Anda di halaman 1dari 64

“Hubungan Self Compassion Dengan Keterlibatan Ibu Tunggal

Karir Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini”

Proposal Skripsi

Ni’matur Rohmah
180651100002

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini


Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Trunojoyo Madura
2022
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menikah dengan orang yang dicintai, dan memulai sebuah

keluarga yang bahagia, lalu memiliki anak bersama pasangan merupakan

mimpi untuk sebagian besar dari mereka yang menjadi dewasa. Itu

termasuk kedalam kebtuhan akan cinta serta kasih sayang, sebagaimana

yang tercantum pada teori kebutuhan oleh Maslow Yang diperkenalkan

melalui “A theory of human motivation” . dikatakan bahwa kebutuhan

akan kasih sayang dan cinta masuk kedalam kebutuhan pada urutan ketiga

tangga kebutuhan, setelah adany kebutuhan dari fisiologis dan rasa aman.

Maslow juga menggambarkan pada teorinya bahwa, sesudah individu

dapat memnuhi kebutuhannya yang paling dasar, maka seorang individu

akan beranjak untuk memnuhi kebutuhan selanjutnya. Biasanya individu

akan memnuhi atau mengaktualiasikan kebutuhan rasa cinta dn kasih

sayang melalui sebuah ikataan pernikahan.

Menurut KBBI, pernikahan merupakn perjnjian antara pria dan

wanita untuk menjadi suami dan istri. Pernikahan juga bisa disebut dengan

menyatunya dua individu berbeda oleh suatu ikatan, baik itu ikatan secara

negara atau hukum, dan ikatan secara agamaa. Didalam ikatan pernikahan

ini, akan terbentuk sebuah keluarga yang baru. Membentuk keluarga yang

harmonis serta bahagia adalah sebuah hal yang sangat diinginkan oleh

sebuah pasangan. Akan tetapi terkadang, hal baik yang kita inginkan atau

kita rencanakan, tak selamnya berjlan mulus dan indah, dimana pasti akan
ada sesuatu yang tidak akan berjlan baik sesuai rencana. Hal itu

dikarenakan setiap individu yang hidup di dunia ini, akan tidak terlepas

dari adanya masalah hidup, salh satunya adalah masalah didalam keluarga

atau rumah tangga, yaitu meninggalnya pasangan atau adanya perceraian.

Hilangnya pasangan hidup akibat kematian dan perceraian,

tentunya memberikan efek pada pasangan yang ditnggal. Terlebih lagi

adalah bagi seorang istri. Seorang istri yang ditinggal suaminya akan

memiliki peluang lebih untuk dapat mengalami tekanan batin atau

psikologis, dan hal tersebut juga akan berpotensi menimbulkan stres.

Seorang wanita akan sangat merasa kehilangan karena adanya

permasalahn tersebut, salah satunya yaitu kehilangan peran pasangan

dalam keterlibatannnya untuk pengasuhan anak mereka. Peran keterlibatan

seorang ayah dapay menyumbangkan dampak baik terhadap

perkembangan dan pertumbuhan anak, akan tetapi kehilangan sesosk ayah

juga akan memberikan dampak buruk dan akan menjadi sebuauh

penghambat untuk perkembangan serta petumbuhan anak

(Hornby,2012:81) . seorang peremupan yang mengasuh dan menguus

sendiri anaknya setelah kehilangan suami akibat kematian atau perceraian

dinamakan ibu tungal atau singe mother.

Single mother atau ibu tunggal adalahperempuan yang mengasuh

serta mendidik anaknya seorang diri, setelah kehilangan pasangan atau

suami akibat kematian atau perceraian (Haryanto,2012). Wanita yang

sudah ditinggal oleh pasangannya, dapat memilih keputusan untuk

menikah kembali, karena memang untuk menjadi seorang ibu tunggal


adalah sebuah keputusan yang berat karena ibu harus memikul semua

bebannya seorang diri. Masalah yang dapat menjadi kesulitan bagi seorang

ibu tunggal dapat dibagi menjadi 3 apspek yaitu psikologis, mendidik

anak, dan ekonomi (Hasibuan,2020).

Namun dampak paling besar yang dapat dirasakan oleh seorang

ibu tunggal adalah sebuah masalah dari aspek perekonomian, karena

seorang wanita yang sudah kehilangan suami memiliki sebuah tuntutan

untuk menfkahi anaknya dan dirinya sendiri. Kemudian dari mereka harus

Berdasarkan data dari pra penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan,

menyatakan bahwa tanggung jawab ayah pasca perceraian tidakberjalan

karena nafkah sudah menjadi beban dari istri (ibu) setelah adanya

perceraian(Hasibuan,2020). Melalui sebuah survei pada tahun 2017, BPS

atau badan pusat statistik menyatakan hasilnya bahwa pada daerah desa

dan perkotaan, jumlah seluruh pekerja perempuan dengan status cerai

hidup dan cerai cerai mati adalah 13,64 persen (Badan Pusat Statistik

Repbulik Indonesia, 2017). Sedangkan hasil survei lainnya oleh Badan

Pusat Statistik di tahun 2011 menyatakan bahwa di Indonesia, jumlah

pekerja wanta yang menjadi ibu tunggal atau single mother adaah

sebanyak 8.926.38 (Badan Pusat Statistik Repbulik Indonesia, 2011)..

Menjadi seorang ibu tunggal, pada dasarmya sudah hal yang begitu

berat. Apalagi ditambah dengan menjadi perempuan karir juga. Tanpa

hadirnya sosok pasangan dalam menjalani keseharian sebagai teman dan

pendukung adalah sebuah hal yang cukup berat untuk dilalui. Peristiwa

tersebut akan menimbulkan konflik batin dalam diri dan kurangnya self
acceptance atau penerimaan diri. Kekhawatiran seorang single mother

tidak hanya berhenti disitu saja, ibu tunggal juga akan dihadapkan pada

kecemasan terhadap reaksi orang lain terhadap dirinya, untuk dpat hidup

di masyarakat dengan sebuah status janda pada dirinya, tidak akan dilalui

dengan mudah, apalagi ditambah dengan sebuah kenyataan bahwa saat

menjadi ibu tunggal, anaknya masih berusia dini.

Pengasuhan yang ektra sangat dibutuhkan oleh anak usia dini. Hal

tersebut dikarenakan karakteristiknya, dimana kesulitan yang akan

dihadapii oleh single mother yang pertaama ialah pengasuhan untuk anak

usia nol hingga 2 tahun, ibu akan dihadapkan oleh kondisi bahwa anak

akan sulit untuk ditinggal bekerja karena anak dengan usia ini akan

membutuhkan asi yang eklusif, pemeunuhan gizi yang perlu diawasi ketat,

dan kelekatan dengan ibu sendiri. Untuk kesulitan yang kedua adalah

anak dengan usia tiga sampai 4 tahun memiliki karakteristik yang selalu

semangat dan menawan, dapat diandalkan dan bekerja sama untuk sesaat,

penuntut serta pengatur, dan seperti tidak memiliki rasa lelah sehingga

sangat aktif bermain Caughlin dalam Gunarti (2018:1.4).. Namun untuk

anak dengan usia 3 hingga 4 tahun, masih bisa diatasi oleh ibu tunggal

karena sudah bisa diajak untuk diskusi dan diberikan pengertian kondisi

yang dialami ibu, sehingga mengharuskan ibu bekerja dan harus

meningglakannya untuk sementara sampai pulang bekerja dengan nenek,

keluaraga atau pengasuh karena sudah memiliki rasa empati terhadap

orang lain (Gunarti, 2018:1.6). Yang ketiga adalah anak dengan usia 5

sampai 6 tahun, ibu tunggal akan dihadapkan oleh karakteristik anak yang
aktif bertanya tentang segala hal dan aktif melakukan aktivitas atau

berbagai kegiatan (Gunarti:1.5)

Berdasarkan pada kenyataan yang ada, masih ada yang tidak

sejalan dengan seharusnya yang sudah menjadi tanggung jawab oleh ibu

tunggal yang bekerja dengan keterlibatannya dalam pengasuhan anak usia

dini . Kualitas pengasuhan dan bagaimana cara mengasuh seseorang akan

berubah ketika mereka memiliki beban dan tanggung jawab yang

bertambah dalam kehidupannya, termasuk yang terjadi pada ibu tunggal

karir. Kesulitan- yang mungkin dihadapi oleh ibu tunggal karir, menurut

Ferdinand dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan adanya

pertambahan tanggung jawab terhadap ekonomi keluarga, ibu tunggal

akan mengalami kesusahan dan kebingungan dalam membagi waktu, serta

yang mungkin bisa terjadi adalah ketidakmampuan ibu untuk menghadiri

acara-acara sekolah anak serta luapan emosi yang berlebih ketika anak

hanya melakukan sedikit kesalahan akibat lelah dan sibuk bekerja

(Ferdinand, 2019). Menurut Utina (2012) menjelaskan bahwa ibu yang

sibuk dengan pekerjaannya lebih sulit menemukan cara yang kreatif dan

berbagi keceriaan dengan anaknya termasuk di akhir pekan atau weekend

karena seringkali merasa lelah saat pulang kerja. Akibatnya, banyak dari

para ibu tunggal kemudian akan menyerahkan tugas pengasuhannya

kepada seorang pengasuh (nanny) atau nenek dan anggota keluarganya

yang lain. Kurangnya waktu akibat bekerja bukanlah alasan untuk tidak

terlibat apapun dalam pengasuhan anak, karena ibu adalah pendidik yang

pertama dan paling utama bagi seorang anak (Mulyadi & Sutadi, 2014)
Motherless atau hilangnya keterlibatan dalam pengasuhan untuk

seorang ibu akan menimbulkan masalah dari dalam diri anak itu sendrii,

menimbulkan konflik, dan berakibat pada hubungan yang baik antara anak

dan ibu sendiri. Mother involvement atau keterlibatan ibu harus

menghadrikan adanya partisipasi dan interaksi dari ibu untuk tujuan

perkembangan serta pertumbuhannya dalam setiap kegiatan yang

dilakukan oleh anak. Partisipasi dan interaksi yang dapat dilakukan oleh

ibu dalam keterlibatannnya adalah lebih ke melihat dari sisi

perkembangann emosinya dan mentoring (Hornby:2019:18). Selain itu

juga mengawasi perkembangan anak yang masuk kedalam 6 aspek yakni

perkembangan bahasa, motorik, sosial emosional,kognitif, seni, dan nilai

agama moral ( PERMENDIKBUD Nomor 137 tahun 2014).

Sisi yang lainnya, tentu masih terdapat ibu tunggal bekerja yang

dapat meluangkan waktu serta dirinya untuk pengasuhan terbaik bagi anak

mereka. Hal itu seperti yang dilakukan oeh seorang ibu tunggal karir di

salah satu desa di Kabupaten Gresik yang diwawancarai pada bulan

desember 2021 lalu sebagai data pra penelitian. Hasil wawancara epada

ibu tersebut didapatkan data dan informasi bahwa, ibu tersebut cerai

karena sikap dari pasangan yang buruk dan cerai di usia pernikahan yang

baru seumur jagung, dan bisa dikatakan belum genap satu tahun dari ibu

tersebut menikah dengan suami. Perlakuan sang mantan suami terhadap

dirinya sudah tidak dapat ditoleransi, sehingga ibu tersebut menerima

keputusan bercerai sebagai jalan akhirnya. Perlakuan tersebut adalah sang

suami yang enggan untuk bekerja dan mencari nafkah setelah pernikahan
mereka, kemudian kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan juga

membuat ibutersebut lantas memilih bercerai. Namun saat mereka

bercerai, ibu tersebut mengandung anak pertama dari pernikahan tersebut.

tidak mau berputus asa dan berlarut-larut dalam kesedihan, saat usia

aankanya sudah menginjak kurang lebih satu tahun, ibu tersebut

memutuskan untuk bekerja untuk terus memnuhi kebuthan dirinya dan

anaknya. Ibu tersebut berprofesi sebagai pedangang makanan dan

berjualan dari pagi hingga siang hari, yang kemudian dilanjut menjaga

toko miliki ibunya sendiri dan mempersipakan untuk berjualankeesokan

harinya. Hal yang dilakukan oleh ibu tersebut lantas tidak mengurangi

tanggung jawabnya dalam pengasuhan anak, saat ibu tersebut bekerja,

anakanya akan ditipkan kepada neneknya dan akan mengajaknya bermain

serta bercerita saat malam hari, saat ibu tersebut sudah mempunyai waktu

luang. Selain itu juga ibu tersebut akan mengajak anaknya untuk jalan –

jalan di hari libur atau weekend . hal- hal yang dilakukan ibu tersebut

semata-mata hanya untuk tetap terlibat dalam pengasuhan, dan tidak ingin

anaknya merasakan kehilangan kedua sosok orangtuanya, meskipun

ayahnya tidak bertanggung jawab, setidaknya ibu tersbeut masih ada ubtuk

anaknya. Kejadian atau peristiwa yang dialami oleh ibu tersebut

merupakan salah satu kondisi sulit dalam hidupnya.

Bertahan dalam kondisi tersluit dalam hidup seseorang, dapat

dijelaskan dengan self compassionatau welas asih. Menurut Fitroh, dkk

(2021) bahwa self compassion adalah kasih sayang terhadap diri sendiri

ketika ada kegagalan dan kemalangan, serta kesalahann, dengan cara


bersikap tidak keras dan menghakimi akan kekurangan serta kelemahan

dalam diri, namun dapat memahami bahwa pengalaman yang dirasakan

terjadi juga pada individu lain. Self compassiion memiliki pengertian

tentang arti kebaikan dan juga perhatian untuk diri sendiri ketika

menghadapi sebuah masalah yang datang atau menghadapi kekurangan

yang ada pada dirinya,serta memiliki arti bahwa segala bentuk masalah,

kekurangan atau kegagagaln, itu semua merupakan bagian dari setiap

kehidupan manusia.

Berdasarkan pada hasil penelitian terdahuluu oleh Conti (2015),

hasilnya menyatkan bahwa seseorang atau individu dengan tingkat self

compassio yang tinggu akan lebih dapat mengartikan hidupnya dengan

opyimis, serta postif, sehingga akan mampu melwatimaslah dalam

hdupnya dengan tidak menyesali kesulitan yang dihadapi, sedangkan

kebalikan dari hal tersebut, seorang individu dengan timgkat self

compassion yang rendah akan cenderung selalu menyalahkan dirinya

sendiri dan akan sulit utnutk melewatu kesulitan dalam hidupnya. Selain

dari penelitian tersebut, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Neff dan

Faso (2014) menyatakan bahwa orangtua dengan tingkat self compassion

yang tinggi, akan lebih bisa menerima segala masalah yang dihadapi. Ibu

tunggal yang memiliki self compassion akan dapat mendorong dirinya

untuk melakukan tindakan yang bijak dan tidak merugikan, baik untutk

dirinya sendiri maupun anaknya. Contohnya adalah , ketika seorang ibu

tunggal memiliki tingkat self compassion self compassion yang tinggi,

maka daripada membiarkan anaknya mengalami nasib atau kondisi yang


lebih bruruk dari kehilangan sosok ayah adalah, ibu tunggal akan ebih

memiliki untuk tatap terlibat secara maskimal untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak yang lebih baik lagi.

Berdasarkan dari uraian latar belakang permasalahan yang sudah

dijelaskan tersebut maka, peneliti tertarik mengangkat permaslaahn

tersebut menjadi sebuah topik penelitian, dengan judul “Hubungan Self

Compassion dengan Keterlibatan Ibu Tunggal Karir dalam Pengasuhan

Anak Usia Dini” di Kabupaten Gresik.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Self Compassion (Welas Asih)

a. Pengertian Self Compassion

Pengertian dari self compassion atau welas asih, menurut

Fitroh, dkk (2021) bahwa self compassion adalah sikap kasih

sayang terhadap diri sendiri saat terjadi kemalangan, kegagalan,

serta kesalahan, dengan cara tidak bersikap keras dan menghakimi

akan kelemahan dan kekurangan diri, namun dapat memahami

bahwa pengalaman yang dirasakan terjadi juga pada individu lain.

Sedanngkan menurut Susan (2019:11) menyatakan bahwa welas

asih atau self compassion adalah sebuah caara yang sehat untuk

berhubungan dengan diri sendiri keetika keadaan menjadi suit.

Neff (2019:11) juga berpendapat bahwa self compassion

merupakan sikap kebaikan serta perhatian saat menghadapi

permasalahan dan kesulitan kepada diri sediri, dan menganggap

bahwa segala kekurangan, penderitaan, dan kegagalan merupakan

bagian dari hidup seseorang.

Berdasarkan dari pernyataan yang sudah dijabarkan diatas

maka, dapat disimpulkan bahwa welas asih atau self compassion

merupakan sikap kasih sayang dan perhatian kepada diri sendiri

saat menghadapi sebuah hambatan atau masalah dalam kehidupan,

16
serta memiliki anggapan bahwa merupakan hal normal bagi setiap

individu memiliki sebuah kekurangan, kesulitan dan masalah

dalam hidupnya.

b. Komponen Dalam Self Compassion

Neff (2012:32 - 47) Self compassion memiliki beberapa

komponen didalamnya, yang terdiri dari :

1) Self kindness

Merupakan sikap untuk menjadi lembut dan pengertian

dengan diri kita sendiri, self kindness dapat juga diartikan

sebagai lawan dari self judgmenet atau yang artinya adalah

menghakimi diri kita sendiri (Neff,2012:32). Dalam budaya

barat, setiap individu akan diajarkan tentang bagaimana cara

untuk bersikap baik kepada teman, keluarga, dan tetangga yang

sedang membutuhkan bantuan, tapi terkadang hal tersebut tidak

bisa berjalan untuk diri sendiri ketika sedang menghadapi

kesulitan. Namun dalam self kindness, diri sendiri lah yang

harus menenangkann masalah di dalam pikiran, membuat

persembahan perdamaian, kehangatan, kelembutan dan simpati

kepada diri sendiri, sehingga penyembuhan sejati akan terjadi.

2) Common humanity

Neff ( 2012:47-60) menyatakan bahwa Common humanity

merupakan sikap untuk sadar bahwa individu memandang

setiap hambatan atau kesulitan memang merupakan bagian dari

manusia dan bukan hanya diri sendiri yang mengalami


kesulitan, common humanity juga dikaitkan dengan keadaan

pada umumnya serta kelemahan manusia. Rasa sakit yang

dirasakan saat masa-masa sulit setiap individu juga dirasakan

dirasakan oleh individiu lain, walaupun pemicunya berbeeda,

keadaanya berbeda, tetapi prosesnya sama, manusia tidak bisa

selalu mendapatkan setiap hal yang diinginkan, dan ini berlsku

kepada semua orang.

Selain itu, Neff juga menyatakan bahwa kebanyakan

manusia lebih cenderung merasa terisolasi dan terputus dari

dunia sekitar mereka ketika merasakan kegagalan. Ketika hal

tersebut terjadi, cara pandang manusia kemudian akan

cenderung menyempit dan terserap oleh perasaan

ketidakcukupan serta ketidakadilan pada diri sendiri. Bahkan

pada kesalahan yang bukan merupakan kesalahan diri sendiri,

seperti halnya pada ibu tunggal yang ditinggal oleh suaminya

akibat perceraian maupun ditinggal mati, kebanyakan dari

mereka akan merasa bahwa seluruh wanita di dunia ini mampu

memiliki kehidupan yang baik dan bahagia dalam rumah

tangganya, sedangkan hanya dirinya yang diberikan ketidak

adilan dan harus merasakan beban serta tanggung jawab yang

berat dalam kehidupannya.

Dalam self compassion, hal ini berarti bukanlah sebuah

pemikiran sadar pada diri, melainkan asumsi tersembunyi yang

mewarnai emosional individu. Apabila setiap individu mampu


mengambil pendekatan yang rasional dan logis untuk masalah

ini, maka individu akan lebih mempertimbangkan fakta bahwa

ribuan hal bisa salah dalam hidup manusia, jadi sangat

mungkin bahkan tidak terhindarkan bahwa kita akan

mengalami kesulitan secara teratur.

3) Mindfulness

Mindfulness dalam bahasa Indonesia berarti penuh

kesadaran, sedangkan menurut Neff (2012: 61-64) menyatakan

bahwa mindfulness merupakan individu yang sepenuhnya

dapat mengerti dan mengetahui apa yang sebenarnya sedang

dirasakan. Mindfulness lebih mengacu kepada sikap serta

perilaku agar dapat melihat hal yang dialami dengan perspektif

bukan yang subjektif, namun dengan pandangan objektif.

Untuk memberikan belas kasih pada diri sendiri, pertama-tama

seseorang harus mampu menyadari bahwa dirinya sedang

menderita, karena seseorang tidak dapat menyembuhkan

sesuatu yang tidak bisa dirinya rasakan. Banyak dari individu

sering gagal dalam mengenali persaan cacat,sedih,kesepian,

rasa bersalah dan sebagainya.

Saat individu merasakan sakitnya kegagalan dalam

mencapai suatu hal, pikiran dari invidu tersebut cenderung

fokus pada kegagagalan itu sendiri dan bukan fokus pada rasa

sakit yang disebabkan oleh kegegalan tersebut, dan ini

merupakan sebuah perbedaan yang sangat krusial. Dalam


konsep mindfulness, perlu untuk berhenti sejenak dan

mengakui bahwa kita sedang mengalami masa-masa sulit,

dimana rasa sakit itu layak untuk mendapatkan respon yang

baik dan penuh perhatian dari diri sendiri. Saat individu tidak

menyadari rasa sakitnya sendiri, penderitaan akan hilang tanpa

pengawasan, dan perasaan stress serta khawatir hanya akan

meningkat.

Berdasarkan dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa aspek-aspek dalam self compassion terdiri dari self

kindness yang berarrti sikap pengertian dan sikap hangat terhadap

diri sendiri ketika putus asa atau merasa gagal dalam melakukan

sesuatu serta tidak menghakimi diri sendiri, lalu common humanity

yang berarti sikap untuk meilhat kegagalan sebagai sebuah

pengalaman yang besar bagi individu, termasuk juga hal yang

lazim atau normal untuk terjadi di dalam kehidupan setiap

manusia, dan aspek ketiga yakni mindfulness yang artinya adalah

sikap menempatkan diri sendiri dalam kesadaran yang seimbang,

tidak melebih-lebihkan suatu perasaan atau pikiran yang

menyakitkan.

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Self Compassion

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi self compassion

menurut Neff dkk dalam Sopiah ( 2017:18-22) yaitu :

1) Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukan bahwa perempuan cenderung

mempunyai tingkat self compassion yang lebih rendah

daibandingkan denganpria, hal ini disebabkan karena wanita

lebih banyak memikirkan hal atau kejadian-kejaidan negatif di

masa lalu, sehingga wanita akan menderita anxiety

(kecemasan) dan depression (depresi) dua kali lebih sering

daripada pria. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh peran

tempat asal dan juga budaya, pria yang tangguh menurut

budaya adalah seorang pria yang kuat serta dan sempurna,

sedangkan wanita identik dengan kekuatan yang lemah

daripada pria di kalangan masyarakat.

Pria akan lebih banyak menggunakan kemarahannnya

ketika menghadapi suatu masalah atau ketidakberdayaannya

untuk menghindari tanggung jawab, dengan cara menyalahkan

orang lain, hal itu akan membuat perasaan lemah mereka

tertutupi dan membuat mereka merasa lebih tangguh. Hasil

penelitian lainnya juga menunjukan bahwa wanita akan lebih

cenderung memiliki sikap untuk peduli, empati dan memberi

kepada orang lain daripada pria. Sehingga dari adanya hal

tersebut maka, wanita cenderung akan memiliki tingkat

penerimaan diri yang rendah.

2) Kepribadian (Personality)

Kepribadian individu juga dapat mempengaruhi tingkat self

compassion seseorang. Dalam psikologi , The Big Five


Personality (5 besar kepribadian) dipakai untuk

menggambarkan kepribadian, dan korelasinya dengan self

compassion adalah keterhubungan dan keseimbangan antara

sifat baik secara emosional terasosiasi denga intellegence atau

kecerdasan. Sepetti contohnya adalah, menurut Neff dkk dalam

Sopiah (2017:19) menyatakan bahwa individu yang memiliki

intellegence conscienstiouness, digambarkan sebagai individu

yang memiliki kontrol terhadap menunda kepuasan, berfikir

sebelum bertindak, lingkungan sosialnya, memprioritaskan

tugas serta mengikuti aturan dan norma yang ada sehingga dari

kepribadian tersebut maka, akan berberpengaruh juga terhadapt

tingkat self compassion seseorang.

The Big Five Personality ( 5 besar kepribadian) dalam

psikologi digunakan untuk melihat kepribadian individu

melalui analisis faktor. Lima kepribadian tersebut yaitu,

opennes to experience, agreeblennes, concientiousness,

neurotism, dan extraversion. Berikut penjelasan dari lima

kepribadian tersebut menurut Neff dkk dalam Sopiah (2017:20)

a) opennes to experience (keterbukaan terhadap pengalaman)

opennes memiliki ciri – ciri mudah bertoleransi, perasaan.

Trait opennes ini lebih merujuk kepada kemampuan

bagaimana individu mau dan bersedia melakukan

penyesuaian pada situasi baru dan ide-ide.

b) agreeblennes (ramah)
agreeblennes dalam arti lain juga dapat didefiniskan

sebagai social adapttibility, dimana indikasi individunya

adalah bersifat ramah dan memiliki kepribadian yang suka

mengalah.

c) concientiousness (kehati-hatian)

concientiousness juga dapat disebut dengan dependabily,

impulse control, dan will to archive, dimana individu

dengan tipe ini akan memiliki nilai kebersihan dan ambisi,

serta mengganmbarkan keteraturan dan disiplin.

d) neurotism

neurotism memiliki ciri-ciri kepribadian yang memiliki

emosi dalam hal negatif dan bertolak belakang dengan

kestabilan emosi, seperti rsa tidak aman dan kekhawatiran.

Secara emosional, individu dengan kepribadian ini

cenderung labil .

e) Extraversion

Extraversion dapat juga dikatakan sebagai trait dominan

patuh, dimana dalam kepribadian, trait ini dianggap

sebabagi dimensi yang sangat penting, dimana individu

dengan kepribadian ini dapat melakukan prediksi terhadap

tingkah laku sosial.

3) Budaya

Berdasarkan hasil penelitian, menujukan bahwa pada

negara Thailand, Taiwan, dan Unitetd States atau Amerika


Serikat memiliki tingkat self compassion yang berbeda-beda

karena perbedaan latar belakang budaya mereka, Thailand

menduduki posisi pertama dengan rata-rata tingkat self

compassion yang tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat,

dan Taiwan berada pada posisi terakhir atau yang memiliki

tingkat self compassion dengan rata-rata paling rendah. Hal

tersebut kemudian dikorelasikan dengan latar budaya negara

tersebut, Thailand memiliki ajaran agama budha, yang

memiliki nilai kasih dan niali sayang dan diterapkan pada

interaksi sosial sehari-hari serta pada pengasuhan anak.

Sedangkan kebalikan dari negara tersebut, adalah Taiwan yang

memiliki tingkat self compassion paling rendah memilki

budaya yang dipengaruhi oleh konfudianisme, dimana mereka

akan memiliki kritik terhadap diri sendiri serta budaya malu

yang sangat ditekankan sebagai hasil kontrol sosal dan

orangtua. Kemudian amerika Serikat yang memiliki rata-rata

diantara negara Tawian dan Thailand memiliki pengembangan

dalam psikologi poitif dengan budaya isolasi diri, kritik diri,

dan kompetitif masih berlaku di Amerika.

4) Usia

Perbedaan tingkat self compassion dapat dipengaruhi oleh

perbedaan usia, bebrapa hasil penelitian menujukan bahwa

tingkatan usia terasosiasi secara signifikan terhadap self

compassion. Dalam penelitiannya, Neff juga melakukan


analisis korelasi keterhubungan dengan teori perkembangan

dari Erikson. Apabila individu telah mencapai tahapan

integritas maka, mereka leebih mudah menerim kenyataan dan

dapat memipunyai tingkat self compassion lebih tinggi

dibandingkan individu yang belum mencapai tahapan ini

( Neff, 2014)

5) Kondisi Keluarga

Menurut Neff dkk dalam Sopiah (2017:22) menyatakan

bahwa slef compassion dapat tumbuh karena kontribusi dari

peran keluarga seprti dukungan dan sikap orangtua. Kunci

perkembangan self compassion terdapat pada pengalaman

sejak dinidari keluarga, dimana apabila orangtua mampu

menujukan sikap kepedulian serta kasih sayang kepada anak

mereka maka, anak akan mampu meiliki self compassion

terhadap driinya, kemungkinan terbesar adalah bagaimana

seseorang memperlakukan dirinya ditiru dari apa yanag

diperlihatkan oleh orangtuanya.

Berdasarkan dari pemaparan tersebut, dapat ditarik disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi welas asih atau self

compassion adalah antara lain jenis kelamin, kepribadia, ,usia,

budaya, dan kondisi keluarga.


2. Konsep Ibu Tunggal ( Single Motherr )

a. Pengertian Ibu Tunggal (Single Mother )

Pengertian ibu tunggal sebelumnya diambil dari definisi

orangtua tunggal secara harfiah yakni, orang tua yang

membesarkan dan mengasuh anak-anak mereka sendiri tanpa

bantuan pihak suami ataupun istri (pasangan) (Ayu, 2012:32).

Sedangkan ibu tunggal atau single mother sendiri memiliki definisi

ibu yang ditinggal oleh pasangan baik melaui sebuah perceraian

ataupun kematian sang suami, dan membesarkan sendiri anak-

anaknya tanpa adanya dukungan serta kehadiran pasangan

didalamnya (Haryanto, 2012:36). Definisi lain ibu tunggal

menurut Adiratna (2014:5) adalah ibu yang melakukan tugasnya

seorang diri dalam pengasuhan anak akibat kehilangan atau

ditinggalkan oleh pasangan atau suaminya.

Berdasarkan dari adanya beberapa pendapat diatas

sehingga dapat diambil keimpulan oleh penulis bahwa single

mother atau ibu tunggal merupakan keluarga yang hanya terdiri

dari satu orang tua yaitu ibu, dimana mereka secara sendirian

membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung

jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya..

b. Faktor – Faktor yang Menyebabkan Menjadi Ibu Tunggal

Faktor – faktor yang dapat menyebabkan menjadi ibu tungal

yakni adalah sebagai berikut :


1) Pasangan atau suami yang meninggal dunia

2) Pasangan tau suami meninggalkan istri untuk waktu yang

cukup lama

3) Akibat perceraian

Berdasarkan hal tersebut maka, dapat sisimpulkan bahwa

penyebab menjadi ibu tunggal adalah karena pasangan meninggal

dunia, pasangan hidup yang ,eninggalkan dalam jangka waktu yang

lama, serta yang teraakhir adalah karena perceraian. Pada

penelitian ini, iu tunggal yang akan diteiti adalah ibu tunggal

karena cerai hidup atau cerai mati, di Kabupaten Gresik.

c. Peran Ibu Tunggal

Perubahan peran menjadi ibu tunggal tentu saja akan

memiliki pengaruh terhadap bertambahnya peran atau tanggung

jawab dari seorang ibu. peran ibu tunggal terbagi menjadi dua

menurut Syifilia ( 2012:12) yaitu :

1) Kedudukan dalam keluarga

Peranan adalah suatu aspek yang dinamis dalam suatu

keududukan, ketika perannya. Antara peran dan kedudukan

adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, begitu juga dengan

peran serta kedudukan istri yang akan berganti ketika dia sudah

berpisah dengan suaminya. Peran yang akan diambil oleh istri

dengan sttatus ibu tunggal adalah peran ganda sebagai

pendidik, pengasuh untuk anak, serta sebagai pengganti ayah

untuk mencari nafkah.


2) Tanggung jawab dalam keluarga

Wujud tanggung jawab dari ibu tunggal kepada anaknya

meliputi pemenuhan kebutuhan anak, mendidik anak, serta

mengasihi, memberikan perhatian, menemani anak bermain,

kasih sayang dan segala kebutuhan psikis anak. Hal – hal

tersebut termasuk kedalam tanggung jawab yang akan dipikul

oleh ibu tunggal untuk memenuhi hak-hak anaknya.

Berdasarkan dari penjelasan diatas maka, dapat disimpulkan

bahwa peran pada ibu tunggal ada dua yakni, kedudukan dalam

keluarga, dan tanggung jawab dalam keluarga.

d. Jenis – Jenis Ibu Tunggal

Dalam menghadapi beban serta tanggung jawab yang

bertambah pada ibu tunggal, mereka memiliki berbagai cara untuk

dapat bertahan dalam kondisi masing-masing, diantaranya jenis-

jenis ibu tunggal adalah adalah sebagai berikut ( Teresa

Whitehurst, 2012:166-167) :

1) Tidak berdaya

Ibu tunggal dengan jenis ini akan tidak berdaya dalam

menghadapi masalahnya saat ini, mereka akan menyerah

dengan keadaan tanpa melakukan apapun untuk melakukan

perubahan yang lebih baik. Ibu tunggal dengan jenis ini akan

cenderung mengalami kegagalan seperti terputusnya

penghasilan, anak – anak yang terlantar dan putus sekolah,

kondisi kesehatan dan psikis yang makin menurun dan tingkat


kesejahteraan yang makin menurun pula. Jenis ibu tunggal ini

memiliki ketergantungan lebih terhadap suami atau pasangan,

sehingga saat kondisi memaksanya untuk menjadi ibu tunggal,

mereka tidak tahu tentang apa yang harus dilakukan dengan

tanggung jawab yang makin bertambah, sehingga mereka akan

cenderung untuk putus asa dan menyerah.

2) Tergantung

Ibu tunggal ini Perbedaanya hanya ada pada sifat tidak mau

berusaha, sehingga pada ibu tunggal dengan jenis ini akan

lebih memilih untuk menggantungkan segala tanggung

jawabnya kepada saudara, kakak, orangtua ataupun keluarga

yang lainnya.

3) Mandiri

Ibu tunggal dengan jenis ini mampu melanjutkan

perjalanan hidupnya dengan bijak dan mampu mengatasi

masalah-masalah dalam kehidupannya dengan sangat baik

pula. Masalah yang timbul akibat perubahan status menjadi ibu

tunggal sperti mendidik anak, mencari nafkah atau permaslahan

ekonomi dalam keluarganya mampu diatasi secara mandiri dan

tidak mudah menyerah. Ibu tunggal yang mandiri akan

cenderung melakukan apapun yang terbaik dan mau berusaha

untuk menghadapi setiap permasalahan yang dihadapinya,

sehingga daripada terus terpuruk tidak berdaya atau terus

bergantung kepada orang lain, mereka akan lebih memilih


untuk bekerja dan fokus pada pengasuhan anak-anak mereka

dengan baik.

Daapat disimpulkan bahwa ibu tunggal memiliki berbagai

jenis yaitu antara lain adalah ibu tunggal tidak berdaya, ibu tunggal

tergantung, dan ibu tunggal yang mandiri.

3. Keterlibatan Ibu (Mother Involvement)

a. Pengertian Keterlibatan Ibu

Keterlribatan ibu dalam pengasuhan, konsep awalnya

berasal dari teori keterlibatan orangtua. Pengertian keterlibatan

orangtua menurut Hornby (2019: 1) adalah partisipasi orangtua

kepada anak mereka, termasuk keterlibatan berbasi home atau

rumah seperti mendegarkan anak-anak membaca, pengawasan

pekerjaan rumah dan keterlibatan berbasis sekolah yang meliputi

kehadiran pada peertemuan orangtua dengan guru dan loka karya

anak di sekolah. Sedangkan menurut Andayani dan Koentjoro,

mendefinisikan keterlibatan orangtua sebagai keterlibatan dalam

arti aktif berpartisipasi secara berulang yaitu pengasuhan, dan

dilakukan secara kontinu dari tahap ke tahap hingga ke

perkembangan anak selanjutnya (Ritonga, 2013:12). Schunk juga

berpendapat bahwa keterlibatan orangtua merupakan

pendampingan yang dilakukan kepada anak untuk mencapai tujuan

positif. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa,

keterlibatan orangtua adalah bentuk partisipasi aktif yang

dilakukan kepada anak dari orangtua secara berkelanjutan dalam


hal-hal positif agar anak dapat menuju ke perkembangan yang

lebih baik.

Pada dasarnya, pendidik yang pertama dan yang utama bagi

anak dalam pengasuhan adalah orangtua. Setiap orangtua pasti

menginginkan yang terbaik bagi anaknya, agar tumbuh menjadi

anak yang sehat, mandiri, dan kreatif (Soetjiningsih,2012:2) Untuk

mewujudkan hal tersebut, orangtua perlu mengenal serta

memahami dunia anak, karena dunia anak berbeda dengan dunia

orang dewasa. Anak – anak memiki karakteristik dan kepribadian

yang unik. Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini,

keterlibatan dari orangtua dapat berpengaruh pada optimaliasinya.

Keterlibatan orangtua mampu bermanfaat kepada perbaikan sikap,

perilaku, dan kesehatan mental anak (Hornby,2019:2). Sebagai ibu

tunggal, ibu memiliki peran ganda dalam pengasuhan anak usia

dini, yaitu sebagai ayah dalam mencari nafkah sekaligus ibu dalam,

pendidikan dan pengajaran anak. Peran keterlibatan ibu dalam

pengasuhan anak usia dini menurut Finley dkk ( 2008) adalah

lebih terlibat dan berpartisipasi dari sisi emosi dan mentoring.

Berdasarkan dari uraian diatas maka, keterlibatan ibu dapat

diartikan sebagai partisipasi aktif dalam pengasuhan kepada anak

usia dini, melalui pengajaran dan mentoring, dimana hal itu

mampu mengoptimalkan pertumbuhan serta perkembangan pada

anak usia dini.

b. Bentuk – Bentuk Keterlibatan Ibu


Dalam keterlibatan orangtua, menurut Hornby (2019:134)

menyatakan ada beberapa bentuk yaitu :

1) Kualitas hubungan antara orangtua dan anak seperti sikap

hangat, peka, bersahabat, mengasuh, penuh kasih sayang

kepada anak.

2) Melaungkan waktu bersama anak, , seperti menghabiskan

waktu bersama, lalu kualitas waktu yang dihasiskan bersama

anak dengan menyiapakan makanan, memandikan, dan

mengajak anak bermain.

3) Menanamkan sikap – sikap kebaikan, dengan melatih

kedisiplinan, kemandirian, serta menstimulasi karakter-karakter

yang baik kepada anak.

Berdasarkan dari uraian tersebut mak, dapat disimpulkan

bahwa bentuk-bentuk dari ketelribatan orangtua kepada anak

dibagi menjadi tiga yakni, memiliki kualitas hubungan yang baik

antaraanak dengan orangtua, meluangkan waktu bersama anak, dan

menanamkan karakter- karakter yang baik kepada anak.

c. Aspek – Aspek Keterlibatan Ibu

Menurut Finley dkk (2008) keterlibatan ibu terbagi menjadi tiga

aspek yaitu :

1) Expresive involvement

Pada aspek ini, keterlibatan ibu akan dilihat dari,

pertemanan, waktu luang, berbagai kegiatan anak,

perkembangan sosial, perkembangan emosional, pengasuhan,


perkembangan spriritual, dan perkembangan fisik. dalam

Expresive involvement, ibu akan cenderung terlibat dalam hal

pemberian kenyamanan dan empati pada anak.

2) Instrumental involvment

Bentuk keterlibatan orangtua dalam Instrumental

involvment cenderung lebih kepada perlindungan serta

pemenuhan ekonomi rumah tangga. Dimensi ini akan lebih

dirasakan oleh ibu dengan status single parent atau ibu tunggal.

3) Mentoring/ advising involvement

Mentoring/ advising involvement merupakan bentuk

keterlibatan ibu dalam hal bimbingan dan pendidikan anak,

atau lebih dilihat dari perkembangan intelektual serta

pengembangan kompetensi anak.

Berdasarkan dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa bentuk-bentuk ketelribatan ibu dalam pengasuhan terdiri

dari 3 dimensi yakni expresive involvement atau pemberian

kenyamanan soaial dan mepatinkepada anak, instrumental

involvement atau pemberian perlingan kepada anak , dan

mentoring/ advising involvement atau ketelribatan dalam

pemberian nasihat kepada amak.

d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Ibu

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi keterlibatan ibu

dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut (Hornby,2019:11-

26) :
1) Individual Parent And Family Factors (Faktor Individu

Orangtua dan Keluarga)

Pada faktor ini, hornby menjelaskan bahwa faktor yang

dapat mempengaruhi ketelribatan ibu dalam pengasuhan anak

adalah berasal dari individu ibu itu sendiri dan keluarga.

Dimana hal tersebut menjelaskan bahwa karakter atau

kepribadian ibu, persepsi serta kepercayaan ibu, mampu

mempengaruhi keterlibatannya dalam pengasuhan. Begitu juga

dengan kehidupan ibu, para ibu yang mengahdapi masalah

pada keseimbangan kerja, dan ekonomi, akan memiliki

perbedaan kontribusi dalam praktik keterlibatan pengasuhan.

Keterlibatan ibu sangat dipengaruhi oleh kehidupan mereka.

Seperti contohnya adalah perbedaan keterlibatan ibu tunggal

dan orangtua lengkap, tentu akan memiliki perbedaan dimana

ibu tunggal akan merasa lebih sulit untuk terlibat dalam

pengasuhan anak karena tanggung jawabnya terbagi menjadi

pencari nafkah sekaligus, dan hal itu akan berbeda juga dengan

orangtua lengkap yang tentu tanggung jawabnya lebih sedikit

karena masih bisa berbagi tanggung jawab dengan

pasangannya, sehingga bisa memiliki kontribusi lebih terhadap

keterlibatan pengasuhan anak mereka. Orangtua dengan

kesehatan fisik atau mental yang buruk, atau tanpa dukungan

sosial yang efektif, termasuk memiliki anggota keluarga besar


mungkin akan merasa sult untuk terlibat secara fekretif dalam

pengasuhan anak – anak mereka.

2) Child Factor (Faktor Anak)

Faktor anak yang mampu mempengaruhi ketrlribatan ibu,

oleh Hornby masih dibagi menjadi beberapa bagian lain

diantaranya adalah : age of children (usia anak), learning

difficulties and disabiliites (kesulitan belajar dan disabilitas),

gift and talents (minat dan bakat), behavioral

problems(masalah perilaku). Hal hal tersebut adalah yang

faktor dari anak yang dapat mempengaruhi keterlibatan ibu

dalam pengasuhan.

3) Social Factors (Faktor Sosial)

Pada faktor keterlibatan ibu dalam pengasuhan anak disini,

oleh Horbny juga masih dipisahkan menjadi beberapa faktor

lainnya yaitu antara lain : historical and demographic factors

( faktor sejarah dan demografi) ,political factors (faktor

poilitik), and economic factors ( faktor ekonomi ) .

Berdasrkan dari hasil uraian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa, faktor faktor yang dapat mempengaruhi ketelribatan ibu dalam

pengasuhan ada 3 yaitu dari faktor individual orangtua dan keluarga,

faktor anak, dan faktor sosial.


4. Hakikat Anak Usia Dini

a. Pengertian Anak Usia Dini

Menurut hasil penelitian oleh para pakar atau ahli di bidang

pedidikan yang tergabung dalam National For The Education Of

Young Children (NAEYC), anak usia dini adalah anak yang berada

pada rentang usia lahir hingga delapan tahun. Kemudian menurut

Khadijah (2016:3) anak usia dini merupakan anak yang baru lahir

sampai usia 6 tahun, dan menurut Mulyasa (2012:6) anak usia dini

adalah suatu periode dimana seorang individu mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, dan bisa

disebut juga dengan lompatan perkembangan. Usia ini merupakan

usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan

kepribadian anak. Usia dini merupakan masa dimana anak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Usia dini juga disebut dengan usia emas atau golden age dimana

masa ini adalah masa-masa kritis dalam menentukan

perkembangan dan pertumbuhannnya di masa depan, Achyar

dalam Mulyasa (2012:5). berdasarkan dari paparan yang

dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini

adalah anak yang berada pada rentan usia 0 hingga 6 tahun, dan

sedang berada pada periode yang kritis atau krusial untuk

pertumbuhan dan perkembangannya.


b. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini memilki karakteristik yang unik, yang artinya

adalah anak usia dini tidak sama atau berbeda dengan anak lain

yang seusianya. Berikut merupakan karakteristik anak usia dini

( Dadan Suryana dan Nennny Mahyudin, 2014:1.8 -1.10) :

1) Anak bersifat egosentris

Anak usia dini seringkali berebut mainan dengan temannnya,

kemudian akan menangis saat keinginannya tidak dapat

terpenuhi, hal tersebut dikarenakan anak memandang bahwa

dunia dalam sudut pandangnya adalah tentang kepentingannnya

sendiri.

2) Anak memiliki rasa ingin tahu (curosity)

Rasa ingin tahu anak sangat tinggi dan bervariasi

tergantngbdengan apa yang mereka lihat, seperti contohnya

adalah anak tertarik dengan warna atau perubahan suatu benda.

Hal tersebut dikarenakan anak memandang dunia ini begitu

menarik dan menakjubkan. Rasa penasaran dan ingin tahu

terhadap pengetahuan mampu menjadikan daya pikir dari

anaka semakin kaya.

3) Anak bersifat unik

Keunikan dimiliki oleh setiap anak sesuai dengan minat,

bawaan, latar belakang budaya, kemampuan serta kehidupan

yang berbeda satu sama lain. Anak memiliki keunikan sendiri

dalam belajar, minat dan dan latar belakang keluarga.


4) Anak memiliki fantasi dan imajinasi

Anak memiliki duniannya mereka sendiri. Mereka sangat

tertarik dnegan hal-hal yang bersifat imajinatif, sehngga

mereka akan kayaakan fantasi. Fantasi anak-anak kadang

membuat orang dewasa kesulitan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan mereka. Hal tersebut dkarenakan fantasi anak anak

melibihi dari apa yang dilihat oleh orang dewasa.

5) Anak memilki daya konsentrasi yang pendek

Anak sulit untuk konsentrasi dalam waktu yang lama, anak

akan mudah mengalihkan perhatiannnya pada kegiatan lain

yang menurutnya lebih menarik. Umumnya anak dengan usia 5

tahun akan dapat duduk dan memerhatikan suatu hal secara

nyaman hanya selama 5 menit, kemudian selebihnya adalah

tergantung bagaimana cara pendekatan yang dilakukan agar

anak dapat berkonsentrasi lebih lama atau dalam jangka yang

lebih panjang dari itu.

Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan tersebut maka,

karakteristik anak usia dini antara lain adalah anak memiliki sifat

egosentris, rasa ingin tahu yang tinggi, bersifat unik, memiliki

fantasi dan imajinasi, serta memiliki daya konsentrasi yang pendek.

c. Tahapan Perkembangan Anak

Masa perkembangan anak perlu mendapatkan perhatian dari

orangtua, karena perkembangab pesat anak akan dipengaruhi oleh


interaksi orangtua dan lingkungan, berikut adalah berbagai tahapan

perkembangan anak ( Soetjiningsih dan Ranuh, 2013:13) :

1) Masa pranatal (dari konsepsi awal sampai lahit )

Masa ini adalah masa untuk pembentukan struktur tubuh dan

dasar dan organ-organ, dimana ini merupakan masa

pertumbuhan fisik tercepat dalam rentang kehidupan anak, dan

memiliki sifat sangat peka terhadap lingkungan.

2) Masa bayi dan masa dini (dari usia lahir hingga 3 tahun )

Anak pada usia baru lahir akan sangat bergantung pada orang

lain atau dependen,dan memiliki ciri ciri sebagai berikut : a)

semua pnaca indra berfungsi saat anak lahir., b) pertumbuhan

fisik dan perkembangan motorik berlangsung cepat,c)

mempunyai kemampuan belajar dan mengingat, bahkan pada

minggu-minggu pertama kehodupan, d) kelekatan terhadap

orangtua atau benda-benda lainnya sampai pada akhir tahun

pertama, e) kesadaran diri atau self awarenes berkembang

dalam tahun kedua, f) rasa tertarik terhadap anak lain

meningkat.

3) Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun )

Pada masa ini, keluarga menjadi fokus dalam kehidupan

seorang anak, meskipun anak lain menjadi lebih penting. Pada

tahapan ini, anak akan memiliki ciri sebagai berikut : a)

ketrampilan motorik kasar dan halus serta kekuatan meningkat,


b) kemandirian, kemampuan mengontrol diri dan merawat diri

juga meningkat, c) bermain, imajinasi serta kreativitas

berkembang,d) perilaku pada umumnya masih bersifat

egosentris, tetapi pengertian terhadap dunia sekitar terhadap

pandangan oranglain mulai tumbuh.

Sedangkan menurut Nisa’ dkk. (2017:2–4), anak usia dini

memiliki beberapa periode yang secara langsung maupun tidak

langsung memengaruhi cara pendidik maupun orang tua dalam

menghadapi anak usia dini, antara lain sebagai berikut:

1) Masa Peka

Pada masa ini anak bisa di stimulasi dengan e,nunjukan

sebuah permainan yang dapat memicu potensi tumbuh

kembang dari anak.

2) Masa Egosentri

Anak-anak akan bersikap ingin emnang sendiri pada masa

ini. anak-anak juga akan merasa bahwa dirinya paling benar,

dan segala kemauannya harus dituruti. Sebagai orang tua atau

orang dewasa, sebaiknya memberikan pengertian kepada anak

secara perlahan dan bertahap agar anak dapat menjadi mahluk

sosial yang lebih baik.

3) Masa Meniru

Anak-anak dapat meniru semua hal yang ada disekitarnya,

seperti menirukan perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya,


menirukan tokoh kartun yang dilihatnya, dan lain sebagainya.

Peran orangtua disini adalh dengan selalu memberikan contoh

perilaku-perilaku yang baik kepada anak.

4) Masa Berkelompok

Anak –anak diharapkan mampu untuk bersosilissi dan

berinterikasi dengan lingkungan sosialnya, baik itu teman-

teman sebaya mauoun tetangga sekitar. Orangtua sebagai orang

dewasaharus bisa bersikap bijak dan tidak melarang anak untuk

bersosialisasi dengan sekitarnya.

5) Masa Eksplorasi

Anak – anak mampu bereksplorasi dengan benda-benda di

dalam rumah maupun di lingkungan luar rumah. Pada masa ini

anak akn menjadi penjelajah ulung yangakan terus melakukan

trial and error.

6) Masa Pembangkangan

Orangtua pada masa ini, harus dapat memahami tentang

kondisi dan perasaan anak, orangtua harus bisa memberikan

waktu pendidnginan kepada anak, dan tidak boleh langsung

memarahinya. Sesaat setelah anak sudah merasa tenang, maka

orangtua sudah bisa melakukan pendekatan secara perlahan dan

membrikan nasihat untuk anak.

Berdasarkan dari penjelasan tentang tahapn perkembangan

anak, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini memiliki

tahapan yang dapat diramalkan ssuai dengan usianya. Tugas atau


peran orangtua hanyalah memaksimalkan pertumbuhan serta

perkembangan pada setiap tahapannnya, agar anak tidak

kehilangan kesempatan di usia emasnya.

5. Self Compassion dan Keterlibatan Ibu Tunggal Karir Dalam


Pengasuhan Anak Usia Dini

Menurut Finley dkk (2008) keterlibatan ibu didalam pengasuhan

anak terbagi menjadi 3 aspek yakni : a) expressive involvement, adalah

aspek keterlibatan ibu dalam bentuk ikatan emosional dan ikatan sosial

kepada anak, b) instrumental involvement atau keterlibatan ibu dalam

bentuk pemberian nafkah, bimbingan moral, pembentukan karakter

kedisiplinan, serta tanggung jawab terhadap perlindungan anak. Apsek

ini akan lebih dominan dilakukan pada ibu yang berperan sebagai

orangtua tunggal, c) mentoring/advising involvement adalah bentuk

keterlibatan ibu dalam bentuk pendidikan untuk anak. Bentuk

keterlibatan yang dilakukan oleh ibu mampu memberikan manfaat

yang positif untuk anak seperti Keterlibatan orangtua mampu

bermanfaat kepada perbaikan sikap, perilaku, dan kesehatan mental

anak (Hornby,2019:2).

Melakukan pengasuhan kepada anak usia dini sendirian tanpa

kehadiran sosok suami atau pasangan bukan perkara yang mudah bagi

ibu tunggal karir. Anak usia dini tetap membutuhkan pengasuhan

terbaik dari ibu untuk memaksimalkan pertumbuhan serta

perkembangannya di masa – masa yang krusial ini. dibutuhkan

pengorbanan serta waktu yang cukup besar untuk tetap terlibat dalam
pengasuhan terbaik bagi anak usia dini. Keadaan dimana individu

mampu bertahan dengan kondisi tersulit dalam hidupnya, hal ini dapat

dijelaskan dengan self compassion. Fitroh, dkk (2021) bahwa self

compassion adalah sikap kasih sayang terhadap diri sendiri saat terjadi

kemalangan, kegagalan, serta kesalahan, dengan cara tidak bersikap

keras dan menghakimi akan kelemahan dan kekurangan diri, namun

dapat memahami bahwa pengalaman yang dirasakan terjadi juga pada

individu lain. Neff (2012:32 - 47) Self compassion memiliki beberapa

komponen didalamnya, yang terdiri dari : a) self kindess, merupakan

sikap untuk menjadi lembut dan pengertian dengan diri kita sendiri,

self kindness dapat juga diartikan sebagai lawan dari self judgmenet

atau yang artinya adalah menghakimi diri kita sendiri, b) common

humanity, merupakan sikap untuk sadar bahwa individu memandang

setiap hambatan atau kesulitan memang merupakan bagian dari

manusia dan bukan hanya diri sendiri yang mengalami kesulitan, c)

mindfulness, merupakan individu yang sepenuhnya dapat mengerti dan

mengetahui apa yang sebenarnya sedang dirasakan.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian Kuantitatif ini menggunakan beberapa penelitian yang

relevan, berikut deskripsinya :

Berdasarkan tabel penelitian relevan diatas dapat disimpulkan

bahwa peneliti pertama membahas tentang “Hubungan antara self

compassion dan stres pengasuhan pada orangtua yang memiliki anak

autis” dalam hal ini subyek penelitian yang digunakan adalah 348 orangtua
yang memiliki anak autis di Kota Malang, dan pengambilan sampelnya

menggunakan dengan teknik purposive sampling. Penelitian tersebut

menggunakan kuantitatif korelasional menggunakan 2 skala yaitu Self

Compassion Scale (SCS) dan Parenting Stress Scale. Analisis

menggunakan korelasi product moment pearson dengan hasil penelitian

adalah, menunjukan bahwa r = - 0,533 (p < .05) yang menandakan bahwa

terdapat hubungan negatif signifikan antara self compassion dan

parenting stress ( stress pengasuhan ) pada orangtua yang memiliki anak

autis.

Peneliti kedua membahas tentang “Children’s self acceptance

raised by single mother : analysis study in moslem family” atau

penerimaan diri pada anak yang diasuh oleh ibu tunggal : analisis studi di

keluarga muslim. Penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan purposive sampling pada 15

anak di 8 kota Indonesia sebagai sampel penelitiannya, yakni anak anak

yang berasal dari kota Depok, Bogor, Jakarta, Tanggerang, Bekasi, Nusa

Tenggara Barat, Aceh dan Bandung.. Penggalian data dilakukan dengan

wawancara mendalam kepada narasumber dan didapatkan hasil penelitian

bahwa penerimaan diri pada anak – anak yang dibesarkan oleh ibu tunggal

dipengaruhi oleh dua faktor yakni, pendidikan ibu dan lingkungan anak.

Konsep penerimaan diri juga dipengaruhi oleh berlalunya waktu terkait

proses penyembuhan dari trauma peristiwa perpisahan orangtua mereka,

baik akibatb kematian atau perceraian. Seluruh faktor tersebut kemudian


dapat mempengaruhi proses pencapaian cita-cita mereka pada masa

mendatang.

Penliti ketiga membahas tentang “Self compassion and dipositional

mindfulness are associated with parenting styles and parenting stress : the

mediating roles of mindfull parenting” atau welas asih dan disposisional

kesadaran penuh berhubungan dengan gaya pengasuhan dan stress

pengasuhan : peran mediasi dari kesadaran pengasuhan. Penelitian

tersebut menggambarkan model integratif dari variabel variabelnya,

dengan sampel yang digunkan adalah 333 orangtua yang terdiri dari 87

ayah dan 246 ibu antara usia 27 hingga 63 tahun. Hasil penelitian

menunjukan bahwa tingkat dipositional mindfulness dan self compassion

yang lebih tinggi dikaitkan dengan adanya tingkat mindful parenting

lebih tinggi dan tingkat parenting stress yang lebih rendah, serta tingkat

gaya pengasuhan dengan type otoriter yang lebih tinggi. Penelitian

tersebut memberikan data yang relevan dan inovatif pada penelitian

tentang mindfull parenting dengan klarifiksi beberapa variabel yang dapat

dimodifikasi seperti penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini,

dimana peneliti mengambil salah satu variabelnya dalam penelitian

tersebut yakni self compassion.


C. Kerangka Berfikir

Berikut adalah skema dari kerangka berfikir dalam penelitian ini :

Gambar 2. 1 Kerangka Berfikir


D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Arikunto (2014:110), diartikan sebagai

suatu jawaban yang bersifat dugaan atau sementara terhadap

permasalahan dari sebuah penelitian sampai terbukti melalui data yang

terkumpul secara relevan dan konkret. Sedangkan menurut Sugiyono

( 2017:64) hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara yang

dinyatakan dalam bentuk kaimat pernyataan terhadap rumsan masalah

sebuah penelitian. Berdasarkan dari pernyataan – pernyataan tersebut

maka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis merupakan praduga atau

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang belum

berdasar pada data konkret dan masih berupa teoritis.

Bentuk dari hipotesis penelitian sendiri sangat terkait dengan

rumusan masalah pada penelitian. Berdasarkan tingkat ekplanasinya,

rumusan masalah dibagi menjadi tiga bentuk, maka dari itu macam-

macam bentuk dari hipotesis juga dibagai menjadi tiga yaitu, hipotesis

deskriptif, komparatif dan asosiatif (Croswell, 2016 : 194-195).

Menurut Sugiyono (2016:100-104) hipotesis deskriptif merupakan

jawaban sementara terhadap masalah deskriptif, atau yang berkaitan

dengan variabel mandiri, sedangkan hipotesis komparatif adalah

jawaban sementara pada rumusan masalah yang variabelnya sama

namun poupulasi atau sampelnya berbeda atau bisa juga terjadi pada

keadaan yang sama dengan waktu yang berbeda, lalu hipotesis

asosiatif merupakan jawaban sementara pada rumusan masalah yang


menanyakan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan

demikian maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ha : terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self

compassion ibu tunggal karir dengan keterlibatan pengasuhan pada

anak usia dini.

H0 : tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self

compassion ibu tunggal karir dengan keterlibatan pengasuhan pada

anak usia dini.

Atau :

H0 :p =0

Ha :p ≠0

Keterangan

P = nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis pendekatan yang digunakkan daalam penelittian ini yaitu

menggunakan jenis penelitian kuantitatif.. Croswell (2016:2) penelitian

kuantitatif merupakan sebuah metode yang bertujuan untuk menguji teori

teori tertentu dengan cara meneliti hubungan variabel. Sedangkan menurut

Siyoto & Sodik (2015:11 ) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif

merupakan penelitian yang menekankan fenomena –fenomena objektif,

yang pengkajiannnya dikaji secara kuantitatif, dengan pengolahan

statistik, mengunakan angka-angka, struktur dan percobaan terkontrol.

Sugiyono ( 2017: 7) menyatakan pendapatnya bahwa penelitian

kuantitatif adalah metode penelitian yang disebut juga dengan positivistik

karena beralndaskan kepada positivisme, selain itu juga disebut sebagai

metode scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah yitu obyektif,

terukur, sistematis, rasional dan konrit. Berdasarkan dari beberapa

pendapat diatas maka disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif merupakan

penelitian scientific atau ilmiah yang bertujuan untuk menguji teori-teiri

tertentu dengan meneliti hubungan antar variabelnya, serta dikaji secara

kuantitatif atau pengolahan statistik..

Metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode kuantitatif korelasional. Croswell (2014 :34)

penelitian kuantitafif korelasional adalah penelitian yang meneliti

46
hubungan antara dua vairabel atau lebih menggunakan metode statistik.

Penelitian ini akan menelititentang hubungan atara dua vairabel yang

sudah ditentukan yaitu, hubungan antara self compassion pada ibu tunggal

karir dini sebagai variabel independen (X) dan keterlibatan pengasuhan

ibu kepada anaka usia sebagai variabel dependen (Y). Oleh sebab itu maka

penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasioanl. Desain

penelitian kuantitatif korelasional antar variabel dapat digambarkan

sebagai berikut :

Keterangan

X : Self compassion pada ibu tunggal karir / Variabel Independen

Y : Keterlibatan ibu dalam pengasuhan anak usia dini / Variabel dependen

r : Hubungan

Sumber : (Sugiyono,2017)

B. Subjek Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat peneltian akan dilakukan di Kecamatan Gresik, dengan

waktu penelitian dimulai sejak bulan Desember 2021 yang digunakan

sebagai data prapenelitian, dan dimulai pada bulan Juni 2022 untuk

pengambilan dan pengolahan datanya.

2. Populasi Penelitian

Menurut Ridwan (2019:54) populasi merupakan subjek pada suatu

wilayah, dimana subjek tersebut dipilih karena memenuhi syarat-syarat


tertentu yang berkaitan dengan penelitian. Sedangkan Sugiyono

(2017: 80) menyatakan bahwa poulasi merupakan wilayah generalisasi

yang terdiri dari subjek maupun objek dan memiliki karakteristik serta

kualitas yang ditentukan oleh peneliti sebelumnya agar dapat dipelajari

dan ditarik kesimpulannya. Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas

maka dapat disimpulkan bahwa, populasi merupakan objek maupun

subjek pada suatu wilayah tertentu yang sudah memenuhi kualifikasi

serta karakteristik yang ditentukan oleh peneliti sebelumnya untuk

dapat dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu tunggal yang bekerja atau

berkarir dan memiliki anak usia dini ( 0 – 6 tahun) di Kecamatan

Gresik.

3. Sampel Penelitian

Sampel penelitian menurut Sugiyono (2017:81) adalah bagian dari

populasi termasuk bagian dari karakteristik dan jumalahnya.

Sedangkan menurut Croswell (2017:150) sampel adalah sekelompok

individu yang merupakan dari bagian populasi dan yang akan diteliti.

Karena keterbatasan pada tenaga, waktu dan dana maka, peneliti tidak

mungkin bisa mempelajari semua populasi yang ada, sehingga dari hal

itu maka peneliti bisa menggunakan sampel sebagai perwakilan dari

populasi sebagai pengambilan data. Berdasarkan penelitian diatas

maka dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian merupakan

kelompok individu bagian dari populasi yang sudah mewakilkan

karakteristiknya.
Teknik sampling menurut Sugiyono (2017: 81-82) merupakan

teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel itu sendiri

dalam sebuah penelitian. Teknik sampling dapat dibagi menjadi dua

bagian besar yakni teknik probabilty sampling dan teknik non

probability sampling. Adapun probabilty sampling masih terbagi

menjadi beberpa jenis sampling yakni, simple random sampling,

proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified

random sampling, serta cluster sampling atau sampling berasarkan

area. Sedangkan non probability sampling terdiri dari sampling

sistematis, sampling kuota, sampling incidental, sampling jenuh,

snowball sampling.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

teknik non probability sampling. Sugiyono ( 2017: 84) teknik non

probability sampling adalah teknik dalam pengambilan sampel yang

tidak akan memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota atau

unsur populasi. Penelitian ini menggunakan salah satu jenis dari teknik

non probability sampling, yakni snowball sampling. Teknik

pengambilam sampel dengan snowball sampling adalah teknik yang

awalnya jumlahnya kecil, kemudian membesar dan diibaratkan sebagai

bola salju, dimana saat menggelinding maka lama-lama akan menjadi

besar (Sugiyono, 2017:85). Teknik ini diambil peneliti karena jumlah

populasinya langka dan hanya menyebar terbatas pada suatu wilayah

saja, sehingga karena hal itu juga maka penentuan sampelnya

menggunakan snowball sampling.


Gay dan Diehl dalam Untari ( 2018:33) mengasumsikan bahwa

semakin banyak sampel yang diambil maka akan semakin

representatif dan hasilnya dapat digeneralasikan. Namun ukuran

sampel sendiri kembali pada jenis penelitian yang dilakukan, dimana

ukuran sampel dapat ditentukan sebagai berikut (a) apabila penelitian

eskperimen maka, sampel minimum yang digunakan adalah 15 subjek

pada tiap group , (b) apapbila penelitian bersifta deskriptif, maka

sampel minimunnya adalah 10% dari jumlah populasi, (c) apabila

penelitian kausal perbandingan maka, sampel yang digunakan adalah

sebanyak 30 subjek tiap group, dan (d) apabila penelitian bersifat

korelasional maka, sampel minimum adalah 30 subjek. Oleh karena itu

dalam penelitian ini, sampel minimum yang harus digunakan peneliti

adalah sebanyak minimal 30 ibu tunggal karir yang memiliki anak usia

dini dan tinggal di wilayah Kecamatan Gresik, dimana sampel ini

masih bisa berkembang jumlahnya saat pengambilan data karena

menggunakan snowball sampling.

C. Definisi Operasional Variabel

Kerlinger dalam Sugiyono ( 2017:38) menytakan bahwa variabel

merupakan sifat atau konstruk yang akan dipelajari, dimana hal tersebut

memiliki variasi tertentu dan ditetapkan oleh peneliti agar dapat dipelajari

dan ditarik kesemiulannya. Berasarkan hubungan satu variabel dnegan

yang lainnya maka, macam-macam variabel dalam penelitian ini dapat

dibedakan menjadi berikut (Sugiyono, 2017:39) :

1. Variabel Bebas (Independen)


Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau bisa

disebut juga dengan penyebab perubahan atau timbulnya variabel

bebas dependen. Dalam bahasa indonsia disebut juga dengan vairabel

bebas, atau sering juga disebut dengan stimulus, antecedent, dan

prediktor. Variabel bebas disini disimbolkan dengan (X), dimana pada

penelitian ini variabel bebasnya yakni self compassion pada ibu

tunggal karir yang memiliki anak usia dini (0 – 6 tahun).

2. Variabel Terikat ( Dependen)

Variabel ini bisa disebut juga dengan variabel luaran (output),

konsekuen, kriteria, atau apapbila dalam bahasa Indonesia adalah

variabel terikat, yang menajdi akibat karena variabel bebas. Variabel

terikat disini disimbolkan dengan (Y), dimana pada penelitian ini

variabel terikatnya adalah keterlibatan ibu dalam pengasuhan anak usia

dini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Arikunto (2014:266) pengumpulan data merupakan hal yang penting

dalam sebuah penelitian, sedangkan menurut Nazar ( 2014:266)

pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar

untukmemeproleh data dalam penelitian, dmana hal itu berkaitan antara

hubungan metode mengumpulakn data dengan maslaah penelitian yang

akan dipecahkan atau dikaji. Berdasarkan dari adanya bebebrapa pendapat

diatas maka, pengumpulan data merupakan prosedur yang dilakukan

dalam penelitian secara sistenatitis , dimana hal tersebut bertujuan untuk

memecahkan permasalahan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data


yang sesuai dengan pokoknpemrasalahan penelitian, memiliki korelasi

dengan kuaitas instrumen dan kualitas pengumpulan data dalam penelitian.

Kualitas instrumen dapat dilakukan dengan uji valditas dan realibilitasnya

sebelum digunakan.

Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2017: 137) dapat

dilakukan mealui wawancara (interview, kuisoner (angket) dan observasi.

Sedangkan menurut Ridwan (2019:69) pengumulan data dapat dilakukan

melalui beberapa teknik diantaranya yaitu wawancara, pengamatan

(observasi), dokumentasi, dan ujian (tes) dan yang lainya. Peneliti bebas

menggunakan teknik pengumpulan data yang mana sesuai dengan

kebutuhan pada penelitiannnya. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah berupa kuisoner (angket), wawancara dan

dokumentasi.

1. Kuisoner (angket)

Penelitian ini menggunakan kuisoner atau angket sebagai teknik

pengumpulan data yang utama. Kuisoener merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan seperangkat

pertanyaan tertulis kepada responden kepada responden untuk

kemudian akan dijawab (Sugiyono, 2017:142). Kuisoner merupakan

teknik pengumpulan data yang efisien apabila digunakan pada

responden yang tersebar cukup luas. Kuisioner dapat berupa

pertanyaan atau pernyataan terbuka maupun tertutup, dan dapat

diberikan secara langsung kepada responden apapbila terjangkau,

namun bisa juga disebar melalui internet.


Uma Sekaran dalam Sugiyono (2017: 142) mengemukakan tentang

prinsip penulisan angket dalam teknik pengambilan data, diantaranya

yaitu prinsip penulisan, prinsip pengukuran dan prinsip penampilan

fisik. Kuisoner yang digunakan dalam penelitian ini akan memuat

prinsip-prinsip tersebut guna mengukur dua variabel terikat dan bebas

dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu self compassion pada ibu

tunggal karir sebagai variabel bebas dan keterlibatan ibu dalam

pengasuhan anak usia dini sebagai variabel terikat.

Kuisoner atau angket dalam penelitian ini menggunakan skala

likert untuk pengukurannya. Skala likert digunakan untuk mengukur

pendapat, persepsi dan sikap individu maupun sekelompok orang

tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2017:93). Variabel yang akan

diukur menggunakan skala likert harus dijabarkan menjadi indikator

variabel untuk memudahkan pengukuran, kemudian indikator tersebut

akan dijadikan sebagai patokan untuk menyusun item – item

instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Skala likert

memiliki gradasi atau tingkatan alternatif jawaban dari sangat positif

hingga sangat negatif. Alternatif jawaban yang akan digunakan

dalam penelitian ini meliputi : (a) selalu, (b)sering, (c) kadang-kadang,

(d) pernah, (e) sering.

2. Wawancara
Wawancara merupakan bentuk dialog yang dilakukan oleh seorang

peneliti untuk menggali atau memperoleh informasi dari responden

(narasumber) Suyoto dan Sodik ( 2015:80). Wawancara dipergunakan

sebagai salah satu teknik untuk mengumpulkan data ketika peneliti

melakukan studi pendahuluan dalam menemukan maslaah yang akan

diteliti, serta ketika peneliti ingin mengetahui hal-hal yang lebih

mendalam kepada repsonden (Sugioyono, 2017:137). Wawancara

pada penelitian ini dilakukan secara tidak terstruktur dan dilakukan

melalui tatap muka (face to face) kepada narasumber sebagai studi

pendahuluan. Wawancara tidak tersturktur adalah wawancara yang

bebas, dimana peneilti tidak memerlukan pedoman yang sistematis dan

lengkap dalam pelaksanaanya, peneliti hanya perlu mempersiapkan

garis besar pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada

narsumber. Wawancara dengan teknik tidak terstruktur digunakan oleh

peneliti guna mengetahui lebih banyak data yang akan diceritakan oleh

narsumber, sehingga narasumber atau responden akan lebih terbuka

kepada peneliti sebagai penanya.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi ini berfungsi

sebagai pendukung pada saat proses pengambilan data menggunakan

kuisoner. Dokumentasi dapat digunakan untuk mencari data mengenai

variabel yang dapat berupa transkrip, catatan, surat kabar, buku,

majalah, prasasti, notulen, foto dan lainnnya, Siyoto dan Sodik ( 2015:

77-78). Sedangkan menurut Arikunto ( 2014:274) dokumentasi


merupakan salah satu teknik pengambilan data yang berfungsi untuk

mencari data dan ada hubungannya dengan variabel penelitian seperti

transkrip, surat kabar, buku, majalah, notulen rapat dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa, dokumentasi merupakan salah satu teknik pengambilan data

yang memiliki tujuan untuk menggali data yang ada hubungannnya

dengan variabel penelitian seperti foto, majalah, surat kabar, notulen

rapat, prasasti dll. Dokumentasi pada penbelitian ini ditujukan untuk

memperkuat dan memperjelas data yang didapatkan pada penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2017:102) merupakan alat

ukur yang digunakan untuk mengukur fenomena sosial maupun fenomena

alam yang diamati secara spesifik dalam sebuah penelitian, dan bisa

disebut juga dengan vraiabel penelitian. Sedangkan Arikunto (2014:2013)

menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat yang digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data dengan tujuan memudahkan peneliti

mngolah data kemudian akan mendapatkan data yang lengkap, baik serta

sistematis. Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas maka dapat

disimpulkan bahwa instrumen penelitian merupakan alat ukur dalam

sebuah penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian

dengan baik, lengkap serta sistematis. Adapun kisi – kisi instrumen

penelitia untuk mengukur variabel (X) dan (Y) dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Kisi – Kisi Instrumen


a. Kisi – Kisi Intrumen Variabel Bebas (Self Compassion)

Self compassion merupakan sikap welas asih atau kasih

sayang terhadap diri sendiri saat menghadapi permasalahan atau

kesulitan dalam hidupnya, dan menganggap wajar bahwa setiap

individu pasti memiliki kekurangan dan memiliki masalah. Self

compassion akan diukur menggunakan skala dari adaptasi Self

Compassion Scale (SCS) sebanyak 23 item dari Neff, dan akan

menggunakan 3 indikator atau aspek yang

kemudian dikembangkan menjadi butir-butir dalam instrumen

penelitian ini sebanyak 16 item yakni :

Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan rating scale

dari skala likert 1 – 5 sebagai berikut : (a) Selalu, (b)Sering, (c)

Kadang-Kadang, (d) Pernah, (e) Sering. Peneliti juga menetapkan

kriteria penilaian pada item favorable atau positif yaitu, Selalu =

5, Sering = 4, Kdang-Kadang = 3, Pernah = 2, Tidak Pernah = 1.

Sedangkan untuk kriteria pada item unfavorable atau negatif

adalah, Selalu = 1, Sering = 2, Kadanng – Kadang = 3, Pernah = 4,

Tidak Pernah = 5.

b. Kisi – Kisi Instrumen Variabel Terikat (Keterlibatan Ibu )

Keterlibatan ibu adalah partisipasi serta kontribusi dari ibu

yang dilakukan dalam keseluruhan aspek pengasuhan anak usia

dini. Untuk mengukur ketelribatan ibu dalam penelitian ini

menggunakan Mother Involvement Scale (MIS) berdasarkan pada

aspek yang disusun oleh Finley, dkk (2008). Aspek – aspek


tersebut adalah expresive involvememnt, instrumental

involvement,serta mentoring/advising involvement. Pada variabel

terikat atau keterlibatan ibu dalam penelitian ini akan

menggunakan 3 indikator atau aspek dari Finley dkk, dan akan

dikembangkan oleh peneliti menjadi butir-butir dalam instrumen

sebanyak 32 item yakni :

Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan rating scale

dari skala likert 1 – 5 sebagai berikut : (a) Selalu, (b)Sering, (c)

Kadang-Kadang, (d) Pernah, (e) Sering. Peneliti juga menetapkan

kriteria penilaian pada item favorable atau positif yaitu, Selalu =

5, Sering = 4, Kdang-Kadang = 3, Pernah = 2, Tidak Pernah = 1.

Sedangkan untuk kriteria pada item unfavorable atau negatif

adalah, Selalu = 1, Sering = 2, Kadanng – Kadang = 3, Pernah = 4,

Tidak Pernah = 5.

2. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau keabsahan suatu instrumen ( Arikunto, 2014:211).

Sedangkan Sugiyono (2017:121) hasil penelitan yang valid adalah

ketika terdapat kesmaaan antara data yang terkumpul dengan data yang

sesungguhnya terjadi. Validitas digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa validitas merupakan pengujian dengan menujukan

tingkat kesahihan atau kevalidan terhadap alat ukur dalam sebuah

penelitian seperti instrumen.


Penelitian ini akan menggunakan validitas isi (content validity)

untuk uji validitasnya. Uji validitas dengan cara ini akan dilakukan

dengan konsultasi terhadap pakar atau ahli sesuai dengan varibel dalam

penelitian . Pada uji validitas isi, dapat dilakukan dengan kisi-kisi

instrumen, dimana dalam kisi-kisi instrumen sudah terdapat variabel

yang akan diteliti, indikator sebagai tolak ukur, serta nomor item

dalam instrumen sebagai penjabaran indikator, yang akan

memudahkan pengujian menjadi lebih mudah dan sistematis. Validitas

digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang dibuat oleh

peneliti layak digunakan atau tidak dalam pengambilan data dengan

memberikan saran, kritik atau masukan terhadapnya. Sebelum

pengambilan data, peneliti akan melakukan uji validitas terlebih

dahulu pada pakar atau ahli di bidang yang sama dengan variabel

dalam penelitian ini.

3. Uji Realibilitas

Uji reliabilitas dilakukan guna mengetahui hasil pengukuran tetap

konsisiten atau tidak, apabila telah dilakukan pengukuran sebanyak

dua kali atau lebih pada gejala yang sama dengan alat ukur yang sama

pula, maka akan tetap menghasilkan data yang sama, hal tersebut baru

bisa dikatakan reliabel ( Sugiyono,2017:121). Sedangkan menurut

Arikunto ( 2014:221) suatu instrumen dapat dipercaya dan baru dapat

digunakan sebagai alat pengunpulan data apabila sudah reliabel.

Reliabilitas meurujuk pada tingkat keterandalan dan dapat dipercaya

karena sudah memiliki derajat konsistensi atau keajegan. Reliabilitas


berhubungan dengan tingkat akurasi suatu instrumen dalam mengukur

apa yang akan diukur, kecermatan hasil dan keakuratan seadaainya

dilakukan pengukuran ulang, Azwar 2012 dalam Sodik (2015:91)

Terdapat berbagai cara untuk uji reliabilitas dalam sebuah

penelitian, salah satunya adalah Split Half, Spearman, Brown Kuder

Richardson, Anova Hyot dan metode Chronbach’s Alpha. Sedangkan

metode untuk uji reliabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan metode Chronbach’s Alpha, atau metode

mencari reliabilitas secara internal dengan melakukan analisis

reliabilitas alat ukur dari satu kali pengykuran. Rumus yang digunakan

dalam metode Chronbach’s Alpha adalah sebagai berikut :

r11 =
( )(
k
k −1
1−
∑ Si
Si )
Keterangan :
r11 = Nilai Reliabilitas

∑ Si = Jumlah varians skor tiap item

Si = Varians total
k = Jumlah item
Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel apabila pertanyaan atau

pernyataan dalam tiap item instrumen memperoleh data yang

konsisten, dimana ketika tiap item tersebut diajukan lagi maka akan

memperoleh jawaban yang sama seperti jawaban sebelumnya, untuk

panduan uji reliabilitas dengan metode Chronbach’s Alpha sendiri

menggunakan kriteria sebagai berikut ( Wiratna Sujaerweni, 2014) :


Kriteria tersebut dapat disimpulkan seperti berikut :
Nilai Chronbach’s Alpha > 0.60 maka dikatakan reliabel.
Nilai Chronbach’s Alpha < 0.60 maka tidak dapat dikatakan reliabel.
Sehingga dari hal tersebut maka, untuk uji reliabilitas

menggunakan metode Chronbach’s Alpha harus memiliki nilai

Chronbach’s lebih dari 0.60 agar dapat dkatakan reliabel dan baru bisa

digunakan untuk mengukur data sesungguhnya pada penelitian. Uji

reliabilitas pada penelitian ini akan dilakukan kepada beberapa sampel

yang mewakili sampel asli penelitian dari keseluruhan. Uji reliabilitas

akan dilakukan setelah uji validitas isi instrumen, dan akan melakukan

koreksi secara langsung apapila terdapat item yang tidak reliabel.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data digunakan untuk menjawab pertanyaan pada

rumusan masalah atau bisa juga sebagai pengujian hipotesis dari sebuah

penelitian yang sudah dirumuskan. Dalam penelitian dengan jenis

kuantitatif, analisis data dilakukan setelah data dari responden atau sumber

data sudah terkumpul semua. Analisis data merupakan pengelompokan

data berdasarkan jenis responden dan variabel, metabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap

variabel yang ingin diteliti, kemudian melakukan perhitungan untuk

menguji hipotesis dan menjawab rumusan masalah yang sudah di

rumuskan (Sugiyono, 2017:147). Menurut Croswell (2016: 217) dalam

menyajikan analisis data, harus dalam bentuk tahap demi tahap agar

pembaca dapat memahami bagaimana menentukan tahapan berikutnya


sehingga semua dapat dituntaskan sesuai prosedur. Pada penelitian

kuantitatif, analisis data yang digunakan untuk mengukur hubungan antar

variabel atau hipotesis asosiatif adalah menggunakan teknik analisis

parametris.

Statistik parametris digunakan untuk menganalisis data yang

berbentuk rasio dan interval, jumlah sampel besar dan berlandaskan pada

ketentuan bahwa data yang akan di anlisis berdistribusi normal salh

satunya adalah mrnggunakan Korelasi Pearson Product Momen. Analisis

Korelasi Pearson Product Moment yang dikemukakan oleh Karl Pearson

adalah analisis yang berguna untuk mengetahui derajat hubungan dan

kontribusi variabel bebas dengan variabel terikat (Riduwan dan

Sunarto,2014:80). Analisis menggunakan Korelasi Pearson Product

Moment akan menguji korelasi item total dan akan di ujikan dengan

Langkah yang selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya

sumbangan variabel X terhadap varaiebl Y dapat ditentutkan dengan

rumus determinan dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan

sebagai berikut :

Pengujian selanjutnya adalah untuk uji signifikansi korelasi yang

berguna untuk mencari tahu makna hubungan variabel X terhadap variabel

Y, maka hasil dari Korelasi Pearson Product Moment akan di uji

signifikasi menggunakan rumus t sebagai berikut :

Hipotesis Pengujian :

H0 : Tidak ada hubungan antara self compassion dengan keterlibatan


pengasuhan anak usia dini pada ibu tunggal karir

Ha : Ada hubungan antara self compassion dengan keterlibatan

pengasuhan anak usia dini pada ibu tunggal karir

Kriteria pengujian :

H0 diterima jika thitung ≤ ttabel

Ha ditolak jika thitung ¿ ttabel

Adapun uji prasyarat sebelum menghitung analislis Korelasi

Pearson Product Moment yaitu uji normalitas dan uji linieritas sebagai

berikut :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengam tujuan guna mengetahui apakah

populasi data berdistriusi normal atau tidak. Apabila data berdistribusi

normal maka, dapat menggunakan uji statistik dengan jenis parametrik.

Namun apabila data diketahui tidak berdistribusi normal maka akan

digunakan uji statistik nonparametrik (Sugiyono,2013:171). Untuk

menguji normalitas data dalam penelitian dapat menggunakan

beberapa metode. Penelitian ini menggunakan metode Chi-kuadrat

sebagai uji normalitas. Chi-kuadrat ( x 2) digunakan untuk mengadakan

pendekatan atau mengestimasi dari beberapa faktor atau mengevaluasi

frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi (𝑓𝑜) dengan

frekuensi harapan (𝑓𝑒) dari sampel apakah terdapat hubungan atau

perbedaan yang signifikan atau tidak.30 Berikut ini adalah rumus Chi-

kuadrat.
Keterangan :
2
x = Nilai Chi-Kuadrat

fo = Frekuensi yang di observasi

fe = Frekuensi yang diharapkan

2. Uji Linieritas

Sugiyono dan Susanto (2015:323) uji linieritas dipakai untuk

mengetahui apakh variabel terdapat hubungan yang linier atau tidak

secara signifikan pada variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X).

Sedangkan menurut Syofian Sieregar ( 2014 : 379) uji linieritas

digunakan untuk memprediksi permintaan di masa yang akan datang

dengan data masa lalu. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah

keterlibatan ibu, sedangkan untuk variabel bebas (X) adalah self

compassion. Uji linieritas dapat dilakukan dengan test of liniearity.

Yaitu dengan kriteria apabila nilai signifikansi pada linearity ≤ 0,05

atau lebih dari taraf signifikan sebesar 5% maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas (X) dengan

variabel terikat (Y).


G. Prosedur Penelitian

Pada sebuah penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa tahap

penelitian yang perlu dilakukan guna mendapatkan hasil yang optimal dan

baik. adapun tahap-tahap tersebut dalam penelitian ini antara lain sebagai

berikut :

1. Tahap persiapan

Tahapan persiapan dalam penelitian ini adalah :

a. Menganalisis permasalahan pada daerah yang akan dijadikan

sebagai tempat penelitian, yakni Kabupaten Gresik.

b. Melakukan wawancara kepada salah satu masyarakat sebagai data

pra penelitian, yakni kepada Ibu Linda Sari yang merupakan ibu

tunggal karir dan memiliki anak usia dini di salah satu daerah

Kabupaten Gresik.

c. Menentukan populasi dan sampel penelitian yang termasuk yakni

ibu tunggal karir akibat cerai hidup atau cerai mati yang memiliki

anak usia dini (0-6 tahun) dan tinggal di Kabupaten Gresik .

d. Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan untuk

pengambilan data.

e. Melakukan uji validitas dan uji realibilitas instrumen penelitian

dengan validator ahli.

f. Melakukan uji coba instrumen pada sampel penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan pengambilan data

dengan instrumen yang sudah di valiadasi kepada sampel penelitian


yaitu kepada ibu tungga karir yang memiliki anak usia dini dan tinggal

di Kabupaten Gresik. Pengambilan data dilakukan dengan menyebar

kuisioner melalui internet seperti menggunakan media sosial

Faceboook, Instagram, Whatsapp atau langsung mendatangi langsung

kepada subjek penelitian dan menggunakan teknik pengambilan data

dengan dokumentasi.

3. Tahap akhir

Pada tahap akhir penelitian, peneliti melakukan analisis dari data

yang sudah diperoleh sebelumnya sehingga dapat diketahui hasilnya

serta dapat ditarik kesimpulan apakah terdapat hubungan yang positif

antara self compassion pada ibu tnggal karir terhadap keterlibatan ibu

dalam pengasuhan anak usia dini.

Anda mungkin juga menyukai