Anda di halaman 1dari 35

BAB III

PENANGGULANGAN KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK


DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN
A. FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TINDAK PIDANA
KESUSILAAN

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer

bagi perkembangan anak. Peranan pendidikan didalam lingkungan keluarga

merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan, dalam rangka pengembangan diri

anak. Keluarga mempunyai peranan yang sangat dominan, bagi pembentukan jati

diri si anak didalarn keluarga tersebut. Disamping itu juga, lingkungan tempat

tinggal, serta lingkungan sekolah, dapat juga dijadikan sebagai unsur yang sangat

penting didalam pengembangan diri anak tadi. Antara unsur lingkungan dalam

keluarga, dengan unsur lingkungan bermasyarakat, terdapat suatu pertalian yang

tidak bisa diabaikan, kalau kita akan berbicara masalah kejahatan anak ini. Hal ini

dikarenakan, antara lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal

(bermasyarakat sekitar) dit memberikan pengaruh baik burulcnya pertumbuhan

kepribadian anak. Kalau kita lihat dan diri si anak, faktor keluarga dan faktor

lingkungan, merupakan faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar) yang

mempengaruhi dirinya, tapi faktor ini tidak dapat kita abaikan, dalam rangka

mencari penyebab timbulnya kenakalan anak atau remaja.

Kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak, para remaja pada umumnva


merupakan hashdari produk mental orang tua, anggota keluarga dan para
angga terdekat. Semua p
itu dapatmempengaruhi mental dan kehidupan anak-
t e t

31
32

anak muda yang secara kejiwaan belum matang dan masih labil. Di kemudian hari

hal ini akan membentuk proses perkemhangan kejiwaa' n si anak terhadap

lingkungan sosial yang hunk dali jahnt.

Pada umumnya, semua perbuatan "jahat" dan menjurus kearah perbuatan

kriminal yang dilakukan oleh anak-anak atau para remaja merupakan perwujudan

dalam rangka mencari jati diri dan sekaligus untuk mendapatkan pengakuan

terhadap dirinya dari lingkungan sckitarnya. Disamping itu juga perbuatan

mereka ini dilakukan dalam rangka untuk menutupi rasa kurang percaya diri,

sehingga mereka melakukan perbuatan yang "jahat" serta dapat menurus ke

perbuatan kriminal. Lewat semua perbuatan tersebut, mereka ingin tampak

menonjol dan dikenal oleh orang banyak.

Seperti kita ketahui, bahwa nakalnya seorang anak atau remaja pada

umumnya, dikarenakan kurang stahilnya jiwa anak tersebut. Dengan kata lain.

kalau kita lihat dalam diri si anak ini merupakan produk ketidak mampuan anak

atau remaja dalam mengendalikan emosi mereka yang kemudian disalurkan

dalam perbuatan jahat. Timbulnya kejahatan anak ini, biasa diakibatkan dari

kurang berfungsinya sistem pengawasan yang dilakukan didalam masyarakat.

Dalam segala segi, is mengalami kegoncangan dan ketidakpastian, hal ini

dikarenakan kedudukan dari si anak tersebut masih lemah perlu ditolong

dilindungi dan penuh ketergantungan. Disatu pihak, dia ingin dihargai dan diberi

kepercayaan serta kebebasan, tapi dilain pihak dia belum mampu mengendalikan
33

diri dari
tindakannya, sehingga orang tidak dapat mempercayai serta

menghargainya.

Bila kita hubungkan dengan kenakalan remaja dengan teori dari C.

Lombrosso, tidak terdapat benang merah sebagai penghubungnya. Dalam teori

ini dinyatakan bahwa orang berbuat jahat, karena memang bawaan dari lahirnya.

Kerialcalan remaja bukanlah bawaan dari sejak lahir pada prinsipnya semua

manusia dilahirkan dimuka bumi ini dalam keadaan mid dan bersih.

Pada umumnya anak-anak "bermasalah" berasal dari keluarga, serta sering

mengalami frustasi. Situasi dalam kehidupan keluarganya sering dipenuhi dengan

konflik hebat diantara sesama anggota keluarga dan suasana penolakan oleh orang

tua, sehingga anak-anak merasa disia-siakan dan merasa kesepian. Sebagai jalan

keluarnya anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan anak

yang merasa "senasib" dengannya dan mereka bergabung untuk membuat suatu

kelompok. Selanjutnya, mereka akhirnya membiasakan diri dengan pola

kehidupan dalam kelompoknya dan kalau perlu, anak tersebut akan menonjolkan

dirinya dalam kelompok tadi, sehingga didengar dan mendapat perhatian.

Bila kita akan melihat penyebab timbulnya kenakalan remaja, maka kita

tidak dapat melupakan teori Differential Asociation yang dikemukakan oleh

Edwin H. Sutherland. Dalam teori ini dinyatakan bahwa, lahirnya perbuatan

"jahat" dimulai dari proses seorang anak yang masih polos, belajar dan memilih

warnaperilaku tertentu, termasuk perbuatan pelanggaran hukum melalui faktor-

faktor sering, lama dan intimnya bergaul dengan kelompok atau orang tertentu,
34

sehingga memprioritaskan sikap perilaku tertentu yang dipilihnya, daripada

perilaku-perilaku lainnya. Dengan kata lain, apabila prosespengidentifikasian

terjadi pada kelompok yang mendukung pentaatan kepada norma, maka is akan

mendukung perbuatan-perbuatan yang mematuhi kaedah-kaedah hukum.

Sebaliknya, jika proses tadi terjadi terhadap kelompok-kelompok "'criminal",

maka ptioritas iridividu ini lebih kearah identitas yang menentang dan melanggar

hukum dan pada saatnya diwujudkan dalam bentuk kejahatan-kejahatan tertentu.

