Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

KELOMPOK V
PERCERAIAN DALAM KELUARGA

TIM PENYUSUN:
1. IRFAWANDY
2. MUHAMMAD RIFQI PRATAMA
3. MUHAMMAD JUSMIRAD
4. ANISA
5. ARDIANTY
6. ST. HADIJA

SOSIOLOGI KELUARGA DAN GENDER


PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2020

BAB V
PERCERAIAN DALAM KELUARGA
Kehidupan rumah tangga atau sering disebut berkeluarga bukanlah hal yang saat
dijalani dan akan slalu berjalan mulus dan lurus. Kadang yang bisa kita lihat adalah hal
yang begitu romantic penuh dan kasmaran seakan akan masalah hidup tidak akan ada lagi
setelah kita menikah, mungkin bagi yang belum menikah kadang membayangkan tentang
suami/istri yang pengertian sesui dengan kriteria masing masing serta memiliki buah hati
yang yang di damba-dambakan, pada saat itu pemikiran bagi yang belum tahu menahu
tentang sejatinya pernikahan hanya akan membayangkan yang baik baiknya (Puspitaorini,
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

2014). Namun, sejatinya kehidupan berkeluarga/berumah tangga akan slalu mengalami


pasang dan surut, mengalamai kebahagiaan, mengalami hal-hal yang mengecewakan dan
sedih, kadang juga ada hal-hal senang maupun duka. Dalam keluarga semua perasaan
bercampur aduk dan hampir semua yang berkeluarga merasakan hal hal tersebut. Namun,
ada kalanya masalah yang begitu besar dirasakan oleh orang orang yang berumah tangga
tersebut sehingga merasakan bahwa membinah keluarga tersebut lagi sudah tidak bisa dan
tidak sanggup lagi lalu akhirnya memilih menyerah dan berujung pada perceraian.

A. Definisi Perceraian
Dari (Dr. Hj. Ulfiah, 2016) Perceraian merupakan carai hidup diantara pasangan
suami istri karena kegagalan dalam menjalankan obligasi yang telah mereka lakukan
sebagai kewajiban serta peran dari masing – masing pihak. Didalam kondisi ini suatu
perceraian dapat dilihat sebagai babak akhir dalam hubungan yang bersumber dari
masalah ketidakstabilan perkawinan. Kemudian pasangan suami istri ini menjalanin hidup
terpisah dengan dukungan ketetapan hukum yang sedang berlaku. Karena kedua atau salah
satu pasangan mengambil keputusan agar saling mengakhiri dan meninggal kemudian
berhenti untuk melakukan kewajiban suami istri merupakan akibat dari perceraian yaitu
dengan terputusnya keluarga. Sedangkan menurut (Imron, 2016) suatu perceraian atau
thalak adalah solusi terakhir dalam memecahkan problematika perkawinan.
Dalam sosiologi sendiri terdapat teori pertukaran yang melihat perkawinan sebagai
suatu proses pertukaran hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi
diantara sepasang suami istri. Anggapan ini ada karena perkawinan itu sendiri merupakan
proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama, sementara latar belakang
sosial budaya, keinginan serta kebuthan mereka berbeda, maka prose pertukaran dalam
perkawinan ini harus senantiasa dirundingkan dan disepakati bersama.
Ada beberapa penyebab terjadinya perceraian seperti perselingkuhan, ekonomi,
ketidakcocokan, kekerasan dalam rumah tangga. Menurut catatan PA tanjung pati sekitar
181 keluarga becerai karena tidak ada keharmonisan, 45 pasangan yang tidak bertanggung
jawab, 41 gangguan pihak ketiga, 18 karna masalah ekonomi, 7 karena cemburu, 3 karena
poligami, dan 2 karena kurang akhlak (Nini Anggraini, Dwiyanti Hanandini, 2019).
Perceraian Dalam Islam
Talak atau yang biasa disebut dengan perceraian merupakan pemutusan hubungan
dua belah pihak antara suami dan istri dari pernikahnya yang sah menurut aturan negara
dan islam. Penyelesaian masalah yang menjadi opsi terakhir pilihan mereka yaitu dengan
cara perceraian. Tidak menutup kemungkinan justru dari keputusan perceraian yang
mereka ambil akan membawa masalah baru kedepanya, salah satu masalah baru yang akan
timbul yaitu mengenai hak asuh anak. Sehingga sebaiknya kita berusaha untuk
menghindari terjadinya perceraian.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

Dalam syariat islam cerai merupakan putusnya hubungan perkawinan diantara


suami dan istri atau melepaskan simpul ikatan perkawinan. Perceraian yang terjadi
menyebabkan gugurnya kewajiban serta hak mereka sebagai pasangan suami istri. Saat
mereka cerai dan tidak menikah lagi dengan orang lain dilarang atau tidak dapat
melakukan hubungan suami istri
Dalam (Azizah, 2000) menjelaskan beberapa definisi jenis jenis perceraian dalam
islam yaitu:
1. Cerai talak oleh suami
Adalah perceraian yang terjadi karena suami menceraikan istrinya tampah
menunggu keputusan dari pengadil(hukum). Terdiri dari talak raj’I, talak bain,talak
sunni, talak bid’I, talak taklik.
2. Gugat cerai istri
Adalah perceraian yang di lakukan istri kepada suami dan harus menunggu
keputusan pengadilan atau hukum. Terdiri dari fasakh, khulu’.

