti halnya berolahraga atau
makan makanan sehat.

53
Nutrisi Hati 2

Meditasi digunakan sebagai terapi, untuk menenangkan


orang, sebagai penyembuhan (untuk menurunkan tekanan darah
atau menghadapi rasa sakit), dan bahkan sebagai cara untuk maju
dalam bisnis, atau memenangkan pertandingan. Meditasi secara
perlahan telah menjadi hal yang umum. Ini sama seperti apa yang
terjadi pada praktik yoga; dulu ia dipandang sebagai sistem yang
canggih dalam pelatihan spiritual, sekarang ia diberikan secara
teratur. Mungkin ada sebuah teknik di sana, tetapi tidak ada hati
yang terlibat.
Ada bahaya bahwa praktik meditasi dapat direduksi dengan
cara yang sama. Teknik yang sebenarnya dirancang untuk
melemahkan kekuatan ego yang mencengkeram dapat menjadi
hiasan lain dari ego kita.

54
9

Saat Retret, Tutup Semua


Jalan Keluar
Andrew Holecek
Penerjemah: Hema Mitta Kalyani
Berhenti dan berdiamlah dalam keheningan
retret, yang menyingkirkan kamuflase
gerakan, dan semua hal yang tak pernah
dilihat sebelumnya akan keluar dari tempat
persembunyian.
P
rinsip retret sangat berkaitan dengan kekuatan lingkungan.
Cobalah melangkah ke Times Square atau Strip di Vegas,
contoh–contoh nyata dari lingkungan anti–retret, dan Anda
akan merasakan gangguan yang luar biasa. Aktivitas yang terus–
menerus dan kegaduhan dari zaman pascamodern melempar
batin dari kedalamannya yang tenang ke tempat yang dangkal,
di mana ketidakpuasan dan penderitaan berkobar. Itu adalah
tanda dari Kali Yuga, masa kegelapan. Di sisi lain, cobalah datang
ke biara Zen atau Katedral St. Paul, dan batin yang retak dapat
disembuhkan oleh lingkungan yang penuh kedamaian.
Sebelum batin meditatif yang baru tumbuh bisa berdiri
sendiri dan berjalan dengan penuh percaya diri ke dalam dunia
ini, ia membutuhkan kestabilan lingkungan untuk memeliharanya
agar tetap berkembang sesuai rencana. Ia membutuhkan inkubator.
Retret memberikan lingkungan tersebut, di mana kualitas bawaan
dari batin yang tersadarkan diizinkan untuk muncul dan tumbuh
dewasa.
Berhenti dan berdiamlah dalam keheningan retret, yang
menyingkirkan kamuflase gerakan, dan semua hal yang tak pernah
dilihat sebelumnya akan keluar dari tempat persembunyian.
Yang pertama adalah kegilaan dari batin yang belum dijinakkan.
Anda bisa merasa seperti kuda jantan liar yang ditambatkan ke
tiang. Itulah mengapa meditator pemula sering mengeluh bahwa
meditasi malah memperburuk hal–ihwal. Itu tidak benar. Meditasi,
dan khususnya retret, hanya mengungkapkan betapa buruknya
keadaan saat ini.
Hal yang kedua adalah melihat bahwa ada jalan keluar.
Namun, jalan keluar tersebut bukanlah rute yang biasa. Trungpa

57
Nutrisi Hati 2

Rinpoche berkata, “Tidak ada jalan keluar. Kuncinya adalah


menemukan jalan masuk.” Menemukan putaran balik adalah
esensi dari retret. Seperti kata Pema Chodron, “Kebijaksanaan
dari ketiadaan jalan keluar.”
Retret bukan untuk orang yang lemah. Butuh keberanian
untuk menghadapi batin sendiri. Namun, jika kita ingin mencapai
kebahagiaan sejati, atau dengan kata lain: pencerahan, maka
tak ada cara lain. Cepat atau lambat, Anda tidak dapat lari lagi
dan harus menghadapi batin Anda, atau Anda akan selamanya
terjebak oleh isi batin, membelenggu diri pada setiap pikiran
menarik yang muncul, dan menjadi tahanan diri sendiri.
Untuk mencapai kebebasan penuh, untuk memotong
belenggu, Anda harus menutup semua jalan keluar konvensional
dan menjadi diri sendiri, masuk ke dalam diri Anda sendiri.
Manfaat akan mulai terlihat saat rintangan awal dilewati dan batin
mulai berdiam dalam retret. Batin menajam dan hati membuka.
Stabilitas dan ketenangan hati berkembang. Kebaikan dan welas
asih tumbuh. Dunia menjadi lembut karena Anda melembut.
Kedisiplinan, kesabaran, dan penyesuaian diri menjadi matang.
Semua kualitas tercerahkan yang menjadi hak lahiriah kita
terwujud menjadi nyata. Ketika awan pergi, matahari keberadaan
kita secara alamiah akan bersinar.
Meskipun retret itu berharga, kita tidak ingin membuatnya
terlalu berharga. Retret akan menjadi musuh jika kita
menggunakannya sebagai bentuk halus dari pelarian. Jalan
tikus spiritual juga bersembunyi dalam bayang–bayang retret,
siap untuk memancing meditator yang kurang awas. Jika Anda
mengikuti retret karena ingin melewati tuntutan hidup, Anda telah
terjebak dalam jebakan ini.
Kita tidak bisa hanya hidup dalam inkubator, jadi ketika
batin bisa menahan arus dari dunia yang meloncat–loncat, kita

58
Saat Retret, Tutup Semua Jalan Keluar

harus masuk ke dunia itu untuk membantu batin. Literatur Buddhis


menawarkan berbagai rujukan ke kekuatan psikis (siddhi), yang
terdiri dari 2 bentuk. Siddhi relatif, yang bisa berkembang dalam
retret, adalah kewaskitaan dan sejenisnya, dan ia dapat digunakan
untuk membantu orang lain. Artinya, Anda memiliki kekuatan
atas dunia. Namun, bila seseorang lengah, siddhi relatif dapat
berubah menjadi jebakan penyihir; ego menyelinap kembali untuk
mengambil alih kekuatan itu.
Retret juga mengembangkan siddhi absolut, yang jauh lebih
penting, karena pada saat itulah dunia tidak lagi memiliki kendali
atas diri Anda. Anda sekarang dapat melangkah sepenuhnya ke
dalam dunia tanpa dapat dikendalikan olehnya. Melalui retret yang
ekstensif, hati dan pikiran menjadi tenang dan secara berangsur–
angsur membuka. Anda merasakan segala sesuatu dengan lebih
baik, tetapi semua itu melukai Anda lebih sedikit. Anda tidak lagi
memberi mereka tempat mendarat.
Di kamar belajar, saya memiliki foto Thich Quang Duc,
“Biksu yang terbakar”, yang mengorbankan dirinya sendiri untuk
memprotes perang Vietnam. Itu adalah hal yang tidak dapat
dipahami: seorang manusia duduk dengan begitu tenang selagi
nyala api memakan tubuhnya. Bagaimana itu mungkin? Bagaimana
seseorang dapat duduk dengan tenang di bawah kondisi yang sangat
ekstrem? Alasannya: api tidak dapat membakar ruang (batin).
Ketika hati dan pikiran membuka, mereka menyatu dengan
ruang, menjadi tidak terhancurkan. Ruang dalam ini tidaklah sama
dengan ruang luar, tetapi juga tidak berbeda. Ruang itu unik. Ia
adalah hal paling lembut sekaligus paling keras di dunia. Anda
tidak bisa memotongnya, mengebomnya, atau membakarnya.
Tidak ada yang dapat mendarat pada ruang. Ia memegang
segalanya tanpa terpengaruhi oleh apa pun; lingkungan paling
hebat. Itulah batin meditatif. Itulah batin retret.

59
Nutrisi Hati 2

Menjelang akhir hidupnya, seorang bijak bernama


Jidu Krishnamurti ditanya tentang rahasia ketenangan serta
kebahagiaannya yang tak terkondisi. Jawaban beliau sangat
mencengangkan: “Saya tidak peduli apa yang terjadi.” Ketika
Anda damai di dalam, Anda tidak peduli dengan api di luar.
Inilah momen ketika retret akhirnya membawa Anda–
ke pusat diri yang abadi, ke hati dan pikiran yang terdalam. Ia
sejuk dan hangat pada saat yang bersamaan, tanpa diri namun
penuh dengan makhluk lain, pertemuan antara ruang dalam dan
ruang luar. Dan dari ruang yang berpusat sekaligus tanpa pusat
itu, Anda bisa melangkah tanpa takut ke dalam dunia untuk
menyembuhkannya. Ketika Anda beroperasi dari ruang ini, tak
ada yang bisa menyentuh Anda.
Dengan retret, kita masuk kembali ke dalam diri agar dapat
melangkah lebih baik menuju pihak lain. Dengan prinsip yang
sama seperti jawaban Krishnamurti, saya akan menambahkan:
“Saya tidak peduli apa yang terjadi pada saya, tetapi saya peduli
apa yang terjadi pada Anda.”

60
10

Ketika Retret Berakhir


Staf Lion’s Roar dan Yongey
Mingyur Rinpoche
Penerjemah: Wilson
Ada 3 hal yang paling penting : motivasi,
keseimbangan, dan tidak melekat pada
pengalaman meditasi.
A
pa yang harus kita lakukan untuk dapat menopang dan
melatih pemahaman yang telah didapatkan pada saat
retret segera setelah retret tersebut berakhir?
Pertama, kita harus melakukan meditasi formal secara rutin.
Tidak perlu lama–mungkin setengah jam cukup, tergantung waktu
dan kemauan kita. Pertimbangkan untuk terus meningkatkan
waktu meditasi, namun jangan berharap terlalu banyak. Penting
untuk membentuk sebuah kebiasaan, entah itu hanya 10 atau 30
menit, karena meskipun seseorang suka meditasi, meditasi yang
menjadi sebuah rutinitas biasanya tidak akan dilakukan.
Beberapa orang mengatakan mereka tidak suka melihat
Facebook terlalu sering dan berpikir bahwa hal tersebut
membuang–buang waktu mereka, tetapi kenyataannya mereka
tidak dapat mengontrol kebiasaan tersebut. Untuk menghilangkan
sebuah kebiasaan, kita perlu membentuk sebuah kebiasaan baru.
Kebiasaan baru tersebut dapat terbentuk sekitar 20–30 hari. Kita
perlu menargetkan meditasi formal yang dapat kita lakukan secara
rutin–tak peduli apakah kita suka atau tidak–dan setelah 30 hari,
meditasi tersebut akan lebih mudah untuk dipertahankan.
Kita juga perlu melakukan meditasi informal, yang dapat
kita lakukan di mana pun dan kapan pun–ketika sedang berjalan,
makan, rapat, nonton TV, dan bermain Facebook. Tidak perlu
mencari bantal duduk atau berpostur tegak; cukup sadari napas
kita walau hanya beberapa detik. Melakukan praktik meditasi ini
setiap hari dapat membantu mempertahankan pengalaman retret.

“Setelah retret, akan terasa sulit atau malah mengecewakan untuk


kembali ke kehidupan sehari–hari. Mengapa hal tersebut terjadi?
Apakah ekspektasi kita terlalu tinggi?”

63
Nutrisi Hati 2

Ini tergantung pada teknik meditasi yang dilakukan pada


saat retret. Ada begitu banyak kesalahpahaman terkait meditasi
–beberapa orang berpikir meditasi berarti tidak berpikir sama
sekali atau sekadar berkonsentrasi atau merasakan kenikmatan.
Jika kita berpikir tujuan dari retret adalah membuat batin lebih
tenang dan damai, bebas dari pikiran dan emosi, batin kita malah
berisiko melekat pada kondisi tersebut. Poin utama dari meditasi
yang sebenarnya adalah mengubah batin, bukan untuk mencari
kedamaian dan ketenangan.
Bahkan pikiran dan emosi dapat berubah menjadi meditasi.
Seperti halnya kita menyadari setiap napas yang keluar dan
masuk, kita juga dapat mengamati pikiran, emosi, dan rasa sakit
yang keluar dan masuk. Secara perlahan, segala sesuatu menjadi
pendukung meditasi, dan kesenjangan antara berada di retret dan
keluar dari retret pun berkurang.

“Anda mengalami kondisi yang sangat sulit selama retret, dan


terkadang mengalami sakit. Namun, kondisi tersebut malah
digambarkan sebagai saat terbaik dalam hidup Anda. Mengapa?”

Sejak masih kanak–kanak, saya selalu ingin melakukan retret


di gunung karena saya mencintai gunung dan gua. Saya menyukai
penjelajahan, dan hal ini merupakan sebuah pertualangan.
Dengan perjalanan retret ini, saya juga menginginkan peningkatan
dalam pengalaman meditasi saya serta mempelajari lebih banyak
tentang kehidupan. Saya dulu punya fantasi tentang sebuah
perjalanan retret, tetapi realitasnya cukup berbeda.
Pada awalnya, saya mempunyai uang sekitar 2.000 Rupee,
tetapi setelah 3 minggu, saya kehabisan uang dan harus tinggal
di jalanan. Saya melewati malam pertama yang sulit. Saya
harus mengemis untuk makan, dan akhirnya malah keracunan
makanan. Saya muntah–muntah dan mencret selama 3 hari dan

64
Ketika Retret Berakhir

berpikir saya akan meninggal. Saya bingung: apakah saya tetap


melanjutkan perjalanan ini atau pulang ke rumah? Walaupun
saya telah melatih meditasi untuk waktu yang lama, saya tetap
memiliki banyak kemelekatan. Saya berusaha mengatasinya,
melepaskannya satu per satu seperti lapisan bawang, tetapi ia
tidak pernah habis. Setelah 3–4 jam, akhirnya saya memutuskan
untuk tetap tinggal, dan jika saya harus meninggal, ya sudahlah.
Saya mulai mempraktikkan meditasi kematian. Tubuh mulai mati
rasa, segala sesuatu membusuk. Saya tidak dapat melihat dan
mendengar. Tubuh saya mulai kaku, tetapi batin saya tetap jernih
–melampaui waktu, tiada di dalam ataupun luar, bagai langit yang
cerah dengan sinar matahari. Saya berada dalam kondisi tersebut
selama kurang lebih 6 jam.
Ketika saya membuka mata dan melihat sekitar, semuanya
terlihat berharga. Jalanan terlihat seperti rumah, dan pepohonan,
berikut dinding–dinding yang rusak, terlihat sangat indah. Saya
merasa bersyukur dan bahagia. Ketika akhirnya sadar, saya
merasa kehausan, tetapi setelah hanya beberapa langkah, saya
segera tidak sadarkan diri. Beruntungnya, seseorang membawa
saya ke rumah sakit. Karena saya tumbuh besar di keluarga yang
baik dan selalu memiliki teman yang baik serta murid yang siap
sedia, saya dapat hidup layaknya kepompong. Jika saya tidak
melakukan perjalanan retret ini, saya takkan pernah merasakan
pengalaman seperti ini.

