Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PSIKOLOGI

Dampak perceraian yang mengakibatkan anak ber


kepribadian anti sosial dan asosial

Disusun Oleh :

Diva Margareta 122090018

Egi Dini Septiani 122090026

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


Kata Pengantar

Puji Tuhan, terima kasih Saya ucapkan atas bantuan Tuhan yang telah mempermudah dalam

pembuatan makalah ini, hingga akhirnya terselesaikan tepat waktu. Tanpa bantuan dari

Tuhan, Saya bukanlah siapa-siapa.

Banyak hal yang akan disampaikan kepada pembaca mengenai “Kepribadian Anti Sosial

Terhadap Remaja”. Dalam hal ini, Saya ingin membahas mengenai fenomena anti sosial yang

kebanyakan melanda kaum remaja, dan bagaimana efeknya bagi masyarakat, maupun bagi

pelaku anti sosial itu sendiri. Untuk membaca lebih lengkap, Anda dapat membaca hasil

makalah saya tentang anti sosial ini.

Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti menyampaikan

informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca lain. Saya mohon maaf

yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-kata yang salah. Tidak ada manusia yang

sempurna kecuali Tuhan.

Cirebon, 12 november 2022


BAB 1
PENDAHULUAN

Pada umumnya keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu berperan
sebagai orangtua bagi anak- anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai
keluarga
dimana salah satu orang tuanya tidak ada.Keadaan ini disebut keluarga dengan orang tua
tunggal.Orang tua tunggal merupakan orang tua yang secara sendirian membesarkan anak
anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya. Setiap orang tidak
pernah
berharap menjadi orang tua tunggal, keluarga lengkap pasti idaman setiap orang, namun
adakalanya nasib berkehendak lain. Pada kenyataannya, kondisi ideal tersebut tidak
selamanya
dapat dipertahankan atau diwujudkan.Banyak dari orang tua yang karena kondisi tertentu
mengasuh, membesarkan dan mendidik anaknya sendiri.Kasus orang tua tunggal karena
perceraian maupun kematian pasangan sangat banyak terjadi diseluruh dunia, termasuk
Indonesia.2

hubungan rumah tangga pasangan suami isteri yang menyebabkan perceraian dipicu
berbagai macam sebab, diantaranya tidak harmonisnya hubungan suami isteri dari segi
pemenuhan kebutuhan biologis, persoalan prinsip hidup yang berbeda, perbedaan
penghasilan dalam peningkatan kesejahteraan hidup, adanya perselingkuhan, yakni Pria
Idaman Lain (PIL) dan Wanita Idaman Lain (WIL) sebagai pihak ketiga perusak
hubungan rumah tangga, perbuatan-perbuatan yang melanggar peran dan fungsinya
masing-masing sebagai suami atau isteri, seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) dan adanya pengaruh dukungan sosial dari pihak luar. (ii) Dampak perceraian
orang tua dalam kehidupan sosial anak adalah kenakalan remaja, stress, phobia, sedih dan
bingung menghadapi masalah yang ada, tidak mampu mengungkapkan perasaan, adanya
perasaan kehilangan orang tua, daya imajinatif berkurang, kurang percaya terhadap
pasangan (bagi yang dewasa), dan kurang percaya diri baik dilingkungan sekolah maupun
tempat tinggalnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelaahan terhadap penelitian terdahulu yang


peneliti lakukan berkaitan dengan permasalahan perceraian, maka
ditemukan penelitian sebelumnya yang juga mencari tentang perceraian
penelitian yang dimaksud
yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarifatisnini, pada tahun 2014, dengan


judul “Efikasi Diri Pada Remaja Korban Perceraian Orang Tua”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi diri pada remaja
korban perceraian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perceraian
orang tua berdampak positif dan negatif. Dampak negatif dari
perceraian orang tua salah satunya adalah percobaan bunuh diri dan
dampak positif perceraian orang tua adalah anak selalu berfikir positif
terhadap perceraian .

Penelitian makalah ini bertujuan untuk mengetahui tingkat presepsi remaja


terhadap perceraian orang tua. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, kemudian hasil dari penelitian ini adalah tingkat
presepsi terhadap perceraian orang tua yang cukup kuat dan
berdampak positif dan negatif, hal tersebut kembali kepada karakter
anak dan lingkungan anak.

