Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamnya


berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan dari kejauhan hari,
namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di
sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu
akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah adanya
perceraian, dimana perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun
perceraian bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dan sudah memasyarakat

Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak namun


perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada
kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian di kalangan
masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus meningkat
terutama contoh yang lebih konkrit yaitu terjadi kalangan para artis, dimana
mereka dengan mudah kawin-cerai dengan tidak memperhitungkan akibat
sikis yang ditimbulkan dari perceraian tersebut, masalah kecilnya biaya
perceraian mereka tidak jadi permasalahan.

Secara psikis tentu perceraian akan sangat mempengaruhi pada


perkembangan anak, baik itu ketika masih anak-anak atau ketika sianak sudah
mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba membahas bagaimana
pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang
dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada
anak anak karena mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.

Undang-undang atau peraturan yang digunakan dalam proses perceraian


di pengadilan adalah UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang
Perkawinan yaitu Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang
detail karena tidak membedakan cara perceraian agama Islam dan yang non
Islam) bagi yang non Islam maka peraturan tata cerainya berpedoman pada

1
UU No.1 Th 74 ini. Kemudian PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan
UU No. 1 Th. 74 mengatur detail tentang pengadilan mana yang berwenang
memproses perkara cerai mengatur detail tentang tatacara perceraian secara
praktik. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) bagi seseorang yang mengalami kekerasan/penganiyaan
dalam rumah tangganya maka kuasailah UU ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi perceraian itu ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab perceraian ?
3. Bagaimanakah dampak perceraian terhadap anak ?
4. Bagaimanakah hak asuh anak setelah perceraian ?
5. Bagaimana upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Perceraian

Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau


kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka
berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Bagi anak-anak yang belum mengerti maksud dari “perceraian” mereka
mungkin sering bertanya-tanya kenapa kedua orangtua mereka tidak pernah
bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa yang diucapkan oleh
orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan emosinya masih
sangat labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam
hidupnya, hidup akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya
menjadi kacau, dan merasa kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka
akan lebih mudah diajak berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan
kondisi, lebih bisa menjaga dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, dan bisa menasehati kedua orangtuanya sesuai
apa yang ia rasakan.
Sedangkan dalam islam, perceraian adalah melepaskan ikatan
perkawinan (Arab,‫ )النكاح قيد لحل اسم‬atau putusnya hubungan perkawinan antara
suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.

Adapun hukum perceraian dalam islam adalah sebagai berikut :

a. Talak itu wajib apabila:


1. Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
2. Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata
sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
3. Apabila pihak pengadilan berpendapat bahwa talak adalah lebih baik
Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami.
b. Perceraian itu haram apabila:
1. Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
2. Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
3. Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya
daripada menuntut harta pusakanya.

3
c. Perceraian itu hukumnya sunnah apabila:
1. Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
2. Isterinya tidak menjaga martabat dirinya
d. Cerai hukumnya makruh apabila:
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan
mempunyai pengetahuan agama
e. Cerai hukumnya mubah apabila
Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau
telah putus haidnya

 Pandangan Anak Terhadap Perceraian Orang Tua


Perceraian bagi anak adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya,
rasanya separuh “diri” anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah
orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan
perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus memendam rasa
rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal
bersamanya lagi.
Dalam sosiologi, terdapat teori pertukaran yang melihat perkawinan
sebagai suatu proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan
dan kehilangan yang terjadi diantara sepasang suami istri. Karena perkawinan
merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama,
sementara latar belakang sosial-budaya, keinginan serta kebutuhan mereka
berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa
dirundingkan dan disepakati bersama.
Banyak pertanyaan dari orangtua mengenai pada usia berapakah
perpisahan dan perceraian orangtua memiliki dampak buruk yang minim bagi
anak? Benarkah justru di usia balita paling baik, karena anak belum banyak
terpapar pada kehidupan orangtuanya?. Jawabannya secara umum adalah
tidak ada usia terbaik. Namun demikian, sesungguhnya dampak perceraian
pada anak-anak bervariasi sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan
psikologis mereka. Orangtua perlu memahami dampak dan kebutuhan yang
berbeda dari anak-anak mereka.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Terdapat banyak penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus


yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah

4
1. Kurangnya berkomunikasi
Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan
antara suami-istri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu
sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya perceraian. karena dengan
berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling mengerti, tidak ada
kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknya
jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi
pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti,
banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan
beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal
berkomunikasi.

2. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

KDRT adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh
suami maupun oleh istri yang berakibat timbulnya penderitaan fisik,
seksual, psikis,dan ekonomi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab
utama perceraian.
3. Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya
perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang
dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah
tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu
kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak adanya
perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling
sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya
kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-
senang bersama orang lain.

4. Masalah Ekonomi
Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana
lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan
terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.

5
5. Krisis Moral dan Akhlak

Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah


ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan
kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa
krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran
dan tanggungjawab
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari semua kasus
perceraian terjadi dalam sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan
dengan maraknya perceraian yang dilakukan oleh kaum selebriti,
membuat bercerai menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka
perceraian terus melonjak.
 Penyebab dan Alasan
Para peneliti telah mengidentifikasi karakteristik mereka yang paling
mungkin bercerai (Thompson 2008: Amato dan Hohmann-Marriott
2007: Clarke-Stewart dan Brentano 2006). Beberapa asosiasi yang
lebih signifikan termasuk yang berikut:
1. Ketidaksetiaan
2. Penyalahgunaan dalam segala bentuk (fisik, seksual, emosional)
3. Kecanduan alkohol atau penyalahgunaan zat
4. keadaan tertinggal
5. Perbedaan kepribadian atau perbedaan yang tak terdamaikan
6. Perbedaan tujuan pribadi dan karir
7. Pengangguran
8. masalah keuangan
9. Kurangnya komunikasi antara pasangan
10. Ketidakcocokan intelektual
11. Ketidakcocokan seksual
12. Jatuh cinta
13. Konversi agama atau keyakinan agama
14. Perbedaan budaya dan gaya hidup
15. Ketidakstabilan mental atau penyakit mental baik mitra
16. Perilaku kriminal dan penjara untuk kejahatan
17. Kurangnya komitmen untuk pernikahan
18. Ketidakmampuan untuk mengelola atau menyelesaikan konflik
19. Harapan yang berbeda tentang tugas-tugas rumah tangga

6
20. Harapan yang berbeda tentang memiliki atau membesarkan anak-
anak
21. Gangguan dari orang tua atau mertua
22. Kurangnya kematangan
23. Desakan menempel peran tradisional dan tidak memungkinkan
ruang untuk pertumbuhan pribadi
24. Ketidakmampuan untuk menangani keanehan kecil masing-
masing
25. Kurangnya kepercayaan atau rasa tidak aman

C. Dampak Perceraian
1. Dampak Perceraian Terhadap Anak
Peningkatan perceraian dan dampak yang dihasilkan pada kesejahteraan
anak-anak telah menjadi fokus utama penelitian selama bertahun-tahun.
Diperkirakan bahwa 40% dari semua anak akan mengalami perceraian
sebelum mencapai usia dewasa (Amato, 2007). Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak dengan orang tua yang bercerai memiliki
tingkat masalah emosional dan sosial yang lebih tinggi daripada anak-anak
dari keluarga yang utuh.
Beberapa profesional paling vokal yang menggambarkan dampak negatif
perceraian pada anak-anak termasuk Judith Wallerstein dan rekan-
rekannya (Wallerstein & Blakeslee, 2003, Wallerstein & Lewis, 2004).
Mereka melakukan studi longitudinal terhadap anak-anak perceraian
menggunakan sampel kecil keluarga dan menyimpulkan bahwa perceraian
memiliki dampak jangka panjang pada anak-anak. Bahkan 5 tahun setelah
perceraian, mereka menemukan lebih dari sepertiga anak-anak
menunjukkan tanda-tanda depresi sedang hingga berat. Setelah 10 tahun,
beberapa anak dewasa kurang berprestasi dan mengalami masalah
emosional, dan setelah 15 tahun, beberapa anak dewasa mengalami
masalah dalam hubungan cinta mereka. Penelitian ini memiliki sampel
yang kecil dan bias dari 60 keluarga dan tidak ada kelompok kontrol,
meskipun itu mengikuti orang yang sama dari waktu ke waktu, dan
memberikan perspektif negatif tentang perceraian. Walaupun sebagian

