Anda di halaman 1dari 3

PENGARUH TINGKAT EMOSI TERHADAP ANAK BROKEN HOME

I. Pendahuluan
Istilah broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang
berantakan akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga
di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di
rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak di masyarakat.
Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera
karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran
dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar
terutama bagi anak-anak. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan
dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Saat ini, banyak sekali masalah yang dapat memengaruhi psikis seorang anak.
Saat psikis sudah terganggu, itu dapat mengubah karaktek atau sifat dari anak
tersebut. Salah satu masalahnya yaitu Broken Home. Keluarga Broken Home
biasanya dialami oleh anak-anak dan tidak mengenal umur. Saat anak usia remaja dan
mengalami masalah ini, biasanya masalah itu dapat mengganggu dirinya. Hal itu
karena dia sudah mengerti akan masalah tersebut.
Banyak sekali tanda-tanda yang bisa dilihat saat seorang anak psikis nya
terganggu. Seperti salah satu contohnya, anak yang biasanya ceria dan tiba-tiba
menjadi pendiam dan suka merenung merupakan contoh dari terganggunya psikis
anak. Contoh lainnya seperti: menurunnya semangat belajar, menurunnya tingkat
konsentrasi, serta tidak stabilnya tingkat emosi anak. Hal-hal diatas tentu saja dapat
menghambat perkembangan anak dalam belajar.
II. Isi
Tidak luput dari kenyataan yang ada bahwa semakin hari semakin banyak
keluarga yang mengalami broken home. Beberapa kasus di antaranya mungkin
disebabkan oleh perselingkuhan, perbedaan prinsip hidup, atau sebab-sebab lainnya
yang bisa disebabkan oleh masalah internal maupun eksternal dari kedua belah pihak.
Akan tetapi, yang jelas kasus-kasus broken home itu sama halnya dengan kasus-kasus
sosial lainnya, yaitu sifatnya multi-faktoral. Satu hal yang pasti, hubungan
interpersonal di antara suami istri dalam keluarga broken home telah semakin
memburuk. Kedekatan fisikal juga menjadi alasan bagi pasangan suami istri dalam
menyikapi masalah broken home, meskipun dalam beberapa sumber disebutkan
bahwa kedekatan fisik tidak mempengaruhi kedekatan personal antar individu. 
Tingkat emosi seorang anak broken home cukup stabil seperti dikalangan
masyarakat sekarang. Tingkat kestabilan emosi siswa broken home dikarenakan
mereka dapat mengatasi masalah tersebut dengan berfikir secara dewasa karena
mereka sudah berpengalaman dengan perilaku anggota keluarganya. Hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian yang peneliti lakukan.
Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah dan
ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, di mana
ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orang tua yang
sebenarnya. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran
dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya atau pun dari nenek
kakeknya.
Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa dalam
kehidupan bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati dan disebut
sebagai norma masyarakat. Norma agama, norma sosial, norma adat atau budaya dan
norma hukum sebaiknya diberikan kepada anak sejak masih usia kecil. Dengan
diberikannya pemahaman dalam usia sedini mungkin, diharapkan anak dapat menjadi
warga masyarakat yang baik, khususnya saat anak mulai mengenal lingkungan selain
keluarganya.
III. Kesimpulan
Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada
remaja, dan melakukan identifikasi ulang. Orang tua yang semulanya menjadi
teladan, akan dianggap sebagai pembawa petaka baginya. Dari asumsi ini muncullah
rasa ketidakpercayaan pada diri remaja itu. Munculnya rasa ketidakpercayaan ini
menyebabkan cinta kepada orang tuanya semakin menipis atau berkurang. Kedekatan
dengan orang tua semakin kecil, menimbulkan asumsi-asumsi negatif kepada orang
tua mulai muncul. Dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa orang tuanya sudah tidak
menyayanginya lagi. Sehingga disimpulkan bahwa perubahan tingkat emosi akibat
Broken Home tergantung kepada subjek yang mengalaminya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ali, Muhammad & Asrori, Muhammad. 2010. Psikologi Remaja (Peserta Didik). Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Narkotika, Badan. 2007. Perkembangan Fisik Remaja. Surabaya: PT Kencana Abadi


Prastowo, Tammi. 2007. Waspadai Kekerasan di Sekitar Kita. Kediri: PT Maraga Borneo
Tarigas

Anda mungkin juga menyukai