Dinamika kehidupan dalam lingkup rumah tangga semakin hari semakin


kompleks, sementara pasangan suamu istri dituntut untuk menghadapi kondisi
tersebut dengan segenap upaya yang bisa dikerahkan oleh kedua belah pihak.
Konflik yang timbul dari upaya penyelesaian masalah ketika tidak terpecahkan
dan terselesaikan akan menggangu dan mengakibatkan ketidakharmonisan
dalam
hubungan suami istri tersebut (Dewi dan Basti 2008:43).
Akibat kondisi ini maka sering timbul pertengkaran yang pada akhirnya
membuat mereka merasa bahwa perkawinan mereka tidak seperti yang
diharapkan
dan merasa kecewa. Untuk mengatasi rasa kecewa tersebut suami istri harus
mengadakan negosiasi, jika negosiasi berhasil maka hubungan suami istri akan
membaik, sebaliknya jika suami istri tidak menegosiasikan maka tidak menutup
kemungkinan perkawinan tersebut mengalami kehancuran atau penceraian.
BAB 3
PEMBAHASAN

Didalam masyarakat, kasus


perceraian sering dianggap suatu peristiwa
menegangkan dalam kehidupan keluarga
dan senantiasa membawa dampak yang
mendalam. Kasus ini menimbulkan stress,
tekanan dan menimbulkan perubahan fisik,
dan mental Dagun, (2002: 113). Kasus
perceraian ada pula yang membawa
kebahagiaan bathin kepada masing-masing
pasangan namun itu terjadi pada perasaan
orang tua saja bukan mempertimbangkan
apa yang akan terjadi pada perasaan anak
yang tercermin pada perilaku anak kelak.
Perceraian itu tidak hanya menyakitkan,
menyedihkan tetapi juga membawa dampak
sosial yang tidak kecil terutama bagi pasangan
yang sudah memiliki keturunan. Oleh karena itu,
sedapat mungkin dicari jalan yang lain (selain
jalan perceraian). Namun apabila tidak ada
jalan, maka jalan inilah yang harus diambil.
Perceraian adalah “cerai hidup antara pasangan
suami-isteri sebagai akibat dari kegagalan
mereka menjalankan obligasi peran masingmasing” Ihromi, (2004: 137).

1. DEFINISI PERCERAIAN
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal
bercerai antara suami dan istri, yang kata “bercerai” itu sendiri artinya
“menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan sebagai suami isteri.”
Menurut KUH Perdata Pasal 207 perceraian merupakan penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam UndangUndang.
Sementara pengertian perceraian tidak dijumpai sama sekali dalam
Undang-Undang Perkawinan begitu pula di dalam penjelasan serta peraturan
pelaksananya.
Meskipun tidak terdapat suatu pengertian secara otentik tentang
perceraian, tidak berarti bahwa masalah perceraian ini tidak diatur sama
sekali di dalam Undang-Undang Perkawinan. Bahkan yang terjadi justru
sebaliknya, pengaturan masalah perceraian menduduki tempat terbesar. Hal
ini lebih jelas lagi apabila kita melihat peraturan-peraturan pelaksanaannya.

2. PSIKOLOGI ANAK
Psikologi anak adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari mengenai
perubahan dan tumbuh kembang jasmani, perilaku dan mental dari manusia yang
dimulai semenjak lahir hingga tua. Ilmu pskologi anak adalah satu pengetahuan yang
mempelajari mengenai fungsi-fungsi sepanjang hidup manusia dengan mempelajari
proses cara berfikir sehingga dapat mendukung proses perkembangan seorang yang
terus berkembang dan berubah.
Sedangkan defisini psikologi anak menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Menurut Linda L Daidoff, psikologi perkembangan adalah cabang psikologi
yang mempelajari perubahan dan perkembangan struktur jasmani, perilaku, dan
fungsi mental manusia yang dimulai sejak terbentuknya makhluk itu melalui
pembuahan hingga menjelang mati;19
2. Menurut M Lenner, psikologi perkembangan sebagai pengetahuan yang
mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup.

