Apakah kalian pernah mendengar kata “KDRT”? ya, memang kata tersebut
sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun, nyatanya topik ini masih
menggiring banyak unsur yang kurang pantas bagi beberapa orang sehingga
membuat, tidak sedikit orang, memilih untuk mengacuhkannya.
Dan ternyata, saat ini sedang marak yang namanya kasus kekerasan secara
online ,lho! Salah satunya adalah pencabulan seksual siber (dalam bentuk
online). Serem kan!
Kdrt tidak hanya merenggut masa sekarang korban, tetapi juga berpotensi
merenggut masa depan korban kedepannya. Kekerasan yang diterima oleh
seorang anak sangat menentukan bagaimana pola kehidupannya di masa
depan. Ini bukan semata tentang bagaimana anak tersebut akan meraih
kesuksesan secara materi, mengenyam pendidikan, atau bahkan cara
pandangan orang lain terhadapnya. Jauh daripada itu, kekerasan pada masa
kanak-kanak dapat membentuk karakter anak yang akan melekat pada dirinya
sampai masa dewasa.
Seorang anak korban perceraian orang tua, cenderung akan terlibat dalam pola
hubungan yang toxic. Mungkin masuk ke dalam insecure/avoidant attachment,
yakni keadaan dimana ia sangat berhati-hati untuk memilih seseorang sebagai
teman hidupnya, terkesan selalu menolak atau sangat pilih-pilih, menghindari
hubungan dekat dengan seseorang bahkan orang tua, dan merasa dirinya tidak
pantas untuk dicintai oleh siapa pun. Karena secara sadar atau tidak, terekam
di dalam pikirannya bahwa tidak akan ada orang yang mengerti dirinya, dirinya
tidak mempunyai arti lebih, semuanya hanya akan pergi pada akhirnya, so
what’s the point?.
Kekerasan pada anak juga tidak hanya berarti orang tua mereka tidak hadir
secara fisik atau fisik dan emosional seperti contoh di atas. Namun, juga dapat
berbentuk kekerasan penelantaran emosional. Misal, seorang anak dengan
orang tua yang kurang perhatian, kebutuhan emosional anak tersebut
ditelantarkan.Ini sering terjadi pada keluarga dengan anak lebih dari satu.
Mungkin ada satu atau lebih anak yang menjadi kesayangan orang tuanya dan
menjadi pusat perhatian keluarga daripada yang lain. Ketika anak yang kurang
diperhatikan tersebut tumbuh, kemungkinan ia akan terjebak dalam banyak
masalah sosial yang melibatkan kepekaan terhadap sekitar. Anak tersebut
dapat menjadi perfeksionis yang toxic, people pleaser yang selalu mencari
perhatian dan validasi orang lain dengan pikiran bahwa “aku harus berusaha
lebih lagi, orang lain harus percaya aku bisa melakukan ini, aku engga boleh
terlihat jelek (tidak disukai) di mata orang.” .
Atau mungkin anak tersebut dapat menjadi sulit untuk mempercayai orang
lain, menjauhi hubungan dekat, menyangkal kebutuhan emosionalnya.
Mungkin berpikiran bahwa, “aku engga boleh percaya orang lain, orang-orang
engga akan bisa ngertiin aku. Aku engga boleh nangis cuma karena ini, banyak
kok orang lain yang di kasih ujian hidup lebih parah dan mereka engga
ngeluh!”. Atau bahkan, menjadi passive-aggressive , seperti labil dan sulit
menetapkan keputusan. Sulit berada dalam hubungan dekat dengan
seseorang seperti sulit memberikan jawaban iya pada status dan komitmen
besar, tidak mengetahui caranya bersedia ‘jalan’ bersama orang lain dengan
pikiran bahwa “aku engga mau terlalu deket tapi jangan pergi juga.”
Jadi itu dia informasi seputar pengaruh pandemi terhadap KDRT dan mental
anak secara sosial dan psikologis. Perlu kesadaran bersama untuk membangun
lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan anak dan kehidupan setiap keluarga.
Sesuai dengan sebuah qoutes anonim dari Afrika, “it takes a whole village to
raise a child.” Yang berarti butuh satu desa untuk mengasuh seorang anak.
Namun, perlu diingat bahwa, bukan tugas kita untuk membuat alasan dan
menyangkal emosi kita terhadap orang tersebut, apapun latar belakang orang
tersebut, kekerasan tetaplah kekerasan.
Yuk sama-sama hargai tubuh dan perasaan diri kita dan orang lain, you are
worth it!
Referensi
https://www.dw.com/id/kdrt-dan-kekerasan-dalam-pacaran-selama-
pandemi/a-58698548
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
https://www.inews.id/news/nasional/kasus-kdrt-di-indonesia-masih-tinggi-
terbanyak-kekerasan-terhadap-istri