Perceraian Menurut Para Ahli


Parah ahli telah menjelaskan perceraian dalam konteks pemahaman keluarga,
dengan kesimpulan bahwa perceriaan adalah sebagai bentuk berakhirnya hubungan yang
mendalam yang sebelumnya di ikat dengan tali perkawinan dengan simpul cinta.
1. Menurut Thompson dan Spanier 1984 perceraian merupakan bukan suatu ketidak
setujuan terhadap lembaga perkawinan namun suatu reaksi terhadap hubungan
pernikahan yang tidak berjalan dengan baik.
2. Menurut Rodgers dan Ahrons dalam perceraian adalah daur kehidupan keluarga
yang terganggu, dimana dapat kehilangan anggota keluargadan menimbulkan
perasaan yang mendalam.
3. Menurut Handoko kematian keutuhan keluarga merupakan suatu tanda pada
perceraian bagi abak - anak, mereka harus menerima kesedihan dan perasaan
kehilangan yang mendalam, hidup tak akan sama setelah orang tua mereka bercerai
dan rasanya separuh diri anak telah hilang.
4. Menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan tuntutan,
putusan hakim, serta salah satu pihak dalam perkawinan itu.
5. Menurut Aziz Saefuddin dan R. Soetojo Prawiroharmidjojo, percerian merupakan
berlainan dengan pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat
tidur yang di dalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari
suami maupun istri untuk pemutusan perkawinan.
6. Menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian merupakan suatu proses pengakhiran pada
suatu perkawinan dikarenakan sesuatu keputusan dengan kebijakan hakim atas
tuntutan dari satu pasang atau salah satu pihak dalam perkawinan
B. Faktor Penyebab terjadinya Perceraian
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

a. Masalah ekonomi dan keuangan


Masalah ekonomi dan keuangan sudah bukan hal yang tabuh dalam masyarakat
yang dapat menyebabkan perceraian, bahkan masalah ini bisa di golongkan dalam masalah
utama perceraian. Masalah ekonomi tentang mencari dan memberi nafka kepada anak dan
istri serta cara mengatur keuangan dalam keluarga sering sekali mengakibatkan
pertengkaran antara suami istri terlebih lagi ketika keduanya sama sama dalam status
mencari nafkah.
Ada hal-hal terkait dengan ekonomi dan keuangan yang kadang dianggap remeh
namun kadang memicuh pertengkaran.
Tidak terbuka soal keuangan.
Dalam hubungan suami istri dalam hal ini membinah rumah tangga, kadang masing
masing menginginkan keterbukaan untuk mengelolah keuangan, baik dari penghasilan
sampai dengan pengeluaran untuk kebutuhannya yang terjadi dalam keluarga. Hal
mengenai keuangan seharusnya dilakukan dengan keterbukaan antar satu sama lain
karena sekecil apapun rahasia mengenai keuangan sangan rentan dalam memicu
pertengkaran.
Banyak utang
Rumah tangga memang terlalu sensitive terhadap keuangan apalagi jika salah satu
pihak memiliki banyak hutang. Dalam kondisi seperti ini, pasangan akan sering merasa
tertekan kareana terlilit hutang dan suatu saat akhirnya emosi tidak dapat tertahan dan
akhirnya meledak. Dan celakanya, banyak kasus perceraian yang memang di sebabkan gara
gara ekonomi dan keuangan dlam keluarga.
Terlalu boros atau terlalu hemat
Boros akan membawa slalu membawa masalah dalam kehidupan keluarga, ketika
istri atau suami menghambur hamburkan uang hanya untuk sikap konsumtif semata tanpa
memikirikan prioritas kadang salah satu pihak akan merasa kesal, apalagi jika sikap boros
ini di rangkaikan dengan burhutang untuk memenuhi sikap konsumtif tersebut
Berhemat itu bukan hal yang salah, namun jika terlalu berhemat itu juga bukan hal
yang baik, kadang salah satu pasangan akan merasa tertekan jika suami/istri terlalu ketat
dalam keuangan. Dan hal ini bisa saja mengundang pertengkaran yang luar biasa
Perbedaan jumlah penghasilan.
Mungkin semua pasangan tidak mengalami hal ini, namun ketimpangan antara
penghasilan suami dan istri juga salah satu penyebab retaknya rumah tangga. Dan biasanya
hal ini terjadi pada pengahasilan istri yang lebih banyak daripada sang suami, bagi keluarga
yang tak mampu menyikapi masalah ini pasti akan menjadi masalah besar hal ini karena
suami yang merasa sebagai pencari nafkah merasa tersaingi dan muncul rasa malu dalam
dirinya apalgi jika didukung dengan istri yang mengumbar umbar penghasilannya didepan
suami bahkan orang lain, maka siap siaplah menghadapi pertengkaran luar biasa yang bisa
saja berujung pada perceraian.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