7
besar penelitian telah menekankan dampak negatif perceraian pada anak-
anak, Hetherington dan Kelly (2002) mengidentifikasi baik aspek negatif
maupun yang lebih positif dari perceraian pada anak-anak. Dalam studi
mereka, For Better or Worse: Divorce Reconsidered, mereka menyelidiki
dampak perceraian pada anak-anak dengan lebih dari 1.400 orang dewasa
dan 2.500 anak-anak. Mereka menemukan bahwa antara 75% dan 80%
anak-anak dilakukan dengan baik 6 tahun setelah perceraian. Jadi
ketahanan jauh lebih menonjol daripada patologi pada anak-anak.
2. Dampak Perceraian Bagi Remaja
perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu.
Masalah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa
dikatakan tidak ada karena ini sifatnya fisikis, namun ada juga
berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami beberapa
akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak
terjaga dengan baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali
meminum-minuman beralkohol maka lambat laun si remaja akan
mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya
menimbulkan sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja untuk
keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja
yang penting untuk dipenuhi yaitu:
a) Kebutuhan akan adanya kasih sayang
b) Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
c) Kebutuhan untuk berdiri sendiri
d) Kebutuhan untuk berprestasi
e) Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
3. Perkembangan Psikologis Anak Korban Perceraian
a) Arti Keluarga Bagi Anak
Bagi anak keluarga sangatlah penting. Keluarga sebagai tempat untuk
berlindung, memperoleh kasih sayang. Peran keluarga sangatlah
penting untuk perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang,

8
baik secara psikologi maupun secara fisik. Tanpa keluarga anak akan
merasa sendiri, tidak ada tempat untuk berlindung.
b) Kondisi Psikologis Anak Akibat Perceraian
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak,
terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal
bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak.
Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan
hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika
orangtuanya bercerai adalah:
1) Merasa tidak aman (insecurity).
2) Tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuannya yang pergi.
3) Marah Sedih dan kesepian.
4) Kehilangan, merasa sendiri, menyalahkan diri sendiri sendiri
sebagai penyebab orangtua bercerai.
4. Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikologi Anak
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak.
Dan ini jelas menorehkan perasaan sedih serta takut pada diri anak.
Alhasil, ia tumbuh dengan jiwa tidak sehat. Berikut ini beberapa saran
untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang
tuanya:
a) Dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang
positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi.
b) Sangatlah penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun yang
sudah bercerai untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka
serta mendukung mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka
pikirkan dan rasakan. Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan
perasaan Anda. Seringkali terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu
orang tua akibat perceraian menyebabkan anak-anak menyalahkan
salah satu dari kedua orang tuanya (atau kedua-duanya) dan mereka
merasa dikhianati. Jadi, anda harus betul-betul siap untuk menjawab
setiap pertanyaan yang akan diajukan anak anda atau keprihatinan
yang mereka miliki.