“Sekitar 1 tahun telah berlalu sejak Anda merampungkan


perjalanan retret. Bagaimana pengalaman tersebut memengaruhi
hidup Anda? Apakah ada yang berubah?”

Perjalanan tersebut memberikan manfaat besar bagi meditasi


saya–meditasi saya sebelum dan setelah retret sangat jauh berbeda.
Sekarang saya merasa lebih percaya diri, yakin dan punya

65
Nutrisi Hati 2

pijakan. Walaupun emosi negatif, rasa sakit, dan masalah tetap


bermunculan, batin saya merasa tenang.

“Apa yang akan Anda katakan kepada seseorang yang akan


memutuskan untuk melakukan retret?”

Ada 3 hal yang paling penting: motivasi, keseimbangan,


dan tidak melekat pada pengalaman meditasi. Jangan terlalu
banyak berharap pada retret. Cukup pikirkan bahwa kita akan
melakukan retret, tidak peduli apakah ia akan berjalan baik atau
tidak. Asalkan kita tidak membunuh seseorang dalam satu minggu
itu, maka semuanya akan baik–baik saja. Lakukan yang terbaik,
dan untuk motivasinya, pikirkan, “Aku akan melakukan retret tidak
hanya untuk kebaikan diriku sendiri, tetapi juga untuk temanku,
keluargaku, masyarakat dan dunia. Jika kita seorang Buddhis,
bangkitkan bodhicita untuk semua makhluk sehingga mereka bisa
menyadari hakikat sejati mereka dan tersadarkan.
Terkadang, retret bisa menjadi pengalaman yang luar biasa,
dan terkadang pula, batin kita liar, penuh dengan pemikiran dan
emosi. Jangan pedulikan apakah pengalaman kita damai atau
tidak. Cukup coba sesuatu yang saya sebut “meditasi nol”. Meditasi
nol berarti meditasi di mana kita hanya bermeditasi tanpa berpikir
apakah kita akan memperoleh pengalaman meditasi atau tidak.
Usaha tersebut akan menuntun kita ke meditasi yang otentik di
masa depan. Jadi, jangan berdiam pada pengalaman meditasi;
cukup berdiam pada harapan untuk bermeditasi. Inilah caranya
kita menemukan keseimbangan batin–cobalah sebaik mungkin,
tetapi jangan berpegang teguh pada hasilnya. Jika kita mengalami
kondisi yang menyenangkan atau non–konseptual, jangan berpikir,
“Aku telah mencapai pencerahan” atau “Pengalaman ini akan
bertahan selamanya.” Itu adalah pemikiran yang mencengkeram
dan kemelekatan. Tidak masalah jika kita memiliki pengalaman

66
Ketika Retret Berakhir

meditasi yang baik dan mensyukuri hal tersebut. Namun, jangan


melekat padanya. Hari ini kita bisa saja memiliki pengalaman
meditasi yang luar biasa, tapi siapa yang tahu hari esok akan
seperti apa?

67
11

Jalan melalui Rintangan


Sakyong Mipham Rinpoche
(www.sakyong.com)
Penerjemah: Yelina Kitty
Faktanya, semakin banyak kita berlatih,
semakin besar pula rintangan yang datang.
A
pa pun tingkatan latihan meditasi kita, selalu ada rintangan.
Orang Tibet menyebut rintangan sebagai parche, yang
artinya “pemotong kemajuan kita.” Faktanya, semakin
banyak kita berlatih, semakin besar pula rintangan yang datang.
Tetapi, ketika kita memahami rintangan sebagai bagian dari jalan
spiritual, kita dapat belajar lebih banyak dari setiap rintangan.
Rintangan dapat menjadi pesan, sinyal yang kita butuhkan untuk
sadar dan melihat peristiwa yang sedang terjadi. Pada level yang
lebih dalam, rintangan merupakan bagian dari perjalanan kita.
Ada rintangan luar, dalam, dan rahasia. Rintangan luar adalah
segala pengaruh eksternal di dunia yang mengalihkan kemajuan
kita dalam berlatih. Contohnya, kesibukan menjadi rintangan
untuk berlatih. Keterlibatan yang intens dalam keluarga akan
menghalangi kita untuk berlatih. Hiburan dapat menjadi rintangan;
hobi dapat mengambil alih hidup kita, dan tanpa disadari kita tidak
berlatih. Pada level yang lebih ringan, jika batin kita selalu ingin
mencari hiburan, maka itu pastilah sebuah rintangan.
Rintangan dalam berhubungan dengan latihan kita.
Rintangan dalam yang paling umum adalah konsep. Konseptualitas
mungkin mewujud sebagai sikap mencengkeram suatu gagasan,
yang pada gilirannya akan menjauhkan kita dari Sang Jalan.
Wujud lainnya adalah percabangan batin yang membuat kita
tidak mampu memusatkan perhatian pada objek meditasi–
batin kita terus–menerus berkeliaran, sehingga energi kita pun
terpecah. Rintangan dalam lainnya adalah emosi yang berat. Jika
kita dikuasai oleh amarah, dendam, kecemburuan, ambisi, atau
hasrat, kemajuan kita dapat terhambat.
Rintangan rahasia berhubungan dengan pandangan. Kita
ragu–ragu mengenai Sang Jalan, kurang yakin dalam Dharma.

71
Nutrisi Hati 2

Jika batin kita disekap oleh keraguan, akan sulit untuk berpraktik,
dan bahkan ketika kita melakukan meditasi, kita tidak akan
membuat kemajuan. Kita menganggap latihan sebagai kegiatan
sekunder sehari–hari, dan perkembangan spiritual kita menjadi
semakin tidak relevan. Jalan Dharma pun menghilang, dan
jalan kita berubah menjadi duniawi. Kita kehilangan disiplin,
rasa humor, dan kegembiraan kita. Menghapus rintangan bagi
pandangan benar dan mengembangkan kepastian adalah aspek
rahasia dalam melatih diri.
Secara umum, rintangan berhubungan dengan karma
dan kondisi. Rintangan secara khusus berkaitan dengan kondisi
lingkungan yang kita bangun. Hal ini terkait dengan kecenderungan
kebiasaan dari tubuh, ucapan, dan batin, yang sifatnya karmik.
Perihal tindakan tubuh, skenario terburuk adalah membunuh atau
mencelakai orang lain. Perihal tindakan ucapan, bersikap kasar
secara verbal menciptakan kondisi negatif. Rintangan bagi batin
terjadi saat kita menciptakan lingkungan mental yang tidak sehat,
seperti memiliki hasrat yang berlebihan atau tidak menghargai
orang lain. Dari semua tindakan tidak bajik ini, rintangan cenderung
tumbuh subur. Apa yang kita katakan atau lakukan menciptakan
sebuah energi, sebuah frekuensi yang menarik mereka.
Apa penangkal agar kondisi yang memunculkan rintangan
tidak muncul? Pada setiap tingkatan, penangkal dasar adalah
perhatian penuh. Seorang praktisi yang pernah tertabrak mobil
pernah bertanya kepada ayah saya, Chögyam Trungpa Rinpoche,
mengapa hal itu terjadi. Dia membayangkan ada sebuah karma
di masa lalunya yang menyebabkan kecelakaan itu. Secara
mengejutkan, ayah saya menjawab bahwa dia gagal mengemudi
dengan perhatian penuh.
Mudah untuk memunculkan perhatian penuh pada
level praktis, seperti misalnya melihat kedua sisi jalan sebelum

72
Jalan melalui Rintangan

menyeberang. Namun, perhatian penuh melampaui hal itu; ia


adalah soal menghargai dan memperhatikan hidup kita. Kecepatan
adalah musuh perhatian penuh. Kita lupa melihat apa yang sedang
terjadi. Saat kita sombong dan angkuh, saat kita mengabaikan
tubuh, ucapan, atau batin kita, maka sebuah rintangan muncul. Lalu
kita bertanya–tanya apa yang terjadi. Pada tingkatan latihan mana
pun, kita perlu memperhatikan hidup kita dan menghargainya.
Penangkal rintangan dalam adalah latihan. Dalam praktik
shamatha, kita menggunakan momen saat ini sebagai acuan untuk
berhubungan dengan batin kita dan mengatasi percabangannya.
Berfokus pada nafas adalah cara kita belajar untuk memunculkan
perhatian penuh dan kesadaran. Jika kita merasa terhambat oleh
emosi yang kuat, ada 2 pendekatan yang bisa kita ambil. Jika kita
telah mengembangkan praktik sampai pada titik di mana kita bisa
bernapas dan membiarkan emosi yang kuat pergi, maka itulah
yang harus kita lakukan. Teknik kedua adalah membongkar emosi
dengan merenungkannya. Kita mulai menyelidiki perasaan itu.
Kita bertanya pada diri sendiri, “Mengapa saya cemburu? Apa
yang membuat saya merasa seperti ini?” Dengan merenungkan
alasan kemunculan emosi negatif kita dan bagaimana mereka
menciptakan rasa sakit, penderitaan, dan kegelisahan, kita dapat
mulai menghalaunya. Teknik ini akan meningkatkan perhatian
penuh dan kesadaran.
Kemalasan adalah rintangan yang sangat besar, sehingga ia
perlu mendapat perhatian khusus. Kemalasan bisa menghalangi
kita untuk sampai ke dudukan meditasi kita. Ia juga mewujud
sebagai kesibukan atau perasaan berkecil hati. Meskipun akhirnya
kita berhasil duduk dan bermeditasi, kemalasan dapat mencegah
kita terhubung dengan teknik dalam berpraktik. Meski terjadi pada
setiap tingkatan, kemalasan selalu berkaitan dengan pandangan
kita. Penangkalnya adalah inspirasi. Kita harus mulai lagi dari
awal.

73
Nutrisi Hati 2

Agar memiliki awal yang segar, kita tidak bisa hanya


berpikir maju; kita juga harus berpikir mundur. Apa yang
mengilhami kita untuk berlatih? Apa artinya menjadi seorang
praktisi? Menghidupkan kembali inspirasi kita mungkin juga
berarti berhubungan kembali dengan kebaikan hati kita, dengan
bodhicita kita. Sewaktu kita berhubungan dengan cinta kasih dan
welas asih, kita mendasarkan rasa kepercayaan kita pada latihan
meditasi. Akibatnya, kita memperjelas tujuan dan komitmen, yang
mampu mengatasi kemalasan. Kemudian, kita dapat membawa
penangkal ke level yang lebih dalam, yakni dengan semata
menempatkan batin pada hakikat tertingginya.
Bergelut dengan rintangan pada tingkatan luar, dalam, dan
rahasia memungkinkan kita untuk belajar dari mereka. Dengan
menerapkan penangkal, kita menggunakan mereka untuk
memperdalam praktik dan melangkah menuju realisasi. Dengan
perhatian penuh, kesadaran, dan kepastian pandangan, kita
akan memiliki tujuan dalam praktik dan kepercayaan diri dalam
Sang Jalan. Kualitas ini membawa kebahagiaan dan kepuasan
dalam apa pun yang kita lakukan. Itu memungkinkan kita untuk
memasukkan semua hal ke dalam praktik kita, bahkan keluarga
dan pekerjaan kita. Jika kita mampu mengarahkan batin kita ke
arah praktik, aspek–aspek duniawi dari hidup kita takkan lagi
menjadi hambatan.
Ada banyak praktisi terkenal yang telah mengklaim bahwa
rintangan adalah jalan mereka. Itu adalah salah satu aspek dari
ajaran kearifan gila–bergembira dalam tantangan dan rintangan.
Kebanyakan dari kita harus bekerja keras untuk menstabilkan batin
kita sebelum kita dapat mengatakan, “Bawa rintangan ke sini!”
Kita perlu mengembangkan penghargaan terhadap pengalaman
dan emosi kita sebelum kita dapat melampaui mereka dengan cara
ini. Berlatih secara teratur, menumbuhkan kedamaian dan cinta
kasih, dan memperbarui inspirasi kita adalah elemen kunci dalam

74
Jalan melalui Rintangan

bergelut dengan rintangan. Pendekatan langkah demi langkah ini


secara bertahap akan membangun keseimbangan batin.
Apa tanda–tanda kita membuat kemajuan? Tubuh, ucapan,
dan batin kita menjadi lebih lembut. Terkadang, kita akan mampu
menanggung kesulitan tanpa mengeluh. Boleh jadi kita bahkan
mulai menyambut rintangan sebagai kesempatan untuk terlibat
dalam aktivitas bajik seperti kesabaran, kemurahan hati, disiplin,
meditasi, upaya, dan faktor pengikatnya: kebijaksanaan yang
melihat hal–ihwal sebagaimana adanya. Dengan latihan dan
perubahan sikap, apa pun yang terjadi pada kita–baik atau buruk–
takkan lagi terlalu menghalangi perjalanan kita.