Kenakalan remaja bukan merupakan peristiwa, bukan warisan bawaan

sejak lahir. Banyak bukti menyatakan bahwa tingkah laku a-susila dan kriminal

orang tua, serta anggota keluarga lainnya memberikan dampak menular pada jiwa

anak-anak. Pola kriminal ayah, ibu atau salah seorang anggota keluarga lainnya.

Oleh karena itu tradisi sikap hidup, kebiasaan dan filsafat hidup keluarga itu besar

sekali pengaruhnya dalam membentuk tingkah laku dan sikap anggota keluarga.

Dengan kata lain, tingkah laku kriminal orang tua mudah sekali menular kepada

anak-anaknya. Lebih-lebih lagi perilaku ini sangat gampang dioper oleh anak-

anak puber dan remaja yang belum stabil jiwanya dan tengah mengalami banyak

gejolak batin.
Masalah kejahatan anak atau remaja merupakan masalah yang sangat

kompleks. Adanya multi faktor yang mengikutinya dan dapat dianggap sebagai

penyebab timbulnya masalah kejahatan anak ini.


Romli Atmasasmita membagi masing-masing faktor ini metkjadi :t9)

Faktor Intern (motivasi intristik), terdiri dari :

1. Faktor Intellegentia
2. Faktor Usia
3. Faktor Kelamin
4. Faktor Kedudukan anak dalam keluarga Sedangkan faktor ekstern

(motivasi ekstrinsik), terdiri dari :

1. Faktor Rumah Tanga (keluarga)


2. Faktor Pendidikan dan Sekolah
3. Faktor Pergaulan Anak
4. Faktor Mass-Media

Sedangkan Supramono, Gatot membagi faktor intern (motivasi intrinsik), dalarn


:20)

1. Faktor Intellegentia
2. Faktor Usia
3. Faktor Kelamin
4. Faktor Kedudukan anak dalam keluarga
5. Faktor Kekecewaan dan Kompensasi anak yang mengalami
kekecewaan
6. Faktor Kejiwaan Untuk faktor ekstern (motivasi ekstrinsik), terdiri

dari ;

1. Keadaan Keluarga
2. Faktor Ekonomi
3. Faktor Pendidikan
4. Faktor Pergaulan
5. Faktor Mass-Media

19) Romli Atmasasmita, Kepenjaraan, Bandung : Armico, 1982


20) Supramono, Gatot, Sebab dan Akibat Kejahatan Anak, Djambatan, Jakarta 2000
36

Menurut Wundt dan Eisler yang dimaksud dengan Intellegentia adalah

"kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan". Biasanya.

bila seseorang memiliki daya intellegentia yang tajam serta dapat menilai secara

realitas, maka semakin mudah ia menyesuaikan diri den gan masyarakat.

Sebaliknya, jika seseorang mempunyai daya intellegentia yang rendah, maka ia

mempunyai kecenderungan rendah pula mentalnya, sehingga ia tidak sanggup

untuk berbuat sesuatu, takut salah dan tidak mampu untuk menyesuaikan diri

dengan msyarakat. Dalam keadaan demikian, orang itu akan semakin jauh da ri -

kehidupan masyarakat umum. Kemudian, semakin lama ia akan semakin tertekan.

segala kehendaknya sulit untuk dicapai. Oleh karena semakin tidak mampu

memenuhi kehendaknya bersama-sama dengan orang lain, maka ia cenderung,

untuk mencari jalan sendiri, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan masyarakat

umum. Jika ketinggalannya dirasakan sudah terlalu jauh dari keadaan standar

umum, maka ia akan berusaha menebusnya dengan jalan dan pikirannya sendiri

yang biasanya berlebihan. Dengan kata lain, anak-anak muda yang tingkat

intellegentianya rendah, akan melakukan pelarian diri yang salah atau tidak

rasional dalam bentuk ; pelanggaran norma-norma sosial dan hukum formal, yang

diwujudkan dalam bentuk, kenakalan remaja yang menjurus pada kejahatan. Hal

ini sesuai dengan pendapat dari James D. Page yang menyebutkan :

Kita dapat begitu saja menganggap semua remaja yang intellegentianya rendah

selalu berbuat "jahat", dapat juga mereka yang memiliki intelegensi yang normal

atau tinggi, termasuk golongan remaja nakal. Kita tidak bisa membuat kategori
r

36

Menurut Wundt dan Eisler yang dimaksud dengan Intellegentia adalah

"kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan". Biasanya,

bila seseorang memiliki daya intellegentia yang tajam serta dapat menilai secara

realitas, maka semakin mudah ia menyesuaikan diri dengan masyarakat.

Sebaliknya, jika seseorang mempunyai daya intellegentia yang rendah, maka ia

mempunyai kecenderungan rendah pula mentalnya, sehingga ia tidak sanggup

untuk berbuat sesuatu, takut salah dan tidak mampu untuk menyesuaikan diri

dengan msyarakat. Dalam keadaan demikian, orang itu akan semakin jauh dari

kehidupan masyarakat umum. Kemudian, semakin lama ia akan semakin tertekan,

segala kehendaknya sulit untuk dicapai. Oleh karena semakin tidak mampu

memenuhi kehendaknya bersama-sama dengan orang lain, maka ia cenderung

untuk mencari jalan sendiri, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan masyarakat

umum. Jika ketinggalannya dirasakan sudah terlalu jauh dari keadaan standar

umum, maka ia akan berusaha menebusnya dengan jalan dan pikirannya sendiri

yang biasanya berlebihan. Dengan kata lain, anak-anak muda yang tingkat

intellegentianya rendah, akan melakukan pelarian diri yang salah atau tidak

rasional dalam bentuk ; pelanggaran norma-norma sosial dan hukum formal, yang

diwujudkan dalam bentuk, kenakalan remaja yang menjurus pada kejahatan. Hal

ini sesuai dengan pendapat dari James D. Page yang menyebutkan :

Kita dapat begitu saja menganggaP semua remaja yang intellegentianya rendah

selalu berbuat "jahat", dapat juga mereka yang memiliki intelegensi yang normal

atau tinggi, termasuk golongan remaja nakal. Kita tidak bisa membuat kategori
37

rem* nakal, dengan remaja yang berkelakuan baik, hanya berdasarkan pada

tingkat intelegensi sebagai parametemya. Masih banyak faktor lain (Multiple

Factor) yang dapat dijadikan sebagai faktor pencetus kenakalan anak ini, semua
faktor-faktor ini tidak berdiri sendiri.