9
c) Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian
dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. Anak-
anak yang usianya lebih besar, tanpa terduga, bisa mengajukan
pertanyaan dan keprihatinan yang berbeda, yang tidak pernah
terpikirkan sebelumnya olehnya. Meski mengejutkan dan terasa
menyudutkan, tetaplah bersikap terbuka.
d) Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain
melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.
e) Adalah wajar bagi anak-anak bila memiliki berbagai macam emosi dan
reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa
bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian.
Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan
ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.
5. Dampak Positif Perceraian Bagi Anak
Perceraian ternyata juga membawa dampak positif bagi anak adalah :
a) Anak korban perceraian memiliki orientasi yang baik bagi masa
depannya. Anak akan berfikir bahwa kegagalan orangtuanya dapat
dijadikan pelajaran agar ia tidak seperti orangtuanya yang memilih
jalan perceraian, dan ini juga akan menjadi bekal mereka untuk
menuju masa depan yang lebih baik. Anak tersebut merasa bahwa
walaupun orang tua mereka telah bercerai, namun ia tidak boleh patah
semangat ataupun terpuruk kehidupannya. Hal ini ditunjukkan dengan
baiknya prestasi akademik dan non akademik di sekolah. Sehingga,
tidak semua anak korban perceraian mengalami disorientasi masa
depan. Hal ini bergantung kepada persepsi anak tentang perceraian
orang tuanya.
b) Pengalaman traumatik dapat menjadikan anak menjadi tangguh,
berkepribadian matang ataupun sebaliknya. Sebanyak 75% anak
korban perceraian mampu bangkit dan berprestasi. Menurut Bonnie
Benard, anak yang resilien memiliki karakteristik tersendiri yaitu
kompetensi sosial, kemampuan memecahkan masalah, otonomi dan
juga keinginan akan tujuan dan masa depan. Anak menjadi kuat dan

10
tabah dalam menerima, hal ini berkaitan dengan hardiness personality.
Anak yang mampu mengontrol emosinya akan membentuk tindakan
yang mengubah kejadian yang penuh stres menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya. Anak dengan penyesuaian diri yang baik
pasca perceraian orangtua akan menemukan makna yang positif dari
perceraian orangtuanya sehingga dapat menciptakan masa depan yang
lebih cemerlang.

c) Anak korban perceraian mendapatkan pengalaman yang


memberdayakan. Orangtua yang berasal dari keluarga yang relijius
sering dipaksa menikah terlalu muda dan ternyata mereka menikah
dengan orang yang salah sehingga timbullah kasus perceraian. Hal
tersebut membuat anak korban perceraian berpikir bahwa itu
merupakan pengalaman yang memberdayakan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masa-masa


yang mendatang, baik secara psikologis maupun secara fisik. Selain itu
keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung, dan memperoleh kasih
sayang. Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan
tempat memperoleh kasih sayang itu tidak berfungsi dengan sebagaimana
mestinya ? Tanpa keluarga, anak akan merasa sendiri, dan tidak ada
tempat untuk berlindung. Kemana mereka harus pergi jika tempat
perlindungan saja mereka tidak punya ? Apa mereka harus mencari
perlindungan dijalan ? Tidak! Anak adalah generasi penerus yang
seharusnya di jaga dengan baik, oleh karena itu orang tua harus menjaga
anak-anak mereka sebagaimana mestinya peran orangtua. Dan perceraian
bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah. Perceraian adalah penerus
masalah selanjutnya. Orangtua harus memilih antara ego mereka masing-
masing atau masa depan anak mereka.
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua
pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka
berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Faktor Penyebab
Terjadinya Perceraian diantaranya adalah kurangnya berkomunikasi,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perzinahan, masalah ekonomi,
krisis moral dan akhlak.
Sedangkan dampak perceraian bagi anak ada yang positif dan ada yang
negatif. Dampak positifnya, anak tersebut bisa menjadikan hal tersebut
sebagai pelajaran di masa depannya, anak korban perceraian memiliki
orientasi yang baik bagi masa depannya, selain itu pengalaman traumatik
dapat menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang ataupun
sebaliknya, anak korban perceraian mendapatkan pengalaman yang
memberdayakan. Sedangkan dampak negatifnya adalah sedih, marah,
kehilangan, merasa tidak aman, timbul rasa malu, merasa bersalah dan
menyalahkan diri.

12

Anda mungkin juga menyukai