75
12

Mengembangkan Batin Seperti Angkasa


dengan Perhatian dan Kesadaran

Jack Kornfield
Penerjemah: Vanessa Virginia
Terkadang dalam meditasi, perhatian yang
begitu saksama dapat menciptakan rasa
tegang dan kesusahan yang tidak diperlukan.
Jadi, kita harus menemukan cara yang lebih
terbuka untuk memusatkan perhatian.
M
editasi itu hidup melalui sebuah kapasitas yang tumbuh
untuk melepaskan belenggu yang sudah menjadi kebiasaan
dalam kisah dan rencana, konflik dan kekhawatiran yang
membentuk sedikit perasaan ke–aku–an, dan untuk beristirahat
dengan penuh kesadaran. Dalam meditasi, kita ingin mengetahui
kondisi–kondisi yang berubah dari waktu ke waktu–kesenangan
dan penderitaan, pujian dan hinaan, serangkaian ide dan
harapan yang muncul. Tanpa mengidentifikasi mereka, kita dapat
beristirahat dengan penuh kesadaran di luar kondisi–kondisi dan
pengalaman. Oleh guru saya, Ajahn Chah, ini disebut jai pongsai,
keringanan hati yang kita alami. Mengembangkan kapasitas untuk
beristirahat dengan penuh kesadaran akan memelihara samadhi
(konsentrasi) yang menyeimbangkan dan menjernihkan batin, dan
prajna (kebijaksanaan) yang melihat segala sesuatu sebagaimana
adanya.
Kita dapat menggunakan kesadaran atau perhatian bijak
ini dari awal. Ketika kita pertama kali duduk untuk bermeditasi,
strategi terbaik adalah memperhatikan apa pun kondisi tubuh
dan batin kita pada saat itu. Untuk menetapkan sebuah fondasi
berkesadaran, Buddha mengajari kita “untuk mengamati apakah
tubuh dan batin kita teralihkan atau fokus, marah atau damai,
gembira atau khawatir, tegang atau santai, terikat atau bebas.”
Dengan memperhatikan apa yang ada, kita dapat mengambil
beberapa napas panjang dan bersantai, memberikan ruang untuk
situasi apa pun yang kita temukan.
Melalui penerimaan ini, kita dapat belajar untuk menggunakan
kekuatan perhatian yang transformatif dalam sebuah cara yang
fleksibel dan lentur. Perhatian bijak–hidup berkesadaran–dapat
berfungsi seperti lensa pembesar. Latihan kita bisa dikokohkan

79
Nutrisi Hati 2

dengan perhatian yang saksama. Di sini, kita memperhatikan


napas kita, atau sebuah sensasi, atau tujuan perasaan dan pikiran
kita dengan hati–hati dan saksama. Seiring berjalannya waktu, kita
akan menjadi begitu menyatu dalam proses ini sehingga subjek
dan objek akhirnya menghilang. Kita menjadi napas, kita menjadi
rasa kesemutan di kaki kita, kita menjadi kesedihan ataupun
kesenangan. Disini, kita merasakan diri kita lahir dan mati dengan
tiap napas, tiap pengalaman. Belitan–belitan di perasaan ke–aku–
an kita akan menguap; masalah dan ketakutan kita menghilang.
Keseluruhan pengalaman kita tentang dunia menunjukkan bahwa
semua itu tidak permanen, tidak dapat ditebak, dan tanpa aku.
Kebijaksanaan telah lahir.
Akan tetapi, terkadang dalam meditasi, perhatian yang
begitu saksama dapat menciptakan rasa tegang dan kesusahan
yang tidak diperlukan. Jadi, kita harus menemukan cara yang
lebih terbuka untuk memusatkan perhatian. Atau, mungkin saat
kita sedang berjalan di sebuah jalanan dengan penuh kesadaran,
kita menyadari bahwa sekadar memperhatikan napas dan kaki
kita saja takkan banyak membantu. Kita akan melewatkan rambu
lalu lintas, sinar mentari pagi, dan wajah orang yang berlalu–
lalang. Jadi, kita membuka lensa kesadaran hingga ke kelas
menengah. Ketika kita melakukan ini saat sedang duduk, kita dapat
merasakan energi dari seluruh tubuh kita. Saat berjalan, kita dapat
merasakan irama dari seluruh gerakan kita dan keadaan–keadaan
melalui gerakan itu. Dari sudut pandang ini, ibaratnya kesadaran
“duduk di atas pundak kita” dan dengan hormat mengakui napas,
rasa sakit di kaki kita, pikiran tentang makan malam, perasaan
sedih, atau jendela toko yang kita lewati. Di sini, perhatian yang
bijak memiliki kualitas kesaksian yang indah, yang mengakui tiap
kejadian–baik kebosanan atau kecemburuan, kesederhanaan
atau kegembiraan, perolehan atau kehilangan, kesenangan atau
penderitaan–dengan sedikit haluan. Dari waktu ke waktu, kita

80
Mengembangkan Batin Seperti Angkasa dengan Perhatian dan Kesadaran

melepaskan ilusi “pergi ke suatu tempat” dan berada di waktu


sekarang, menyaksikan semua yang lewat dengan kesadaran yang
mudah. Saat kita melepas, kebebasan dan kebijaksanaan bawaan
kita mewujud. Tiada untuk dimiliki, tiada menjadi apa pun. Ajahn
Chah menyebutnya “beristirahat dalam Ia Yang Tahu.”
Namun terkadang, perhatian di jenjang menengah ini tidak
bisa menjadi latihan terbaik kita. Kita mungkin akan menemukan
diri kita terperangkap dalam sebuah pola pemikiran yang berulang
atau situasi yang menyakitkan, atau tersesat dalam penderitaan
fisik dan emosional yang luar biasa. Mungkin ada kekacauan dan
keributan di sekitar kita. Kita duduk dan hati kita kacau, tubuh
dan batin kita tidak santai ataupun anggun; bahkan, tindakan
mengamati dapat terlihat membosankan, terpaksa, dan butuh
perjuangan keras.
Dalam kondisi ini, kita dapat membuka lensa perhatian
kita ke sudut yang paling besar dan membiarkan kesadaran
kita menjadi seperti angkasa. Seperti yang Buddha ajarkan di
Majjhima Nikaya, “Kembangkan batin yang seluas angkasa, di
mana pengalaman baik ataupun buruk dapat muncul dan hilang
tanpa konflik, pemberontakan atau kerugian. Beradalah dalam
batin yang seperti angkasa luas.”
Dari sudut pandang yang luas ini, ketika kita duduk atau
berjalan dalam meditasi, kita membuka perhatian kita seperti
ruang, membiarkan pengalaman timbul tanpa batas, tanpa dalam
atau luar. Alih–alih orientasi biasa di mana batin kita terasa seperti
di dalam kepala, kita dapat melepas dan merasakan kesadaran
batin yang terbuka, tanpa batas, dan luas. Kita menyadari bahwa
kesadaran tidak terikat pada kondisi tertentu dari penglihatan,
suara, dan perasaan; alih–alih, kesadaran terbebas dari perubahan
kondisi–ia adalah sesuatu yang tak terkondisi. Ajahn Jumnien,
biksu sesepuh di hutan Thailand, berbicara tentang latihan jenis

81
Nutrisi Hati 2

ini sebagai Maha Wipashyana, sesuatu yang berada di dalam


kesadaran murni itu sendiri, tidak lekang oleh waktu dan tidak
dilahirkan. Untuk para meditator, ini bukan suatu pengalaman
yang ideal ataupun jauh. Ia selalu hadir dengan segera, selalu ada,
bebas; ia menjadi tempat berlabuhnya hati yang bijak.
Menyatu dengan sempurna, menyaksikan dengan indah,
atau merasa terbuka dan luas–manakah dari lensa–lensa ini yang
tebaik untuk melatih kesadaran? Adakah cara yang optimal untuk
menaruh perhatian? Jawabannya adalah “semua yang telah
dijabarkan di atas.” Kesadaran itu amat sangat dinamis, dan
sangat penting untuk tidak menetapkan salah satu bentuk sebagai
yang terbaik. Secara sembarangan, beberapa tradisi mengajarkan
bahwa kehilangan diri dan melebur menjadi napas atau menyatu
ke dalam suatu pengalaman adalah bentuk terbaik dari perhatian.
Tradisi lain dengan keliru percaya bahwa berada di sudut yang
paling luas, kesadaran terbuka akan ruang, adalah ajaran tertinggi.
Namun, yang lainnya berkata bahwa jalan tengah–kesadaran
yang biasa, bebas dan santai tentang apa pun yang muncul di
sini dan sekarang, “tidak ada yang istimewa”–adalah pencapaian
tertinggi. Akan tetapi, dalam sifat alaminya, kesadaran tidak bisa
dibatasi. Kesadaran itu sendiri besar dan kecil, partikular dan
universal. Pada waktu yang berbeda, latihan kita akan menuntut
kita menerima semua sudut pandang ini.
Setiap bentuk kesadaran yang nyata bersifat membebaskan.
Tiap waktu, kita melepaskan belenggu, dan identifikasi itu bersifat
tanpa diri dan bebas. Tetapi, ingat juga bahwa setiap latihan
kesadaran dapat menciptakan sebuah bayangan di mana kita
dengan keliru bergantung padanya. Penyalahgunaan ruang dapat
dengan mudah memicu kita untuk melamun dan tidak fokus.
Penyalahgunaan proses penyatuan dapat memicu penolakan,
pembiaran pengalaman lain. Penyalahgunaan kesadaran biasa
dapat menciptakan perasaan semu akan “diri” sebagai seorang

82
Mengembangkan Batin Seperti Angkasa dengan Perhatian dan Kesadaran

saksi. Bayangan–bayangan ini adalah kabut halus ketergantungan


meditasi. Lihatlah mereka apa adanya dan biarkan mereka pergi.
Dan belajarlah untuk bekerja dengan semua lensa kesadaran
untuk mempertajam perhatian Anda yang bijak.
Semakin Anda mengalami kekuatan dari perhatian yang
bijak, semakin kepercayaan Anda pada kesadaran itu sendiri akan
tumbuh. Anda akan belajar untuk santai dan melepas. Ketika
Anda mulai santai, kesadaran akan mulai masuk, suatu kehadiran
yang tidak menghakimi atau mempertahankan. Sempit atau luas,
dekat atau jauh, kesadaran menyinari sifat alam semesta yang tak
bisa ditebak. Alam semesta mengembalikan hati dan batin pada
kondisi alaminya, terang dan bebas secara alamiah.
Untuk memperkuat dan memperdalam suatu pemahaman
tentang bagaimana cara berlatih dengan kesadaran sebagai ruang,
instruksi berikut dapat membantu. Salah satu cara yang paling
mudah untuk membuka kesadaran yang luas adalah melalui telinga,
mendengarkan suara alam semesta di sekeliling kita. Karena alunan
suara datang dan pergi secara alamiah dan di luar kendali kita,
tindakan mendengar membawa batin ke suatu situasi keterbukaan
dan perhatian yang seimbang secara alamiah. Saya mempelajari
latihan ini dari kolega saya Joseph Goldstein lebih dari 25 tahun
yang lalu, dan telah menerapkannya sejak saat itu. Kesadaran akan
suara di dalam ruang dapat menjadi cara yang luar biasa untuk
memulai latihan, karena ia memulai periode duduk dengan rasa
mudah terbangun dan kerelaan yang luas. Atau, ia dapat digunakan
setelah perhatian fokus beberapa saat. Kapan pun Anda memulai,
duduklah dengan nyaman dan santai. Biarkan tubuh Anda dalam
keadaan tenang dan napas Anda dalam keadaan alamiah. Tutup
mata Anda. Tarik beberapa napas panjang dan lepaskan perlahan–
lahan. Izinkan diri Anda untuk tenang. Sekarang, pindahkan
kesadaran dari napas. Mulailah dengarkan suara yang ada di sekitar
Anda. Perhatikan yang keras dan lembut, yang jauh dan dekat.

83
Nutrisi Hati 2

Dengarkan saja. Perhatikan bagaimana semua suara muncul dan


hilang, tanpa meninggalkan jejak. Dengarkan dalam satu waktu
dengan cara yang santai dan terbuka.
Saat Anda mendengar, biarkan diri Anda merasakan atau
membayangkan bahwa batin Anda tidak terbatas pada kepala
Anda. Rasakan bahwa batin Anda sedang mengembang untuk
menjadi seperti angkasa terbuka, jernih dan luas seperti ruang.
Tidak ada di dalam atau di luar. Biarkan kesadaran batin Anda
membentang ke seluruh penjuru seperti angkasa.
Sekarang, suara–suara yang Anda dengar akan muncul dan
lenyap di ruang terbuka dalam batin Anda. Santailah di dalam
keterbukaan ini dan dengarkan saja. Biarkan suara yang datang
dan pergi, entah itu jauh atau dekat; jadilah seperti awan di
angkasa kesadaran Anda sendiri yang luas. Alunan suara bergerak
melewati angkasa, muncul dan hilang tanpa hambatan.
Saat Anda berada di kesadaran terbuka ini, perhatikan
bagaimana pikiran dan gambaran juga muncul dan hilang seperti
suara. Biarkan pikiran dan gambaran datang dan pergi tanpa
gejolak atau hambatan. Pikiran senang atau tidak senang, gambar,
kata–kata, dan perasaan bergerak tanpa hambatan di ruang batin.
Masalah, kemungkinan, kesenangan, dan kesedihan datang dan
pergi seperti angin di angkasa batin yang jernih.
Setelah suatu waktu, biarkan kesadaran yang luas ini
menyadari tubuhnya. Sadari sensasi napas dan tubuh yang
mengambang dan berubah di angkasa kesadaran yang sama.
Napas bernapas sendiri; ia bergerak seperti angin. Tubuhnya tidak
padat. Ia dirasakan sebagai daerah keras dan lembut, tekanan
dan geli, sensasi hangat dan dingin; semua mengambang di ruang
kesadaran batin.
Biarkan napas bergerak seperti angin. Beradalah di
keterbukaan ini. Biarkan sensasi–sensasi mengambang dan berubah.

84
Mengembangkan Batin Seperti Angkasa dengan Perhatian dan Kesadaran

Biarkan semua pikiran dan gambaran, perasaan dan suara, datang


dan pergi seperti angin di ruang terbuka kesadaran yang jernih.
Akhirnya, taruh perhatian pada kesadaran itu sendiri.
Perhatikan bagaimana ruang terbuka kesadaran itu bersih,
bening, tak lekang oleh waktu, dan tanpa konflik secara alamiah–
ia mengizinkan segala sesuatu, tapi tidak dibatasi oleh mereka.
Buddha berkata, “O Yang Terlahir Mulia, ingatlah perangai
aslimu yang bebas seperti angkasa terbuka. Kembalilah. Percayalah.
Itulah rumahmu.”
Semoga berkah dari latihan–latihan ini membangkitkan
kebijaksanaan dalam diri Anda dan menginspirasi cinta kasih Anda.
Dan melalui berkah dari hati Anda, semoga dunia menemukan
kedamaian.

