Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUGAS BKI ANAK & REMAJA

Orangtuaku Memang Telah Bercerai, tapi Hidup Harus Tetap Berlanjut

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah BKI Anak & Remaja
DosenPengampu:
Said Hasan Basri

DisusunOleh:
Shofia Isnawati

(12220064)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015

Orangtuaku Memang Telah Bercerai, tapi Hidup Harus Tetap Berlanjut


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lembaga terkecil dalam sistem sosial kemasyarakatan yang terdiri dari satu
orang lebih yang tinggal bersama, hidup dalam sebuah rumah tangga untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dan disatukan oleh aturan-aturan hukum pernikahan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hak
dan kewajiban yang harus ditunaikan baik itu sebagai suami dan sebagai istri, begitu pula pemenuhan hak
dan kewajiban antara suami-istri sebagai orang tua dengan anak yang berada dalam kehidupan keluarga
tersebut. Bagi anak keluarga merupakan lembaga primer yang tidak dapat diganti dengan kelembagaan
yang lain. Di dalam keluargalah anak mengenal arti hidup, cinta kasih dan arti kebersamaan. Di dalam
keluarga tersebut anak dibesarkan, diberikan pendidikan dengan suasana aman yang dapat mengantarkan
di masa-masa perkembangannya.
Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Di antara unit
sosial, keluarga merupakan unit yang sangat komplek. Banyak persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
para anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lain. Seringkali keseimbangan akan
terganggu dan membahayakan kehidupan keluarga yang mengakibatkan keluarga tidak akan merasakan
kebahagiaan. Tidak jarang perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran diantara suami-istri
tersebut berakhir dengan perceraian. Maka timbulah rentetan-rentetan kesulitan terutama bagi seorang
anak yang selalu membutuhkan kehadiran orangtua disepanjang hidupnya.1
Istilah perceraian sering terdengar dalam kehidupan kita, di Indonesia banyak perkawinan berakhir
dengan perceraian, banyak berita yang memaparkan tentang perceraian selebriti Indonesia baik di televisi,
di koran-koran dan majalah-majalah yang membahas perceraian public figure seperti para artis. Data dari
Direktorat Jenderal Pembinaan Peradilan Agama (PPA) Mahkamah Agung menggambarkan perceraian
akibat adanya gugatan dari istri dari tahun ke tahun selalu lebih tinggi dari angka perceraian akibat
talak suami. Data dalam beberapa tahun yang lalu menunjukkan persentase perceraian akibat gugatan istri
mencapai 56,2% pada tahun 2000 naik menjadi 57,4% pada tahun 2001, naik lagi menjadi 59,5% pada
tahun 2002, dan terus naik menjadi 60,7% pada tahun 2003 dan 62,1% pada tahun 2004 dan pada tahun
2005 naik lagi menjadi 63%. (Pergerakan data statistik di Direktorat Jenderal Pembinaan Peradilan Agama,
2007). Organisasi wanita se-Asia Pasifik (Pan Pacific South East Asia Womens Ossosiation, PPSEAWA)
dalam konferensinya yang ke-20 di Kuala Lumpur, Malaysia, menyimpulkan bahwa kerusakan yang
terjadi pada keluarga abad ke-20 semakin memburuk. Perceraian dan perpisahan, nyatanya menempati
posisi tinggi. Hampir diperkirakan sekitar 40%-50% generasi mendatang akan menjadi keluarga yang
broken home, akibat perceraian orangtuanya atau mereka yang hanya memiliki orangtua tunggal (single
parent). (Suara Pembaruan: 27 November 1997)2
.
1 Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1986) hlm 135

Perceraian pasangan suami-istri (pasutri) kerap berakhir menyakitkan bagi pihakpihak yang
3

terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Perceraian juga dapatmenimbulkan stres dan trauma
untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Menurut psikiater Amerika Serikat (AS) Thomas
Holmes dan Richard Rahe yang meneliti tingkat stres manusia, perceraian adalah penyebab stres kedua
paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup. Konflik yang terjadi pada kedua orangtua sudah pasti akan
berimbas pada anakanak mereka. Hidup di lingkungan keluarga yang sering bertengkar, akan menyulitkan
bagi anak untuk mengembangkan kepribadian yang sehat. Hal ini membuka peluang bagi perkembangan
rasa kurang percaya diri yang intens, yang membuat mereka sering mengalami kegagalan dalam meraih
prestasi sosial yang optimal.3
Perceraian pada orang tua sangat berpengaruh pada anak terutama yang masih remaja. Masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perkembangan baik
fisik maupun psikis. Dalam perkembangan ini terjadi perubahan-perubahan yang cukup penting, seperti :
perubahan peranan dari seorang anak menjadi orang dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi meenuntut
remaja untuk mengadakan penyesuaian secara sosial, psikologi dan tidak jarang mereka mengalami
goncangan dalam menentukan sikap. Keadaan demikian menimbulkan adanya pertentangan-pertentangan
dalam diri remaja, kegelisahan serta kecemasan. Horney mengemukakan konsep utama kecemasan dasar
adalah bahwa apapaun yang menganggu kecemasan remaja dalam berhubungan dengan orang tuanya dapat
menghasilkan kecemasan. Namun sebenarnya remaja masih membutuhkan bantuan dari orang dewasa atau
orang tuanya dalam menghadapi kesulitan. Dalam hal ini bimbingan orang tua lebih bermanfaat bagi
perkembangannya.
Keluarga inti adalah suatu unit sosial yang paling kecil dan paling utuh, keluarga yang
beranggotakan ayah, ibu dan anak-anak merupakan suatu keseluruhan yang saling mempengaruhi diantara
unsur-unsurnya. Bertambah dan berkurangnya anggota keluarga akan mempengaruhi suasana dan corak
hubungan kekeluargaan, serta akan memberikan dampak pada perasaan, pemikiran dan prilaku anggotaanggotanya.
Kehadiran orang tua dalam perkembangan jiwa anak amat penting. Bila anak kehilangan peran dan
fungsinya, maka seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya akan kehilangan hak untuk dibina dan
dibimbing, diberikan kasih sayang, perhatian dan sebagainya. Perceraian orang tua merupakan
psikotrauma bagi anak yang sedang berkembang. Kehilangan salah satu peran dari ayah atau ibu baginya
juga kehilangan cinta dan kasih sayang sringkali diikuti berbagai kelainan pada anak, misalnya kecemasan
dan depresi.
Perceraian orang tua menyebabkan kecmasan pada remaja, seberapa besarnya tergantung
bagaimana sikap kedua orangtuanya pada dirinya. Jika orang tua pandai menyikapi perceraiannya dan
pandai memberikan pemahaman pada anak, maka resiko kecemasan akan berkurang. Tapi jika orangtua tak
mampu untuk memberikan pemahaman, remaja akan bingung, lebih-lebih jika ia tak tahu harus ikut pada
ibu atau ayahnya. Ia akan merasa kebingungan karena tak tahu harus berlinndung pada siapa. Dan siapa
yang brtanggung jawab padanya. Seperti yang dialami oleh subyek. Orang tua memang sepakat untuk
2 Sofia Salmawati Alia, Dampak Perceraian Orangtua Terhadap Emosi Anak di SDN. Ketawanggede I
Malang, Skripsi (Malang : Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim, 2010) hlm 18
3 Sadarjoen, Pendampingku Tak Seperti Dulu Lagi, ( Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS, 2005) hlm 93

mengasuhnya bersama-sama. Tapi selama ini yang dia rasakan malah seolah-olah orang tuanya saling
4

melempar tanggung jawab atas dirinya.

Karena itulah perkembangan dan potensi subjek jadi terhambat, ia sering dilanda kecemasan karena
merasa tidak ada lagi orang sebagai tempat berlindungnya. Ia bingung akan bagaimana dan ikut siapa jika
ia telah keluar dari pondok pesantren.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memberikan intervensi konseling
kepada subyek yang mengalami kecemasan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Bagaimana tingkat kecemasan pada remaja korban perceraian?


Bagaimana pola perilaku remaja korban perceraian?
Bagaimana metode dan teknik penanganan yang tepat bagi remaja korban perceraian?
Bagaimana menangani remaja korban perceraian?
C. Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui pola-pola perilaku remaja korban perceraian


Untuk mengetahui dampak-dampak psikologis perceraian orang tua bagi anak
Untuk mengetahui metode dan teknik penanganan yang tepat untuk remaja korban perceraian
Untuk menangani remaja korban perceraian
D. Manfaat Penelitian

Misalnya:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan dalam bimbingan
pribadi khususnya terkait penanganan psikologis pada remaja korban perceraian.
2. Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan serta rujukan dalam bidang
BKI, khususnya dalam menangani konseli korban perceraian.
E. Tinjauan Pustaka
Skripsi saudari Ulphatusalicha dengan judul DAMPAK PERCRAIAN ORANG TUA TERHADAP
PERKEMBANGAN EMOSI ANAK (studi kasus di desa pengauban kec. Lelea indramayu) ini
bertujuan untuk mengetahui dampak perceraian orang tua terhadap perkembangan emosi anak di desa
serta untuk mngetahui kondisi anak korban perceraian.
Skripsi milik Dedi Haryanto dg judul KONSELING PADA KELUARGA BROKEN HOME DIPUSAT
PELAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK (P2TPA) REKSO DYAH UTAMI
YOGYAKARTA dalam penelitian ini menjelaskan pentingnya konseling bagi keluarga yang
mengalami keretakan .
Skripsi saudari Ivadhias Swastika dengan judul RESILIENSI PADA REMAJA YANG
MENGALAMI BROKEN HOME yang berisi tentang gambaran resiliensi pada anak korban broken
home, perbedaan dengan karya penulis adalah pada obyeknya, jika skripsi ini meneliti resiliensi maka
peneliti lebih meneliti tentang kecemasan yang dialami remaja korban broken home.
Tesis milik saudari Yomi Novitasari yang berjudul PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOR
THERAPY UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA ANAK USIA SEKOLAH yang berisi
tentang penerapan CBT untuk menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah.