b. Perselingkuhan
Dapat memiliki kehidupan hubungan rumah tangga yang bahagia serta harmonis
adalah impian semua orang yang membinah rumah tangga. Namun, layaknya pada seuntai
cita-cita hal ini tentu saja wajib dilengkapi dengan kerja keras yang besar, komitmen,
kesabaran, dan kuat pada masing masing pihak, hal ini karena pada bathera rumah tangga
akan banyak sekali badai yang akan menguji rumah tangga sepanjang usia pernikahan
sehingga kedua belah pihak harus siap dan bisa menjaga rumah tangga dengan baik.
Untuk saat ini sudah banyak rumah tangga yang terkena badai masalah
perselingkuhan bahkan sering terjadi. Disini dapat kita ketahui bahwa perselingkuhan
adalah penyebab salah satu permasalahan retaknya rumah tangga sepasang suami istri.
Walaupun tidak semua perselingkuhan berujung perceraian namun dapat diketahui
menimbulkan kerugian pada orang – orang yang dikecewakan contohnya adalah kurang
rasa cinta, merusak keharmonisan rumah tangga, bahkan berkurangnya kepercaya.
Menurut (Muhajarah, 2017)Perselingkuhan biasanya di tandai dengan perubahan
sikap pada pasangan perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan sikap suka
berbohong terhadap pasangan, cenderung bertindak defensive atau slalu bertahan dengan
opininya dan tak mau disalahkan dan yang paling menonjol adalah keseringan
merahasiakan sesuatu
Adapun factor factor yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan di dalam
kehidupan rumah tangga sebagai berikut:
Faktor internal.
Factor internal merupakan factor yang berasal dari dalam yang membuat terjadinya
perselingkuhan dalam ikatan rumah tangga yang bisa menyebabkan perceraian,
1. Tipisnya nilai agama
Agama sudah mengatur tentang bermacam sisi kehidupan manusia. Termasuk
didalamnya urusan rumah tangga. Apa saja yang diperintahkan dan apa saja yang dilarang
semestinya hendak ditaati oleh mereka yang mempunyai kandungan keimanan besar.
Dalam agama apapun, perselingkuhan merupakan perihal yang dilarang sehingga untuk
mereka yang memgang teguh nilai keagamaan tidaka hendak melaksanakan serta malahan
memilah metode memlihara rumah tangga dengan baik. Kebalikannya, bila seorang tidak
memiliki pondasi agama yang kokoh, hendak hendak sangat gampang untuk dirinya buat
berlaku selingkuh. Perihal ini didukung oleh (Matondang, 2014) dengan melaporkan kalau
tanpa agama, manusia tidak bisa jadi merasakan kebahagian serta ketenangan hidup serta
tanpa agama, mustahil bisa dibina keluarga yang nyaman serta tentram
2. Miskin komitmen
Komitmen merupakan modal besar kala mempunyai rumah tangga ataupun mau
menikah buat membentuk keluarga, walaupun tidak mempunyai banyak pengetahuan
tentang agama seorang yang mempunyai komitmen kokoh hendak senantiasa setia pada
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

pendampingnya walaupun apapun terjalin, sebaliknya untuk mereka yang miskin


komitmen hendak slalu berpikiran kalau bertahan pada suatu yang tidak menguntungkan
itu merupakan perihal yang sangat sia sia. Sehingga kala pasangnnya telah condong tidak
menguntungkan hingga ia tidak hendak lagi mempertahankan ikatan tersebut. 3.
Munculnya kebosanan
3. Munculnya Kebosanan
Perasaan bosan merupakan watak yang normal dipunyai manusia. Tercantum
perasaan bosan serta jenuh kepada pendamping sendiri, serta nyaris perihal ini slalu
terdapat dalam ikatan suami istri. Kala perihal ini mulai tidak bisa di bending hingga
kerapkali melaksanakan perselingkuhan merupakan jalur sangat pendek serta memuaskan
yang dapat didapatkan, oleh sebab itu perasaan bosan wajib senantiasa diiringi dengan
control yang kokoh pada masing masing pihak.

Faktor eksternal
Factor eksternal merupakan factor dari luar yang menjadi penyebab terjadinya
perselingkungan dalam rumah tangga dan sangat lebih rentan karena lebih banyak
pengaruh dari luar.
1. Sering menghabiskan waktu kerja bersama bersama partner lawan jenis
Sering menghabiskan waktu kerja bersama partner lawan jenis. Terdapat pepatah
jawa yang berkata“ Tresno jalaran soko kulino”. Pepatah ini kerap terjalin pada dua orang
muda mudi yang berinterkasi dalam waktu yang lumayan lama, apalagi tidak menutup
mungkin untuk mereka yang telah menikah. ( Saadhiyah, 2018) dalam atmosfer tempat
kerja perempuan serta laki- laki berkenalan serta tidak terdapat batas dalam berteman
antar sesame, keterbiasaan ini yang hendak memunculkan rasa kenyaman yang berlebih
daripada yang dapat didapatkan dalam keluarganya sendiri sehingga merangsang
perselingkuhan

2. Adanya godaan wanita/pria lain


Situasi ini sering terjadi pada orang yang memiliki pasangan dengan paras rupawan
terlebih lagi jika pasangan tersebut memiliki karir yang baik. Pada pasangan yang seperti
ini meskipun memiliki komitmen yang kuat namun godaan akan slalu menghampiri karena
sangat dinginkan oleh pihak lain, sehingga sangat dibutuhkan pengawasan yang kuat dan
keterbukaan untuk menjegah godaan godaan pihak lain.
3. Permasalahan keturunan
Menjadi orang tua yang memiliki buah hati yang berbakti kepada orang tua
mungkin semua keluarga menginginkan hal tersebut dan menjadikannya tujuan. Namun,
ada sebagian yang orang yang suda lama membina keluarga namun tak dianugrahi
keturunan, entah hal tersebut disebabkan karena kemandulan, penyakit lainnya atau
memng belum di anugrahi oleh yang maha kuasa. Jika hal tersebut tidak disertakan dengan
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

kesabaran bagi masing masing pasangan dengan mencari solusi dari masalah maka
selingkuh atau bahkan terang terangan mencari pasangan lain bisa saja menjadi jalan
pintas.
4. Hubungan jarak jauh
Kadangkala pekerjaan membuat sejoli suami istri bersedia buat berpisah tempat
tinggal dengan mempercayakan system ikatan jarak jauh ataupun kerap diketahui oleh
orang- orang Hubungan jarak jauh. Jelas saja untuk pendamping yang tidak mempunyai
komitmen serta pegangan agama yang kokoh sangat rentan buat terbentuknya
perselingkuhan sebab perihal ini diakibatkan sangat minimnya pengawasan serta cuma
berlandaskan kepercyaan satu sama lain (Nurwijaya, 2011).

