SKRIPSI
PENDAHULUAN
1
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, No. I, Februari 2019, hlm 22-30
1
dukungan pada anak. Salah satu bentuk pemantauan orang tua terhadap anak adalah
komunikasi yang terbuka dan positif. 2
Komunikasi yang efekktif antara orang tua dan anak memiliki peranan yang sangat
penting dalam menciptakan sebuah karakter dan perilaku anak. Komunikasi yang baik
akan memberikan visualisasi atau sebuah pandangan tentang bagaimana sang anak harus
berperilaku. Melalui komunikasi yang baik, orang tua dapat membimbing serta
memberikan pemahaman-pemahaman mengenai rumah tangga dan perilaku yang harus
dilakukan ketika ingin berumah tangga agar anak bisa bertanggung jawab. Dengan
adanya komunikasi tersebut orang tua dapat segera menyadari masalah masalah yang
terjadi pada anaknya.
Salah satu bentuk dari komunikasi tersebut adalah komunikasi interpersonal. Menurut
Little John, komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antar individu-individu
serta komunikasi yang melibatkan hanya dua orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi dari lawan bicara secara langsung.
Menurut Joseph A. Devito komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua
orang yang memiliki tujuan tertentu, berhubungan, mempengaruhi, dan juga membantu. 3
Orang tua tentu memiliki tanggung jawab terhadap memberikan edukasi terhadap
anak. Anak tidak akan selalu menjadi anak-anak yang hanya bisa bermain dan juga
bercanda bersama teman, seorang anak akan tumbuh dewasa dan berumah tangga
bersama pasangannya kelak. Maka dari itu, seorang anak butuh bimbingan dari orang tua
terkait dengan rumah tangga yang akan dijalani oleh anak nantinya, orang tua berhak
memberikan edukasi terkait rumah tangga.
Semua orang tua pada hakikatnya akan memberikan yang terbaik untuk anaknya,
orang tua akan selalu membimbing dan membawa anaknya kedalam lingkup sosial yang
baik. Semua orang tua akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat anaknya
terhindar dari perbuatan yang menyimpang.
Di Indonesia sebagai negara yang berlandaskan pancasila, membentuk rumah tangga
harus melalui sebuah perkawinan. Perkawinan terdiri dari hubungan laki laki sebagai
suami dan wanita sebagai istri yang saling tertarik dan nantinya akan melahirkan
keturunan. Menurut Dr. Rose, pernikahan ideal adalah jika sepasang kekasih memiliki
sebuah komitmen untuk membangun rumah tangga menuju masa depan yang baik.
2
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
3
Harapan, E., & Ahmad, S. (2016). Komunikasi Antarpribadi. Depok: Rajawali Pers
2
Mereka juga melakukan aktivitas pernikahan secara resmi yang diakui oleh Negara
(Frizona 2015,1)4
Dalam rumah tangga keluarga tentunya akan ada beberapa konflik yang mengguncang
dan mengakibatkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Permasalahan yang umumnya
terjadi dalam rumah tangga adalah masalah keuangan, ketidakhadiran seorang anak,
perselingkuhan, kehidupan seksual, seorang istri kurang terampil dalam rumah tangga,
mertua ikut campur dalam urusan rumah tangga, perbedaan sifat dan latar belakang, serta
pendidikan diantara kedua belah pihak.
Kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu permasalahan yang menjadi
pembicaraan hangat saat ini, kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi dan
mengakibatkan kerugian yang tidak hanya secara emosional akan tetapi memiliki dampak
pada fungsi psikologis seorang anak. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan
kekerasan berbasis gender yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Banyak
sekali kasus KDRT yang masih belum terungkap ke permukaan karna berbagai faktor,
mulai dari adanya rasa takut kepada pelaku, malu jika aib keluarga diketahui oleh publik
atau budaya permissive yang memaafkan pelaku. Penanganan sampai pada penghapus
KDRT ini sesungguhnya telah diatur dalam undang-undanf No.23 Tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Namun, hal yang terjadi adalah belum
mampu menekankan angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Kegiatan kekerasan dalam rumah tangga tentu berdampak kepada anak yang tidak
mengetahui apapun tentang pelaku dan juga korban. Orang tua tentu memiliki cara
masing masing untuk membimbing anaknya agar menjadi seorang dewasa yang mampu
mengontrol ego dan emosinya. Orang tua tentu tidak ingin memberikan anaknya
pengalaman yang buruk seperti KDRT. Maka dari itu, bimbingan dan strategi komunikasi
5
dari orang tua sangat berpengaruh bagi anak yang ingin menginjak usia dewasa.
Hal ini juga dikarnakan dengan adanya pandangan masyarakat bahwa perempuan
adalah mahluk yang lebih rendah dibandingkan oleh laki laki yang memiliki kedudukan
yang lebih tinggi. Pandangan tersebut menimbulkan adanya ketidakadilan gender.
Ketimpangan gender artinya perbedaan peran dan hal antara perempuan dan laki laki.
Dengan adanya permasalahan terkait ketimpangan gender, akan timbul ketidakamanan
atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga. Untuk
mencegah kekerasan dalam rumah tangga maka negara (state) wajib melaksanakan
4
FAJRI ZAKIYAH HAFIDZOH-FDK.pdf (uinjkt.ac.id)
5
: http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/alittizaan/index
3
pencegahan, perlindungan dan penindakan terhadap pelaku. Menurut Pasal 1 butir 1 UU
Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT) :
“ KDRT merupakan perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, dan
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”
Berdasarkan undang-undang tersebut, kekerasan dalam rumah tangga memuat empat
bentuk, yaitu kekerasan fisik misalnya seperti memukul, menendang, melukai, mencekik,
hingga membunuh. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa berupa kekerasan verbal
seperti membentak dan menghina. Kekerasan sosial misalnya dengan larangan bertemu
dengan saudara dan bergaul dengan teman. Kekerasan spiritual misalnya larangan untuk
menjalankan ritual agama sesuai dengan keyakinannya masing masing. KDRT hanya
berlaku dalam perkawinan atau rumah tangga dari hasil perkawinan yang sah dan diakui
oleh negara. Maka dari itu, sebuah kekerasan hanya bisa diproses secara hukum negara
jika perkawinannya sudah sah menurut negara dan agama. Di Indonesia, untuk kasus
kekerasan dalam rumah tangga di tahun 2019 Mariana Amiruddin selaku Komisioner
Komnas Perempuan menyebutkan bahwa di tahun 2019 ada kenaikan 14% kasus
kekerasan terhadap perempuan yaitu sejumlah 406.178 kasus.
5
6