Meskipun memiliki kemiripan dengan penelitian-penelitian di atas, tapi peneliti lebih

menekankan pada mengatasi kecemasan dengan cognitive behavior therapy dengan subyek anak korban
perceraian.
BAB II
LANDASAN TEORITI S
A. Tinjauan Tentang Kecemasan Remaja
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan berasal dari bahasa latin (anxiu) dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang
digunakan untuk mengartikan dan menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis (Ghufron,
2012). Kecemasan adalah rasa takut dan kekhawatiran yang dialami individu mengenai hal yang akan
terjadi mendatang dan tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh individu, serta dapat
menyebabkan individu tersebut kesulitan konsenrasi, kesulitan dalam mengambil keputusan dan gangguan
tidur. Nevid, dkk (2005) mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Hal-hal yang
dicemaskan biasa berupa kesehatan, relasi sosial, ujian, karier, relasi internasional, dan kondisi lingkungan.
Kecemasan adalah rasa takut, kekhawatiran, dan keprihatinan akan masa-masa yang akan datang
tanpa sebab dan menyebabkan individu meluapkan emosi ketakutannya dan menghindar dari penyebab
ketakutan (Chaplin, 2009). Menurut Lubis (2009) kecemasan merupakan tanggapan dari sebuah ancaman
baik yang nyata maupun khayalan semata. Individu sering mengalami kecemasan karena adanya
ketidakpastian di masa yang akan datang. Kecemasan akan menjadi ketakutan yang hebat dan Individu
mengalaminya selama jangka waktu yang panjang.
Jadi kecemasan adalah perasaan takut atau pikiran yang tidak menyenangkan mengenai suatu
keadaan, dimana individu merasa cemas akan masa depan yang bisa saja nyata ataupun hanya sebagai
khayalan. Serta berupa emosi yang kurang menyenangkan yang dirasakan individu karena tekanan dan
takut akan mengikuti tes atau masa yang akan terjadi.
1. Aspek-aspek Kecemasan
Deffenbacher dan Hazaleus (1985) mengemukakan bahwa aspek-aspek kecemasan, meliputi halhal berikut :
a. Kekhawatiran (worry) merupakan pikiran negatif tentang dirinya sendiri, pikiran negatif ini
sering kali membuat individu menjatuhkan dirinya sendiri sebelum melakukan sesuatu, seperti
ia merasa tidak akan lulus tes, atau ia merasa jelek diantara teman-temannya yang lain. Hal
inilah yang menyebabkan individu cemas dan khawatir sebelum berhadapan dengan ketakutan
atau ancaman tersebut.
b. Emosionalitas (Imosionality) sebagai reaksi diri terhadap saraf otonom, seperti detak jantung
berdebar-debar, keringat dingin, tegang, dan gemetaran. Reaksi-reaksi inilah yang sering
menjadi penanda bahwa seseorang sedang mengalami kecemasan.
c. Gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas (task generated interference) merupakan
kecenderungan yang dialami seseorang yang merasa tertekan karena pemikiran yang tidak
rasional terhadap tugas. Pikiran-pikiran yang rasional inilah yang membuat seseorang mudah
menyerah dan putus asa terhadap tugas atau ujian yang dikerjakannya.

Jadi kecemasan adalah perasaan takut atau pikiran yang tidak menyenangkan mengenai suatu
6