c. Campur tangan pihak ketiga


Dalam rumah tangga, kadang akan ada hal hal yang tidak diinginkan tapi malah
terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Contohnya adanya pihak ketiga yang ikut andil
dalam bathera rumah tangga, mungkin sebagian orang mengartikan pihak ketiga adalah
wanita/pria yang merusak hubungan keluarga atau sering disebut pelakor akan tetapi
bukan hanya unsur diatas yang dapat dikatakan pihak ketiga. Ikutnya keluarga asal dalam
keluarga inti juga bisa dikatakan campur pihak ketiga. Biasanya pihak keluarga yang ikut
campur dalam keluarga adalah orang tua/mertua dimana hal ini besar kemungkinan
mengakibatkan masalah dalam keluarga anaknya atau menantunya, mempropagandai
keluarga anaknya bisa saja berujung pada perselisihan dalam keluarga anaknya. Ada hal
hal yang mengakibatkan pihak ketiga ikut campur dalam keluarga anaknya seperti karena
keadaan Ekonomi, Status sosialnya, dan perbedaan nashab factor tersebut kadang memicu
orang tua atau mertua ikut campur dalam keluarga anaknya (Konflik and Dlaifurrahman,
2018).
d. Masalah seksual
Pernikahan bukan hanya semata tentang ikatan cinta, dalam rumah tangga juga
sangat berpengaruh unsur hubungan seksual namun kenyataannya sering muncul masalah
tentang seksual ini. Kebebasan berhubungan intim dengan pasangan hidup melalui jalan
pernikahan mendapat kepuasan seksual dan keturunan yang mampu menciptakan
keluarga yang mesrah dan bahagia.
Namun dalam kehidupan ini, tak semua orang mambu mebangkitkan hasratnya
dengan normal akan tetapi ada masalah seks yang timbul pada sebagian orang. Mereka
harus menyakiti pasangannya, sampai penderita merasa hasratnya bangkit baru penderita
mengentikan menyakiti lalu melampiaskan hasrat hubungan seksnya kepada pasangan.
Kejadian seperti ini sering disebut Sadokisme si penderita akan menyakiti secara pisik dan
psikis kepada pasangan seksualnya untuk menggairahkan seksnya.
Kekerasan secara pisik yang dilakukan penderita penyakit ini ke pasangannya adalah
melakukan gigitan pada organ vital pasangannya, tamparan dan kasus yang lebih parah
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

penderita mengurangi pasokan oksigen pada pasangannya yang dapat menyebabkan


kematian.
Kekerasan psikis, istri akan mengalami depresi berat dan rasa ketakutan terus menerus
jika sang suami mengajak lagi untuk berhubungan seks. Penderita biasanya mengalami
kepuasan saat sipasangan seks menjerit-jerit kesakitan (Romadon, 2011)
Masalah sesksual ini adalah melibatkan kebutuhan atas penghinaan. Sehingga atas
dasar masalah seksual dapat memicu perceraian dalam keluarga terlebih lagi jika si
pasangan sudah tidak tahan dan mengalami trauma berat sehingga lebih memili perceraian
daripada mempertahan hubungan yang tak bisa membahagiakannya. Selain Sadokisme ada
masalah seks lainnya seperti Homoseks hal seperti ini juga memicu perceraian sesama
suami istri hal ini karena pernikahan hanya didasari untuk menutupi masalah seks dan tak
mampu memberikan hubungan seks pada lawan jenis dengan baik, dan akhirnya si
pasangan yang normal tak mampu untuk mempertahankan hubungan tersebut.
e. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah semua perilaku ancaman, pelecehan,
dan kekerasan baik secara fisik, psikologis, dan seksual antara dua orang yang terikat
hubungan personal ataupun kepada anggota keluarga lain. Dalam UU No.23 tahun 2004
didalammnya diceritakan tentang empat kekerasan yang harus di hapuskan, berikut empat
tipe kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga:
Pertama, kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit atau luka
berat yang dirasakan korban. Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang membuat
ketakutan, rasa tidak berdaya, rasa tak percaya diri, dan hilangnya kemamapuan untuk
bertindak atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Ketiga, kekerasan seksual adalah
kekerasan yang berupa pemaksaan hubungan seksual dan ironisnya pemaksaan hubungan
yang dilakukan adalah hal yang tidak di sukai korban atau bahkan pemkasaan yang tidak
wajar. Keempat, penelantaran rumah tangga yaitu sikap menelelantarkan orang dalam
lingkup keluarganya, yang jelas menurut hokum yang berlaku bahwa baginya atau
perjanjian dia wajib memberikan perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut
(Badriyah Khaleed, 2015).
Dalam (Sofia Hardani, Wilaela, Nurhasanah Bakhtiar, 2010) menjelaskan tentang
siklus KDRT.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

gambar.1
Keterangan:
1. Ketegangan, pada fase ini pelaku menimbulkan insiden insiden kecil, atau kekrasan
kekerasan lisan, seperti memaki, mengancam, dan kekerasan fisik kecil kecilan. Pada
kejadian ini karena korban sering mengalami ketegangan, sikorban akan slalu berusaha
menyabarkan pelaku yang menurutnya membawa hasil.
2. Ledakan Kekerasan, pada tahap ini terjadi ledakan emosi dan penganiayaan pelaku
terhadap korban. Control emosi dan perbuatan sudah tidak terkendali, pelaku dengan niat
memberi pelajaran pada korban dengan bentuk penganiayaan seperti tamparan, pukulan,
tendangan, cekikan, bahkan menyerang dengan senjata atau alat alat yang tajam ataupun
tumpul
3. Minta Maaf, setelah melakukan penganiayaan terhadap korban pelaku biasanya merasa
menyesal atas perbuatanya dan meminta maaf kepada si korban dan tidak mengulangi
perbuatannya kepada korban
4. Bulan Madu, setelah minta maaf pelaku terhadap korban hubungan kemabli lepas dari
puncak ketengangan dan malahan merasakan kemesraan antara suami istri selayaknya
keluarga yang damai.
Perminta maafan pelaku terhadap korban sering membuat korban untuk
memaafkan si pelaku denfan berharap bahwa pelaku tidak akan mengulangi lagi
perbuatannya dan kemudian membuat relasi baru yang harmonis serta melupakan
masalah sebelumnya. Namun jika tida didasari kesadaran kuat dari si pelaku situasi
harmonis ini hanya berthan seberntar saja dan mencul ketegangan sehingga akan terulang
lagi.
Cinta ( rasa cinta dan sayang kepada suami/istri, memaklumi, mencoba untuk mengerti.
Harapan ( berharap hubungan yang dibinahnya bisa menjadi lebih baik)
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