3. PENGERTIAN ANTI SOSIAL


Anti sosial merupakan sebuah gangguan kepribadian dimana terjadi penyimpangan
perilaku dari norma-norma, yang terus dilakukan dari waktu ke waktu, dan mengarah
pada perbuatan yang berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Orang dengan gangguan anti sosial sering mengabaikan dan melanggar hak orang
lain, tidak memiliki empati atau rasa kasihan pada orang lain, tidak mawas diri,
merasa lebih hebat dari orang lain, dan manipulatif. Kebanyakan orang percaya
bahwa introvert sudah pasti antisosial atau semua orang antisosial adalah introvert.
Padahal, kenyataannya tidak begitu. Introvert dan anti sosial adalah suatu hal yang
berbeda.
Berikut gejala orang yang mengalami gangguan antisosial.

- Tidak peduli mana yang salah dan benar


- Menipu atau berbohong untuk mengeksploitasi orang lain
- Tidak hormat, tidak patuh, atau tidak berperasaan
- Melakukan manipulasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi
- Arogansi dan superior, mereka juga keras kepala

beberapa faktor risiko berikut juga bisa memengaruhi gangguan antisosial:

1. Adanya diagnosis gangguan perilaku anak


2. Riwayat keluarga yang mengalami antisosial atau gangguan kepribadian lain atau
gangguan kesehatan mental lain
3. Pernah mengalami pelecehan atau penelantaran saat masih kecil
4. Kondisi keluarga yang tidak stabil, mengalami kekerasan atau masalah saat sejak
masih anak-anak
Seseorang yang mengidap antisosial bisa introvert atau ekstrovert. Perbedaan nyata
antara menjadi seorang introvert dan ekstrovert adalah ketika kamu seorang introvert
merasa lelah ketika berinteraksi dengan orang-orang, dibandingkan dengan ekstrovert
yang terpengaruh sangat sedikit.

Setelah terlalu banyak interaksi, energi introvert akan habis, sehingga membutuhkan
lebih banyak waktu untuk diri sendiri. Ini tidak selalu berarti bahwa orang introvert
tidak menyukai orang. Introvert mendapatkan energi dengan menjauh dari orang lain.

Seseorang yang antisosial cenderung sangat terampil secara sosial dan manipulatif
dengan orang lain, bertentangan dengan apa yang diharapkan. Di sisi lain, menjadi
tidak sosial berarti tidak ingin berbicara dengan orang lain. Kamu bisa menjadi
ekstrovert atau introvert yang tidak sosial juga. Singkatnya, ansos dengan introvert
adalah dua istilah dalam dunia psikologi yang sama sekali berlawanan.

4. DEFINISI ASOSIAL
Sikap asosial mengacu kepada kurangnya motivasi seseorang dalam terlibat atau
melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lain. Selain itu sikap asosial
kurang mempunyai perasaan atau kepekaan terhadap nilai-nilai dan norma-norma di
masyarakat karena terlalu mementingkan dirinya sendiri.

Asosial berbeda dari perilaku antisosial, di mana antisosial menyiratkan perilaku


membenci orang lain atau antagonisme terhadap orang lain maupun tatanan sosial
umum. Sifat asosial sering terlihat pada beberapa orang introvert, namun asosialitas
yang ekstrem biasanya timbul pada orang-orang yang mengalami berbagai kondisi
klinis tertentu, seperti gangguan bipolar, autisme, skizofrenia, depresi, sindrom
Asperger, dan social anxiety disorder.

Asosial adalah kepribadian yang ditandai dengan menarik diri dan menghindar secara
sukarela terhadap interaksi sosial apapun, “Secara awam perilaku asosial didefinisikan
sebagai ia tidak punya kesenangan untuk berada di lingkungannya, untuk bergaul, dan
melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang pada umumnya orang lakukan.

Sementara itu, ahli psikologi sosial Universitas Bina Nusantara (Binus) Juneman
Abraham menyatakan secara umum asosial berarti kurang berminat melibatkan orang
lain dalam kehidupannya, “Bukan tidak peduli tapi tidak mau melibatkan orang lain
misalnya dalam hobinya atau dalam aktivitas sehari-hari.”

seorang yang asosial kurang atau tidak dapat mengembangkan kepercayaan tersebut.
Hal tersebut bisa dilatarbelakangi pola asuh orang tua, konflik dalam keluarga dan
konteks situasi sosialnya.