Seperti kita ketahui bahwa anak dan remaja merupakan golongan yang

usianya masih sangat muda. Dalam segala segi, biasanya anak dan remaja sering

mengalami kegoncangan, serta ketidakpastian. Hal ini dikarenakan kedudukan

anak dan remaja didalam masyarakat, dia masih lemah, perlu ditolong, dibimbing,

dan sering sangat tergantung pada orang dewasa. Dia terombang-ambing antara

ingin terdiri sendiri dan bergantung kepada orang lain. Disatu pihak, dia ingin

dihargai, diberi kepercayaan dan kebebasan, akan tetapi disisi lain pula dia belum

marripu mengendalikan diri sehingga menyebabkan orang tidak dapat menghargai

dan mempercayainya.

Menurut statistik kejahatan anak, kebanyakan remaja yang melakukan

kenakalannya adalah antara umur 16-19 tahun (masa addolensi atau pubertas).

Sehubungan dengan hal ini, Stephen Hurwitz mengatalcan : "age is an importance

factor in the causation of crime" (usia seseorang adalah faktor yang penting dalam

sebab musabab timbulnya kejahatan).

Faktor kelamin, sangat berhubungan erat dengan keadaan fisik. Fisik laki-

laidiebih kuat bila dibandingkan dengan fisik wanita, maka kemungkinan untuk

berbuat jahat lebih besar.


3R

Dapat kita katakan, dengan adanya perbedaan jenis kelamin dan juga

perbedaan usia, dapat menimbulkan perbedaan dalam jumlah kenakalan, akan

tetapi juga dari jenis kejahatannya.

Yang dimaksud dengan kedudukan anak didalam keluarga adalah urutan

kelahitan si anak tersebut, apakah anak itu merupakan anak pertama, kedua dan

seterusnya. Sebenarnya faktor anak dalam keluarga ini tidak dapat dijadikan

sebagai salah satu indikator dari kenakalan remaja. Kedudukan anak dalam

keluarga baru dapat menjadi faktor penyebab terjadinya kejahatan anak apabila

adahya perbedaan perlakuan dari orang tua terhadap anak-anaknya. Misalnya,

ada orang tua sayang memberikan perhatian lebih pada anak yang tertua,

sedangkan dengan anak yang lain, biasa-biasa saja, malah kadang-kadang benci.

Ada juga orang tua yang sayang, atau memberikan perhatian khusus atau lebih,

kepada anak yang pada waktu kelahirannya atau setelah is lahir, perekonomian

keluarga tersebut meningkat, anak seperti ini biasanya disebut sebagai, "anak

Yang membawa rezeki". Hal-hal seperti inilah yang dapat menjadi faktor

penyebab kejahatan anak.


Keadaan rumah tangga, sebagai salah satu faktor penyebab kejahatan anak

Yang berasal dari luar diri si anak tersebut. Biasanya, keadaan rumah tangga yang

kurang harmonis dapat menyebabkan si anak merasa kurang diperhatikan oleh

kedua orang tuanya, keadaan yang demikian, dapat menimbulkan beban psyhics

bagi si anak. Selanjutnya si anak akan mencari jalan keluar dengan cara

berkumpul den gan teman-ternannya yang senasib.


39

Dari sejak kecil, anak mulai belajar norma atau kaedah, didalam

lingkungan keluarganya. Norma atau kaedah yang didapat dari keluarga tersebut,

menjadi bekal si anak untuk bergaul didalam masyarakat. Apabila si anak

mendapat pelajaran norma yang salah, atau tidak mendapat sama sekali didalam

lingkungan keluarganya, kemungkinan besar tingkah laku si anak didalam

pergaulan bermasyarakat, akan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku

dilingkungan masyarakat tersebut. Dapatlah kita pastikan bahwa, pendidikan

didalam lingkungan keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam

pembentukan pribadi si anak.

Hemat penulis, pendidikan didalam keluarga merupakan sesuatu hal yang

tidak dapat diabaikan. Hal ini dikatenakan, keluarga merupakan tempat berlatih

bagi si anak dari sejak ia kecil, untuk belajar hidup bermasyarakat. Keluarga juga

metupakan kelompok sosial yang terkecil. Serta dari keluarga inilah, dimulai

penanaman nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Dapatlah kita bayangkan,

apabila si anak dari sejak kecil tidak pernah mendapatkan penanaman nilai-nilai

tadi dan pada waktu ia tumbuh menjadi seorang remaja, ia tidak akan patuh pada

nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat.

Kita tidak dapat begitu saja mengatakan bahwa, keadaan rumah tangga

merupakan faktor yang dominan sebagai penyebab kejahatan anak, karena

kejahatan anak ini, dapat tumbuh dan keluarga yang balk (harmonis) dan dapat

juga dari keluarga yang tidak harmonis. Untuk itu, diperlukan penelitian yang
lebih mendalam mengenai hal ini.
40

Pendidikan yang dimaksud disini adalahpendidikan yang formal dan non

formal. Pendidikan formal didapat oleh seorang anak dibangku sekolah atau yang

sifatnya formil
disengaja. Akan tetapi, yang sangat perlu diperhatikan adalah

pendidikan non-formal atau yang tidak disengaja, tertuju dan langsung. Artinya,

sangat diperlukan dalam remaja, adalah pengertian dan perlakuan terhadapnya,

baik yang datang dan orang tua, guru ataupun dari setiap orang dewasa yang

berhubungan dengan mereka.