Terror (rasa anacama setiap kali akan di pukuli, ditinggal, dapat menjalani kehidupan
sendiri tapi sakit hati dan takut atas perlakuan pasangannya)
Adapun factor factor penyebab terjadinya KDRT adalah sebagai berikut:
1. Perselingkuhan, dalam hal ini adalah perselingkungan suami dengan perempuan lain
ataupun suami menikah dan mempunyai istri lagi. Perselingkuhan ini akan menjadi salah
satu timbulnya KDRT dikarenakan suami mulai terpengaruh dengan wanita lain yang bisa
saja menghasutnya untuk meninggalkan istri lama, apalgi jika istri lama kekeh dalam
pendiriannya dan kerap kali melawan maka suami yang tergoda ini kadang tidak tanggung
tanggung melakukan kekerasan pisik,psikis dan bahkan penelantaran.
2. Budaya Patriarkhi, patriarkhi artinya ayah adalah pemegang segala kekuasaan dan
didalam masyrakat dijelaskan bahwa laki laki berkuasa terhadap istri dan anak anaknya.
Dalam relasi gender masyrakat patriakhi, laki laki akan diberi tempat yang lebih utama dan
laki laki akan berkuasa terhadap perempuan, oleh karena pandangan seperti ini kadang
menimbulkan kekerasan jika laki laki merasa tertandingi atau tidak suka dengan kelakuan
perempuan dia akan semena-mena.
3. Perbedaan prinsip, prinsip hidup seseorang adalah hal yang dasar dari dalam dirinya dan
berusaha untuk melakukan hal hal sesui dengan prinsip hidupnya tersebut. Apabilah ada
orang yang berusaha atau mencoba prinsip tersebut maka seseorang akan tersinggung dan
tidaka kan terima dengan hal tersebut, tidak terkecuali hal ini terjadi dalam kehidupan
rumah tangga suami istri walaupun mereka sudah menyatu dalam ikatan pernikahan
namun tidak ada yang mempungkiri perbedaan prinsip dalam keduanya. Hal ini berpotensi
besar memicuh perselisihan/pertengkaran atau bisa saja berujung dalam kekerasan.
D. Dampak Perceraian
Penafsiran perceraian merupakan cerai hidup antara pendamping suami istri selaku
akibat dari kegagalan mereka melaksanakan obligasi kedudukan tiap- tiap. Dalam perihal
ini perceraian dilihat selaku akhir dari sutau ketidakstabilan pernikahan dimana pasnagan
suami istri setelah itu hidup terpisah secara formal diakui oleh hukum yang berlaku.
Perceraian ialah terputusnya keluarga sebab salah satu ataupun kedua pendamping
memutuskan buat silih meninggalkan sehingga mereka menyudahi melaksanakan
kewajibannya selaku suami istri (Nasution, 2019). Untuk anak dari keluarga yang berpisah,
penafsiran perceraian dimaknai selaku“ ciri kematian” keutuhan keluarga, rasanya“
setengah diri” anak sudah lenyap, hidup tidak hendak sama lagi sehabis orang tua mereka
berpisah serta mereka wajib menerima kesedihan serta perasaan kehabisan yang
mendalam. Contohnya, anak wajib memendam rasa rindu yang mendalam terhadap bapak/
bunda yang seketika tidak tinggal bersama lagi.
Howard Friedman dalam Gottman and DeClaire meyakinkan kalau perceraian serta
perpisahan orang tua mempunyai pengaruh lebih besar terhadap masalah- masalah
kejiwaan di setelah itu hari daripada pengaruh kematian orang tua. Perceraian
membagikan pengaruh yang lebih mendalam kepada anak (Widiastuti, 2015). Dalam
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

melaksanakan bahtera pernikahan adakalanya terjalin perselisihan serta konflik yang