keadaan, dimana individu merasa cemas akan masa depan yang bisa saja nyata ataupun hanya sebagai
khayalan. Serta berupa emosi yang kurang menyenangkan yang dirasakan individu karena tekanan dan
takut akan mengikuti tes atau masa yang akan terjadi.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Adler dan Rodman menyatakan bahwa terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya kecemasan
yaitu pengalaman negatif dimasa lalu dan pikiran yang tidak rasional (Ghufron, 2012)
a. Pengalaman negatif di masa lalu
Pengalaman dalam hal ini merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu
mengenai suatu peristiwa yang dapat terulang kembali di masa yang akan datang apabila
individu mengalami peristiwa atau kejadian yang sama dimasa lalu. Misalnya seseorang
memiliki pengalaman yang buruk dalam mengerjakan tugas atau tes, sehingga jika
mendapatkan tugas atau tes, individu akan merasa takut dan cemas.
b. Pikiran yang tidak rasional
Pikiran yang tidak rasional ini disebabkan oleh kepercayaan dan keyakinan individu tentang
suatu kejadian yang menjadi penyebab kecemasan.
Menurut Atkinson (1983) faktor yang menyebabkan kecemasan ada dua hal, yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari internal individu itu sendiri. Hal ini dapat
berupa kepribadian, keinginan, dan keyakinan individu. Kecemasan juga dapat terjadi karena
konflik yang terjadi dalam diri individu, bisa berupa keinginan atau harapan individu yang tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar individu. Ini dapat berupa lingkungan
tempat tinggal individu, teman-teman, orang tua serta tuntutan yang berasal dari orang tua.
Individu yang mengalami kecemasan dapat merasa bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan
situasi kehidupan yang bermacam-macam sehingga perasaan cemas selalu hadir.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan kecemasan adalah
pengalaman masa lalu dan pikiran yang tidak rasional. Faktor lain yang menyebabkan
kecemasan dapat berasal dari internal dan eksternal individu.

B. Tinjauan tentang Perceraian Orang Tua


3. Pengertian Perceraian Orang Tua
Perceraian menurut bahasa adalah melepaskan atau meninggalkan. Adapun perceraian menurut
Manaf dalam Islamia mengatakan bahwa perceraian merupakan proses yang kontinum dari perkawinan,
setiap perkawinan akan diakhiri dengan perceraian, baik itu karena pasangan suami-istri sudah gagal untuk
mempertahankan keluarga mereka atau karena salah satu pasangan meninggal dunia.4Yaumil dalam
Islamia mengatakan bahwa banyak perceraian dewasa ini terjadi karena salah satu pihak tidak dapat
4Islamia Farida. Dampak Perceraian Orantua Terhadap Kondisi Psikologis. Skripsi (UIN Malang:2007)hlm.9

memenuhi harapan atau kebutuhan pasangannya,sehingga salah satu pihak atau keduanya tidak ingin
7

melanjutkan perkawinan.Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salahsatu penyebab putusnya perkawinan. 5
Goode menjelaskan dalam proses kehidupan manusia selalu saja timbul kejadian yang tidak
diinginkan oleh siapapun, hancurnya keluarga terjadi di luar kemauan, ketika salah satu suami-istri
memutuskan untuk memilih jalan sendiri sendiri atau kedua-duanya membuat keputusan bersama bahwa
lebih baik mereka berpisah sehingga keluarga tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan
akibatnya sistem peranan dalam keluarga terputus. Kekacauan keluarga dapat ditafsirkan sebagai pecahnya
suatu inti keluarga, terputus atau retaknya struktur peranan sosial, jika satu atau beberapa anggota gagal
menjalankan kewajiban peran mereka secara secukupnya.Dalam proses kehidupan manusia selalu saja
timbul kejadian-kejadian yang tidak diinginkan oleh siapapun. Banyak faktor yang menyebabkan suatu
keluarga mengalami kekacauan yang mengarah kepada suatu perceraian, dimana diawali dengan pisah
ranjang atau pisah rumah sebelum memasuki tahap perceraian yang sebenarnya.6
Perceraian merupakan kulminasi dari penyesuain perkawinan yang buruk, danterjadi bila antara
suami-istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua
belah pihak.
Nakamura di dalam bukunya menguraikan bahwa seorangmuslim dikatakan kawin sah apabila
melakukan akad nikah menurut hukum Islam. Dengan demikian, memutuskan perkawinan termasuk pula
memutuskan akad nikah, atau memutuskan perikatan atau yang berakibat prosedur dan sangsi
hukum.Sementara menurut Makhfudz (dalam Nuzuliyah, 2004)7 ciri-ciri dari keluarga cerai adalah:
a. Salah satu dari orangtua sudah tidak tinggal serumah atau pisah ranjang.
b. Salah satu dari orangtua pergi jauh tanpa kabar berita sehingga tidak jelas
statusnya cerai atau tidak.
c. Kedua orangtua jelas berpisah (bercerai) secara sah.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah putusnya hubungan
suami-istri yang disebabkan oleh beberapa faktor sehingga tidak memungkinkan mereka untuk bersatu
dalam kehidupan rumah tangga atau keluarga.Perceraian adalah akhir dari pernikahan dengan ditandai
putusnya hubungan perkawinanantara suami-istri untuk hidup sendiri-sendiri melalui serangkaian proses
hukum denganalasan-alasan yang dapat dibenarkan menurut hukum.
4. Sebab-sebab Perceraian
a. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami
istri yang akan bercerai.Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis
keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan
adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
b. Krisis moral dan akhlak
5Kompilasi Hukum Islam, Bab XVI Putusnya Perkawinan Pasal 117
6 Ayu Fitrotin. Perbedaan Percaya Diri Remaja yang Berasal DariOrangtua Bercerai dan Orangtua tidak Bercerai.
Skripsi. UIN Malang:2004
7 ibid

Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh

landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik
oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan
perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat
tindak kriminal, bahkan utang piutang.
c. Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
d. Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah
perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.
Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri
untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan
kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
e. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam
perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak
dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang. Langkah pertama
dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :
1. Adanya keterbukaan antara suami istri
2. Berusaha untuk menghargai pasangan
3. Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baikbaik
4. Saling menyayangi antara pasangan.
C. Tinjauan tentang Remaja
1. Pengertian Remaja
Papalia dan Olds (2001) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak danmasa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.. Pengertian remaja dalam penelitian iniadalah masa
transisi antara masa kanak kanak dan dewasa yang dimulai dari umur 12 tahun hingga 22 tahun.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Hurlock (1997), tugas perkembangan remaja yaitu :
a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
b.Mencapai peran sosial
c.Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuh secara efektif
d.Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e.Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya
f. Mempersiapkan karir ekonominya
g.Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h.Memperoleh system nilai dan.
3. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara
fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan
9

sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik
terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini
merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.
Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka
diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan
bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu,
dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini
membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik
yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem
respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa
remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan
hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang
lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan
mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain.
Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga
dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang
penting karena sudah mendekati dewasa.
Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi
mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai
kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab
tersebut.
B. Penangan/Psikoterapi/Konseling yang Tepat Bagi Remaja Korban Perceraian yang mengalami
kecemasan
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi psikologis yang
beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien. Penerapan metode dapat secara
personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan
psikoterapi

secara bersamaan.

Perlu

untuk

diketahui

bahwa

tidak

ada

pengobatan

jenis

gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih kombinasi untuk
menyembuhkan gangguan kompleks ini. Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan
adalah cognitive-behavioural therapy

(CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan

ataumeditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai
dengan serangan panik.
C. Metode penangan atau Teknik yang direkomendasikan

Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah suatu bentuk psikoterapi yang digunakan

10

untuk mengobati berbagai gangguan mental. Pasien, selalu disebut sebagai klien, bekerja dengan para
terapis untuk mempelajari cara untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian memecahkan masalah
tersebut.8
CBT bertujuan mengajarkan anak menyadari tanda-tanda adanya kecemasan yang tidak diinginkan
dan menjadikan tanda-tanda tersebut sebagai informasi yang akan digunakan dalam strategi manajemen
kecemasannya (Albano & Kendall, 2002). CBT efektif dalam menurunkan kecemasan pada remaja, baik
diterapkan secara individual, melibatkan anak dan orangtua, maupun dalam format kelompok. Efek positif
CBT ini dapat dipertahankan dalam periode waktu 5 samapi 7 tahun (Muris, Mayer, Den Adel,2009).
Kelebihan CBT dibandingkan sejumlah intervensi di atas adalah CBT menggabungkan beberapa
intervensi menjadi suatu strategi yang mempengaruhi berbagai isu yang berkaitan dengan kecemasan,
misalnya menggunakan konsep classical conditioning yang secara bertahap menghadapkan anak pada
situasi yang menimbulkan kecemasan, menggunakan operant conditioning untuk mengurangi
reinforcement dari perilaku menghindar dan meningkatkan reinforcement untuk perilaku mengatasi
kecemasan secara efektif, dan menggunakan terapi terapi kognitif untuk mengajarkan anak
mengidentifikasi dan memodifikasi kognisi yang mendukung kecemasannnya. Komponen kognitif penting
dilibatkan dalam penanganan gangguan kecemasan karena sejumlah penelitian menunjukkan distorsi
kognitif dan pikiran negatif melatarbelakangi kecemasan pada anak. Adanya penambahan komponen
kognitif

melebihi strategi behavior karena dapat meningkatkan kemampuan anak menggenaralisasi