85
13

Mendambakan Penahbisan
Biksuni Sudhamma
Penerjemah: Shierlen Octavia
Kita hanya bisa membayangkan kegembiraan
Anula Devi setelah melihat wajah dari sosok
bajik di hadapannya, setelah akhirnya bisa
membungkuk hormat pada kaum wanita
yang berjubah.
D
i tanah Sri Lanka, selama periode abad ke–3 SM, seorang ratu
muda, saudari ipar dari Raja Devanampiya Tissa, berdiam
di tengah nyamannya kerajaan. Dikenal sebagai Anula
Devi, atau Ratu Anula, ia adalah wanita Sri Lanka pertama yang
memperoleh penahbisan sebagai biarawati Buddhis, atau biksuni.
Kisahnya secara umum berawal dari perjumpaan yang
dialami sang raja ketika tengah berburu di sebuah gunung
pada suatu hari. Ketika sang raja tengah berburu seekor rusa, ia
mendadak berjumpa dengan seorang pria bermartabat berkepala
gundul, mengenakan jubah safron, yang secara misterius muncul
bersamaan dengan beberapa orang yang serupa dengannya.
Namanya adalah Yang Mulia Arahat Mahinda; ia adalah
seorang biksu dan mantan pangeran yang dikirim dari India oleh
ayahnya, Kaisar Ashoka, untuk memperkenalkan Buddhisme
kepada orang–orang Sri Lanka. Merasa amat terkesan oleh
sang biksu yang bijaksana, sang raja dan pasukan besarnya pun
berlindung kepada Buddha, dan kemudian mengundang para
biksu yang terhormat untuk makan di kerajaan pagi hari itu.
Mendengar pujian sang raja kepada para biksu, Anula Devi
dan wanita–wanita kerajaan merasa tertarik untuk menerima
ajaran. Setelah para biksu makan, Anula Devi dan para wanita
kerajaan memberikan persembahan, dan dengan penuh rasa
hormat mendengarkan ceramah; dikisahkan bahwa mereka semua
langsung mencapai pencerahan tingkat pertama. Pagi berikutnya,
Arahat Mahinda memberikan ajaran lainnya, dan Anula Devi
serta para wanita kerajaan mencapai pencerahan tingkat kedua.
Setelah mencicipi suka cita yang agung dari nirwana,
sang ratu dan para wanita kerajaan memberanikan diri untuk

89
Nutrisi Hati 2

memohon penahbisan, dan sang raja meminta Mahinda untuk


mengabulkan permohonan mereka. Mengacu pada cerita zaman
dulu, Mahawamsa, Mahinda menjawab:
Menahbiskan wanita merupakan hal yang tidak diperbolehkan
bagi kami, O raja yang agung. Akan tetapi, di India, ada seorang
biksuni, adikku… Sanghamitta. Ia, yang penuh pengalaman, akan
datang kemari membawa serta pohon Bodhi dari Buddha yang
agung… serta para biksuni ternama; untuk itu, kirimlah pesan pada
sang raja, ayah saya… Sanghamitta akan memberikan penahbisan
kepada para wanita tersebut.
Jadi, sang raja mengutus seorang pengirim pesan ke istana
Kaisar Ashoka untuk memohon Yang Mulia Arahat Sanghamitta
agar bersedia datang dengan rombongan biksuni dan sebuah
potongan dari pohon Bodhi Sang Buddha. Ayah Sanghamitta, sang
raja, menyanggah karena tahu bahwa putrinya tak akan pernah
kembali. Namun, usai mendengar bahwa sang ratu “mendambakan
penahbisan,” Sanghamitta bertekad untuk membalas
permohonannya dan para wanita lainnya yang berkeinginan untuk
menjalankan kehidupan suci demi mencapai pembebasan.
Bulan demi bulan berlalu sementara seluruh persiapan
yang dibutuhkan berlangsung di India. Di sisi lain, di Sri Lanka,
agama baru menyebar dengan cepat, dan tak lama kemudian 30
ribu lelaki Sri Lanka ditahbiskan. Meskipun menjalani kehidupan
mewah yang membuat kebanyakan orang merasa iri, Ratu
Anula dan para wanita kerajaan tidak sabar untuk menunggu
tibanya kebebasan mereka. Mereka mengambil 10 sila (sumpah
sramanera) dan mengenakan jubah kuning. Mereka kemudian
pindah ke kediaman baru yang disediakan oleh sang raja, yang
dinamai Wihara Wanita Awam (Wihara Upasika).
Akhirnya, Sanghamitta dan rekan–rekan biksuninya tiba
dengan perahu, membawa serta potongan pohon Bodhi yang

90
Mendambakan Penahbisan

suci. Perahu mereka memasuki pelabuhan utara Jaffna, tempat


sang raja menghormati kedatangan tersebut dengan berjalan
masuk ke air untuk menyambut mereka. Setibanya mereka, di
bawah arahan Sanghamitta, perahu tersebut dihancurkan menjadi
beberapa bagian, dan tiang, daun kemudi, serta kemudinya
disimpan di Wihara Upasika untuk ditunjukkan kepada khalayak
(ini menjadi museum pertama di dunia). Potongan pohon Bodhi
yang dibawanya, sebuah bukti hidup dari pencerahan sempurna
Sang Buddha, dibawa dengan megah ke jantung ibukota
Anuradhapura dan ditanam secara seremonial. Di sana, pohon
itu, yang terus–menerus dipuja, masih hidup sampai sekarang,
2.300 tahun kemudian.
Kita hanya bisa membayangkan kegembiraan Anula Devi
setelah melihat wajah dari sosok bajik di hadapannya, setelah
akhirnya bisa membungkuk hormat pada kaum wanita yang
berjubah. Anula dan para wanita kerajaan lainnya langsung
menerima penahbisan dari Sanghamitta, dan pada saat itu pula
Yang Mulia Anula mencapai pencerahan sempurna. Sangha
biksuni berkembang, dan kurang dari 200 tahun kemudian,
sebuah upacara penting dikatakan telah menarik 90 ribu biksuni.
Sekitar 500 tahun kemudian, sekelompok biksuni melakukan
sebuah perjalanan yang berat dari Sri Lanka menuju Cina sebagai
balasan atas permohonan para wanita Cina yang menginginkan
penahbisan, dan Sangha biksuni pun menyebar dari sana. Seluruh
biksuni Mahayana dewasa ini berakar dari Sanghamiita dan para
wanita yang ditahbiskannya di Sri Lanka.
Berkat temuan arkeologis beberapa tahun silam, seseorang
bisa mengunjungi tempat Ratu Anula dan para wanita lainnya
memenuhi harapan mereka. Beberapa mil dari kota Mihintale,
di sebuah daerah terasing yang terdiri dari semak belukar dan
bebatuan, terdapat sebuah lapangan terbuka yang dibentuk
oleh sebuah batu besar, yang di permukaannya terukir bahasa

91
Nutrisi Hati 2

Sinhala kuno: “Di sini adalah tempat 500 wanita bersama Ratu
Anula menjadi biksuni.” Tempat tersebut adalah sebuah tempat
yang disapu angin kering, tempat pahatan batu–batu besar yang
pernah menyokong tempat tinggal para biksuni yang tercerahkan
kini tergeletak, menyebar di berbagai sudut. Apa yang tampak
sebagai bukit kecil yang tertutup sesungguhnya adalah sebuah
stupa yang sudah ambruk, yang diperkirakan menyimpan relik
tubuh Yang Mulia Anula.
Kini, para biksuni yang memiliki keinginan serupa dengan
Anula Devi untuk menjalani kehidupan suci bisa merasa bersyukur
tidak hanya kepada leluhur mereka, Yang Mulia Sanghamiita,
tetapi juga kepada Anula Devi yang melepas takhtanya, yang
pada gilirannya menyebabkan kehidupan suci menjadi sesuatu
yang mungkin bagi ratusan ribu wanita.

92
14

Sisyphus, Sang Bodhisatwa


Radhule Weininger
Penerjemah: Yoko Riszki
Seperti kisah Sisyphus, banyak dari kita
yang memiliki kecurigaan bahwa batu yang
kita dorong ke puncak gunung boleh jadi
akan terguling kembali ke bawah. Banyak
dari kita khawatir bahwa usaha kita akan
sia-sia.
D
alam periode yang tidak teramalkan dan mungkin
berbahaya ini, banyak dari kita mengalami perasaan
cemas, takut, dan bahkan paranoid.
Ketika saya merenungkan orang–orang berkomitmen yang
saya tahu bekerja untuk makhluk hidup di planet, untuk pelayanan
kesehatan, lingkungan, dan hak–hak imigran, saya terpikir pada
Sisyphus. Pahlawan Yunani ini dihukum oleh para dewa untuk
melakukan sebuah tugas yang abadi. Setiap harinya, dia berusaha
untuk menggulingkan sebuah batu besar ke puncak gunung,
hanya untuk melihat batu tersebut menggelinding kembali ke
bawah. Beberapa pihak melihat Sisyphus sebagai orang malang
yang sesungguhnya, dihukum untuk mengulang kerja keras yang
sia–sia dan tidak berarti.
Seperti kisah Sisyphus, banyak dari kita memiliki kecurigaan
bahwa batu yang kita dorong ke puncak gunung boleh jadi akan
terguling kembali ke bawah. Banyak dari kita khawatir bahwa
usaha kita akan sia–sia.
Satu dari penulis terkenal yang meneliti mitos ini adalah
Albert Camus, sang eksistensialis. Dia mengusulkan sebuah
pandangan alternatif dan menginspirasi tentang Sisyphus. Dalam
mitos Sisyphus, Camus melihat pahlawan absurd ini sebagai
satu–satunya yang menentang para dewa karena mereka telah
menyalahgunakan kekuatan mereka. Hukuman Sisyphus karena
perkataannya adalah disuruh untuk membawa batu ke puncak
gunung. Dalam tafsir Camus, Sisyphus sadar akan situasinya,
akan apa yang menyebabkan terjadinya situasi ini, akan masa
depannya. Menurut Camus, Sisyphus mendorong batunya dengan
sebuah sikap mengetahui, harga diri, dan bahkan senang, memilih

95
Nutrisi Hati 2

untuk hadir dan menjalani tugasnya. Mengetahui bahwa dia tidak


memiliki pilihan selain mendorong batu ke puncak gunung yang
tinggi berulang–ulang, dia menggunakan pilihan yang tersisa untuk
membalik dan mengubah penderitaan menjadi kegembiraan.
Saya melihat Sisyphus sebagai sosok yang secara mendalam
hadir apa adanya; dia merangkul sesuatu yang absurd, yang
dilihat Camus sebagai hasil dari keinginan kita untuk mencari
makna di dunia yang tak bermakna. Sisyphus menyadari bahwa
dengan merangkul sebagian, dia merangkul keseluruhan. Camus
menulis “...setiap atom dari batu tersebut, setiap lempeng
mineral dari gunung tersebut, dalam dirinya sendiri membentuk
dunia”. Melalui keterlibatan dengan dunianya sendiri, dengan
menunjukkan sikap yang berkesadaran, kebaikan, dan kehadiran
utuh, Sisyphus melibatkan diri dengan seluruh dunia.
Dalam retret meditasi baru–baru ini, saya merasa diri
saya terbawa untuk merenungkan batu tersebut dan hubungan
Sisyphus dengannya. Saya terus kembali ke pemahaman pokok:
ketika kita menjaga dunia pribadi kita dengan perhatian yang
baik, kita juga menjaga seluruh dunia. Saya memikirkan banyak
orang yang, terlepas dari rintangan yang tampaknya tak teratasi,
mendedikasikan seluruh usaha mereka untuk membantu dunia
dalam cara sekecil apa pun. Teman saya Manny Jesus, seorang
profesor psikologi yang telah pensiun, terus–menerus berusaha
memastikan kesejahteraan dan keamanan anak–anak muda
Meksiko–Amerika dengan perjuangannya melawan dewan kota.
Takut akan nasib generasi mendatang, Nancy dan 7 ibu lainnya
bersatu selagi anak–anak mereka di sekolah menulis surat untuk
anggota kongres mengenai layanan kesehatan, pendidikan, dan
lingkungan.
Bagaimana jadinya jika mereka, atau kita semua, melihat
batu ini dengan sudut pandang yang baru? Bukan sebagai beban

96
Sisyphus, Sang Bodhisatwa

pribadi yang didorong Sisyphus ke puncak, tetapi sebagai beban


umum dari kita semua, bongkahan yang kasar dan berat dari
“kondisi manusia” kita? Bagaimana jadinya jika kita, dengan
mata terbuka lebar yang merangkul “kondisi manusia” kita,
memutuskan untuk membawa batu ini untuk kepentingan kita
semua? Dengan melihat setiap aksi kecil sebagai satu aksi welas
asih dan solidaritas, sebagai pemahaman bahwa semua orang
memiliki tugas untuk memindahkan batu bernama “kondisi
manusia” ke depan, kita memberi makna kepada hidup kita.
Saya akhirnya melihat Sisyphus sebagai Bodhisatwa.
Dalam tradisi Buddhis, Bodhisatwa adalah seorang makhluk yang
tercerahkan, yang memilih untuk tidak memasuki nirwana supaya
dia bisa tetap tinggal dan memastikan bahwa semua makhluk
telah diselamatkan. Bodhisatwa mengerti bahwa segala sesuatu
di dalam hidup ini saling bergantungan dan terus memunculkan
satu sama lain selamanya. Bodhisatwa melakukan apa yang dia
lakukan karena cinta kasih, tanpa mengharapkan hasil yang segera.
Pemahaman Bodhisatwa bahwa kita semua saling terhubung,
bahwa kita semua adalah saudara, memunculkan cinta kasihnya
yang mendalam.
Sarjana Buddhis dan aktivis sosial, Joanna Macy,
mengatakan, “jika kita menerima bodhicita, keinginan untuk
membahagiakan seluruh makhluk, sebagai fondasi kita, maka
itulah yang dapat kita andalkan, apa pun yang terjadi.”
Sisyphus versi Camus penuh dengan kegembiraan. Dia
dipenuhi kegembiraan selagi dia menentukan nasibnya sendiri
dan memutuskan untuk berpartisipasi dengan sukarela.
Apa yang terjadi ketika Sisyphus menuruni bukit, menyadari
bahwa kakinya merasakan bumi, sebelum dia memilih untuk
mengangkat batu sekali lagi? Selagi Sisyphus saya mengembara
ke bawah, mengikuti gravitasi, dia meraih keselarasan. Momen ini

97
Nutrisi Hati 2

memberinya jeda dan perlindungan untuk menjadi apa adanya


saat ini juga, dengan cahaya dan visi.
Ketika kita memberikan cinta kepada pihak lain, kita mulai
melampaui perasaan kesepian, keterpisahan, dan ketakutan.
Selagi saya berpikir tentang kerja dan karya saya di dunia ini, saya
merasakan semacam kebebasan. Saya melihat diri saya memulai
berbagai macam proyek, yang didorong oleh pilihan bebas saya
dan oleh kelembutan hati yang saya rasakan pada pihak lain.

98
15

Pohon Bodhi
Jessica Morey
Penerjemah: Yoko Riszki
Sejak awal, alam memainkan peran
penting dalam pencerahan Buddha.
B
agaimana bisa kita memikirkan sesuatu seperti kehancuran
planet dan malah menjadi tertarik, alih–alih marah dan
mati rasa? Dan bagaimana kita bisa mengambil aksi yang
tepat secara cepat?
Ini adalah pertanyaan pembuka dari buku karya Susan
Murphy, Mengurus Bumi, Memperbaiki Dunia: Zen dan Seni Krisis
Planet. Murphy tidak menjauhkan diri dari realita kehancuran yang
kita datangkan pada setiap ekosistem di Bumi. Dan meskipun
bukunya dipenuhi fakta, ia terbaca seperti puisi atau serangkaian
koan1. Para pembaca dapat merasakan kehadiran penulis,
inspirasi dari ayam jago dan anjingnya, dan bayangan ritmik
dari pepohonan dan rumput musim dingin di luar jendelanya. Ini
adalah buku yang harus diserap secara perlahan.
Murphy menulis, “Sudah lewat ‘terlambat’, dan di dalam
lubuk hati, kita mengetahuinya”. Memang, saat ini kita hidup
dengan segala akibat dari emisi karbon yang dilepaskan 2 dekade
lalu–dan mereka terus meningkat secara cepat tiap tahunnya.
Tidaklah mengejutkan bahwa banyak dari kita yang beralih
menjadi skeptis atau diam dalam keputusasaan. Kita tidak tahu
bagaimana menyikapi kerusakan yang kita ciptakan, yang mungkin
menyebabkan planet tidak dapat lagi dihuni oleh cucu kita.
Akar dari krisis lingkungan adalah konsumsi berlebihan
kita terhadap sumber daya bumi, keserakahan kita yang tidak
terpuaskan terhadap kesenangan dan kenyamanan. Barat telah
menikmati manfaat dari teknologi pascaindustri selama berpuluh–
puluh tahun, dan sekarang miliaran orang di negara–negara
berkembang, yang keluar dari kemiskinan, tentu menginginkan
1 Kisah, dialog, pertanyaan, atau pernyataan dalam tradisi Zen untuk menguji
murid.