terjalin antara suami serta isteri yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam berumah
tangga apalagi bisa berakhir dalam sesuatu perceraian. Bagi ajaran islam, kalau perceraian
ialah suatu yang diperbolehkan namun sangat dibenci Allah Swt. Perihal tersebut
menampilkan kalau jalinan pernikahan yang sudah terjalin jangan hingga berakhir ataupun
putus sebab perceraian, namun bila perceraian ialah salah satunya jalur yang dapat
diambil, hingga langkah perceraian membuka jalur buat menuntaskan kasus yang terjalin
dalam ikatan berkeluarga tersebut( Irma Garwan, Abdul Kholiq and Muhammad Gary
Gagarin Akbar, 2018).
Elizabeth B. Harlock menarangkan kalau kesusahan serta kerumitan penyesuaian
diri sehabis terjalin perseraian serta 5 sesi(1). Menyangkal kalau terdapat perceraian,(2).
Mencuat kemarahan di mana tiap- tiap orang tidak mau silih ikut serta,(3). Dengan alibi
pertimbangan anak mereka berupaya buat tidak berpisah,(4). Mereka hadapi tekanan
mental mental kala mereka ketahui akibat merata dari perceraian terhadap keluarga,(5).
Kesimpulannya mereka sepakat buat berpisah. Tidak hanya itu perceraian membutuhkan
penyesuaian tertentu terhadap tiap anggota keluarga. Ada pula penyesuaian yang terutama
merupakan: (1) penyesuaian terhadap pengetahuan kalau perceraian hendak terjalin (2).
Penyesuaian terhadap perceraian itu tertentu, (3) Penyesuaian yang digunakan oleh salah
satu dari kedua orangtua anak,( 4). Penyesuaian terhadap sikap kelompok umur sebaya,
( 5) penyesuaian terhadap pergantian perasaan,( 6) penyesuaian buat cuma dengan satu
orangtua,( 7). Penyesuaian buat menikah kembali, serta( 8) penyesuaian buat menguasai
kegagalan keluarga.( 8). Penyesuaian buat menguasai kegagalan keluarga( Ismiati, 2018).
Pada dasarnya tiap perbuatan yang dicoba oleh tiap manusia memiliki akibat akibat,
tercantum dalam perihal pernikahan yang hendak berakhir sebab perceraian. Perceraian
yang terjalin hendak menyebabkan ikatan yang sempat dijalin antara suami, istri serta
anak jadi tidak sejalan dengan baik. Oleh sebab itu, dalam perihal ini hendak dipaparkan
sebagian pengaruh dari perceraian terhadap para pihak dari keluarga. Ada pula pengaruh
tersebut merupakan selaku berikut( Irma Garwan, Abdul Kholiq and Muhammad Gary
Gagarin Akbar, 2018):
a. Perasaan traumatic
Dalam tiap pergantian hendak menyebabkan stress untuk tiap orang yang hadapi
pergantian tersebut. akibat traumatik akibat dari kejadian perceraian umumnya
lebih besar dari pada akibat kematian, sebab saat sebelum serta setelah perceraian
mencuat rasa sakit serta tekanan emosional, dan menyebabkan celaan sosial.
Terbentuknya kondisi merangsang stress akibat perpisahan serta perceraian yang
terjalin menempatkan pria ataupun wanita dalam resiko kesusahan raga ataupun
psikis.
Damapak dari perceraian yang pengaruhi kanak- kanak, kalau pada biasanya
orangtua yang sudah berpisah merasa sangat pilu serta terluka sebab loyalitas yang
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

wajib dipecah serta atensi yang diberikan kepada keluarga spesialnya kanak- kanak
jadi ketidakpastian akibat yang ditimbulkan dari perceraian tersebut. Ketidak
pastian ini spesialnya hendak lebih sungguh- sungguh apabila permasalahan
keselamatan serta pemeliharaan anak jadi bahan sengketa antara bapak serta
bunda, sehingga seseorang anak akan merasa takut serta bimbang buat
mendapatkan atensi yang optimal laykanya kanak- kanak yang yang lain.
a. Masalah pengasuhan anak
Dalam keadaan berpisah akibat perceraian menyebabkan salah satu diantara
orangtua akan memiliki peran yang ganda. Perlu adanya penyesuaian dan
pemahaman bagi anak-anak yang merasa dirinya tidak mendapatkan perhatian oleh
kedua orangtuanya secara baik. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah karena ada
banyak hal lain yang harus dipikirkan seorang diri. Peran ganda yang dilakukan oleh
seorang single parent harus mampu menjaga dan mengarahkan anak-anaknya
sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Dampak dari perceraian yang berpengaruh bagi anak-anak khususnya mengenai hal
penyesuai dirinya. Karena dengan melihat keadaan tersebut bahwa anak
mempunyai pandangan adanya perceraian yang terjadi diakibatkan kehidupan
keluarganya selama ini sangat bahagia, dapat menjadi situasi yang mengacaukan
kognitifnya dari seorang anak. Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa
kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orang tua yang tinggal
bersama-sama. Karena pada masa ini, anak-anak harus mulai beradaptasi dengan
perubahan hidupnya yang baru yakni mendapatkan perhatian oleh seorang ayah
ataupun ibunya.
b. Gangguan emosional
Terjadinya perceraian yang masih membutuhkan penyesuaian waktu dengan
meykakinan bahwa hubungan diantara suami dan istri sudah tidak bersama lagi.
Harapan yang dimiliki oleh suami dan istri yang ingin membangun keluarga hingga
sampai tua akan tetap bersama sebagai pasangan hidup, akan tetapi menjadi kandas
akibat perceraian, sehingga hal ini akan menyebabkan perasaan yang sangat kecewa
dan menyakitkan diantara pihak-pihaknya. Perasaan lain yang mungkin dialami
adalah perasaan terhina atau perasaan marah dan cenderung emosional akbat sikap
buruk yang dilakukan pasangannya. Menyiapkan diri untuk mampu hidup secara
kesepian karena sudah tidak ada lagi pasangan yang sebelumnya menjadi teman
hidupnya untuk bercerita, berbagi dan lain sebagainya.
c. Perubahan status dan peran
Akibat dari kejadian perceraian yang sangat jelas merupakan mengganti peranan
serta status seorang ialah istri jadi janda serta suami jadi duda, dan mereka hidup
secara sendiri serta terpisah. Orang yang berpisah kerapkali memperhitungkan
kegagalan dari ikatan pernikahan selaku kesalahan personal. Kondisi ini untuk mereka
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