keterampilannya dan mengurangi ketergantungan terhadap dorongan dari lingkungan. Dalam CBT, distorsi
Kognitif pada anak yang menghambat perilakunya dibahas secara langsung dengan analisa berdasarkan
bukti. (Dia, 2001).
Pada kasus subjek disini akan diberikan intervensi menggunakan intervensi CBT karena subjek mengalami
kecemasan yang dipengaruhi adanya distorsi kognitif pada dirinya, yaitu berupa pikiran ia tidak berharga
sehingga ia menjadi tidak percaya diri, pemurung, dan pemarah.
E. Prosedur Implementasi Metode/Teknik/Psikoterapi atau Proses Pelaksanaannya
Secara umum, tahapan CBT dalam mengatasi kecemasan (Stallard,2005) adalah :
1. Psikoedukasi model kognitif dan teori yang mendasari penggunaan CBT dalam treatment
kecemasan anak.
2. Mengajarkan anak mengidentifikasi gejala-gejala fisiologis di badan mereka yang merupakan tanda
kecemasan. Kemudian anak diajarkan keterampilan relaksasi, yang merupakan latihan melepaskan
ketegangan otot besar sehingga menjadi relaks secara bertahap (King, Hamilton, & Ollendick,
dalam Kendall,1991), untuk mengatasi gejala-gejala fisiologis yang tidak menyenangkan saat
cemas.
3. Mengajarkan anak mengidentifikasi pikiran yang menimbulkan kecemasan dan menggantikannya
dengan pikiran yang menurunkan kecemasan melalui berbicara kepada diri sendiri (self-talk) secara
positif.
4. Melatih subyek mengembangkan keterampilan menghargai diri sendiri (self reinforcement),
misalnya memuji upaya yang telah ia gunakan, yaitu self-talk dan relaksasi, dalam menghadapi
kecemasan.
8 http://tapsikusuka.blogspot.com/2013/06/analisis-jurnal-cognitive-behavioral.html diakses pada 15/01/2015 pukul 04.00 WIB

5. Melatih subyek mengidentifikasi situasi atau peristiwa yang mencemaskannya dan


menyusunnya dalam hirarki kecemasan. Anak didorong menggunakan strategi emosi dan

11

kognitif yang diajarkan CBT untuk mengatasi kecemasan pada siuasi tersebut.

BAB III
DESKRIPSI KASUS
A. Hasil Observasi dan Wawancara
1. Profil Subjek
Nama

: Firya Mutia Sabatini

Usia

: 14 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Etnis

: Jawa

Tempat, Tgl Lahir

: Bekasi, 15 Oktober 2000

Pendidikan

: Madrasah Tsanawiyah Wahid Hasyim

Minat / Hobi

: Menulis, Membaca, Mendengarkan musik

Cita-cita

: Dosen, Pengusaha

Sifat-sifat positif yg dimiliki : Peka, Tanggung Jawab, Baik


Kebiasaan positif yg dilakukan: Menunggu teman, setia.
Kelebihan diri yg dimiliki

: Pintar bahasa Inggris

Kelemahan diri yg dirasakan : Lemah dalam berhitung, emosi kadang meledak-ledak, suka sedih
Alamat Rumah

: Perum. Bumi Anggrek S.6, Tambun Utara, Bekasi.

Biodata Orang Tua


Nama Orang Tua

: Ayah: Sobat Setiawan

Ibu: Lulu Mutia Hanum

Tempat, Tgl Lahir

: Ayah: 03 Desember, Cirebon

Ibu: 05 Oktober, Banjarnegara

Pendidikan

: Ayah: SMA

Ibu: SMA

Pekerjaan

: Ayah: Wiraswasta

Ibu: Ibu Rumah Tangga

Penghasilan per bulan : Ayah: Alamat

Ibu: -

: Perum. Bumi Anggrek S.6, Tambun Utara, Bekasi

Catatan Prestasi dan Kegiatan


a. Prestasi dan atau kejuaraan yang pernah diperoleh: Peringkat 1 kelas, Peringkat Paralel
b. Organisasi yang pernah diikuti: OSIS, RUSANTI (Pengurus Santri Putri)
c. Ekstrakulikuler yang pernah diikuti: PBB, Volley, Bahasa
d. Kursus / Pelatihan yang pernah diikuti: e. Pengalaman jadi ketua / memimpin, sebutkan: Wakil Ketua Rusanti
f. Olah raga kegemaran dan sering dilakukan: Jogging
g. Mata pelajaran yang paling disukai : B. Inggris
h. Mata pelajaran yang mendapat nilai tertinggi: B. Inggris
i. Kegiatan untuk mengisi waktu luang: Membaca buku
Catatan Kesehatan
a. Tinggi Badan : -

Berat Badan: 42

b. Memiliki Ciri Fisik yang khas

: Cantik,

c. Menggunakan alat bantu

: Kacamata

Warna kulit: Kuning Langsat

d. Golongan darah

: AB

e. Alergi sesuatu, sebutkan

: Udang

f. Sakit berat yang pernah diderita

: Demam Berdarah

12

Data Penunjang Lainnya


a. Jumlah saudara kandung: 2

Urutan Keluarga, anak ke: 2

b. Saudara kandung yang masih sekolah


c. Jarak sekolah dengan rumah

: SLTA : 1

:-

d. Status rumah

: Milik sendiri

e. Keadaan rumah

: Tembok:

f. Lantai rumah

: Cor/ keramik:

g. Kendaraan

:Sepeda motor, Mobil

2. Gambaran Masalah yang Dihadapi Subjek


Subyek adalah remaja berusia 14 tahun yang duduk dikelas IX di pondok pesantren Wahid Hasyim.
Dalam pergaulan sehari-hari subjek termasuk anak yang populer di kalangan teman-teman dan
guru- gurunya. Karena selain cantik, subyek juga pintar dan selalu jadi bintang kelas. Tapi menurut
pengakuan teman-temannya, terkadang subyek bisa tiba-tiba menjadi sedih dan pemurung, dan kalau
sedang marah emosinya meledak-ledak dan tidak terkontrol.
Dari hasil pembicaraan yang berlangsung didapat bahwa subyek merupakan anak korban broken
home. Kedua orangtuanya bercerai 2 tahun yang lalu ketika ia sudah tinggal di pondok pesantren. Kedua
orang tuanya sepakat untuk mengasuhnya bersama. Tetapi karena itulah subyek mengalami kebingungan
dan kecemasan. Ia bingung akan pulang kemana ketika liburan pondok. Ibunya sudah menikah lagi, dan
ayahnya juga tak begitu memperdulikannya. Selanjutnya ia merasa cemas karena pembayaran pondok dan
sekolahnya sudah menunggak bertahun-tahun. Ketika ia mencoba untuk menyampaikan kepada orang
tuanya, keduanya hanya akan saling melempar tanggung jawab satu sama lain. Karena itulah subyek jadi
berpikiran bahwa dirinya itu tak berharga dimata orang tuanya. Akhirnya dia menjadi sangat sedih,
pemuruh, dan emosi sering meledak-ledak. Ia juga jadi cemas untuk memikirkan masa depannya.
3. Kesimpulan Masalah yang Dihadapi Subyek :
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
subjek mengalami kecemasan karena perceraian orang tuanya. Hal ini kami simpulkan berdasarkan tandatanda orang yang cemas karena perceraian orang tua seperti yang dikemukakan Deffenbacher di bab
sebelumnya yaitu adanya unsur kekhawatiran dan emosionalitas.
4. Penyebab yang Berhasil Didentifikasi
Penyebab yang berhasil diidentifikasi dari masalah subjek diatas adalah sikap kedua orang tuanya yang
telah bercerai terhadap dirinya yang menjadikan ia berpikir yang tidak rasional bahwa dia itu tidak
berharga dimata kedua orang tuanya.
5. Konsekwensi / Resiko / Dampak terhadap perilaku subjek :
a. Pemurung, tidak percaya diri, pemarah.

b. Mudah tersinggung

13

6. Personal aset
Subjek memiliki berbagai kelebihan yang bisa membantunya keluar dari masalah. Yaitu subjek mempunyai
kecerdasan yang tertinggi. Terbukti dari kecil sampai sekarang selalu menjadi bintang kelas. Dengan ini
subjek seharusnya tidak perlu cemas mengenai hidupnya, karena dengan potensinya itu ia bisa meraih
beasiswa. Dan ia bisa menunjukkan kepada orangtuanya bahwa dia mampu dan berharga.
B. Prognosis
.
Berdasarkan penelitian para ahli yang telah kami jelaskan di bab-bab sebelumnya, untuk
menangani kasus kecemasan karena perceraian yang direkomendasikan sebagai treatment adalah CBT
CBT (Cognitive-Behavioral Teraphy).
BAB IV
INTERVENSI
A. Langkah-langkah Sebelum Proses Intervensi
1. Menentukan Perilaku Sasaran
Masalah kecemasan
Antesedennya adalah cemas dan merasa tidak berharga dimata orangtuanya, merasa terbuang.
Perilaku target yang akan diubah berdasarkan gambaran kasus tersebut adalah pemarah, tidak
percaya diri, merasa tidak mampu.
Konsekuensi perilaku yang ditampilkan adalah sering menangis, gemetar, dada sesak.
2. Menetapkan Perilaku Baru yang Diharapkan
Adapun perilaku baru yang diharapkan adalah subjek adalah dapat menghilangkan traumanya
terhadap lawan jenis, sehingga bisa seperti semula mau membuka diri dan dapat menjalin cinta kembali.
B. Persiapan Pelaksanaan Intervensi
1. Base Line Perilaku Subjek
Adapun base line perilaku yang diharapkan adalah individu dapat menghilangkan kecemasan
karena pperceraian orangtuanya, lebih optimis dan percaya diri menjalani masa depan.
2. Metode dan Teknik yang Digunakan
Teknik yang digunakan dalam konseling ini adalah self talk dan relaksasi. Untuk behaviornya
menggunakan teknik modelling.
3. Orang yang Dilibatkan dalam Proses Intervensi
Yang dilibatkan dalam proses intevensi yaitu subyek sendiri yang ditemani oleh pembina
asramanya.
4. Alat-alat yang Digunakan

Dalam proses intervensi ini hanya menggunakan alat perekam yaitu HP.
5. Waktu Penanganan