“Contohnya, orangtua yang datang dan pergi sesuka-sukanya, jadi tidak bisa
diprediksi oleh sang anak. Bagi anak, itu adalah suatu pengalaman yang menyakitkan
dan membuat anak tidak mengembangkan kepercayaan,” terang Juneman.

Sementara jika terjadi konflik keluarga seperti orangtua yang sering bertengkar juga
berkontribusi seseorang enggan melibatkan diri dalam lingkungannya karena ia
melihat interaksi adalah suatu hal yang tidak menyenangkan, “Emosi negatif,
perasaan kemarahan, dan agresivitas yang mewarnai pola asuh yang tidak hangat
semacam itu bisa membuat orang menarik diri dari kehidupan sosial.”

Konteks situasi sosial juga memicu perilaku asosial seperti adanya tekanan sehingga
ia tidak nyaman di lingkungannya.

5. Dampak perceraian yang mengakibatkan anak ber kepribadian anti sosial dan asosial
Perceraian juga merupakan masalah besar bagi anak, terutama yang masih duduk di
bangku
sekolah dasar, karena anak pada usia ini membutuhkan kasih sayang dan perhatian
penuh dari
kedua orang tuanya. Hal ini juga berdampak pada pendidikan mereka, suasana belajar
yang tidak
nyaman, yang berdampak negatif pada perkembangan anak.Dalam penelitiannya,
Bumpass dan
Rindfuss menyatakan bahwa anak-anak dari orang tua yang bercerai cenderung
memiliki
pendidikan dan kondisi keuangan yang buruk, serta pernikahan mereka yang tidak
stabil.Anakanak yang diasuh oleh ibu-ibu kelas menengah ke bawah seringkali
mengalami kesulitan keuangan.Integritas keluarga sangat penting dalam membantu
perkembangan psikologis dan
pendidikan anak.
Keluarga yang utuh memungkinkan anak merasakan keluarga yang utuh dalam proses
menerima arahan, bimbingan, kepedulian, dan perhatian yang asyik, sehingga anak
dapat dengan
mudah bekerja keras menuju masa depan. Ketika perpisahan orang tua menyebabkan
perubahan
sikap yang berbeda dari orang tua, ayah atau ibu tidak peduli dengan perkembangan
anak dan
tidak mementingkan pendidikan anak, dan anak akan mengalami kesulitan dalam
pendidikan dan
pertumbuhan. Dalam proses pendewasaannya, bahkan anak-anak pun dapat
menanamkan rasa
benci, dendam dan amarah kepada orang tuanya. Jika keluarga bubar, sikap anak akan
mulai
berubah, dari penurut menjadi memberontak, memberontak, dan semrawut. Emosi
anak mulai
menghasilkan konflik batin, tekanan, rasa tidak aman dan rasa malu di lingkungan
sekitarnya.
Dampak perceraian orang tua pada tingkat emosional anak juga terganggu hati
mereka
menderita dan tertekan serta perasaan malu dan bersalah akan menimbulkan konflik
batin. Anakanak sering marah, memberontak, dan sulit diatur karena merasa orang tua
mereka yang bercerai
tidak layak menjadi panutan.
Menurut pendapat Leslie, Trauma yang dialami anak karena perceraian orang tua
berkaitan
dengan kualitas hubungan dalam keluarga sebelumnya. Apabila anak merasakan
adanya
kebahagian dalam kehidupan rumah sebelumnya maka mereka akan merasakan
trauma yang berat. Sebaliknya bila anak merasakan tidak ada kebahagiaan kehidupan
dalam rumah, maka
trauma yang dihadapi anak sangat kecil dan malah perceraian dianggap sebagai jalan
keluar
terbaik dari konflik terus menerus yang terjadi antara ayah dan ibu.
Perceraian mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak,
karena pada
umumnya perkembangan psikologi anak yang orang tuanya bercerai sangat
terganggu, selain itu
faktor negatif dampak dari perceraian adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian
dari kedua
orang tuanya.11
Menurut rosdiana ada 10 dampak negatif yang di rasakan anak pasca oran tuanya
bercerai
diantaranya:
a. Masalah Kesehatan
Rata-rata problemnya tak jauh dari kesehatan mental atau yang berkaitan dengan
psikologis.Anak broken home jadi emosional, stres, sering merasakan sakit kepala,
dan
bahkan asthma. Kalau sampai mengganggu aktivitas, tentu bantuan dokter harus
segera
dikerahkan.
b. Rasa Malu Berlebih dan Kurangnya Skill Bersosialisasi
Kenyamanan dan rasa percaya diri langsung terusik begitu orang tua