hendak mengintegrasikan kegagalan pernikahan dengan defenisi personal menimpa


keahlian dalam menyayangi seorang, membagikan atensi hingga keahlian buat
menuntaskan sesuatu permasalahan yang ditimbulkannya. Setelah itu tidak kalah
berartinya menimpa aspirasi dalam melaksanakan melaksanakan kedudukan selaku
suami, isteri, bapak serta bunda dari anak- anaknyaAda beberapa dampak ayang
dirasakan .oleh pasangan yang memilih bercerai, antara lain (Ismiati, 2018) :
a. Pasangan yang pernah hidup bersama lalu kemudian berpisah, tentu akan menjadi
canggung saat bertemu kembali.
b. Kebanyakan pasangan yang bercerai umumnya diawali oleh perselisihan dan
permusuhan
c. Tidak hanya diawali oleh permusuhan, pasangan yang awalnya ingin berpisah
secara baik-baik pun bisa menjadi slaing tidak suka akibat perceraian.
d. Perceraian suami istri terkadang menimbulkan trauma bagi pasangan itu sendiri.
Kegagalan rumah tangga menjadi kenangan buruk dan kadang mengambat
seseorang untuk kembali menikah dengan orang lain.
e. Masalah perceraian adalah masalah yang sangat rumit. Hal ini bisa membuat
pasangan menjadi stress dan depresi.
Landis menyatakan bahwa “dampak dari perceraian adalah meningkatnya perasaan
dekat dengan ibunya serta menurunnya jarak emosional anak dengan ayahnya, di samping
itu anak akan menjadi inferior terhadap anak yang lain.
Pada kasus perceraian, anak pada umumnya merasakan bahwa “dampak dari
perceraian adalah ekonomis dan koparental yang yang kurang menguntungkan dari
orangtuanya. Kepribadian anak menjadi terbelah karena harus memilih salah satu
orangtuanya. Memilih berpihak kepada ibunya berarti menolak ayahnya, begitu juga
sebaliknya.
Menurut Agoes Dariyo dalam (Alfina sari, Taufik, 2016) bahwasanya dampak negative
perceraian yang biasanya dirasakan adalah:
a. Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan hidup(laki-laki ataupun
perempuan)
b. Ketidakstabilan dalam pekerjaan
Menurut Sudarto dan Wiran dampak yang ditimbulkan dengan adanya perceraian
dalam (Alfina sari, Taufik, 2016) antara lain:
a. Terdapat perasaan kesepian serta tersingkir,
b. Adanya suatu perasaan yang mengganjal dikarenakan status baru sebagai duda/
janda,
c. Ketika terjadinya perebutan hak asuh anak yang prosesnya panjang apabila tidak
ada kesepakatan keluarga di dalamnya, dan
d. Yang lebih utama yaitu permasalahan ekonomi dimana setelah perceraian maka
perekonomian akan turun drastis karena hanya ada satu pihak yang bekerja.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

E. Pola Pencegahan Terjadinya Perceraian


Pola pencegahan terjadinya perceraian dan mengatasi masalah perkawinan. Dalam
system keluarga. Goode mengemukakan ada beberapa pola pencegahan terjadinya
perceraian(Darmawati, 2017):
1. Pola pertama adalah dengan cara merendahkan atau menekan keinginan-keinginan
individu tentang apa yang bisa diharapkan dari sebuah perkawinan
2. Pola kedua adalah dengan cara menanamkan nilai yang tidak mementingkan
hubungan kekerabatan daripada hubungan suami-istri dalam perkawinan. Biasanya
pada system keluarga yang demikian, anak laki-laki terutama memegang peranan
sangat penting. Dialah yang mengendalikan kehidupan keluarga luas.
3. Pola ketiga adalah dengan cara “tidak menganggap penting” sebuah perselisihan
4. Pola keempat adalah mengajarkan anak-anak dan para remaja untuk mempunyai
harapan yang sama terhadap sebuah perkawinan. Sehingga dalam perkawinan
nanti, seorang suami atau istri dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan oleh
pasangan
Untuk mencegah terjadinya perceraian dapat menggunakan salah satu cara yaitu
dengan adanya konseling keluarga. Menurut Sofyan S, Willis family counseling atau yang
sering kita ketahui dengan kata lain konseling keluarga merupakan suatu upaya berupa
bantuan yang diberikan dengan dasar keinginan membantu dari semua kalangan anggota
keluarga dengan dasar kecintaan serta kerelaan terhadap keluarga. Dimana bantuan yang
akan diberikan kepada individu anggota keluarganya dengan sistem pembenahan
komunikasi keluarga supaya potensinya berkembang secara optimal dan masalah masalah
dapat terselesaikan.
Adapun suatu tujuan yang dapat diraih dari konseling keluarga dikemukakan secara
umum dan khusus oleh Sofyan S, Willis yaitu(Alfina sari dan Taufik, 2016):
1. Tujuan Umum
a. Membantu supaya setiap anggota keluarga dapat menghargai secara emosional
dan belajar bahwa dinamika keluarga merupakan hubungan yang saling kait
mengkait diantara anggota keluarga.
b. Membantu menyadarkan anggota keluarga tentang fakta apabila satu anggota
memiliki masalah, membuat pengaruh terhadap ekspasi, persepsi, serta
interaksi kepada anggota anggota keluarga yang lainya.
c. Untuk membantu supaya tercapainya keseimbangan agar membuat peningkatan
dan pertumbuhan pada setiap anggota.
d. Meningkatkan setiap anggota dengan pertumbuhan supaya keseimbangan
tercapai.
e. Pengaruh dari hubungan parental yang berpengaruh besar terhadap
pengembangan penghargaan penuh.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