Berapa banyak anak-anak yang pada umur-umur sekolah patuh dan sopan

kepada orang tua, tidak pernah melawan dan kelihatannya tenang, akan tetapi

kadang-kadang suka menjawab dan menentang orang tua, malas belajar, dan

kadang-kadang kecerdasannya menurun.

Seperti kita ketahui, sejak kecil telah mendapatkan pendidikan didalam

lingkungan keluarganya. Setelah usianya menginjak untuk sekolah, pendidikan

untuk anak ini mulai bertambah yaitu pendidikan dirumah dan pendidikan yang

dia dapat disekolah. Ditempat pendidikan awal inilah, si anak mulai hidup

bermasyarakat, walaupun barn sebatas teman-teman sekolahnya. Kalau anak

sudah ditanamkan nilai-nilai bermasyarakat dirumahnya, dalam pergaulan

disekolah inisi anak mulai menghargai teman-temannya. Dengan kata lain,

apa yang dia dapat dirumah, akan diterapkannya disekolah nanti. Disamping itu

juga, disekolah anak dilatih untuk berdisiplin.


40

Pendidikan yang dimaksud disini adalahpendidikan yang formal dan non

formal. Pendidikan formal didapat oleh seorang anak dihangku sekolah atau yang

sifatnya formil disengaja. Akan tetapi, yang sangat perlu diperhatikan adalah

pendidikan non-formal atau yang tidak disengaja, tertuju dan langsung. Artinya,

sangat diperlukan dalam remaja, adalah pengertian dan perlakuan terhadapnya,

baik yang datang dan orang tua, guru ataupun dari setiap orang dewasa yang

berhubungan dengan mereka.


Berapa banyak anak-anak yang pada umur-umur sekolah patuh dan sopan

kepada orang tua, tidak pernah melawan dan kelihatannya tenang, akan tetapi

kadang-kadang suka menjawab dan menentang orang tua, malas belajar, dan

kadang-kadang kecerdasannya menurun.

Seperti kita ketahui, sejak kecil telah mendapatkan pendidikan didalam

lingkungan keluarganya. Setelah usianya menginjak untuk sekolah, pendidikan

untuk anak ini mulai bertambah yaitu pendidikan dirumah dan pendidikan yang

dia dapat disekolah. Ditempat pendidikan awal inilah, si anak mulai hidup

bermasyarakat, walaupun Baru sebatas teman-teman sekolahnya. Kalau anak

sudah ditanamkan nilai-nilai bermasyaralcat dirumahnya, dalam pergaulan

disekolah ini juga, si anak mulai menghargai teman-temannya. Dengan kata lain,

apa yang dia dapat dirurnah, akan diterapkannya disekolah nanti. Disamping itu

juga, disekolah anak dilatih untuk berdisiplin.


41

Jadi dapatlah kila katakan hahwa faktorpendidikan dinimah dan

disekolah. mempunyai huhungan yang sangat erat dengan faktor keadaan rumah

tangga. Alasan yang penulis kemukakan ialah: hila si anak herasal dari keluarga

yan g kurang harmonis dan hiasanya diahaikan oleh orang tuanya, maka si anak

pun akan kesulitan untuk merespon nilai-nilai yang hidup di masyarakat tadi dan

juga bila si anak terlalu dimanja oleh orang tuanya, maka secara tidak Iangsung si

anak tidak dapat menghargai teman-temannya. Hal ini dikarenakan kehiasaannya

untuk selalu dituruti oleh orang tuanya, schingga pada waktu mulai

bermasyarakat, bukan tidak mungkin kebiasaan buruk ini akan melekat pada dia.

Hal-hal seperti inilah yang dapat menjadi penyebab kejahatan anak.

Pergaulan. merupakan salah satu faktor yang dominan dalam

pembentukan jiwa anak. Kita sering mendengar ucapan bahwa "anak itu rusak-,

karena salah dalam bergaul.


Seorang remaja berasal dari keluarga harmonis, bukan tidak mungkin is

akan menjadi anak yang jahat, apabila is bergaul dan masuk dalam kelompok atau

persatuan, karena para anggotanya sering melakukan kejahatan. Lambat-lambat

laun, anak yang berasal dari keluarga harmonis tadi, akan terpengaruh dengan

perbuatan teman-temannya tersebut.


Biasanya, pelanggaran terhadap suatu norma dipelajari didalam pergaulan

Yang intim dengan kelompoknya, karena para anggota kelompok tersebut

I
nempelajari tidak saja cara melakukan perbuatan itu sendiri, mclainkan juga
111
ram °tif, dorongan, pikirandansikaporang yangpernah

melakukanperbuatanitu.
41

Jadi dapatlah kita katakan bahwa faktorpendidikan dirumah dan

disekolah, mempunyai hubungan yang sangat erat dengan faktor keadaan

rumah tangga. Alasan yang penulis kemukakan ialah; bila si anak berasal dari

keluarga yang kurang harmonis dan biasanya diabaikan oleh orang tuanya, maka

si anak pun akan kesulitan untuk merespon nilai-nilai yang hidup di masyarakat tadi

dan juga bila si anak terlalu dimanja oleh orang tuanya, maka secara tidak langsung

si anak tidak dapat menghargai teman-temannya. Hal ini dikarenakan kebiasaannya

untuk selalu dituruti oleh orang tuanya, sehingga pada waktu mulai

bermasyarakat, bukan tidak mungkin kebiasaan buruk ini akan melekat pada dia.

Hal-hal seperti inilah yang dapat menjadi penyebab kejahatan anak.

Pergaulan, merupakan salah satu faktor yang dominan dalam

pembentukan jiwa anak. Kita sering mendengar ucapan bahwa "anak itu rusak",

karena salah dalam bergaul.