101
Nutrisi Hati 2

hal yang sama. Menurut sistem ekonomi kapitalis kita, ini adalah
hal baik. Namun, kapasitas dari Bumi tidaklah sebesar yang kita
bayangkan.
Buddha menunjuk jenis keserakahan ini sebagai akar dari
penderitaan kita, dan beliau mengajarkan sebuah akhir dari
penderitaan. Beliau mengajarkan kita untuk melihat betapa
sementara, tidak memuaskan, dan hampanya kenikmatan dan
kenyamanan indrawi, serta untuk mencari bentuk kebahagiaan
yang lebih tahan lama.
Sejak awal, alam memainkan peran penting dalam
pencerahan Buddha. Selagi Gautama menjadi kurus setelah
bertahun–tahun melakukan pertapaan yang sia–sia, dia
mengingat satu waktu di masa kecil ketika dia duduk di bawah
bayang–bayang sebuah pohon apel dan merasakan kedamaian
yang mantap. Memori ini mendorongnya untuk duduk di bawah
pohon Bodhi sampai dia mencapai pencerahan sempurna.
Kisah selanjutnya adalah: sepanjang malam, perjalanan
menjadi Buddha diganggu oleh pasukan Mara, yang mewujudkan
kenikmatan hawa nafsu dan ketakutan. Buddha menolak godaan
itu dengan mudah. Kemudian muncul serangan terakhir Mara,
yang bertujuan untuk meragukan usaha dan kelayakan Buddha.
“Siapa dirimu yang mengklaim takhta pencerahan?” dia bertanya.
“Siapa saksimu?” Buddha, dalam diam, menyentuh bumi, yang
lalu berteriak menjawab, “Akulah saksinya!” Dan pada saat itu,
seperti bintang pagi yang muncul di langit, Buddha mencapai
kebebasan sempurna.
Boleh jadi bumi muncul untuk membantu Buddha karena
mementingkan dirinya sendiri, karena mengetahui bahwa ajaran
Buddha bisa jadi adalah satu–satunya juru selamatnya 2.600
tahun kemudian–sebuah kedipan belaka dalam pengertian waktu
geologi. Buddha tidak mencari bantuan dari makhluk surgawi

102
Pohon Bodhi

atau dunia lain, tetapi dari bumi di bawahnya. Dan bumi dapat
meminjamkan kita sebuah bantuan yang sama dalam pencarian
kita untuk memahami inti dari ajaran Dharma–ketidakkekalan,
penderitaan, dan ketanpaakuan.
Sekarang, banyak dari kita yang menderita akibat kurangnya
sumber daya alam, terasing dari bumi dalam kenyamanan
pendingin ruangan kita. Saya adalah contoh nyatanya; terlepas
dari kecintaan besar saya pada alam, saya menghabiskan lebih
banyak waktu di dalam ruangan sembari menatap layar. Tetapi
ketika kita pergi ke luar ruangan, ketika kita pergi ke alam liar,
semua hal yang kita tatap mengandung kebenaran dari ajaran
Buddha.
Ketidakkekalan dapat terlihat jelas pada cuaca, musim,
sungai, dan bahkan bebatuan. Renungkan, misalnya, bagaimana
sesuatu yang dulunya lava kini menjadi tumpukan granit, dan
bagaimana puluhan ribu tahun yang lalu gletser menyeret
tumpukan batu ini ke lokasi–lokasi baru.
Dan memang, Murphy mendorong kita untuk melihat jauh
ke belakang dan melihat bumi dan diri kita sebagai aktor dalam
kisah alam semesta–sebuah kisah yang dimulai antara 5 dan 13
miliar tahun lalu. Murphy menulis bahwa kita “tidak terpisahkan
dari penciptaan yang terus menerus atas sebuah semesta yang
tidak pernah selesai”. Kita adalah matahari, hujan, dan tanah
yang, melalui makanan, berubah menjadi makhluk hidup yang
bernapas. Dengan sedikit perenungan yang tenang, kesunyataan
dan kesalingtergantungan akan tampak jelas di alam.
Perubahan terus–menerus dari satu hal ke hal lainnya ini–
mangsa menjadi pemangsa, dedaunan membusuk yang berubah
menjadi pepohonan–hanya akan menyebabkan penderitaan jika
kita tidak mampu memahaminya sebagai sebuah pergeseran yang
menyeluruh, jika kita tidak bisa melihat di luar hidup kita sendiri.

103
Nutrisi Hati 2

Murphy menyediakan sebuah kisah menarik yang


menceritakan tentang kebenaran ini. Dia menggambarkan sebuah
bekas lubang tambang di Montana yang sampai saat ini masih
secara perlahan dipenuhi oleh air beracun dari logam berat.
Beberapa tahun lalu, sekumpulan angsa meminum airnya dan
mati akibat kerusakan usus. Beberapa bulan kemudian, ilmuwan
menemukan bahwa sejenis ragi di lubang ini memiliki kemampuan
untuk mengurai logam berat dari air, rata–rata hampir 7 kali lebih
efisien daripada ragi lainnya. Mereka juga menemukan bahwa
ragi ini ditemukan di dalam dubur angsa. Demikianlah hal–ihwal
sebagaimana adanya.
Ajaran Buddha tidak hanya menyediakan pandangan
bagi kita untuk terhubung secara ahli dan welas kasih dengan
bumi; praktik meditasi dan koan dalam Buddhisme boleh jadi
juga mengandung jawaban atas tantangan lingkungan yang kita
alami sekarang. Murphy mengemukakan bahwa praktik–praktik
ini mampu mengembangkan “kondisi batin yang fleksibel, tidak
terpaku, kreatif, dan ceria”, yang darinya tindakan bijak dapat
muncul.
Praktik meditasi berkesadaran mengajarkan kepada kita
bahwa menghadapi kesulitan secara langsung dapat menjadi
penyembuhan, kegembiraan, dan sangat bermanfaat, dan ini
adalah pelajaran penting bagi kita saat menghadapi kesulitan
dalam krisis iklim. Saya menyaksikan secara langsung kompleksitas
yang tak terkendali pada konferensi iklim tahunan PBB, yang
kebanyakan saya hadiri dalam kapasitas saya sebagai analis
energi bersih yang mewakili organisasi nirlaba dan multinasional.
Perwakilan lainnya, dan saya sendiri, selalu bersiap dengan
strategi keuangan dan solusi teknis yang ahli, yang semuanya pada
akhirnya tersangkut di rawa politik. Tidaklah penting jika sebuah
proposal akan menghemat jutaan ton karbon, memacu inovasi,
dan menjadi mandiri melalui pajak kecil dari ratusan pekerjaan

104
Pohon Bodhi

dengan gaji baik. Tidaklah penting jika solusi kami masuk akal
dan mempertimbangkan kepentingan orang banyak (bukannya
keuntungan jangka pendek dari beberapa perusahaan besar dan
perwakilan politik mereka). Setiap negara, korporasi, dan politisi
pada konferensi ini mengambil posisi yang sangat rasional, yang
secara kumulatif memastikan kerusakan lingkungan.
Krisis lingkungan kita akan menjadi penentu apakah
kita akan bertahan atau punah sebagai manusia dalam
komunitas global. Inilah kesempatan terakhir untuk menyadari
kesalingtergantungan kita semua, dan bertindak sesuai dengan
kebaikan dan kemurahan hati. Untuk menghadapi krisis iklim,
setiap negara harus berpartisipasi, atau setidaknya beberapa
orang yang kritis harus memutuskan untuk saling percaya satu
sama lain, untuk memperluas kerangka kita dari nasional ke
global, dari jangka pendek ke jangka panjang. Kita harus bertindak
berdasarkan prinsip kesalingtergantungan dan karma, bukan
sekadar memahaminya belaka.
Mengurus Bumi, Memperbaiki Dunia, ibarat bait–bait
koan, tidak memberikan jawaban yang mudah, namun Murphy
menawarkan beberapa petunjuk. Dia menyentuh gagasan dari
para eko–filsuf besar dalam setengah abad terakhir, termasuk
Joanna Macy, Thomas Berry, dan Wendell Berry. Dan di sinilah
titik terlemah dari buku ini; ia menjadi agak terlalu sederhana.
Solusi konkret yang dirujuk Murphy terasa sedikit usang dan tidak
praktis, tapi boleh jadi saya sendirilah yang lelah dan kecewa.
Saya terinspirasi oleh banyak eko–filsuf di perguruan tinggi, hanya
untuk kelak menyadari bahwa gagasan mereka tidak menemukan
pijakan di dunia Washington, D.C. dan keuangan internasional.
Murphy juga tampaknya agak terlalu bernostalgia dengan
budaya pribumi, yang dibandingkannya dengan masyarakat
modern kita yang sibuk dan ingar–bingar. Kita pastinya harus

105
Nutrisi Hati 2

banyak belajar dari cara budaya pribumi berhubungan dengan


Bumi, dan mungkin akhirnya dialektika yang bijak akan muncul
dari diskusi antar paradigma, namun penekanan berlebih untuk
kembali ke kebijaksanaan pribumi terasa seperti inkonsistensi
internal dalam buku ini.
Jika kita percaya bahwa diri kita–manusia modern yang
terobsesi oleh teknologi–begitu dekat dan tak terpisahkan dari
kisah alam semesta, maka Facebook, Google, smartphone, tenaga
nuklir, dan kapitalisme tahap akhir adalah benang sempurna dari
cerita ini (alih–alih sebuah penyimpangan). Jadi pertanyaannya:
ke mana kita akan menuju?
Membaca buku ini telah menjadi panggilan pribadi untuk
bangkit kembali. Beberapa tahun yang lalu, saya meninggalkan
karir saya dalam bidang kebijakan lingkungan untuk mengajarkan
hidup berkesadaran secara penuh, dan sejak saat itu saya nyaris
mengabaikan perkembangan ilmiah dan politik di bidang kebijakan
lingkungan. Praktik meditasi saya pastinya sudah matang dan
meraih manfaat dari periode ini, namun ada celah antara kedua
gairah hidup saya ini.
Selagi saya menaruh kembali buku Murphy, saya
menemukan sebuah koan pribadi baru: bagaimana mengajarkan
meditasi berkesadaran juga berarti melawan perubahan iklim?
Menyembuhkan pemisahan antara kedua gairah hidup ini
mungkin merupakan praktik paling penting dan menyenangkan
dalam hidup saya, karena, seperti kata Murphy, “pada akhirnya
kita melatih hidup berkesadaran bukan untuk ‘pencerahan’ kita,
melainkan untuk memudahkan eksistensi semua makhluk yang
kebetulan berada bersama kita di dalam bahtera dunia”.

106
16

Apa Itu Dokusan ?


Joan Sutherland
Penerjemah: Olivia Calestya
Dokusan sebagaimana didefinisikan
oleh Joan Sutherland, guru dari tradisi
koan Zen.
S
ebelum fajar, orang–orang duduk bersama dalam
keheningan di sebuah aula meditasi Zen. Dari ruangan
terdekat, terdengar bunyi lonceng dari tangan guru. Lonceng
lainnya merespons, dan bunyinya terdengar bolak–balik. Ketika
akhirnya suasana hening, pembunyi lonceng berkata: ”Bekerja
di dalam ruangan!” dan salah satu meditator segera bangkit dan
pergi ke ruangan guru. Pertemuan di jantung hati Zen sedang
berlangsung.
Di Jepang, ini disebut dokusan, yang berarti “menghadap
guru sendirian”, dan sanzen¸yang berarti “menghadap Zen”.
Sebagai penutur Inggris, beberapa dari kami memakai istilah
“bekerja di dalam ruangan”, istilah tradisional lainnya untuk
pertemuan–pertemuan pribadi yang selalu menjadi bagian dari
retret Zen, dan yang ada kalanya terjadi di antara sesi retret. Gaya
sanzen bervariasi dari mazhab ke mazhab dan guru ke guru;
corak umumnya adalah sebuah pertemuan yang melampaui
apa yang bisa dipahami. Gaya yang digambarkan di sini adalah
yang berkembang di Barat, dan karena sebuah pertemuan
pada dasarnya adalah kolaborasi, saya menanyakan beberapa
murid Zen senior tentang pandangan mereka atas hal ini, dan
memasukkan pemikiran dan beberapa perkataan mereka di sini.
Pertemuan Zen memiliki bentuk yang paling sederhana: 2
orang duduk di lantai, wajah yang berdekatan dengan jarak sekian
inci, dalam ruangan kecil yang diterangi lilin. Namun, ruangan kecil
itu adalah lapangan besar, berisi bintang dan cacing tanah dan
puisi dan kota. “Dalam keluasan,” kata guru Cina, Linji, “manusia
sejati tidak memiliki pangkat; semua orang dan segala sesuatu
sepenuhnya setara dan menjadi diri mereka sendiri. Di sini, kita
bahkan tidak memiliki cerita tentang tujuan pertemuan tersebut.