2. Tujuan Khusus
a. Idiocynratic ways yaitu cara cara yang istimewa agar dapat meningkatkan serta
mendorong toleransi pada setiap anggota keluarga.
b. Menumbuhkan toleransi kepada anggota – anggota keluarga dengan pengalaman
yang telah dialami seperti konflik, kecewa/frustasi dan rasa sedih karena faktor
sistem keluarga
c. Mengembangkan potensi – potensi dan motif dengan upaya mengsuport atau
mendorong, meningkatkan anggota tersebut dan memberi semangat.
d. Meningkatkan keberhasilan pada presepsi diri seorang orang tua sesuai dengan
anggota – anggota keluarga yang lainnya dan tentunya secara realistic.
Dengan adanya konseling keluarga bertujuan untuk pencegahan konflik, terjadinya
pertengkaran dan ketidak harmonisan yang menimbulkan suatu permasalahan didalam
keluarga yaitu perceraian. Tujuan konseling keluarga yang lainya adalah untuk menjadikan
suatu keluarga yang bahagia, harmonis, sakkinah, mawaddah, serta warahma.
Selain pola pencegahan yang dipaparkan diatas, adapun yang takkala pentingnya
harus ditanamakan dalam masyrakat terlebih kepada anak anak atau remaja untuk bekal
membina keluarga, karena pada kenyataanya masih banyak yang membinah keluarga
hanya karena sebatas cinta dan modal niat padahal tanpa kita sadari bekal pengetahuan
untuk membinah keluarga juga sangat urgen untuk ditanamakan akan remaja atau anak-
anak yang akan menjalani fase pernikahan suatu saat tidak akan mudah untuk melakukan
perceraian. Karena dengan perceraian akan menimbulkan masalah baru setelah bercerai.
Pada kenyataannya pernikahan dini merupakan salah satu factor pemicu perceraian
meskipun lebih minim namun hal ini tetap harus di waspadai karean hal tersebut juga
sangat melawan hokum, lalu apakah yang harus dilakukan untuk menjegah factor tersebut?
Seperti yang di jelaskan dengan sangat jelas oleh (Awaru, 2020) bahwa pendidikan
seks pada remaja akan membuat mereka lebih bertanggung jawab dan tidak akan
melakukan seks yang tidak sehat dan memebrikan bekal pranikah. Ini artinya penaman
pendidikan seks adalah salah satu langkah untuk memberikan bekal luar biasa kepada
anak dan memberikan cahaya baru untuk membinah keluarga yang lebih matang
sehingnga umur pernikahan bisa bertahan lama dan meminimalisir kasus perceraian.

DAFTAR PUSTAKA
Alfina sari, Taufik, A. sano (2016) ‘Konseling Keluarga untuk Mencegah Perceraian’, Jurnal
Pendidikan Indonesia, 2(1).
Awaru, A. O. T. (2020) ‘Konstruksi Sosial Pendidikan Seksual pada Orangtua dalam
Keluarga Bugis-Makassar’, 8(1), pp. 182–199.
Azizah, L. (2000) ‘Dalam Kompilasi Hukum Islam’, Jurnal hukum, pp. 415–422.
Badriyah Khaleed, S. H. (2015) PENYELESAIAN HUKUM KDRT. 1st edn. Edited by Alex.
Yogyakarta: Medpress Digital.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS ILMU SOSIAL

Darmawati (2017) ‘Perceraian Dalam Perspektif Sosiologi’, Sulesna, 11(1).


Dr. Hj. Ulfiah, M. s. (2016) PSIKOLOGI KELUARGA. 1st edn. Edited by A. dan B. a. Imam Hari
Pramono. Bogor: Ghalia Indonesia.
Imron, A. (2016) ‘Memahami Konsep Perceraian dalam Hukum Keluarga’, BUANA GENDER :
Jurnal Studi Gender dan Anak, 1(1), p. 15. doi: 10.22515/bg.v1i1.66.
Ismiati, I. (2018) ‘PERCERAIAN ORANGTUA DAN PROBLEM PSIKOLOGIS ANAK’, At-Taujih :
Bimbingan dan Konseling Islam, 1(1). doi: 10.22373/taujih.v1i1.7188.
Konflik, P. T. and Dlaifurrahman, M. (2018) ‘p-ISSN: 2407-3865; e-ISSN: 2655-1993’, 5(1).
Matondang, A. (2014) ‘Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA Faktor-faktor yang
Mengakibatkan Perceraian dalam Perkawinan’, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik,
2(2), pp. 141–150. Available at: http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma.
Muhajarah, K. (2017) ‘Perselingkuhan Suami Terhadap Istri Dan Upaya Penanganannya’,
Sawwa: Jurnal Studi Gender, 12(1), p. 23. doi: 10.21580/sa.v12i1.1466.
Nasution, R. D. (2019) ‘Upaya Pemerintah Dalam Penanggulangan Perceraian Di Kabupaten
Ponorogo Government Efforts Tackling Divorce In Ponorogo District’.
Nini Anggraini, Dwiyanti Hanandini, W. P. (2019) Kekerasan dalam rumah tangga(KDRT)
dan perceraian dalam keluarga. 1st edn. Edited by Y. Primadesi. Padang: Erka.
Nurwijaya, D. H. (2011) MENCEGAH SELINGKUH DAN CERAI. 1st edn. Jakarta: Gramedia.
Puspitaorini, I. (2014) STOP PERCERAIAN SELAMATKAN PERKAWINAN 1001 Problema
Perkawinan dan Solusinya. i. Edited by D. Wijayanti. Yogyakarta: New Diglossia.
Romadon, Z. (2011) ‘Sadokisme seksual sebagai alasan perceraian perspektif hukum islam’,
Skripsi. STAIN Purwokerto.
Sofia Hardani, Wilaela, Nurhasanah Bakhtiar, H. (2010) PEREMPUAN DALAM LINGKAR
KDRT. 1st edn. Edited by W. Sofia Hardani. Pekanbaru: Pusat studi wanita.

Anda mungkin juga menyukai