Seorang remaja berasal dari keluarga harmonis, bukan tidak mungkin ia

akan menjadi anak yang jahat, apabila ia bergaul dan masuk dalam kelompok atau

persatuan, karena para anggotanya sering melakukan kejahatan. Lambat-lambat

laun, anakyang berasal dari keluarga harmonis tadi, akan terpengaruh dengan

perbuatan teman-temannya tersebut.


Biasanya, pelanggaran tcrhadap suatu norma dipelajari didalam pergaulan.

Yang intim dengan kelompoknya, karena para anggota kelompok tersebut

Inempelajari tidak saja cara melakukan perbuatan itu sendiri, melainkan juga

motif, dorongan, pikiran dan sikap orang yang pemah melakukan perbuatan itu.
42


Hemat penulis, faktor pergaulan ini tidak dapat dilepaskan begitu raja,

dengan faktor lingkungan. Pada prinsipnya, suatupergaulan tertentu membentuk

atau menghasilkan norma-norma tertentu Pula, karena antara normayang be anal

dari lingkungan keluarga mempunyai hubungan timbal balik dengan norms yang

ia dapat didalam pergaulannya. Anak, akan merncari bentuk norma tersendiri.

ang ia anggap dapat dipakai dalam melakukan hubungan dengan kelompoknya


y

tadi. Didalam kebingungan si anak ini, peran orang tua sangat dibutuhkan, dalam

rangka membantu anak memilih norma-norma tadi. Sehingga , anak tersebut tidak

terjebak didalam pergaulannya.

Seperti kita ketahui. scorang anak atau remaja, dikategorikan sebagai

orang yang jahat atau nakal, apabila anak atau remaja tadi melakukan pelanggaran
terhadap norma atau kaedah yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tadi.

Mass-Media, baik berupa media cetak, ataupun media elektronik.

mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk pribadi si anak. Anak

yang dalam masa pertumbuhan, pada umumnya masih mencari bentuk jati

dirinya.

Saat ini, seperti kita ketahui, mass-media telah menjangkau seluruh

lapisan masyarakat. Mass-Media yang "buruk", dapat memotivasi anak untuk

melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kits ambil contoh, peredaran


majalah, buku-buku yang be
risikan unsur-unsur pornografi, atau peredaran VCD
Porno yang lebih dikenal dengan "Film Blue". Semua ini dapat mempengaruhi si
erbuatan cabul dan malah bukan tidak
-

a
nal (' untuk mel akukan pe r buatan p
43

mungkin, akan melakukan perbuatan pemerkosaan,pada umumnya dilakukan


setelah menonton film blue.

Seperti telah dikemukakan diatas, tentang penyebab-penyebab timbulnya


11111 kenakalan anak khususnya dalam kesusilaan ini, tidak hanya semata-mata

disebabkan oleh suatu faktor tertentu, tetapi dapat discbabkan oleh macam-

mac= faktor (multiple factor).

IP"
Oleh karena itu, jalan untuk mencari sebab-sebab timbulnya kenakalan
remaja dibidang kesusilaan, kiranya dapat dilakukan dengan mengadakan

pengarnatan dan penelitian tentang sebab-akibat yang merupakan suatu siklus

yang diperoleh dari data-data secara sosiologis.

Seperti telah dikatakan diatas, penyebab dari kenakalan anak ini tidak

dapat hanya ditinjau dari satu faktor saja. Antara faktor yang terdapat dalam diri

pelaku (faktor intern) dan faktor yang terdapat diluar diri pelaku (faktor ekstern),

Pi- mempunyai suatu korelasi serta saling bergantungan.


Dalarn hal ini, sebagai contoh yang dapat dipakai adalah, kasus perkosaan

dilakukan anak dibawah umur, dengan korban anak dibawah umur juga. Kasus ini

tetjadi di Kota Palembang sekitar akhir Desember 2000, dan dikenal dengan

kasus "Miss X". Baik pelaku maupun korban, dikenal sebagai anak jalanan

(anjal), yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap.

011 Salah seorang pelaku yaitu Ocol yang dituduh telah melakukan

hi Pemerkosaan berusia sangat muda, yaitu 9 tahun. Menurut keterangan


dari hat Hukum, Ocol ini berasal dari keluarga yang tidak mampu, sehingga
44

putus sekolah. Dalam kehidupan dikeluarga, sering dimarahi oleh orang tuanya,

sehingga is melarikan diri dan hidup terlunta-lunta dijalanan. Dari kasus Miss X

ini jelaslah bahwa antara faktor intern atau yang berada dalam diripelaku, serta

faktor ekstern mempunyai hubungan.

Bila kita tinjau kenakalan remaja, yang berhubungan dengan kejahatan

terhadap kesusilaan. Menurut hemat penulis, apabila anak yang termasuk kategori

remaja melakukan kejahatan kesusilaan, dapat kita katakan bahwa hal tersebut,

bukanlah kenakalan remaja lagi, tapi sudah termasuk kejahatan seperti yang diatur

dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kejahatan terhadap

kesusilaan diatur dalam Buku II Bab XIV, yang terdiri 25 pasal, yaitu Pasal 281

sampai Pasal 303. Tidak ada satu pun dari pasal-pasal yang terdapat dalam Pasal

281 sampai 303 tentang kejahatan terhadap kejahatan kesusilaan, yang khusus

mengatur tentang pelaku dibawah umur, atau masih remaja.

