Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga

merupakan

kesatuan

yang

terkecil

didalam

masyarakat tetapi menempati kedudukan yang primer dan


fundamental. Pengertian Keluarga secara psikologis, menurut
Soelaeman, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup
bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing
anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi
saling

mempengaruhi,

menyerahkan

diri.(1994:

saling

memperhatikan,

510).

Pengertian

dan

saling

keluarga

dapat

ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial.


Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu
kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu
dengan lainnya. Dan dari dimensi darah dapat dibedakan
menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dimensi
hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial
yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan
saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun
diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga
berdimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis
dan keluarga pedagogies.
Bustaman

(2001:

89)

menyatakan

Keluarga

adalah

kelompok-kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan


perakwinan darah atau adopsi yang membantuk satu sama lain
dan berikatan dengan melalui peran-peran tersendiri sebagai
anggota keluarga dan pertahanan kebudayaan masyarakat yang
berlaku dan menciptakan kebudayaan itu sendiri. Sedangkan
Menurut Soerjono Soekanto (1992: 1) mengatakan Keluarga
merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri

beserta anak-anaknya. Keluarga sebagai unit sosial terkecil


dalam masyarakat yang merupakan pondasi pertama bagi
perkembangan anak untuk selanjutnya. Sedangkan menurut
Kartini Kartono (2003: 57), keluarga merupakan unit sosial
terkecil yang meberikan pondasi primer bagi perkembangan
anak. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang dilikat dengan
tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu dan anak.
Depresi adalah perasaan sedih, frustrasi, dan keputusasaan
dalam hidup yang disertai hilangnya kesenangan dalam aktivitas
dan gangguan tidur, selera makan, konsentrasi dan energi yang
juga merupakan masalah psikologis yang paling umum terjadi
pada remaja (Berk, 2000). Sebenarnya, depresi merupakan
gejala yang wajar sebagai respon normal terhadap pengalaman
hidup negatif, seperti kehilangan anggota keluarga, benda
berharga atau status sosial, pelecehan atau kekerasan yang
dialami seseorang. Dengan demikian, depresi dapat dipandang
sebagai suatu kontinum yang bergerak dari depresi normal
sampai depresi klinis. Gangguan depresif pada anak dan remaja
sering terjadi namun seringkali tidak terdeteksi. Dahulu adanya
gangguan depresif pada anak diragukan oleh karena anggapan
bahwa superego anak yang immature tidak memungkinkan
berkembangnya gangguan depresif.
Didalam

suatu

keluarga

tidak

jarang

terjadi

suatu

perselisihan dan keributan antara satu sama lain anggota


keluarga. Hal itu dirasa cukup wajar terjadi dalam suatu keluarga.
Perbedaan pendapat, perselisihan sering pula terjadi dalam
keluarga, karena dalam sebuah keluarga terdapat beberapa
kepala dengan pemikiran yang berbeda-beda. Kaharmonisan
dalam

keluargapun

sering

terkoyak

karena

adanya

sikap

emosional antara sesama anggota keluarga. Keharmonisan


dalam keluarga akan tetap terjalin apabila sesame anggota
keluarga saling memahami, menghormati antara satu sama lain,
namun jika dalam keluarga tidak ada saling menghargai dan
menghormati,

akan

tersebut.
Di Indonesia

berakibat
tidak

perpecahan

sedikit keluarga

dalam

keluarga

yang mengalami

perpecahan. Perpecahan dalam keluarga dapat terjadi baik


antara sesama orang tua, orang tua dengan anak, anak dengan
anak. Perpecahan orang tua itu dapat berakibat pada perpisahan
atau perceraian orang tua. Dan dalam kenyataannya perceraian
orang tua selalu berakibat pada anak-anaknya. Anak- anak selalu
menjadi korban atas perceraian orang tuanya. Akibat dari
perceraian orang tua itu ada anak yang bisa tetap bangkit dan
merasa tidak dijadikan beban hidup atas perceraian orang
tuanya, namun tidak sedikit pula yang terpuruk atas perceraian
orang tuanya. Anak yang terpuruk akibat perceraian orang tua
sering menjadi anak yang broken home. Selain itu, secara
prestasi, anak dapat menunjukkan prestasi yang membanggakan
dan tidak terpengaruh dengan persoalan yang terjadi di tengah
keluarganya. Sedangkan, akibat negative dari perceraian orang
tua tersebut anak bisa terjun ke hal-hal negative seperti seks
bebas, narkoba, minum-minuman keras dan lain sebagainya. dan
secara prestasi belajar, anak tidak dapat menunjukkan prestasi
belajar

yang

membanggakan.

Hal

itulah

yang

dapat

menyebabkan anak Broken Home seringkali mengalami depresi


ataupun tekanan mental.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maupun ruang lingkup
permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka masalah yang

muncul berdasarkan hasil penjajagan yang telah dilakukan


antara lain:
1. Remaja yang mengalami broken home cenderung mengalami
depresi.
2. Remaja yang mengalami depresi cenderung salah pergaulan
yang berimbas terhadap kepribadian seorang anak.
3. Kurangnya perhatian yang lebih antara orangtua

dan

lingkungan sekitar.
4. Kurangnya peran Lembaga Perlindungan Anak terhadap kasus
broken home.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang
telah dipaparkan di atas maka peneliti akan membatasi/fokus
peneliti pada: Upaya Mengatasi Depresi Remaja dalam Keluarga
Broken Home di Kabupaten Sleman.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan
masalah

yang

telah

diuraikan

di

permasalahan pokok sebagai berikut:


1. Bagaimana perhatian orang tua

muka,
terhadap

dirumuskan
anak

yang

mengalami depresi akibat broken home?


2. Bagaimana upaya untuk mencegah dan mengatasi depresi
seorang remaja akibat broken home?
3. Bagaimana peran Lembaga Perlindungan

Anak

untuk

mengatasi depresi seorang remaja akibat broken home?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang beberapa
hal sebagai berikut:
1. Mengetahui perhatian

orang

tua

terhadap

anak

yang

mengalami depresi akibat broken home.


2. Menganalisis upaya untuk mencegah dan mengatasi depresi
seorang remaja akibat broken home.

3. Mendeskripsikan peran Lembaga Perlindungan Anak untuk


mengatasi depresi seorang remaja akibat broken home.
F. Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanan penelitian ini akan memberikan manfaat secara
langsung bagi peneliti pada khusunya. Manfaat-manfaat yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan permasalahan sosial.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Penelitian ini menjadi bahan, sumber, wacana, informasi
dan pemahaman tentang upaya mengatasi depresi remaja
akibat broken home. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dalam rangka penyelesaian masalah
terhadap

siswa

yang

mengalami

depresi

dengan

menggunakan metode konseling di Kabupaten Sleman.


b. Bagi Lembaga Perlindungan Anak
1. Hasil Penelitian ini dapat menjadi , sumber, wacana,
informasi dan pemahaman lebih lanjut mengenai kasus
depresi yang sering dialami oleh remaja akibat Broken
Home di Kota Yogyakarta.
2. Hasil Penelitian ini dapat menjadi acuan

maupun

dorongan untuk menyelesaikan kasus depresi remaja


akibat Broken Home dengan menggunakan metode
konseling realita di Kota Yogyakarta.
c. Bagi Remaja
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan seorang remaja
untuk mengatasi permasalahan diri yang menyebabkan
depresi akibat Broken Home dengan menggunakan metode
konseling realita.
d. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai ajang berfikir ilmiah


dalam memahami secara kritis tentang Upaya Mengatasi
Depresi Remaja dalam Keluarga Broken Home dengan
Menggunakan Metode Konseling Realita.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Depresi

Depresi merupakan keadaan dimana seseorang sedang


mengalami situasi yang tertekan yang disebabkan oleh
berbagai masalah dan belum ditemukannya penyelesaian
terhadap masalah tersebut. Menurut Robert Priest (1987: 23)
depresi adalah semacam kecemasan pada banyak cara dan
merupakan

suatu

yang

berkesinambungan.

Depresi

merupakan emosi dengan sisi kekuatan fisik. Depresi sering


terjadi atau sesudah mengalami masa kekecewaan yang
panjang. Depresi menurut Suryantha Chandra (2002: 8) adalah
suatu

bentuk

gangguan

suasana

hati

yang

dapat

mempengaruhi kepribadian seseorang. Hal dapat diartikan


depresi juga merupakan kata lain dari perasaan sedih, kecewa,
kesal, tidak bahagia dan lain lain. Secara umum kata depresi
merupakan sebuah kata yang menunjukan bahwa seseorang
tersebut dalam suasana yang sedih, kecewa dan rasa tertekan
yang berlebih. Seseorang yang menderita depresi aktifitas
fisikya cenderung menurun dari sebelumnya, berpikir sangat
lambat, kepercayaan diri yang menurun, semangat dan
insomnia yang hilang, kelelahan yang berlebih, insomnia,
gangguang fisik seperti sakit kepala, gangguang pencernaan,
rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh diri (James,
1990: 2)
Depresi atau tekanan menjadi masalah ketika depresi
tersebut keluar dari keseimbangan. Perlu diketahui ketika
seseorang yang merasa depresi cenderung berada dibawah
kontrol, dalam arti cenderung melakukan hal yang negatif
untuk melampiaskan rasa kecewa. Beberapa gejala depresi
yang dialami oleh seseorang akan merasa dirinya sangatlah
rendah. Jika seseorang mengalami setidaknya tiga atau lebih
dari gejala depresi, terutama kesedihan berarti seseorang
tersebut membutuhkan pertolongan yang intensif. Karena

gejala tersebut dapat menyebabkan seseorang mengalami


kesulitan. Gejala gejala depresi menurut psikologi (Robert,
1987: 27): (1) Kesedihan; (2) Hilang Ketertarikan; (3) Hilang
Kekuatan;
Kekhilafan;

(4)

Hilang

(7)

Rasa

Konsentrasi;

(5)

Kemurungan;

(6)

Bersalah;

(8)

Ketidakmampuan.

Sedangkan gejala gejala fisik menurut (Robert, 1987: 29): (1)


Hilangnya selera; (2) Gangguan tidur; (3) Penurunan berat
badan secara perlahan lahan dan lain lain.
2. Pengertian broken home
Broken home merupakan keadaan

dimana

kurang

perhatiannya orang tua atau keluarga terhadap anak sehingga


membuat mental atau pendirian anak cenderung untuk
berubah sulit diatur. Sedangkan menurut JP. Chaplin dalam
kamus psikologi (2004: 71), broken home merupakan keluarga
atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua
orang

tua

(ayah

dan

ibu)

disebabkan

oleh

meninggal,

perceraian, meninggalkan keluarga dan lain lain. Broken home


dapat dilihat dari dua aspek : (1) keluarga itu terpecah karena
strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga
itu meninggal dunia atau telah bercerai;(2) orang tua tidak
bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh karena
ayah

atau

ibu

sering

tidak

dirumah,

dan

atau

tidak

memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi (willis, 2009: 66).


Menurut Gerungan (2004: 199) keluarga dikatakan tidak utuh
apabila tidak ada ayah, ibu atau keduanya, ayah dan ibu
jarang pulang ke rumah dan berbulan bulan meninggalkan
anak anaknya karena tugas atau hal hal lain, dan itu terjadi
berulang ulang. Demikian juga ketika ayah dan ibunya
bercerai, maka keluarga itu tidak utuh lagi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah
keluarga dkiatakan broken home apabila salah satu dari orang

tuanya (ayah atau ibu) sudah meninggal, karena perceraian,


atau karena pergi meninggalkan keluarga dengan urusan
pekerjaan atau urusan lainnya. Kurangnya perhatian ayah dan
ibu dapat menimbulkan anak kehilangan salah satu peran
keluarga, panutan atau teladan yang dapat dijadikan contoh,
kurangnya perhatian akan menyebabkan anak susah untuk
doatur,

depresi,

nakal

dan

dapat

menganggu

prestasi

belajarnya. Penyebab timbulnya broken home menurut Hurlock


(2005: 216 217) penyebab perpecahan keluarga ada tiga
yaitu:
1. Kematian
Apabila anak menyadari bahwa orang tuanya tidak
akan pernah kembali, mereka akan bersedih hati dan akan
mengalihkan kasih sayangnya pada orang tua yang masih
ada dengan harapan memperoleh kembali rasa aman
sebelumnya. Jika orang tua yang masih ada tenggelam
dalam kesedihan dan masalah praktis yang ditimbulkan
keluarga yang tidak lengkap lagi, anak akan merasa ditolak
dan tidak diinginkan. Seandainya anak kehilangan kedua
orangtuanya, pengaruhnya akan lebih serius lagi. Anak
harus melakukan perubahan besar dalam pola hidupnya
dan menyesuaikan diri dengan pengasuh orang lain, yang
mungkin tidak dikenalinya.
2. Perceraian
Perceraian akan menyebabkan anak dan hubungan
keluarga menjadi rusak, karena masa penyusaian terhadap
perceraian lebih lama dan sulit bagi anak daripada masa
penyesuaian karena kematian orang tua. Menurut Hozman
dan

Froiland

telah

menemukan

lima

tahap

dalam

penyusauan yaitu (1) penolakan terhadap perceraian, (2)


kemarahan yang ditunjukan pada mereka yang terlibat

situasi

tersebut,

(3)

tawar

menawar

dalam

usaha

menyatukan orang tua. (4) depresi, dan (5) menerima


perceraian. Perceraian juga menyebabkan anak menjadi
malu dan serba salah sat ditanya dimana orang tuanya,
mengapa mereka mempunyai orang tua baru. Sehingga
anak merasa berbeda dengan teman sekelompoknya atau
sebayanya.
3. Perpisahan sementara
Kondisi ini lebih membahayakan hubungan keluarga
daripada perpisahan yang tetep permanen. Misalnya ayah
atau ibunya pergi sementara untuk bekerja dalam waktu
yang cukup lama. Perpisahan yang sementara dapat
menimbulkan situasi yang menegangkan bagi anak dan
orang

tua,

dan

akan

mengakibatkan

memburuknya

hubungan keluarga. Keluarga harus menyesuaikan dengan


perpisahan itu kemudian harus menyesuaikan kembali
setelah berkumpul.
3. Pengertian Metode Konseling Realita
Metode konseling realita merupakan suatu sistem yang
difokuskan pada tingkah laku. Konselor dalam konseling
mengajarkan tingkah laku yang bertanggung jawab agar
individu mampu menghadapi segala kenyataan yang harus
dijalani dan memenuhi kebutuhan dasar tanpa merugikan
dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti dari terapi realita
adalah

penerimaan

tanggung

jawab

pribadi,

yang

dipersamakan dengan kesehatan mental. Menurut Latipun


(2006: 155) konseling realita merupakan pendekatan yang
berdasarkan pada anggapan tentang adanya suatu kebutuhan
psikologis

oada

seuruh

kehidupannya;

kebutuhan

akan

identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah dan


berbeda

dengan

orang

lain.

Pandangan

terapi

realita

menyatakan bahwa, karena individu individu bisa mengubah

10

cara hidup, perasaan dan tingkah lakunya, maka mereka pun


bisa mengubah identitasnya yang bergantung pada perubahan
tingkah laku. Jadi jelas bahwa konseling realita dibangun diatas
asumsi bahwa manusia adalah yang menentukan dirinya
sendiri, memiliki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi
konsekuensi

dan tingkah lakunya sendiri dan menjadi apa

yang ditetapkannya.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dari Tri Septi Setyaningsih,
Pendekatan Konseling Realita dalam Mengubah Konsep Diri
Negatif Siswa Broken Home. Penelitian Pada Siswa SMP Negeri 2
Bantarbolang Pemalang. Dari penelitian ini dijelaskan pola
penerapan metode konseling realita yang dapat mengatasi
depresi akibat broken home. Dari penelitian tersebut penulis
akan membahas upaya mengatasi depresi dengan menggunakan
metode konseling realita di kota Yogyakarta.
C. Kerangka Pikir
Metode konseling realita merupakan

metode

untuk

menyelesaikan permasalahan melalui pendekatan yang lebih


agar pasien dapat menyelesaikan permasalahan depresi dalam
proses kehidupan, baik melalui keluarga, sekolah maupun
lembaga

pemerintahan.

Dengan

adanya

metode

konseling

realita, remaja akan dapat berfikir positif dan dapat melakukan


hal hal yang positif, tentu akan berdampak baik pada proses
pembelajaran di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Terlebih apabila ada kerjasama antara pihak keluarga, sekolah
dan lembaga perlindungan akan lebih efektif dan efisien untuk
membentuk kepribadian anak yang jauh lebih baik.

METODE KONSELING REALITA

ORANG
TUA

DEPRESI
REMAJA
LEMBAGA
BROKEN
SEKOLAH
HOME

LEMBAGA
11
PERLINDUNGAN
ANAK

KEPRIBADIAN
YANG LEBIH BAIK

Gambar 1: Kerangka Pikir Peneliti

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian

12

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman,


Daerah

Istimewa

Yogyakarta.

Alasan

pemilihan

lokasi

penelitian ini karena di Kabupaten Sleman banyak sekali


fenomena sosial seperti kenakalan remaja seperti tawuran,
geng antar sekolah dll. Karena hal tersebut merupakan salah
satu akbat dari broken home.
B. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam waktu 5 bulan yaitu dari
tahap persiapan penelitian, bulan Februari 2016 sampai
dengan penyusunan laporan penelitian bulan Juni 2016.
No.

Kegiatan

1.

Pra Penelitian
Penulisan Bab 1

2.
3.

Feb.

Bulan
Mar. Apr. Mei. Juni.

3
Pengumpulan
Data

C. Bentuk dan Strategi Penelitian


Berdasarkan masalah yang diajukan peneliti dalam
penelitian ini, maka jenis penelitian yang paling tepat adalah
metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Sugiyono
(2007:35)

metode

penelitian

deskriptif

adalah metode

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable


mandiri

atau

lebih

(independen)

tanpa

membuat

perbandingan atau menggabungkan antara variable satu


dengan yang lain.
Penelitian
gambaran

deskripsi

terhadap

ini

gejala

bukan
tetapi

saja
juga

memberikan
menerangkan

hubungan dan mendapatkan makna dan keterkaitan dari


suatu masalah yang ingin dipecahkan. Menurut Bogdan dan
Taylor yang dikutip H.B. Sutopo (2006: 139) memberi batasan

13

metodolagi

kualitatif

sebagai

prosedur

penelitian

yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau


lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam proposal penelitian
ini, maka jenis penelitian yang tepat adalah penelitian
kualitatif deskriptif.
D. Data dan Sumber Data
Data atau informasi yang penting untuk di kumpulkan
dan dikaji sebagian besar merupakan data-data kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005: 4)
penelitian

kualitatif

adalah

prosedur

penelitian

yang

menghasilkan data deskriptif yang berupa kata tertulis atau


lisan dari orang dan perilaku yang diamati. Dalam hal
penelitian ini, sumber data utama adalah informan.
Informan merupakan orang yang dapat memberikan
informasi

baik.

Menurut

Sugiyono

(2007:

137)

mengklasifikasikan sumber data menjadi dua, yaitu:


1. Data Primer
Data

primer

memberikan

adalah
data

sumber

kepada

data

yang

pengumpul

langsung

data.

Untuk

mendapatkan hasil data primer penulis menggunakan


beberapa teknik pengumpulan data, seperti:
a. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab antara pewawancara dengan informan atau orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan
informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif
lama (dalam Bungin, 2007: 108).

14

Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara


tidak terstruktur, dimana peneliti bebas mewawancara
dan tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematik dan lengkap untuk
pengumpulan datanya (dalam Sugiyono, 2007: 140).
Peneliti akan mewawancarai kepala sekolah, guru dan
siswa.
b. Observasi
Observasi dilakukan untuk menunjang data-data yang
telah dikumpulkan sebelumnya oleh peneliti. Menurut
Bungin (2007: 115) mengemukakan bahwa:Observasi
adalah

kegiatan

keseharian

manusia

dengan

menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu


utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga,
penciuman, mulut dan kulit.
2. Data Sekunder
Data

sekunder

langsung

merupakan

memberikan

pengumpul

data

sumber

data

misalnya

atau
melalui

data

yang

informasi
orang

tidak

kepada

lain

atau

dokumen.
Data-data sekunder penulis dapatkan melalui:
a. Media etak
b. Sumber kepustakaan
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Mendalam (in-depth interviewing)
Menurut

Sugiyono

(2010:194),

wawancara

digunakan

sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti akan


melaksanakan

studi

pendahuluan

untuk

menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti


ingin

mengetahui

hal-hal

dari

responden

yang

lebih

15

mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Dalam


penelitian

ini

akan

menggunakan

teknik

wawancara

mendalam yang bersifat fleksibel dan terbuka. Selain itu,


wawancara

ini

bisa

dilakukan

berulang-ulang

pada

informan yang sama dan tidak dalam suasana formal.


2. Pengamatan (Observasi)
Dalam

memperoleh

data

yang

lebih

bermakna,

pengamatan ini dilakukan selama kunjungan ke sekolah


dan

tidak

hanya

pengumpulan

data

sekali,

tetapi

berlangsung

dilakukan

(Sutopo,

selama

2006:

77).

Observasi dilakukan untuk menunjang data-data yang telah


dikumpulkan sebelumnya oleh peneliti. Menurut Bungin
(2007: 115) mengemukakan bahwa:Observasi adalah
kegiatan

keseharian

manusia

dengan

menggunakan

pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain


pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan
kulit.
3. Pencatatan Dokumen Arsip
Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat di
sekolah atau sering disebut sebagai sumber non insane.
Sumber yang berupa dokumen, dan arsip mempunyai
posisi penting dalam penelitian (H.B. Sutopo, 2006: 62).
Menurut Sugiyono (2008: 83) studi dokumen merupakan
pelengkap

dari

penggunaan

metode

obsevasi

dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas


hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika
melibatkan atau menggunakan studi dokumen ini dalam
metode penelitian kualitatifnya.
F. Teknik Cuplikan/Sampling

16

Menurut H.B. Sutopo (1988), cuplikan adalah suatu


bentuk

khusus, atau suatu proses yang umum dalam

pemusatan atau pemilihan dalam riset yang mengarah pada


seleksi. Teknik cuplikan dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling dengan memilih beberapa informan yang
dirasa paling tahu mengenai masalah penelitian (Sugiyono,
2011: 85).
G. Validitas Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
review informan dan triangulasi data. Review informan adalah
teknik pengecekan data kepada informan terhadap hasil
wawancara kepada pihak yang bersangkutan. Sedangkan,
untuk triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2005: 320).
Metode penelitian kualitatif mengatakan bahwa cara terbaik
untuk menguji keabsahan data suatu penelitian yaitu dengan
jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode
atau teori (Moleong, 2005: 332).

H. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif adalah
analisis interaktif yang merupakan upaya peneliti dalam
menerjemahkan data-data untuk ditarik suatu kesimpulan.
Data kualitatif sendiri dapat berupa kata-kata, kalimat, narasi
baik dari observasi maupun wawancara Dalam model analisis
ini, tiga komponen analisisnya yaitu reduksi data, sajian data,
dan

penarikan

dilakukan

kesimpulan

dalam

bentuk

atau

verifikasi,

interaktif

aktivitasnya

dengan

proses

17

pengumpulan data sebagai suatu proses yang berlanjut,


berulang, dan terus-menerus hingga membentuk sebuah
siklus (Miles dan Huberman, 1984: 23). Jadi bisa disimpulkan
teknik analisis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah teknik penelitian dari Miles dan Huberman.
Secara skematis proses analisis interaktif ini dapat
digambarkan sebagai berikut.

Gambar: Bagan analisis interaktif Miles dan Huberman.

DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Thomas, 2003, Setiap Anak Cerdas, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Berk,2000, Depression, Causes and Treatment, Philadelphia: University of
Pennsyvania Press

18

Branca, Albert A, 1966, Psychology The Science of Behavior, Allyn and Bacon,
Inc.
Bungin,2007,Penelitian

Kualitatif,

Jakarta:

Kencana

Prenada

Media Group
Burns, 1993, Konsep Diri, Jakarta: Arcan.
Chaplin,2004, Kamus Lengkap Psikologi, Penerjemah oleh Kartini,
Kartono, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Gerungan,2004, Psikologi Sosial,Bandung: Refika Aditama.
Gibran, Khalil, 2009, Lingkaran Setan Pada Anak, terjemahan.
Hadjam, M. N. R. 1994. Hubungan Jenis Kelamin dan Hardiness dengan Stres
terhadap Kejadian Kehidupan Pada Remaja. Laporan Penelitian
(TidakDiterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada.
Hafid, Zaenal. Aan, 2008, Anak-anak yang tersihir televisi, Podium, Tribun
Forum.
Halgin,R & Whitbourne, 1994, Abnormal Psychology: The Human Experience of
Psychological Disorders. University of Massachusetts at Amherst:
Harcourt Brace College Publishers.
Handayani, Novika. 2010. Prestasi Belajar Siswa Keluarga Broken Home di MI
Nusantara Kecamatan Gunung Pati Semarang. Skripsi. Semarang:
Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo.
Hildayani, Rini dkk. 2009. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas
TerbukaSoerjono.
Jamaluddin,1975, Bimbingan Untuk Mencapai Tingkat Mukmin, Bandung CV.
Diponegoro.
Hurlock,2005,Perkembangan Anak, Penerjemah oleh Tjandrasa,
Meitasari, Jakarta: Erlangga
Kartono, 2003, Psikologi Anak, Bandung: Alumni.
Karyadi, Elvina,1996, Kumpulan Artikel Psikologi Anak I, dalam Majalah Intisari,
Jakarta: PT Intisari.

19

Kusien, Rieni,1996, Kumpulan Artikel Psikologi Anak 2, dalam Majalah Intisari,


Jakarta: PT Intisari.
Latipun,2006,

Psikologi

Konseling,

Malang:

University

Muhammadiyah Malang.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya. Usaha Nasional.
Miles dan Huberman,1984,Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI
Perss
Moleong,2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Munn, Norman,1996, Psychology The Fundamentals Of Human Adjusment,
Boston, Hougton Mifflin Company.
Nasution, Thamrin,2000,Anak Balita Dalam Keluarga, pengantar pertumbuhan
dan Perkembangan yang optimal, Jakarta, PT BPK Gunung Mulia.
Olivia, Femi,2003,Membantu Anak Punya Ingatan Super, Jakarta, PT Gramedia.
Poerwadarminta, 1984,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, PN Balai
Pustaka.
Rakhmat,

Ilman

Fauzi,

Potret

Buram

Kekerasan

Terhadap

Anak,

www.republika.co.id
Rakhmat, Jalaluddin, 1991, Islam Aktual, Bandung, Mizan.
Santrock,w, john, 2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada Group
Sugiyono,2012, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuarlitatif dan
R&D, Bandung Alfabeta.
Tri Septi Setyaningsih, 2011, Pendekatan Konseling Realita dalam
Mengubah Konsep Diri Negatif Siswa Broken Home.
Penelitian
Pemalang.

Pada

Siswa

Skripsi

SMP

Jurusan

Negeri

Bantarbolang

Bimbingan

Konseling:

Universitas Negeri Semarang.


Tuner, Newcomb,1981, Psikologi Sosial, Bandung, PT Diponegoro.
Willis,2009,Konseling Keluarga, Bandung : Alfabeta.
Yusuf LN, Syamsu,2008, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung, PT
Remaja Rosda karya.
20

Wati, Theodora. 2010. Dampak Psikologis Perceraian Orang Tua Pada Awal
Remaja.Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi, Universitas Katolik
Soegijapranata
________________,1996, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT Remaja Rosda
Karya.

21

Anda mungkin juga menyukai