Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PSIKOLOGI PERNIKAHAN

Disusun untuk memenuhi mata kuliah psikologi kebidanan

Dosen pembimbing : rosalina

Disusun oleh kelompok 10 :

1. Sima Rohaini P27224016192


2. Tika utami dewi P27224016194
3. Tsania habibatusalamah P27224016195
4. Yunika putri hapsari P27224016199

D IV Kebidanan semester V

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

JURUSAN KEBIDANAN

2018
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi
terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka untuk menegakan keluarga yang bahagia
dan menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, suami istri memiliki suatu tanggung jawab
dan kewajiban. Pada hakekatnya perkawinan merupakan bentuk kerjasama kehidupan anatara
pria dan wanita di dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas dan hal ini
sangat diperhatikan baik oleh Agama, Negara maupun Adat.
Setiap perkawinan pasti mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus
didukung oleh rasa cinta terhadap pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut agar seseorang
tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih sayang merupakan jembatan
dari suatu pernikahan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan adalah memberikan
kebahagiaan. Dalam menjalankan perkawinan pasangan harus melalui penyesuaian-
penyesuaian karena pada dasarnya pasangan tersebut adalah pribadi-pribadi yang berbeda.
Ada berbagai macam bentuk perkawinan yaitu, perkawinan Poligami dan perkawinan
Eugenis. Namun kenyataannya dalam menjalankan kehidupan perkawinan pasti selalu ada
gangguan dan permasalahan saat perkawinan. Persoalan yang muncul biasanya mencakup
tigal hal yaitu kekurangan ekonomi, hubungan keluarga yang kurang harmonis, seks dan
perselingkuhan.
Persiapan perkawinan

Persiapan perkawinan terdiri atas persiapan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun jiwa yang
meliputi berbagai aspek yaitu biologis/fisik mental/psikologis, psikososial , dan spiritual
(WHO,1984).

1. Aspek fisik/ biologis dilihat dari segi kesehatannya, usia 20 -25 tahun bagi perempuan dan 25
-30 tahun bagi laki – laki merupakan usia yang ideal untuk berumah tangga. Mereka yang
hendak berkeluarga . mereka hendak berkeluarga amat dianjurkan untuk menjaga kesehatan,
baik sehat jasmani maupun rohani. Kesehatan fisik meliputi bebasnya seseorang dari penyakit
(apalagi penyakit menular) dan juga bebas penyakit karena keturunan. Pemeriksaan kesehatan
dan konsultasi pernikahan amat dianjurkan bagi pasangan yang hendak menikah .
2. Aspek mental/psikologis yang meliputi beberapa hal berikut ini:
a. Kepribadian, aspek kepribadian sangat penting agar masing-masing pasangan mampu
menyesuaikan diri. Kematangan kepribadian merupakan faktor utama dalam
perkawinan pasangan berkepribadian matang dapat saling memberkan kebutuhan
afeksi (kebutuhan akan rasa kasih sayang )yang amat penting bagi keharmonian
keluarga.
b. Pendidikan dan tingkat kecerdasan juga perlu diperhatikan dalam mencari pasangan.
Latar belakang pendidikan agama juga perlu diperhatikan oleh masing-masing
pasangan.
3. Asepek psikososial/ spiritual yang antara lain terdiri atas beberapa hal berikut.
a. Faktor agama dalam masyarakat tetap dipandang penting bagi stabilitas rumah tangga
b. Latar belakang sosial keluarga berpengaruh pada kepribadian anak yang dibesarkan.
c. Latar belakang budaya juga perlu diperhatikan, perbedaan suku bangsa bukan
merupakan halangan untuk saling berkenalan dan akhirnya menikah. Namun faktor
adat istiadat/ budaya perlu diperhatikan untuk diketahui oleh masing – masing
pasangan agar dapat saling menghargai dan menyesuaikan diri.
d. Pergaulan , sebagai persiapan menuju perkawinan masing-masing calon pasangan
hendaknya dapat saling mengenal terlebih dahulu, dalam pergaulan pranikah, setiap
pasangan hendaknya tetap mengindahkan nilai-nilai norma, etik dan kaidah-kaidah
agama.
e. Pekerjaan dan kondisi materi lainnya. Faktor sandang, pangan dan papan merupakan
kebutuhan pokok sebab suatu perkawinan tidak bisa bertahan hanya dengan ikatan
cinta dan kasih sayang saja bila tidak ada materi yang mendukungnya.
PENYESUAIN PERKAWINAN

Pasangan suami istri biasanya harus melakukan penyesuain satu sma lain selama tahun pertama dan
kedua perkawinan, baik penyesuaian terhadap anggota keluarga masing-masing maupun teman-
temannya. Empat hal pokok yang paling umum dan paling penting bagi kebahagiaan perkawinan
adalah sebagai berikut:

1. Penyesuain dengan pasangan (istri atau suaminya)


hal yang paling penting dalam penyesuaian perkawinan adalah kesanggupan dan kemampuan
sang suami dan istri untuk berhubungan dengan mesra serta saling memberi dan menerima
cinta.
2. Penyesuaian seksual
Masalah ini merupak salah satu masalah paling sulit dalam perkawinan dan salah satu
penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan perkawinan apabila kesepakatan ini tidak dapat
dicapai dengan memuaskan.
Faktor – faktor yang memengaruhi penyesuain seksual adalah sebagai berikut
a. Perilaku terhadap seks. Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara pria dan
wanita menerima informasi seks selama masa anak-anak dan remaja. Sekali perilaku
yang tidak menyenangkan dikembangkan, maka akan sulit sekali untuk dihilangkan
bahkan tidak mungkin dihilangkan.
b. Pengalam seks masalualu. Cara orang dewasa dan teman sebaya bereaksi terhadap
masturbasi, petting, dan hubungan suami istri sebelum menikah . serta cara pria dan
wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya terhadap seks. Apabila
pengalaman awal seseorang wanita tentang petting tidak menyenangkan, hal ini akan
mewarnai sikapnya terhadap seks.
c. Dorongan seksual pererkembangan lebih awal pada pria dibandingan wanita dan
cenderung tetap demikian. Pada wanita timbul secara periodik dengan turun naik
selama siklus Mestruasi. Variasi ini memengaruhi penyesuaian seksual.
d. Pengalaman seks marital awal. Kepercayaan bahwa hubungan seksual menimbulkann
keadaan ekstansi yang tidak sejajardengan pengalaman lain. Halini menyebabkan
banyak orang dewasa muda merasa begitu pahit , sehingga sulit melakukan
penyesuain seksual atau tidak mungkin sama sekali untuk dilakukan.
e. Sikap terhadap penggunaan alaat kontrasepsi, akan menimbulkan sedikit konflik dan
ketegangan jika suami itri tu setuju untnuk menggunakan alat pencegah kehamilan
dibanding apabila keduanya mempunyai perasaan yang berbeda tentang sarana
tersebut.
f. Efek vasektomi, apabila seseorang menjalani operasi vasektomi, maka akan hilang
ketakutan akan kehamilan yang tidak diinginkan. Vasektomi mempunyai efek yang
sangat positif bagi wanita tentang penyesuaian seksual wanita tetapi akan membuat
pria mempertanyakan kejantanannya.
3. Penyesuaian finansial
Uang dan kekurangan uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang
dewasa dengan perkawinan. Dewasa ini, banyak istri yang tersinggung karena tidak dapat
mengendalikan uang yang dipergunakan untuk melangsung kankehidupan keluarga dan
mereka sulit menyesuaikan keuangan dengan pendapatan suaminya setelah terbiasa
membelanjakan uang sesuka hatinya. Banyak suami juga merasa sulit untuk menyesuaikan
dirinya dengan keuangan khususnya jika pada awalnya istri bekerja lalu setelah menikah
berhenti dengan lahirnya anak pertam. Hal ini bukan hanya mengakibatkan pendapatan
mereka yang berkurang, tetapi pendapatan suami harus menutupi semua pengeluaran.
4. Penyesuaian denga pihak keluarga pasangan
Dengan perkawinan setiap orang dewasa akan secara otomatis memperoleh sekelompok
keluarga. Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari
bayi hingga nenek/kakek , yang kerap kali membuat minat dan nilai yang berbeda bahakan
seringkali sangat berbeda dari segi pendidikan, budaya latarbelakang sosialnya. Faktor –
faktor yang memengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan meliputi beberapa hal
berikut.
a. Stereotip tradisional
Stereotip yang secara luas diterima mengenai “ibu mertua yang representatif” dapat
menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sejak sebelum
perkawinan. Stereotip yang tidak menyenangkan mengenai orang tua –mereka itu
adalah “bossy”dan campur tangan- dapat menambah masalah bagi keluarga pasangan.
b. Keinginan untuk mandiri
Orang yang menikah muda cenderung menolak saran dan petunjuk dari orang tua
terutama jika ada campur tangan dari keluarga pasangan, walaupun pada
kenyataannya mereka masih menerima bantuan keuanga dari orang tua.
c. “keluargaisme”
Penyesuaian dalam perkawina akan lebih pelik apabila salah satu pasangan lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk keluarga asal daripada untuk mereka sendiri.
Pasangan bisa terpengaruh oleh keluarga, apabila seseorang anggota keluarga
berkunjung dalam waktu yang lama atau hidup dengan mereka untuk seterusnya.
d. Mobilitas sosial
Orang dewasa muda yang status sosialnya meningkat melebihi anggota keluarganya
atau keluarga pasangannya, mungkinsaja akan tetap membawa mereka dalam latar
belakangnya, banyak orang tua dengan anggota-angota kelauarga sering bermusuhan
dengan pasangan muda.
e. Anggota keluarga berusia lanjut
Merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat pelik dalam
penyesuaian perkawinan , karena adanya sikap yang tidak menyenangkan terhadap
orang tua dan keyakinan bahwa orang muda harus bebas dari urusan keluarga
khususnya bila dai juga mempunyai anak-anak.
f. Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan
Bila pasangan muda membantu atau memiliki tanggung jawab keuangan keluarga
pasangan, maka hal itu sering membawa ketidakberesan dalam hubungan keluarga.
Hal ini dikarenakan anggota keluarga pasangan yang dibantu keuangannya, merasa
marah dan tersinggung.

Anda mungkin juga menyukai