Pengadilan Negeri Kelas lA Palembang, dalam putusannya tertanggal 18

April 2001, No. I 55/Pid.B/200 I /PN. Palembang, memberikan putusan hukum

terhadap terdakwa Joni Iskandar alias Ocol. Yang berusia 9 tahun, karena terbukti

melanggar Pasal 290 ke-1 KUHP jo 55 (1) ke-1 KUHP jo 64 (1) KUHP, dengan

1111— memerintahkan terdakwa tersebut diserahkan kepada Negara untuk mengikuti.


pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
45

Hemat penulis, putusan yang diambil oleh Hakim Tunggal yang

memeriksa perkara ini sudah tcpat. Hakim terscbut dalam mcnerapkan pasal,

tidak melihat apakah pelaku orang dewasa atau masih anak-anak, karena memang

dal= KUHP tidak terdapat aturan tcntang hal itu. Dalam Putusannya, barulah

kita melihat Hakim tersebut mcnerapkan Pasal 24 dari Undang-Undang No. 3


Tahun 1997, Undang-Undang t2ntang Peradilan Anak, dengan Putusan :

metherititahkan terdakwa tersebut diserahkan kepada Negara untuk mengikuti


perididikan, pembinaan dan latihan kerja".

Isi Pasal 24 UU No. 3 Tahun 1997, hampir sama dengan apa yang diatur

didalam Pasal 45 KUHP. Scbagai sandaran digunakan Pasal 24 ini, didasari oleh

asas Lex Special is d'rogat Lex General is.

Bila kita memperhatikan putusan diatas, dapat kita katakan bahwa, tidak

ada aturan khusus yang membedakan apakah perlu pelaku masih anak-anak atau

remaja, yang membedakan hanyalah putusan yang diberikan oleh hakim. Karena,

seperti kita ketahui, dalam Pasal 24 UU No. 3 Tahun 1997, Hakim diberikan 3

(tiga) macam pilihan putusan, yaitu :

1.Menyerahkan kepada orang tua atau walinya, tanpa menjatuhkan

putusan hukuman.
2.Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan

dan latihan kerja.


46

3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial

Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan,pembinaan, dan


latihan kerja.

pESANGGIMANGAN TERHADAP ANAk YANG MELAkUKAN


TINDAk PIDANA KESUSILAAN

Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-

hak anak dan penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini serta

penyediaan sarana dan prasarana khusus, penjatuhan sanksi yang tepat untuk

kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum dan dapat

pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau

keltmrga. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa serta

untuk menghindari labelisasi. Melakukan upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga

maupun diluar lembaga dan upaya perlindungan dari pemberitaan identitas

melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi serta pemberian jaminan

keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial,

pemberian aksebilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan

perkara.

Membicarakan penanggulangan terhadap anak yang melakukan tindak .

Pidana kesusilaan, bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Kita hares tahu

Penyebab dari timbulnya kejahatan anak tersebut. Apabila sudah diketahui,


47


barulah dapat dilakukan pencegahan dan malah mungkin bisa Memberikan obat

yang mujarab untuk mengatasi kejahatan anak ini agar tidak timbul lagi.

Sesungguhnya masalah kejahatan anak, dewasa ini termasuk masalah yang

sangat mendapat perhatian Pemerintah. Karena kejahatan yang tidak sempat

ditanggulangi akan merusak ketenteraman umum dan menghancurkan hari depan

dari mereka yang berbuat jahat. Dalam rangka menanggulangi kejahatan anak kita

tidak bisa hanya mengharapkan peran penuh dari pemerintah saja. Untuk

mengatasi hal ini, peran dari seluruh lapisan masyarakat, terutama dari pihak

keluarga mempunyai peranan yang sangat penting.

Dari hasil penelitian dan pengamatan pcnulis, terhadap anak jalanan

dilapangan, kebanyakan dari mereka mempunyai latar belakang pendidikan yang

sangat minim, disertai kekurang mampuan ekonomi keluarga. Latar belakang

mereka menjadi anak jalanan, kehanyakan dari mereka mengalami kegoncangan


••
jtwa yang disebabkan oleh keadaan atau susunan rumah tangga yang tidak stabil

(tidak adanya keserasian ayah dan ibu), kurang mendapat perhatian yang wajar

dari orang tua. Hal yang sangat penting adalah, kurangnya penanaman nilai-nilai

agama sewaktu mereka berkumpul hasama, dengan orang tuanya. Hal yang

sangat mengejutkan lagi bagi kita, bahwa sebagian besar anak jalanan yang

penulis tanya, mengaku sudah bisa melakukan hubungan seksual. Hubungan yang

mereka lakukan bisa dengan lawan jenis dan juga hubungan sejenis sesama anak

jalanan. Hubungan sejenis, biasanya dilakukan secara paksa oleh anak jalanan Yang

niempunyai fisik yang kuat, serta berbadan besar, apabila mereka menolak,
48

maka mereka akan mendapat siksaan serta tidak boleh lagi "mangkal" diwilayah

tersebut.

Melihat latar belakang ini dan dalam rangka menanggulangi kejahatan

a nak khususnya yang berhubungan dengan kejahatan kesusilaan, penulis akan

Funtuk memberikan suatu solusi, yang mungkin bisa dipakai dalam rangka
mengatasi hal tersebut diatas, antara lain :

1. Peranan Agama
Diakui atau tidak diakui, agama mempunyai peranan yang sangat

beset bagi kehidupan manusia dimuka bumi ini. Agama, merupakan

pembimbing kita dalarn melangkah dan mengisi kehidupan. Pendidikan

agama harus dimulai sejak dini, dengan adanya penanatnan nilai -nilai

keagamaan, anak, akan merasa hidupnya tenang. Secara umum dapat

dikatakan bahwa, masyarakat yang tnasih kuat keyakinannya pada agama.

hidupnya lebih tenang daripada mereka yang jauh dari agama. Ketenangan ini

mungkin disebabkan oleh sulitnya mereka yang jauh dari agama. Dalam

masyarakat yang beragama itu, nilai-nilai hidup mereka pasti dan tidak

berubah-ubah, dan dilaksanakan setiap orang dalam kehidupan sehari-hari,

serta dengan mudah anak atau remaja tadi akan mendapat contoh yang

diteladaninya. Disamping ketentuan yang pasti itu, anak atau remaja juga akan

dapat memperhitungkan tindakan apa yang harus dilakukannya dan sikap


Il pat t e r j a m i n . Ka r e n a i t ul a h , da l a m ma sy a ra k a t y an g k ua t

ni la i - ni la i ba gaimana yang harus dimilikinya, agar penghargaan masyarakat


lingkungan
49

agamanya, moral pars anak-anak atau remajanya masih balk dan tidak terjadi

penyimpangan-penyimpangan sosial.