bercerai.Perpisahan orang tua, bagi sebagian orang, terasa menjadi momen tragis
paling
drastis.Rasanya kamu itu ingin bersembunyi saja „di dalam cangkang‟ berupa rumah
atau
kamar.Malu sekali untuk bertemu apalagi berinteraksi dengan manusia lainnya.
c. Tidak Percaya Diri
Karena rasa malunya sudah berlebihan, otomatis kepercayaan dirimu juga
anjlok.Kondisi ini tentu enggak asyik.Kamu seakan ikut menyalahkan diri sendiri atas
perceraian yang terjadi.Kamu sadar ada yang „tidak beres‟ dengan keluargamu.Kamu
berbeda, sehingga kamu tidak percaya diri untuk aktif di sekolah, ikut perlombaan,
apalagi
sampai tampil di atas panggung.
d. Takut dan Cemas Berlebihan (Kadang Irasional)
Merasa was-was dan takut pada segala sesuatu, bahkan yang dianggap sepele sekali
pun, tentu sangat menyiksa. Orang lain, yang jelas-jelas tak merasakan, mungkin akan
memandangnya sebagai sesuatu yang lebay. Namun kondisi ini memang nyata dan
berdampak terhadap kehidupan seseorang. Kalau dirasa sudah parah, boleh jadi kamu
memerlukan terapi atau konseling tersendiri.
e. Depresi
Salah -satu gangguan kesehatan mental ini memang tidak bisa diabaikan.Depresi bisa
mengeruhkan mood, perasaan, pikiran, bahkan aktivitas sehari-hari. Hal ini terlihat
dari caramu berinteraksi, negative thinking, memendam banyak hal, dsb, yang terus
menjadi bom
waktu dan bisa meledak kapan saja.
f. Prestasi/Pengembangan Akademik
Ketika kamu menjadi anak broken home dalam keadaan masih sekolah, bukan tak
mungkin konsentrasimu akan terganggu. Bagaimana pun, terlalu banyak hal yang
masuk
dalam pikiran.Akibatnya bisa berupa nilai yang anjlok, kepatuhan menurun, mudah
tersulut
amarah sehingga kerap berselisih menggunakan mitra-mitra, dsb.di satu sisi, keadaan
goncang
ini memang bisa dimaklumi. namun di sisi lain, tetap saja perlu usaha untuk
mengembalikan
segala sesuatu sesuai treknya. kamu harus berkonsultasi, atau berteman dengan sosok
yang
saling support.
g. Tidak mudah Percaya
Dua orang dewasa yang terpercaya di dunia malah berpisah, menghancurkan
kepercayaanmu bahwa keduanya akan tetap bahagia bersama selamanya. tak ayal
kalau rasa
percayamu jadi tergerus. kamu jadi skeptis pada segala janji dan impian manis. kamu
jadi ikut
ragu dengan hubungan antara murid serta guru, sahabat dengan sahabat, atau kekasih
dengan
kekasih. Segala ketidaksetiaan atau pengkhianatan ada di hadapan semakin
menambah
keraguan.tetapi begitu menemukan figur yang terpercaya, kamu akan mulai percaya,
„oh cinta
sejati itu mungkin belum benar-benar punah‟.
h. Gangguan Emosional
Keadaan emosi yang kacau bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Ya usia anak broken
home-nya, kepribadiannya, proses perpisahan orang tuanya, dsb. Namun keadaan
rumah atau
keluarga yang goncang akan tetap memengaruhi kesehatan mental. Kamu akan sangat
sensitif, sering menangis diam-diam, stress, marah, dsb.
i. Kurang Cukup Secara Materi
Ketika masih “lengkap Segala kebutuhan pun serasa bisa ditebus dengan
mudah.Namun ketika berpisah, kamu juga menyadari kalau pendapatan keluarga ikut
terpengaruh.Apalagi kalau salah-satu dari keduanya, misal ibu, belum memiliki
penghasilan.Meski sudah dibuatkan kesepakatan, terkadang segala yang sudah
dirancang tidak
terlaksana dengan baik.Ujung-ujungnya, kamu ditempa untuk hidup seadanya.Kamu
belajar
hemat dan bijak.Kalau sudah terbiasa sih tentu cukup mudah.Namun jika situasi ini
bikin
kaget, kamu harus ekstra sabar untuk beradaptasi.
j. Tingkah Laku Anti-Sosial
Sebagian anak broken home menunjukkan emosinya dengan cara bertingkah-laku
kasar atau kurang sopan. Kalau tidak dikendalikan, sikap itu bisa berlanjut menjadi
pemberontakan, melanggar aturan sekolah, berbohong pada keluarga, dsb. Jika terjadi
secara terus-menerus, tentu hal ini akan menimbulkan problem. Interaksi sosialnya
pun akan
cenderung terganggu.
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa


pernikahan
adalah peristiwa besar dalam kehidupan manusia antara seseorang pria dan
perempuan untuk
hidup beserta yang menyangkut ikatan lahir batin sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia serta tak pernah mati dalam rangka beribadah
dan
bertaqqarrub Ilallah. Keutuhan tempat tinggal tangga diperlukan dalam membantu
perkembangan psikologi serta pendidikan anak. keluarga yang utuh dirasakan oleh
anak dalam
menerima arahan, bimbingan, kasih sayang serta perhatian penuh sebagai akibatnya
anak akan
mudah untuk berupaya buat melangkah ke masa depan.
Perceraian mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak,
karena
pada umumnya perkembangan psikologi anak yang orang tuanya bercerai sangat
terganggu, selain
itu faktor negatif akibat dari perceraian ialah kurangnya kasih sayang dan perhatian
dari ke 2
orang tuanya. Secara psikologis, perceraian orang tua tersebut mengakibatkan
terhadap
perubahan perilaku, tanggung jawab serta stabilitas emosional. Kurangnya perhatian
serta afeksi
bagi anak terhadap perceraian orang tua anak menimbulkan perasaan cemas, galau,
bingung,
memalukan dan sedih. Terlebih bagi anak usia remaja, maka anak akan mengalami
gangguan
emosional dan akan lari pada kenakalan remaja dan narkoba
DAFTAR PUSTAKA

Mediarepublika- Intan Chrisna Devi & Via Oktaviani 10 agustus 2022 (perilaku
asosial di lingkungan)
Andi irman ariani Vol. 2, No.2, Agustus 2019 Hal 257-270 (dampak perceraian orang
tua bagi kehidupan sosial anak)
https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/beda-antisosial-dan-asosial/
Hasanah, Uswatun. “PENGARUH PERCERAIAN ORANGTUA BAGI
PSIKOLOGIS
ANAK.” AGENDA: Jurnal Analisis Gender dan Agama 2, no. 1 (March 18, 2020): 18.
https://doi.org/10.31958/agenda.v2i1.1983.
Lie, Fitriyani, Pupung Puspa Ardini, Setiyo Utoyo, and Yenti Juniarti. “Tumbuh Kembang
Anak
Broken Home.” Jurnal Pelita PAUD 4, no. 1 (December 26, 2019): 114–23.
https://doi.org/10.33222/pelitapaud.v4i1.841.
Mistiani, Wiwin. “DAMPAK KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP PSIKOLOGIS
ANAK.” Musawa: Journal for Gender Studies 10, no. 2 (March 28, 2020): 322–54.
https://doi.org/10.24239/msw.v10i2.528.
Ramadhani, Putri Erika, and Hetty Krisnani. “ANALISIS DAMPAK PERCERAIAN
ORANG
TUA TERHADAP ANAK REMAJA.” Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial 2, no. 1 (August 12,
2019):
109. https://doi.org/10.24198/focus.v2i1.23126.
Yusuf, M. “DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP ANAK,” n.d., 12.

Anda mungkin juga menyukai