109
Nutrisi Hati 2

Dunia yang ideal menurut kita, atau apakah kita memiliki kesan
yang baik, adalah dunia hantu; bekerja di dalam ruangan adalah
duduk bersama secara nyata, di mana segala sesuatu mungkin
terjadi. Otoritas terletak pada momen keabadian itu sendiri: Apa
yang paling nyata, paling benar, di sini dan saat ini?
Guru mengundang meditator ke lapangan ini, dan respons
meditator adalah tempat pertemuan dimulai. Setiap pertemuan
berbeda – tawa, air mata, duduk bersama dalam diam, menghentak
ruangan, nyanyian yang dinyanyikan dan koan yang digali. Yang
paling sering adalah jenis percakapan yang paling mendalam.
Saya menyadari dalam diri saya bahwa perasaan yang timbul
secara alamiah dari lapangan ini adalah cinta.
Terkadang, tidak ada yang perlu dilakukan; segalanya
adalah sebagaimana adanya. Terkadang, muncul pertanyaan,
meski sering kali pertanyaan yang sudah kita pikirkan tiba–tiba
lenyap persis saat kita duduk. Atau muncul delusi, sebuah tempat
di mana praktik kita terasa sia–sia dan asing. Untuk mengatasi
delusi, 2 orang mungkin menerapkan penyelidikan kuno yang
ajaib. “Satu pertanyaan membuat semuanya segar dan tak
terbatas lagi,” kata seorang meditator. Kesedihan, kegembiraan
dan kabar terburuk selalu diterima. “Dokusan adalah tempat di
mana pertama kalinya saya bisa bertemu kegelapan hidup dan
tahu pasti bahwa itu adalah bagian dari diri saya dan semua
orang,” kata yang lain. Apa pun yang terjadi, tugas guru adalah
bersandar pada keluasan sedemikian rupa, agar meditator juga
bisa bersandar pada keluasan yang sama.
Saat guru menguji, alasannya mungkin untuk mengetahui
di mana sesuatu tampak cerah dan di mana sesuatu tampak
mendung, dan kemudian berlatih dari titik tolak itu. Jika 2 orang
lebih peduli untuk menggali dan menemukan daripada menjadi
benar, maka menemukan batasan atau kesulitan akan menjadi

110
Apa Itu Dokusan ?

hal yang menarik, dan membuat kesalahan boleh jadi akan


membantu. “Percakapannya jauh lebih kaya ketika saya tidak
menghindar dari kebodohan saya sendiri,” kata seseorang. Guru
menganggap serius proses ketersadaran si meditator, bahkan ketika
si meditator sendiri tidak dapat melakukannya. “Rasanya seperti
guru mengenali sesuatu yang sangat tua dan terkasih dalam diri
saya, dan saya teringat akan hakikat sejati saya,” kata yang lain.
Inilah persisnya pemahaman Zen tentang dorongan; terkadang ia
datang sebagai hujan yang hangat, terkadang sebagai pedang.

Seorang guru baru bertanya kepada seorang veteran, “Menurut


Anda, apa itu ajaran?”

“Lima puluh persen dorongan.”

“Apa lima puluh persen lainnya ?”

“Dorongan”

Pertemuan intim sangatlah utama dalam praktik dan sastra


Zen karena pemahaman bahwa kesadaran terjadi dalam hubungan.
Dalam cerita–cerita lama, seseorang mungkin mengucapkan kata–
kata inspiratif kepada kita, atau kita tiba–tiba melihat persik yang
mekar di jalan gunung, atau kita hidup secara intens dengan koan.
Yang lain menjadi sangat nyata dan mengingatkan kita tentang
siapa diri kita sebenarnya. Ini sama seperti apa yang terjadi dalam
hidup kita sekarang, meskipun mungkin pemicunya adalah iklan
di radio atau rasa cinta pada anak. Panggilan apa pun juga tanpa
pangkat; yang penting adalah ia memanggil, dan kita merespons.
Ini adalah pemahaman penting lainnya: Semua kehidupan adalah
lapangan praktik, dan tidak ada yang perlu ditinggalkan.
Bekerja di dalam ruangan adalah panggilan dan respons;
ini adalah tentang bergabung, berbicara, menemukan tempat kita

111
Nutrisi Hati 2

di dunia yang hidup ini. Ini adalah permainan yang sakral, yang
bisa dibawa ke setiap momen kehidupan. Seperti yang dikatakan
seseorang, “Ruangan selaras dengan diri saya; ia muncul sebagai
pengingat bahwa saya melakukan pekerjaan ini di mana–mana–
dan memiliki sekutu di mana–mana.” Bekerja di dalam ruangan
menjadi permainan di alam semesta.

112
17

Apa Itu Moktak ?


Seung Sahn
Penerjemah: Robby Hertanto
Moktak sebagaimana didefinisikan oleh
Chong Hae Sunim, kepala biara Zen,
dan Seung Sahn, guru Buddhisme Zen
Korea.
S
uara moktak adalah bagian penting dari kehidupan biara
Korea. Instrumen perkusi kayu kopong yang sederhana
ini adalah bunyi pertama yang terdengar pada pagi hari,
memanggil semua orang datang ke aula Buddha untuk praktik
pagi. Moktak juga digunakan sepanjang hari selama sesi upacara
dan doa harian; ia adalah isyarat namaskara dalam melodi rubato
dari Pujian kepada Triratna dan penjaga tempo dalam bacaan
Sutra Hati, Sutra 10 Ribu Mata dan Tangan, dan doa Kwan Se
Um Bosal.
Tidak seperti versi Cina dan Jepang yang memiliki banyak
ukiran dan biasanya diletakkan di atas dudukan, moktak Korea
memiliki bentuk yang lebih sederhana dan biasanya dipegang
di tangan. Kata moktak memiliki dua bagian: mok yang berarti
“kayu” dan tak yang berarti “pukulan”. Namun, nama asli moktak
dalam bahasa Cina sebenarnya adalah muyu, dari kata mu yang
berarti “kayu” dan yu yang berarti “ikan”, berhubung bentuknya
yang menyerupai ikan dengan mulut terbuka.
Sebuah legenda mengenai moktak menceritakan tentang
seorang biksu nakal yang meninggal dan terlahir kembali sebagai
seekor ikan. Di punggung ikan tersebut, tumbuh sebatang pohon
yang besar, yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Pada
suatu hari, mantan gurunya melihat dia berenang di sungai dan
mengenalinya. Ikan tersebut memohon pada gurunya untuk
melepaskan pohon tersebut dan mengukirnya menjadi sebuah
instrumen berbentuk ikan. Sejak saat itulah suara moktak mulai
menginspirasi orang–orang setiap kali dimainkan di dalam biara.
Cerita lainnya mengenai asal–usul moktak juga melibatkan
seorang biksu dan seekor ikan. Dahulu kala di Cina, ada seorang

115
Nutrisi Hati 2

biksu bernama Chung San Poep Sa yang terkenal karena


terjemahannya atas Sutra Hati dan bacaan doanya yang merdu.
Suatu hari, seorang pejabat dan keluarganya bertamasya di
sebuah danau dekat tempat tinggal biksu tersebut. Ketika mereka
sedang menikmati acara mereka, tiba–tiba bayi si pejabat jatuh
dari perahu. Tidak ada yang dapat menolongnya karena tidak ada
yang bisa berenang.
Dengan rasa duka yang sangat dalam, pejabat tersebut
meminta tolong kepada nelayan lokal untuk menemukan jasad
anaknya. Mereka mencari selama 3 hari tetapi semuanya sia–sia.
Jasad anaknya tetap tidak dapat ditemukan. Pejabat yang alim itu
akhirnya pergi ke Biksu Chung San Poep Sa untuk mengadakan
upacara kematian untuk anaknya, walaupun badannya tidak
dapat ditemukan.
Chung San Poep Sa mulai membacakan doa. Batinnya
menjadi murni dan dia dapat mengetahui apa yang terjadi pada
bayi tersebut. Esok harinya, Chung San Poep Sa pergi ke pasar
dan membeli seekor ikan yang sangat besar. Ketika mereka
membuka perut ikan, mereka melihat si bayi. Ajaibnya, ia masih
hidup. Chung San Poep Sa lalu berkata, “Karena himpunan karma
baiknya yang menghindari pembunuhan selama kehidupan–
kehidupan sebelumnya, bayi ini selamat walaupun telah ditelan
oleh ikan besar.”
Semua orang sontak merasa senang! Pejabat tersebut sangat
bahagia, dan dia membuat instrumen khusus berbentuk ikan untuk
Chung San Poep Sa. Sejak saat itu, moktak dibuat dalam bentuk
seperti ikan, dengan mulut terbuka dan perut yang kopong.
Terlepas dari semua kisah luar biasa dan berwarna ini,
penelitian terbaru di Cina menunjukkan bahwa asal–usul muyu
adalah perkusi batu yang dinamai ikan batu, yang digunakan
penganut Tao untuk mengiringi pembacaan doa. Pada akhir tahun

116
Apa Itu Moktak ?

200–an, dalam periode Dinasti Chin, beberapa Buddhis mulai


menggunakan muyu, dan instrumen ini menjadi lebih populer
pada zaman Dinasti Tang. Pada tahun 725, Kaisar Hsung Chun
mendirikan beberapa kuil Buddhis di sekitar ibukota. Rakyatnya
memberikan persembahan berupa instrumen berbentuk ikan yang
terbuat dari giok dan batu mulia. Beberapa memiliki panjang
hingga 3 kaki. Kaisar Hsung Chun lalu bertitah bahwa instrumen
yang indah dan berharga ini hanya boleh digunakan dalam
pembabaran Dharma kerajaan dan pesta vegetarian, dan oleh
karena itu dibuatlah replikanya yang terbuat dari kayu. Ikan kayu
tidak hanya lebih praktis, namun juga menghasilkan suara yang
merdu.
Apa pun asal–usulnya, suara khas moktak yang bergema
melalui pegunungan membangunkan dan menginspirasi kita
untuk terus berpraktik.

117
18

Karavan Kobun Chino


Reginald Ray
Penerjemah: Silviana
Reginald Ray menulis kenangan tentang
Master Zen dan penulis kaligrafi terkenal,
Kobun Chino Roshi, yang meninggal secara
tragis bersama dengan anak perempuan
bungsunya pada bulan Juli 2002.
P
ada tanggal 26 Juli 2002, Kobun Chino Roshi tenggelam
karena mencoba untuk menyelamatkan putrinya yang
berusia 5 tahun, Maya, yang jatuh ke dalam kolam.
Kematian ayah dan putri tersebut memberikan suatu pukulan
keras, terutama kepada istrinya dan kedua anaknya, kemudian
kepada murid–murid terdekatnya, dan terlebih lagi kepada
semua orang yang pernah mengenal Kobun dan yang menyukai
kelembutannya, kehangatannya, dan realisasi mendalamnya.
Pada Januari tahun ini, Kobun menerima posisi sebagai
World Wisdom Chair (Ketua Kebijaksanaan Dunia) di Universitas
Naropa, sebuah posisi yang seharusnya sudah dia pegang selama
paling tidak 3 tahun. Seraya menunda perbaikan perumahan
Naropa untuknya, Kobun tinggal di Shambhala Mountain Center
(sebelumnya Rocky Mountain Dharma Center) di pegunungan
utara Colorado, pulang–pergi ke Naropa untuk mengajar. Kobun
mencintai tempat itu, dan dia tinggal di sana dengan bahagia
sejak awal Januari hingga kematiannya.
Selama masa ini, Kobun dan keluarganya tinggal di sebuah
karavan berukuran sedang dengan sebuah kamar tidur kecil dan
kombinasi dari ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Tempat
tersebut merupakan sebuah tempat yang sangat kecil untuk
ditempati oleh sebuah keluarga dengan 5 anggota, termasuk tiga
anak kecil–––Maya dan Hatsuko–kedua putrinya yang berumur
7 tahun–dan Alyosha, putra berusia tiga tahun yang sangat
bersemangat–––dan seluruh perabotan dan peralatan rumah,
berikut kuil keluarga dan buku–buku Kobun.
Setelah tinggal bersama keluarga saya beberapa tahun
di tempat itu, saya mengenal karavan yang berusia 25 tahun

121
Nutrisi Hati 2

ini dengan sangat baik. Ketika saya mendengar Kobun dan


keluarganya tinggal di sana, saya segera membayangkan kesesakan
dan kekacauan konstan. Saya membayangkan bagaimana
seseorang dapat hidup dalam kondisi seperti itu dengan kepuasan,
atau, katakanlah, kewarasan.
Tetapi, ketika saya mengunjungi Kobun untuk pertama
kalinya, saya mendapati sebuah pemandangan yang jauh dari
bayangan saya. Sejak saat itu, setiap kali saya mengunjunginya,
yakni setiap 2 atau 3 minggu sekali, saya merasa saya sedang
melangkah keluar dari keduniawian dan dunia luar yang terbatas
menuju sebuah dunia dengan ruang–dalam yang luas. Dinding
karavan selalu terlihat bergerak menjauhi Anda, dan langit–langit
karavan, meskipun rendah, terlihat merentang ke atas. Tempat
itu merupakan tempat yang ingin Anda masuki. Tiba–tiba Anda
merasa lebih hadir dan lebih hidup hanya dengan berada di sana.
Saya merasa sangat senang ketika mengunjungi Kobun, berjalan
melewati pintu karavan tersebut dan merasakan seluruh ruang–––
pikiran saya akhirnya dapat terbuka dan santai sepenuhnya!
Semua orang selalu berada di ruang utama, karena tidak
ada tempat lain lagi. Namun, tempat itu tidak pernah terasa
sempit. Keadaannya selalu terlihat seperti ada banyak ruang dan
tempat untuk setiap orang. Seolah–olah, dalam semesta karavan
kecil ini, terdapat galaksi–galaksi berbeda yang berputar pelan di
ruang angkasa, masing–masing dengan keindahan dan keagungan
mereka sendiri. Katrin mungkin berada di dekat kompor di sana,
sedang menyeduh teh untuk kami; Kobun dan saya mungkin
sedang duduk di lantai dengan meja bergaya Jepang yang rendah
di sini; dan anak–anak mungkin sedang bermain, mewarnai,
melukis, atau membangun sesuatu di berbagai tempat di sekitar
ruangan, melakukan akrobat secara berkala atau memanjat satu
sama lain, atau memanjat Kobun dan saya.

122
Karavan Kobun Chino

Orang–orang biasanya menganggap kelapangan sebagai


sesuatu yang dingin, terisolasi atau sepi, tetapi di dalam karavan
tersebut tidak seperti itu; ketika Anda memasuki pintu, Anda akan
bertatap mata dengan Kobun, yang menyambut dengan hangat
dan penuh suka cita. Dan, seperti biasanya, memang selalu
begitu. Kemudian, Anda akan menemukan diri Anda ditarik ke
dalam ruangan itu, dengan perasaan bahwa ruangan itu sangat
luas, tetapi sangat menyambut dan akomodatif sehingga tiba–tiba
Anda merasa Anda dapat menjadi diri sendiri, siapa pun atau apa
pun yang terjadi saat itu. Dalam seluruh ruang itu, Anda merasa
disambut, dikenal, dan dihargai.
Anak–anaknya dengan jelas merasakan kelapangan dan
keakraban yang luar biasa ini, dan perilaku mereka mencerminkan
itu. Masing–masing menciptakan dunia mereka sendiri, kreativitas
mereka, energi mereka, konflik mereka, gejolak emosional
mereka secara cukup terbuka di ruangan itu, tanpa rasa takut
atau keraguan. Dalam ruangan itu, terasa sangat wajar untuk
merangkul anak–anak dengan sadar, dengan kehangatan dan
penghargaan, meskipun kita sedang membicarakan hal lain. Saya
mempelajari sesuatu yang penting, yaitu: semakin luas ruang yang
ada, semakin terasa kehangatan dan semakin banyak ruang untuk
keakraban, penghargaan, dan kesenangan.
Ruang dalam karavan tersebut sangat hening. Kobun
sendiri jarang bicara, sesuatu yang biasanya dijadikan lelucon
oleh istrinya, Katrin. Di antara kami semua, terdapat sedikit
pembicaran yang tidak relevan. Bahkan pembicaraan anak–
anaknya, bahkan ketika mereka mengeluh, secara acak dan tidak
masuk akal, sepertinya entah bagaimana selalu tepat sasaran.
Terdapat pembicaraan kecil, dengan seruan sesekali, keluhan
atau jeritan anak–anak, tetapi juga terdapat keheningan mendasar
di balik semua itu. Keheningan dalam karavan tersebut bukan
merupakan keheningan karena tertekan atau ketidaknyamanan.

123
Nutrisi Hati 2

Keheningan itu juga bukan merupakan keheningan di mana Anda


merasa Anda tidak dapat atau tidak boleh berbicara. Keheningan
itu lebih merupakan suatu kondisi yang muncul secara alami
ketika keadaan seimbang, terdapat kenyataan melimpah, dan
tidak ada hal yang perlu diucapkan. Keheningan tersebut adalah
suatu ekspresi akan kegembiraan dan kedamaian.
Sejak meninggalnya Kobun, saya sering merasakan betapa
bedanya keheningan dalam karavan tersebut dengan cara biasa
kita berbicara, di mana sebagian besar dari perkataan sehari–hari
kita ditujukan untuk menunjukkan keberadaan dan kepentingan
kita. Anak–anaknya juga sepertinya merasakan kehangatan dan
inklusivitas dari keheningan itu, karena sepertinya mereka tidak
perlu menuntut orang tua mereka untuk memperhatikan mereka
dan mengakui keberadaan mereka. Entah bagaimana, mereka
tahu mereka selalu dirangkul terus–menerus dalam kehangatan,
sehingga perkataan mereka menjadi tidak terlalu menuntut dan
histeris. Bisa jadi mereka juga merasakannya: bahwa di dalam
ruang karavan, kegembiraan, emosi dan konflik mereka–yang
meletup sebagai bagian dari momen demi momen kehidupan
mereka–tidak menghadapi perlawanan dan dakwaan. Tanggapan
memang ada, dan komentar juga ada, tetapi setelah letupan
emosi, ibarat setelah sebuah badai petir di gunung, suasana
entah bagaimana secara tiba–tiba menjadi lebih jelas dan cerah
dari sebelumnya, dan setiap orang akan merasa lebih hidup dan
gembira.
Sejak Kobun meninggal, saya juga merasakan perbedaan
antara ruang dalam karavan Kobun dengan ruangan yang biasa
kita huni dalam hidup kita. Sebagian besar ruangan yang kita
temui mengharuskan kita, tanpa kita sadari, untuk mengecilkan
dan mengurangi diri kita sendiri agar dapat “menyesuaikan diri”.
Kita merasakan harapan halus dari lingkungan sekitar kita dan kita
memadamkan api kesadaran dalam diri kita, sering kali sampai

124
Karavan Kobun Chino

api tersebut tidak berkelip sama sekali. Kita selalu merasa orang
lain mengharapkan kita harus menjadi seperti apa, apa yang boleh
dan tidak boleh kita lihat, dan kita menyesuaikan diri–––bukan
hanya soal bagaimana kita harus bertindak, tetapi lebih kepada
hal–ihwal macam apa yang kita izinkan untuk diri kita alami.
Hal yang membuat pengalaman dalam karavan tersebut
berbeda adalah fakta bahwa tidak ada ekspektasi (harapan) yang
mengendalikan lingkungan. Saya mungkin memiliki harapan saya
sendiri, Katrin atau anak–anaknya mungkin memiliki harapan
mereka masing–masing, tetapi pada dasarnya fakta terpenting
dalam karavan Kobun adalah bahwa ruang tersebut tidak
menghadirkan ekspektasi. Dan ini terjadi karena batin Kobun
adalah batin yang tidak memiliki ekspektasi.
Batin Kobun benar–benar terbebas dari pemikiran bahwa
sebuah hal harus begini dan tidak boleh begitu. Inilah mengapa,
bagi saya, berada di dekatnya terasa sangat bebas dan gembira.
Setelah Kobun dan Maya meninggal, dan setelah kremasi,
Katrin, Hatsuko, dan Alyosha kembali ke Shambhala Mountain
Center dari Swiss (tempat kecelakaan itu terjadi), dan saya pergi
mengunjungi mereka di karavan. Tanpa menyadarinya, saya sudah
menganggap karavan ini sebagai sebuah ruang yang luar biasa,
tempat yang luas, tenang, dan akrab di mana batin Anda terasa
terbuka secara alami, kesadaran Anda diperluas tanpa batas dan
Anda merasa bebas. Tetapi, ketika saya memasuki karavan ini
dengan ekspektasi dalam pikiran saya, saya tertegun saat menyadari
bahwa, dengan kematian Kobun, ruang tersebut telah hilang.
Sekarang saya merasakan bahwa karavan ini merupakan tempat
yang benar–benar biasa, agak suram, kumuh dan sempit, tempat
semua pengalaman kecil dan normal Anda tetap utuh sepenuhnya.
Katrin membantu saya memahami perubahan mengejutkan
ini dalam percakapan pertama kami sejak kematian Kobun.

125
Nutrisi Hati 2

Dia mengatakan bahwa setelah kematian Kobun dan Maya, dia


merasa sangat perlu kembali ke SMC, setidaknya untuk sementara
waktu. Saya berkomentar tentang ketidakterbatasan, kedamaian,
dan aspek magis dari tempat tersebut, yang sangat tak dapat
diperkirakan namun juga selalu menyediakan apa pun yang
diperlukan dalam perjalanan seseorang pada momen tersebut.
Katrin menjawab, “Setiap tempat yang saya datangi bersama
Kobun terasa seperti itu.”
Inilah alasan kenapa ruang dalam karavan tersebut sangat
luar biasa hidup dan megah ketika Kobun masih berada di sana,
dan kenapa hal itu berubah menjadi sangat biasa sekarang. Batin
Kobun! Kesadaran Kobun yang mengelilinginya ke mana pun dia
pergi. Dan mungkin inilah mengapa Kobun ingin tinggal di SMC–
––bukan karena dia ingin mencari sesuatu (seperti sebagian besar
dari kita), tetapi karena ruang besar di tempat itu mencerminkan
siapa dirinya.
Tidak lama sebelum dia meninggal, Kobun memberikan
saya sebuah kaligrafi. Dari pembicaraan kami, dia mengetahui
kecintaan saya pada tempat ini dan juga, saya yakin, kecintaan
saya kepadanya. Meskipun saya tidak mengetahuinya, saya merasa
dia melihat dengan jelas bahwa kecintaan tersebut bukanlah dua,
melainkan satu cinta. Dari banyak hal yang dia katakan melalui
ajarannya selama musim dingin dan musin semi, sekarang
saya dapat melihat bahwa dia mengetahui kematiannya sudah
mendekat, dan kaligrafi ini merupakan sebuah hadiah perpisahan.
Saat dia memberikannya kepada saya, dia menerjemahkannya
dengan kasar, dan bukan tanpa humor, “Shambhala Mountain
Center berada dalam batinmu.” Kemudian, dia memberikan
terjemahan yang lebih harfiah, “Tanah suci ada di dalam batinmu.”
Menurut saya, Kobun ingin mengatakan dalam kaligrafi
itu bahwa ruang yang saya cintai di tempat ini, ruang yang saya

126
Karavan Kobun Chino

temukan dan cintai dalam batin Kobun, tidak hanya “berada


di luar sana.” Bukan hanya pada akhirnya atau di masa yang
akan datang; faktanya, ruang tersebut sudah hadir–saat ini pada
momen ini, ruang tersebut hadir di dalam diri. Ruang itu selalu
berada di sana. Ruang itu dapat pergi bersama Anda. Anda
dapat menemukannya di mana pun Anda berada. Kobun pernah
berkata, “Apa yang Anda cintai di tempat ini, apa yang Anda
cintai dalam diri saya, kini Anda harus menemukannya untuk diri
Anda, dalam diri Anda.”

127
19

Mendiang Raja Thailand dan


Kekuatan Kebaikan
Biksu Thanissaro
Penerjemah: Steven Cokro
Mungkin lebih baik kita melihat sosok
mendiang Raja Bhumibol sebagai
contoh bagaimana cara kebaikan dapat
mendatangkan stabilitas dan kedamaian
kepada orang-orang di dunia.
B
uddha menetapkan sosok raja yang ideal–seorang Raja
Dharma–yang memimpin dengan murah hati demi
rakyatnya, selaras dengan Dhamma, dan pada gilirannya
dicintai sepenuh hati oleh rakyatnya. Menariknya, Buddha tidak
pernah mengajarkan ideal ini kepada seorang raja. Sebaliknya,
beliau mengajarkannya kepada orang–orang, mungkin dengan
harapan bahwa ketika ideal ini tersebar luas di kebudayaan,
raja–raja akan dengan sendirinya merespons hal tersebut dengan
berusaha memenuhinya. Dan walaupun ajaran ini hanya memiliki
dampak langsung yang kecil pada masa Buddha, sejarah mencatat
kemunculan raja–raja Buddhis cemerlang yang pada abad–abad
selanjutnya meyakini dengan serius ajaran tersebut dan berusaha
mengikuti arahannya dalam cara mereka memerintah.
Raja Ashoka mungkin adalah contoh yang paling terkenal
dari seorang Raja Dharma, tetapi di zaman modern ini kita
memiliki Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand, yang baru
saja meninggal pada umur 88 tahun. Selama 70 tahun masa
pemerintahannya, dia bepergian ke seluruh daerahnya, biasanya
ke daerah terpencil yang masih tidak pernah dikunjungi oleh
pemerintah Thailand, untuk mengerti kesulitan yang dihadapi
oleh rakyatnya dan melihat apa yang dapat dia lakukan untuk
membantu mereka. Seperti yang dia katakan kepada wartawan
asing, dia menganggap rakyatnya sebagai anggota keluarganya,
dan sungguh–sungguh ingin melihat mereka makmur. Proyek
kerajaan yang dia mulai untuk meningkatkan panen, memberikan
penanganan medis ke daerah terpencil, menyediakan sumur,
bendungan, dan kanal, mengubah cuaca untuk mendatangkan
hujan, serta meningkatkan kualitas kehidupan rakyat Thailand,
semua ini berjumlah lebih dari 4.000 proyek. Dan walaupun dia

131
Nutrisi Hati 2

sering memberikan kebutuhan utama bagi korban bencana, tujuan


utamanya selalu untuk mencari cara agar orang yang miskin dan
tidak berkecukupan dapat berdiri sendiri: bentuk paling bijak dari
kemurahan hati.
Mungkin yang bahkan lebih penting dari proyek–proyek
individual adalah rasa keamanan dan stabilitas yang menyeluruh
yang dapat dia berikan kepada Thailand pada masa di mana
negara–negara lain di sekitarnya mulai hancur berantakan. Fakta
bahwa seorang yang tulus, penuh niat baik, dan sungguh–sungguh
berusaha untuk berbuat baik untuk rakyatnya adalah seorang
kepala negara memberikan Thailand sesuatu yang dibutuhkan oleh
setiap negara untuk menjadi stabil, suatu intisari negara yang dapat
dihormati oleh setiap orang. Terlepas dari kuasa luar yang berusaha
untuk mengganggu stabilitas Thailand selama beberapa dekade
terakhir–baik dari komunisme maupun kapitalisme internasional–
fakta bahwa Thailand memiliki seseorang yang dapat menyatukan
hati semua orang memungkinkan negara ini bisa tetap utuh. Tidak
heran kalau akhirnya rakyat Thailand menyatakan kesedihan atas
meninggalnya raja mereka dalam jumlah yang sangat banyak, dan
dengan ketulusan yang sangat jelas.
Barat juga sangat berutang budi padanya. Jika Thailand
jatuh ke dalam paham komunisme, sama seperti Vietnam,
Kamboja, dan Laos, siapa yang dapat menyangka apa yang akan
terjadi pada tradisi Hutan Thailand? Dharma dari guru–guru
seperti Ajahn Mun, Ajahn Lee, Ajahn Maha Boowa, dan Ajahn
Chah mungkin tidak akan pernah diketahui di luar lingkaran
sekelompok kecil orang Thailand. Mereka yang cukup beruntung
untuk dapat belajar secara langsung di bawah para Ajahn tersebut
akan kehilangan kesempatan seumur hidup sekali.
Media internasional secara besar–besaran memperlakukan
meninggalnya Raja Bhumibol dengan campuran antara

132
Mendiang Raja Thailand dan Kekuatan Kebaikan

merendahkan dan mempermalukan. Para wartawan tidak dapat


percaya bahwa seorang kepala negara merupakan seorang
yang sungguh–sungguh baik, dan bahwa rakyat secara sadar
menunjukkan rasa berkabung atas meninggalnya pemimpin
mereka dengan begitu tulus. Sangat sering, media menghakimi
tindakan Raja yang dikatakan melawan ideologi Barat, dan
menyalahkannya karena tidak konsisten dalam dukungannya
terhadap demokrasi model Barat–tanpa sekali pun berhenti dan
melihat bahwa dalam satu abad terakhir, mereka sendiri tidak
konsisten dengan sikap mereka terhadap demokrasi secara umum
dan stabilitas Thailand secara khusus. Mungkin Raja sudah sangat
konsisten dalam melakukan hal yang dia rasa merupakan hal
terbaik bagi Thailand dalam jangka panjang seiring berubahnya
kondisi eksternal.
Lebih lanjut, sikap media mencerminkan sesuau yang sangat
salah dalam budaya kita: ketidakmampuan untuk percaya bahwa
seseorang dengan kuasa bisa saja adalah orang yang sungguh–
sungguh baik. Bahkan gagasan ihwal ketulusan dan kebaikan
diperlakukan dengan ironi sebagai suatu hal yang harus diberikan
tanda kutip. Kurangnya rasa percaya pada kuasa dan kemampuan
untuk berbuat baik juga berdampak pada terkikisnya kemampuan
kita untuk berbuat baik. Daripada meremehkan Thailand, mungkin
lebih baik kita melihat sosok mendiang Raja Bhumibol sebagai
contoh bagaimana cara kebaikan dapat mendatangkan stabilitas
dan kedamaian kepada orang–orang di dunia.

133
20

Tetap Saja,
Anjing Menemukan Aku
Joan Halifax
Penerjemah: Erwin, Kenkent Dharma
Setelah Dominga, aku tidak punya
keberanian untuk membawa anjing lain ke
dalam hidupku. Aku adalah pencinta anjing,
tapi sudah terlalu banyak yang kulalui; aku
tidak bisa menerima anjing lain. Tetap saja,
anjing menemukan aku.
P
ada suatu musim dingin, aku pergi ke Tres Piedras di New
Mexico untuk berski lintas negara dengan teman. Ken,
bagian dari kelompok ski kami, mempunyai seekor anjing,
Hey Girl, yang telah melahirkan bulan lalu. Ken yakin bahwa
aku harus memiliki salah satu anak anjingnya. Sebagai seorang
praktisi Zen, aku ditawari anak anjing berwarna hitam. Anjing
ini, terkecil di antara semua saudaranya, dengan ekornya yang
cacat, menangkap hatiku. Aku membawanya pulang ke Upaya
Zen Center, memeluknya dalam tanganku.
Aku menamainya Dominga setelah bertemu dengan nenek
buyutnya di Chiapas beberapa tahun yang lalu. Dominga senior
adalah seekor anjing jalanan Meksiko yang mengawali daftar
panjang anjing yang bernama depan “Hey”: Hey Girl, Hey Boy,
Hey Man, dan masih banyak lagi. Daripada nama “Hey”, aku
memilih nama asli dari leluhurnya, Dominga, artinya “Minggu”.
Selama 16 tahun, dia adalah teman terdekatku. Dalam
tahun–tahun pertama kami bersama, kami tinggal di Upaya
Zen Center di Santa Fe, yang telah kudirikan. Sangat protektif,
lucu, mandiri, akrab, dan (jika dia mempercayaimu) penyayang.
Tetapi, Dominga selalu menjadi ancaman bagi siapa saja yang
ingin mendekatiku dan siapa pun yang bertindak mencurigakan
atau agresif. Terlalu sering aku harus menariknya pergi dari kaki
seseorang yang dicurigainya, yang berjarak terlalu dekat denganku.
Hasil dari kebiasaannya menyerang orang asing adalah: mereka
memukul, menyemprot merica, dan meneriakinya; tapi dia tidak
berhenti melindungi aku. Akhirnya, aku pindah dengannya ke
Prajna Mountain Forest Refuge agar dia bisa berkeliaran dengan
bebas dan tidak lagi menakuti orang–orang tak bersalah yang
berkunjung ke Upaya.

137
Nutrisi Hati 2

Di usianya yang ke–15 tahun, Dominga mulai berjalan


lambat. Lalu, kakinya sudah tidak bisa lagi menahan tubuhnya.
Muridku, Maria, yang sangat mencintai Dominga, menjaganya
sampai 6 bulan sekarat terakhirnya. Itu adalah hal yang sangat
berat bagi Maria, Dominga, dan diriku. Aku terus bepergian, dan
Dominga semakin tak berdaya. Pengabdian dan perawatan Maria
sangat luar biasa; ia mengajak Dominga keluar dari rumah untuk
berjalan, tidur dengannya, dan mencintainya ketika dia menangis
dalam ketakutan dan kebingungan. Akhirnya, kami berdua duduk
dan melihat anjing tuaku terbebas dari penderitaannya yang
panjang.
Setelah Dominga, aku tidak punya keberanian untuk
membawa anjing lain ke dalam hidupku. Aku adalah pencinta
anjing, tapi sudah terlalu banyak yang kulalui; aku tidak bisa
menerima anjing lain. Tetap saja, anjing menemukan aku.
Satu tahun kemudian, setelah dirawat di rumah sakit, aku
kembali ke Upaya untuk pemulihan, dan pada malam pertamaku
di rumah, badai hujan menerjang Santa Fe. Di tengah malam,
aku mulai khawatir kalau kuil kami akan kebanjiran lagi. Penghuni
senior kami tidak ada di tempat, dan aku tidak tahu kalau penghuni
baru sudah diajari latihan menghadapi badai. Kuil kami sudah
2 kali kebanjiran karena badai seperti ini, jadi aku memutuskan
bahwa keputusan paling bijak adalah keluar dan memeriksa
saluran air.
Saat itu sudah lewat tengah malam; anginnya kencang
dan hujannya deras. Aku mengenakan baju mandiku, turun ke
bawah dalam suasana gelap, membuka pintu depan, dan melihat
sekelebat bayangan yang berlalu dengan cepat di depan gerbang
Upaya. Aku menduga itu mungkin seekor serigala, dan ragu
untuk melanjutkan perjalanan, tapi kekhawatiran tentang banjir
mendorongku untuk menerjang malam.

138
Tetap Saja, Anjing Menemukan Aku

Setengah jalan menuju kuil, sesuatu membungkus di sekitar


kakiku. Aku melompat, lalu mengulurkan tangan ke bawah; di sana,
ada seekor anjing besar nan kurus yang menggigil dan menempel
padaku. Aku berlutut dan melihat seekor anjing whippet tua. Aku
memeluknya dan mengajaknya untuk mengikutiku ke rumah; di
sana, aku mengeringkannya, memberinya sedikit keju yang ada
di kulkas, duduk di sampingnya, dan meyakinkannya bahwa dia
akan baik–baik saja.
Setelah sekitar 15 menit, aku mengajaknya menemaniku
ke kuil; di sana, aku memeriksa kondisi selokan dan melihat
bahwa semuanya baik–baik saja. Lalu, aku mengundang anjing
itu untuk menemaniku kembali ke Upaya. Aku membentangkan
baju mandiku ke lantai, tepat di samping kasurku, sehingga dia
bisa memiliki tempat yang nyaman untuk tidur. Dia merangkak ke
dalam kain korduroi hijau selama 1 menit, lalu merenggangkan
tubuhnya yang panjang dan menyelinap ke kasurku untuk tidur di
dalam lenganku. Kami berdua tidur sampai pagi.

Aku menamainya Zujin —roh air.

Keesokan paginya, aku berjalan ke kuil untuk pertemuan


akhir terkait sebuah program yang diadakan di Upaya. Zujin
mengikutiku ke Zendo2 dan tanpa sadar memasuki tempat praktik
yang indah ini. Kepala pendeta kami, Genzan, melakukan protes
halus ketika Zujin berjalan melewati orang–orang sebelum kembali
untuk menetap di zabuton3 di sampingku.
Pertemuan sedang berlangsung ketika tiba–tiba pintu kuil
terbuka dan seorang laki–laki masuk dan berteriak:

“Apakah ada yang melihat Roy?”

2 Ruang meditasi.
3 Bantalan meditasi.

139
Nutrisi Hati 2

Roy? Siapa Roy?

Ternyata, Roy adalah anjingnya, si whippet itu, Zujin–ku!


Dan Roy itu anjing jantan (bukan betina seperti anggapanku).
Ada suatu kebuntuan antara Roy dan pemiliknya, dengan aku
di tengah–tengah. Tidak ada pilihan — Roy harus pergi. Dia pergi
dengan enggan. Pemiliknya menarik kalungnya, menyeretnya
keluar dari Zendo.
Namun, Zujin masih mengunjungi Upaya, melayang–layang
seperti awan tua melalui lantai kuil. Dia kadang menemukan
jalannya sendiri ke Zendo. Kadang–kadang kami duduk dan
mendengar suara tap–tap dari kuku tuanya yang panjang di lantai
kayu. Ketika ini terjadi, aku berkata pada diri sendiri, ”Biksu tua ini
kembali berlatih”. Aku tersenyum diam–diam.

140
Daftar Pustaka
Bhikkhuni Sudhamma (2007). Longing to ordain. Lion’s Roar.
Diakses pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/
longing–to–ordain/

Halifax, J. (2017). And yet, dogs find me. Lion’s Roar. Diakses
pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/and–yet–
dogs–find–me/
Harris, J., S. (2017). How to practice Zazen. Lion’s Roar. Diakses
pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/how–to–
practice–zazen/
Holecek, A. (2017). On retreat, block all exits. Lion’s Roar. Diakses
pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/block–all–
exits–from–retreat/
Kornfield, J. (2017). Develop a mind like sky. Lion’s Roar. Diakses
pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/a–mind–
like–sky/
Lief, J. (2016). Buddhist teachings: Where to start when going it
alone. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017 dari https://
www.lionsroar.com/teachings–get–ready–to–dive–in/
Lief, J. (2016). Meditation alone is not enough. Tricycle. Diakses
pada 28 Juli 2017 dari https://tricycle.org/magazine/
meditation–enough–2/
Lion’s Roar Staff and Yongey Mingyur Rinpoche (2017). When the
retreat is over. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017 dari
https://www.lionsroar.com/when–retreat–is–over/
Morey, J. (2014). Bodhi trees. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli
2017 dari https://www.lionsroar.com/bodhi–trees/

143
Piver, S. (2008). My vows. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017
dari https://www.lionsroar.com/my–vows–2/
Ray, R (2002). Kobun Chino’s trailer. Lion’s Roar. Diakses pada
28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/kobun–chinos–
trailer/
Ray, R. (2004). How to study the Dharma. Lion’s Roar. Diakses
pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/how–to–
study–the–dharma/
Sahn, S. (2003). What is a moktak. Lion’s Roar. Diakses pada
28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/dharma–
dictionary–moktak/
Sakyong Mipham Rinpoche (2010). What turns the wheel. Lion’s
Roar. Diakses pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.
com/what–turns–the–wheel–july–2010/
Sakyong Mipham Rinpoche (2017). How to do mindfulness
meditation. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017 dari
https://www.lionsroar.com/how–to–do–mindfulness–
meditation/
Sakyong Mipham Rinpoche (2017). Shamatha meditation:
Training the mind. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017
dari https://www.lionsroar.com/training–the–mind/
Sutherland, J. (2004). What is dokusan?. Lion’s Roar. Diakses pada
28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/dharma–
dictionary–dokusan/
Tablot, M. (2008). Introduction: Teaching your children Buddhist
values. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017 dari https://
tricycle.org/magazine/introduction–teaching–your–children–
buddhist–values/
Thanissaro Bhikkhu (2016). On Thailand’s late king and the
power of goodness. Lion’s Roar. Diakses pada 28 Juli 2017

144
dari https://www.lionsroar.com/on–king–bhumibol–and–the–
power–of–goodness/
Weininger, R. (2017). Sisyphus, the bodhisattva. Lion’s Roar.
Diakses pada 28 Juli 2017 dari https://www.lionsroar.com/
sisyphus–the–bodhisattva/

145
MENGHORMATI
BUKU DHARMA
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan
semua makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana
mempraktikkan ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup
kita, sehingga kita menemukan kebahagiaan yang kita idamkan.
Oleh karena itu, apapun benda yang berisi ajaran Dharma, nama
dari guru kita atau wujud–wujud suci adalah jauh lebih berharga
daripada benda materi apapun dan harus diperlakukan dengan
hormat. Agar terhindar dari karma tak bertemu dengan Dharma
lagi di kehidupan yang akan datang, mohon jangan letakkan
buku–buku (atau benda–benda suci lainnya) di atas lantai atau
di bawah benda lain, melangkahi atau duduk di atasnya, atau
menggunakannya untuk tujuan duniawi seperti untuk menopang
meja yang goyah. Mereka seharusnya disimpan di tempat yang
bersih, tinggi dan terhindar dari tulisan–tulisan duniawi, serta
dibungkus dengan kain ketika sedang dibawa keluar. Ini hanyalah
beberapa pertimbangan.
Jika kita terpaksa membersihkan materi–materi Dharma,
maka mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong
sampah, namun sebaiknya dibakar dengan perlakuan khusus.
Singkatnya, jangan membakar materi–materi tersebut bersamaan
dengan sampah–sampah lain, namun sebaiknya terpisah
sendiri, dan ketika mereka terbakar, lafalkanlah mantra OM AH
HUM. Ketika asapnya membubung naik, bayangkan bahwa ia
memenuhi seluruh angkasa, membawa intisari Dharma kepada
seluruh makhluk di 6 alam samsara, memurnikan batin mereka,
mengurangi penderitaan mereka, serta membawa seluruh

147
kebahagiaan bagi mereka, termasuk juga pencerahan. Beberapa
orang mungkin merasa bahwa praktik ini sedikit kurang biasa,
namun tata cara ini dijelaskan menurut tradisi. Terima kasih.

148
DEDIKASI
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan,
membaca, merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak
lain, semoga semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat
selalu, semoga Dharma menyebar ke seluruh cakupan angkasa
yang tak terbatas, dan semoga semua makhluk segera mencapai
Kebuddhaan.
Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku
ini berada, semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan,
penyakit, luka cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan,
semoga hanya terdapat kemakmuran besar, semoga segala sesuatu
yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah, dan semoga
semuanya dibimbing hanya oleh Guru Dharma yang terampil,
menikmati kebahagiaan dalam Dharma, memiliki cinta kasih dan
welas asih terhadap semua makhluk, semata memberi manfaat
pada sesama, serta tak pernah menyakiti satu sama lain.

149
TENTANG PENERBIT
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN PENERBIT
SARASWATI. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA BANTUAN ANDA?
Penerbit Saraswati adalah sebuah organisasi non-profit. Misi
kami adalah untuk berbagi kebijaksanaan dari ajaran Buddha seluas
mungkin. Melalui buku-buku yang kami terbitkan, terselip upaya untuk
menginspirasi, menghibur, mendukung, dan mencerahkan pembaca di
seluruh Indonesia.
Kami memiliki sebuah mimpi, membuat seluruh buku terbitan
Penerbit Saraswati tersebar seluas-luasnya sehingga dapat menginspirasi
banyak orang, baik pemula yang penasaran, hingga praktisi yang telah
berkomitmen. Apakah Anda setuju dengan mimpi kami ini? Karena tentu
saja kami tidak dapat mewujudkan mimpi ini tanpa bantuan Anda.
Buku Dharma ini dapat Anda UNDANG kehadirannya di hidup
Anda tanpa biaya berkat kebajikan berdana para dermawan. Mari turut
bermudita dan mendoakan para dermawan yang telah memungkinkan
ini terjadi.
Apabila Anda berminat pula untuk terlibat dalam kebajikan seperti
ini, silakan bergabung sebagai Dharma Patron Lamrimnesia dan berdana
ke:
BCA 0079 388 388 a.n. Yayasan Pelestarian dan Pengembangan
Lamrim Nusantara
MANDIRI 119 009 388 388 0 a.n. Yayasan Pelestarian dan
Pengembangan Lamrim Nusantara
Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan menghubungi
Call Center Lamrimnesia.
Dengan menjadi Dharma Patron, Anda secara langsung terlibat
dalam (1) penerbitan dan penyaluran buku Dharma, (2) penyelenggaraan
kegiatan Dharma, (3) pendanaan biaya operasional dan mobilisasi
Dharma Patriot dalam rangka mendukung aktivitas (1) dan (2) di atas.
Untuk mengetahui lebih lanjut serta memesan buku terbitan Penerbit

151
Saraswati, silakan hubungi kontak di bawah ini:
Care: +6285 2112 2014 1
Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

152

Anda mungkin juga menyukai