2. Peranan Orang Tua

Selain peranan agama, peranan orang tua merupakan hal yang pokok

juga dalam membina anak-anak atau remaja. Dari sejak masih bayi, anak telah

mendapat didikan dan kasih sayang dari orang tuanya, tetapi kadang-kadang si

anak pada usia anak-anak dan remaja, banyak melakukan tindakan yang

bertentangan dengan realitas sosial.

Kejahatan anak dan remaja merupakan suatu tanda atau gejala adanya

pengaruh dalam diri si anak, ataupun dari luar diri si anak tadi. Perbuatan

yang bertentangan dengna realitas sosial yang dilakukan anak, pada umumnya

merupakan rcaksi terhadap tekanan yang datang dari dalam din si anak,

ataupun yang berasal dari luar lingkungan anak tadi. Adanya hubungan yang

tidak harmonis antara orang tua dan anak tadi. Adanya hubungan yang tidak

harmonis antara orang tua dan anak, atau orang tua yang selalu mengatur si

anak, serta adanya "Over Protection" dari orang tua, karena orang tua tidak

memberikan kebebasan pada si anak untuk melakukan hal-hal yang

diinginkannya dapat menyebabkan si anak akan menjadi nakal. Anak merasa

tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Sehingga, anak mencari

jalan keluar sendiri, dengan cara berkumpul bersama teman-temannya yang

"senasib" dengan dirinya. Akhirnya, anak tersebut melakukan suatu perbuatan

1110
Yang dapat dikategorikan sebagai kenakalan ataupun kejahatan.
50

Pada umumnya, anak memerlukan kasih sayang dari orang tua, rasa

diperhatikan, serta dihargai keberadaannya didalam rumah. Tidak selamanya

anak hares dimanjakan dengan kekayaan (harta), bukan tidak mungkin dengan

memberikan harga (uang) berlebihan, malah akan menjerumuskan anak

tersebut kedalam suatu masalah.

Hemat penulis, untuk mengatasi kejahatan remaja khususnya yang

berhuburigan dengan kejahatan kesusilaan, haruslah dimulai dari dalam

rumah. Bimbingan orang tua, serta kasih sayang denga cara memberikan

perhatian kepada anak, akan menghindari anak dari pengaruh-pengaruh yang

tidak baik. Karena didalam rumah itulah, orang tua dapat memberikan

bimbingan-bimbingan agama kepada anaknya. Dengan di bekali nilai-nilai

agama yang didapatnya dirumah, diharapkan anak tersebut dapat

membendung pengaruh dari luar.

3. Peranan Masyarakat

Seperti dikatakan diatas, penyebab dari kejahatan dapat disebabkan

dari faktor dalam diri si anak dan juga dapat disebabkan dari pengaruh di luar

diri si anak. Pengaruh dari luar, didapat si anak dari pergaulan, serta dari

lingkungannya.

Untuk mengatasi pengaruh dan luar, masyarakat mempunyai peran

yang besar. Masyarakat mempunyai peran untuk meminimalisasi pengaruh-

pengaruh yang mungkin dapat menimbulkan kejahatan. Peran dari pemuka-

pemuka masyarakat sang


at diharapkan dalam rangka merangkul anak-anak
51

muda dilingkungannya, agar tidak terjerumus ke hal-halyang negate F.

Masyarakat diharapkan dapat menerima anak-anak yang telah terjerumus, dan

jangan memberikan label penjahat kepada anak tersebut. Dengan demikian,

diharapkan anak tersebut akan dapat merubah pola hidupnya yang salah.

Dalam hal ini, diharapkan masyarakat jangan menutup pintu

pergaulannya, dengan anak atau remaja yang mempunyai potensi untuk

melakukan kejahatan. Dengan memberikan perhatian khusus kepada anak atau

remaja seperti ini, maka diharapkan anak atau remaja tersebut akan menjadi

anak yang baik.

4. Peranan Mass-Media

Anak atau remaja merupakan generasi muda dari suatu bangsa, bila

generasi muda suatu bangsa mengalami kehancuran, maka akan hancurlah

bangsa tersebut.

Seperti kita ketahui Mass-Media mempunyai peranan yang sangat besar,

dalam rangka mencerdaskan suatu bangsa. Saat ini, mass-media telah menjangkau

seluruh lapisan masyarakat, terutama media elektronik. Secara tidak langsung,

anak-anak atau para remaja yang paling banyak menerima

pengaruh dari media tersebut.


Tayangan media elektronik, atau tampilan-tampilan dari media cetak

yang menonj olkan kekej aman (sadisme), pornografi, akan dapat

mempengaruhi jiwa dari anak-anak yang menonton, ataupun yang

membacanya. Memang dalam hal ini pengawasan dari orang tua sangat
52

menentukan, untuk memilih tayangan-tayangan apa, serta bacaan-bacaan apa

ya ng dikonsumsi oleh anak-anaknya. Tetapi menurut hemat penulis, kita tidak

dapat begitu saja memberikan beban yang berat kepada orang tua. Dalam hal

ini, tanggung jawab moral dari pihak-pihak yang bertanggung jawab kepada

masalah tersebut, juga kita mintakan. Disamping itu, kita mengharapkan juga

peranan aktif dari pemerintah, dalam rangka mengawasi peredaran barang-

barang yang dapat merusak generasi muda ini, khususnya film-film ataupun

bacaan-bacaan yang menampilkan kekejaman atau pornografi.