14

Untuk pengumpulan data sudah terlaksana sejak Bulan November, untuk pelaksanaan intervensi
dilaksanakan pada tanggal 05 Januari 2015 di asrama putri MTs Wahid Hasyim Yogyakarta.
C. Proses Pelaksanaan Intervensi
1. Tahap Pertama:
Menciptakan rapport yang baik kepada subyek. Tujuan disini adalah agar subyek merasa aman dan merasa
diterima dengan baik oleh konselor, dengan begitu ia tidak akan dan khawatir untuk mengutarakan apa
yang dirasakannya.
2. Tahap Kedua:
Subyek diminta untuk mengidentifikasikan tanda-tanda kecemasan yang dialami. Dan diminta untuk
latihan rileksasi dengan beberapa kali mengambil nafas dan mengaturnya. Hal ini dilakukan agar subyek
bisa merilekan otot-ototnya yang tegang.
3. Tahap Ketiga:
Mengajarkan subyek mengidentifikasi pikiran yang menimbulkan kecemasan dan menggantikannya
dengan pikiran yang menurunkan kecemasan melalui berbicara kepada diri sendiri (self-talk) secara positif.
Pada hal ini subyek mengemukakan bahwa pikiran yang menimbulkan kecemasannya adalah orang tuanya
yang telah bercerai kini mengabaikannya dan ia merasa tidak berhrga dimata orang tuanya. Disini subyek
diminta untuk berbicara kepada dirinya sendiri bahwa ia berharga dan orangtuanya tidak mengabaikannya.
Kalaupun mengabaikannya ia harus tetap berjuang secara optimis untuk menjalani kehidupannya.
4. Tahap keempat
Melatih subyek mengidentifikasi situasi atau peristiwa yang mencemaskannya dan menyusunnya
dalam hirarki kecemasan. Anak didorong menggunakan strategi emosi dan kognitif yang diajarkan
CBT untuk mengatasi kecemasan pada siuasi tersebut.
5. Terminasi dan Evaluasi
Pada tahap ini subyek sudah bisa mengurangi kecemasannya. Dan apabila situasi yang
menyebabkan kecemasan itu datang, subyek bisa menghadapinya tanpa timbul kecemasan dan ketegangan.
BAB V
HARAPAN DAN KOMENTAR
1. Harapan
Diharapkan setelah dilakukan intervensi pada subyek, kelak jika subyek menjumpai penyebab yang
menjadikannya kecemannya ia sudah bisa menghadapinya tanpa timbul kecemasan yang berlebihan. Dan
penulis sangat berharap subyek bisa tegar dalam menjalani hari-harinya. Dan kelak bisa membuktikan
kepada orangtuanya bahwa ia bisa sukses dan membanggakan meskipun ia tidak merasakan kasih sayang
yang utuh dari orang tuanya.
2. Komentar

Selama mempersiapkan dan menjalani proses intervensi ini penulis merasa senang karena subyek
kooperatif sekali dan ia sangat antusias untuk bisa terlepas dari kecemasan-kecemasan yang

15

dialaminya. Harusnya orang tuanya bersyukur mempunyai anak seperti subyek yang cerdas, pintar, dan
cantik.

DAFTAR PUSTAKA
Alia, Sofia Salmawati.(2010)Dampak Perceraian Orangtua Terhadap Emosi Anak di SDN. Ketawanggede
I Malang. Skripsi Malang : Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim.
D. Gunarsa, Singgih (1986).Dasar dan Teori Perkembangan Anak .Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Farida, Islamia.(2007). Dampak Perceraian Orantua Terhadap Kondisi Psikologis. Skripsi.UIN Malang
Fitrotin, Ayu. (2004) Perbedaan Percaya Diri Remaja yang Berasal Dari
Orangtua Bercerai dan Orangtua tidak Bercerai. Skripsi. UIN Malang
Haryanto, Dedi.Konseling Pada Keluarga Broken Home Dipusat Pelayanan Terpadu Perempuan Dan
Anak (P2tpa) Rekso Dyah Utami Yogyakarta. Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan
Kalijaga.
http://tapsikusuka.blogspot.com/2013/06/analisis-jurnal-cognitive-behavioral.html

diakses

pada

15/01/2015 pukul 04.00


Komalasari, Gantina. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.
Kompilasi Hukum Islam, Bab XVI Putusnya Perkawinan Pasal 117..
Sadarjoen. (2005). Pendampingku Tak Seperti Dulu Lagi.Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS.
Swastika, Ivadhias. Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Broken Home. Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Gunadarma.
Ulphatusalicha, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosi Anak (studi kasus di desa
pengauban kec. Lelea indramayu. Skripsi tidak diterbitkan.
Novitasari, Yomi. Penerapan Cognitive Behavior Therapy Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anak
Usia Sekolah. Thesis. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai