Anda di halaman 1dari 4

Pengaruh Pandemi Terhadap KDRT dan

Mental Anak Secara Sosial dan


Psikologis
by Musthafa Rafi-March,11,2022

Apakah kalian pernah mendengar kata “KDRT”? ya, memang kata tersebut
sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun, nyatanya topik ini masih
menggiring banyak unsur yang kurang pantas bagi beberapa orang sehingga
membuat, tidak sedikit orang, memilih untuk mengacuhkannya.

Nah, seiring perkembangan zaman, permasalahan mental health dan kasus


terkait sudah ditoleransi lebih baik oleh masyarakat luas. Ini berdampak positif
kepada akses penanganan kasus-kasus mental health dan terkait, salah
satunya adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah tangga (KDRT).

Terus, hubungannya sama pandemi apa?

Pandemi ini membuat tingkat kasus KDRT meningkat di banyak daerah di


Indonesia, bahkan di dunia, dengan tingkat penanganan yang masih relatif
rendah, bahkan kasus yang terselesaikan masih terhitung sedikit.

Biar ngga bikin penasaran, langsung aja kita bahas, Yuk!

Apa itu KDRT?

Menurut Pasal 1 UU penghapusan KDRT (UU PKDRT), KDRT didefinisikan


sebagai perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Bentuk-bentuk KDRT yang tertuang dalam UU PKDRT adalah meliputi
kekerasan fisik (Pasal 6), kekerasan psikis (Pasal 7), kekerasan seksual (Pasal 8),
dan penelantaran rumah tangga (Pasal 9).

KDRT dikutip dari komnasperempuan.go.id, banyak terjadi dalam hubungan


personal yang dekat. Pelakunya sering kali adalah orang terdekat atau yang
kita kenal, seperti suami terhadap istri, istri terhadap suami, ayah dan/atau ibu
terhadap anak, hubungan pacaran, majikan kepada asisten rumah tangga, dan
lain-lainnya.

Dan ternyata, saat ini sedang marak yang namanya kasus kekerasan secara
online ,lho! Salah satunya adalah pencabulan seksual siber (dalam bentuk
online). Serem kan!

Pengaruh Pandemi Terhadap Kasus KDRT

Dilansir dari kekerasan.kemenpppa.go.id, data kasus kdrt yang diinput pada


tahun 2020 adalah sebanyak 20.501 kasus. Pada tahun 2021, terdapat kasus
kdrt sebanyak 25.210 kasus yang tercatat. Dan pada 1 januari 2022 lalu sampai
saat ini , maret 2022, tercatat sebanyak 4.508 kasus kdrt.

Kenapa sih kasus kdrt bisa terus meningkat pas pandemi?

Ketidakstablian ekonomi akibat phk pada masa pandemi, terbatasnya


mobilitas, demoralisasi, stres dan depresi, penggunaan narkoba dan alkohol,
dan banyaknya waktu berkumpul yang mana menjadikan perempuan sebagai
penanggung jawab urusan rumah tangga yang berujung pada stres dan
kelelahan, dan lain-lainnya.

Kdrt tidak hanya merenggut masa sekarang korban, tetapi juga berpotensi
merenggut masa depan korban kedepannya. Kekerasan yang diterima oleh
seorang anak sangat menentukan bagaimana pola kehidupannya di masa
depan. Ini bukan semata tentang bagaimana anak tersebut akan meraih
kesuksesan secara materi, mengenyam pendidikan, atau bahkan cara
pandangan orang lain terhadapnya. Jauh daripada itu, kekerasan pada masa
kanak-kanak dapat membentuk karakter anak yang akan melekat pada dirinya
sampai masa dewasa.

Seorang anak korban perceraian orang tua, cenderung akan terlibat dalam pola
hubungan yang toxic. Mungkin masuk ke dalam insecure/avoidant attachment,
yakni keadaan dimana ia sangat berhati-hati untuk memilih seseorang sebagai
teman hidupnya, terkesan selalu menolak atau sangat pilih-pilih, menghindari
hubungan dekat dengan seseorang bahkan orang tua, dan merasa dirinya tidak
pantas untuk dicintai oleh siapa pun. Karena secara sadar atau tidak, terekam
di dalam pikirannya bahwa tidak akan ada orang yang mengerti dirinya, dirinya
tidak mempunyai arti lebih, semuanya hanya akan pergi pada akhirnya, so
what’s the point?.

Kekerasan pada anak juga tidak hanya berarti orang tua mereka tidak hadir
secara fisik atau fisik dan emosional seperti contoh di atas. Namun, juga dapat
berbentuk kekerasan penelantaran emosional. Misal, seorang anak dengan
orang tua yang kurang perhatian, kebutuhan emosional anak tersebut
ditelantarkan.Ini sering terjadi pada keluarga dengan anak lebih dari satu.
Mungkin ada satu atau lebih anak yang menjadi kesayangan orang tuanya dan
menjadi pusat perhatian keluarga daripada yang lain. Ketika anak yang kurang
diperhatikan tersebut tumbuh, kemungkinan ia akan terjebak dalam banyak
masalah sosial yang melibatkan kepekaan terhadap sekitar. Anak tersebut
dapat menjadi perfeksionis yang toxic, people pleaser yang selalu mencari
perhatian dan validasi orang lain dengan pikiran bahwa “aku harus berusaha
lebih lagi, orang lain harus percaya aku bisa melakukan ini, aku engga boleh
terlihat jelek (tidak disukai) di mata orang.” .

Atau mungkin anak tersebut dapat menjadi sulit untuk mempercayai orang
lain, menjauhi hubungan dekat, menyangkal kebutuhan emosionalnya.
Mungkin berpikiran bahwa, “aku engga boleh percaya orang lain, orang-orang
engga akan bisa ngertiin aku. Aku engga boleh nangis cuma karena ini, banyak
kok orang lain yang di kasih ujian hidup lebih parah dan mereka engga
ngeluh!”. Atau bahkan, menjadi passive-aggressive , seperti labil dan sulit
menetapkan keputusan. Sulit berada dalam hubungan dekat dengan
seseorang seperti sulit memberikan jawaban iya pada status dan komitmen
besar, tidak mengetahui caranya bersedia ‘jalan’ bersama orang lain dengan
pikiran bahwa “aku engga mau terlalu deket tapi jangan pergi juga.”
Jadi itu dia informasi seputar pengaruh pandemi terhadap KDRT dan mental
anak secara sosial dan psikologis. Perlu kesadaran bersama untuk membangun
lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan anak dan kehidupan setiap keluarga.
Sesuai dengan sebuah qoutes anonim dari Afrika, “it takes a whole village to
raise a child.” Yang berarti butuh satu desa untuk mengasuh seorang anak.
Namun, perlu diingat bahwa, bukan tugas kita untuk membuat alasan dan
menyangkal emosi kita terhadap orang tersebut, apapun latar belakang orang
tersebut, kekerasan tetaplah kekerasan.

Yuk sama-sama hargai tubuh dan perasaan diri kita dan orang lain, you are
worth it!

Referensi
https://www.dw.com/id/kdrt-dan-kekerasan-dalam-pacaran-selama-
pandemi/a-58698548

https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan

https://www.inews.id/news/nasional/kasus-kdrt-di-indonesia-masih-tinggi-
terbanyak-kekerasan-terhadap-istri

Anda mungkin juga menyukai