5. Peranan Aparat Keamanan

Aparat keamanan yang penulis maksudkan disini adalah pihak

kepolisian, karena tugas dari kepolisian ini sangat dekat dengan rakyat,

sebagai penjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat. Polisi

berkewajiban untuk mengambil suatu tindakan, apabila terjadi gangguan yang

dapat mengakibatkan ketenteraman masyarakat terganggu.

Dalam kaitannya dengan kejahatan remaja, banyak harapan dari

masyarakat kepada pihak kepolisian untuk dapat mengurangi, bahkan kalau

mungkin menghilangkan sama sekali masalah kejahatan remaja ini, terutama

yang berkaitan dengan kesusilaan.


Masyarakat menghendaki agar pihak kepolisian dapat menindak tegas

para pelaku kejahatan yang berusia muda. Dengan demikian, dapat dijadikan

sebagai pelajaran bagi yang lain, agar tidak mencoba melakukan hal-hal yang

bertentangan dengan hukum.


53

Main itu juga, diharapkan pihak kepolisian dapat meningkatkan razia

secara mendadak dilingkungan sekolah-sekolah, jalanan-jalanan. Hal ini

merupakan tugas preventif dari pihak kepolisian, dalam rangka untuk

mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi, khususnya yang menyangkut

kejahatan anak atau remaja.

Tugas preventif yang tidak boleh dilupakan oleh masyarakat,


mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat, terutama yang berkaitan dengan masalah kejahatan anak.

Disamping itu, pihak kepolisian diharapkan membuka tern baga

Konseling, yang bertujuan untuk membantu para orang tua, dalam

menghadapi kejahatan atau kenakalan anaknya. Lembaga ini diharapkan dapat

memberikan masukan atau saran kepada orang tua, untuk dapat mendidik

anak tersebut. Bahkan, kalau mendapatkan izin dari orang tua si anak, anak

tadi diawasi oleh petugas kepolisian, dengan jalan wajib lapor. Apabila anak

tersebut dianggap baik, maka wajib lapor dihilangkan.

Dalam mengatasi kenakalan remaja terutama yang sudah menjurus

pada kejahatan, pihak kepolisian dituntut untuk aktif mengambil suatu

tindakan, baik itu dengan jalan preventif, maupun secara refresif.


BAB IV
PENUTUP

A.
Kesimpulan

1. Masalah kejahatan anak yang melakukan tindak pidana kesusilaan sempat

kompleks dengan adanya multi faktor, antara lain :

A. Faktor Intern ( motivasi intrinsik ) :


a)Faktor Intelegensi
b)Faktor Usia
c) Faktor Kelamin

d)Faktor kedudukan anak dalam keluarga

e) Faktor kekecewaan dan kompensasi anak yang mengalami

kekecewaan

f)Faktor kejiwaan
B. Faktor ekstern (motivasi ekstrensik ) :

a)Keadaan keluarga
b)Faktor ekonomi

c) Faktor pendidikan

d)Faktor pergaulan

e)Faktor mass media


p

5
55

fak
Antara tor yang terdapat dalam diri pelaku (faktor intern) dan faktor yang

terdapat diluar diri pelaku (faktor ekstern) mempunyai kolerasi sena

bergantungan.

2. Penanggulangan terhadap anak yang malakukan tindak pidana kesusilaan

yaitu mengatasi melakukan hal-hal sbb:

a)Peranan agama

b)Peranan orang tua

c)Peranan masyarakat

d)Peranan mass media

e)Peranan aparat keamanan

ri B. Saran

1.Hendaknya semua anggota masyarakat mempunyai kepedulian terhadap anak,

khususnya kepada anak yang bermasalah, kepedulian ini dapat dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung melalui organisasi-organisasi sosial yang

mengurusi masalah anak-anak bermasalah.

2.Lebih ditingkatkan lagi perhatian orang tua, lingkungan masyarakat terhadap

anak-anak bermasalah, beri mereka pendidikan agama semaksimal mungkin.

3.Kita hares menyadari bahwa masalah kejahatan anak atau remaja merupakan

masalah kita bersama bukan hanya masalah orang tua, lingkungan

masyarakat atau kepolisian saja. Marilah kita aktif untuk

mengatasi hal tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

1) Bavvengan, G. W. Penant ar I?j/qg..___Ioko i Kriminal. PT. Pradnya Paramita.


folL
Jakarta, 1997.
2) _________ , Masalah Kejahatan Delman Sebab dan Akibat, PT. Pradnya
Paramita. Jakarta, 1997.

3) Hadisuprapto, Paulus, Kejahatan Anak,

Pemahaman dan
;

Penanegulangannya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.

4) Made Darma Weda, Kriminologi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1996.


5) Meliala, Aqiran Syamsudin dan Sunaryono, Kejahatan Anak, Yogyakarta,
1985.

6) Marpuang, Ledan, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan

Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

7) Moeljatno, NY. L, Kriminologi, PT. Bima Aksara, Jakarta, 1986.

8)------------------------------------------------------------------------------------------ ,
Kriminal dan Perbuatan Pidana, PT. Bima Aksara, Jakarta, 1986.
9) Supramono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta,
2000.

10)------------------------------------------------------------------------------------ ,

Sebab dan Akibat Kejahatan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000.

11
)Soemitro, Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, PT. Bumi

Aksara, Jakarta, 1990.


12
)Romli Atmasasmita, lieneijkLaain, Bandung, Armico, 1982
p
undang-Undang

1. undang-Undang Peradilan Anak, Undang-Undang No. 3


Tahun 1997

2. Kitab Undang-Undang 1-lukum Pidana (KUHP)

Koran

Harian Palembang Post, Kamis, 14 Januari 2002

Harian Sumatera Ekspres, Senin 21 April 2003

Anda mungkin juga menyukai