Anda di halaman 1dari 10

KARYA ILMIAH

BROKEN HOME

DISUSUN OLEH :

SMA NEGERI BINAAN KHUSUS


KOTA DUMAI

TP. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Broken Home ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah Broken Home ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga
penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan Makalah Broken Home ini sehingga kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Broken Home ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Dumai, 7 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang
berantakan akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah.
orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai
pada perkembangan pergaulan anak di masyarakat. namun, broken home bisa juga diartikan
dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun,
damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan
pertengkaran dan berakhir pada perceraian. kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar
terutama bagi anak-anak. selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa
transisi menuju kedewasaan.
Selain itu  adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari
orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustrasi, brutal dan susah
diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang
mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. broken home juga bisa
merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah, mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di
dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka
ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. untuk menyikapi
hal semacam ini perlu diberikan perhatian dan pengerahan yang khusus agar mereka sadar dan
mau berprestasi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam
makalah tentang broken home ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Dan Keadaan Keluarga Broken Home?
2. Bagaimana Ciri-Ciri Keluarga Broken Home?
3. Apa Dampak Broken Home Terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak?
4. Apa Gangguan Kejiwaan Pada Seorang Broken Home?
5. Bagaimana Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak?
6. Bagaimana Contoh Anak Broken Home?
7. Bagaimana Solusi Membangkitkan Motivasi Anak Korban Broken Home?
1.3. Tujuan
Di dalam penulisan makalah ini bertujuan agar orang tua lebih memperhatikan
perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau
bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan kejiwaan anak.
menurut kartini kartono (1986: 45) “sikap dan perilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-
anak mempengaruhi setiap pertumbuhan dan perkembangan”.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Pengertian Dan Keadaan Keluarga Broken Home


Tidak luput dari kenyataan yang ada bahwa semakin hari semakin banyak keluarga yang
mengalami broken home. beberapa kasus di antaranya mungkin disebabkan oleh perselingkuhan,
perbedaan prinsip hidup, atau sebab-sebab lainnya yang bisa disebabkan oleh masalah internal
maupun eksternal dari kedua belah pihak. akan tetapi, yang jelas kasus-kasus broken home itu
sama halnya dengan kasus-kasus sosial lainnya, yaitu sifatnya multi-faktoral. satu hal yang pasti,
hubungan interpersonal di antara suami istri dalam keluarga broken home telah semakin
memburuk. kedekatan fisikal juga menjadi alasan bagi pasangan suami istri dalam menyikapi
masalah broken home, meskipun dalam beberapa sumber disebutkan bahwa kedekatan fisik tidak
mempengaruhi kedekatan personal antar individu. inti dari semuanya adalah komunikasi yang
baik antarpasangan. dalam komunikasi ini, berbagai faktor kejiwaan termuat di dalamnya,
sehingga patut mendapat perhatian utama.
Memburuknya komunikasi di antara suami istri ini seringkali menjadi pemicu utama
dalam keluarga broken home. oleh sebab itu, sangatlah penting rasa saling percaya, saling
terbuka, dan saling suka di antara kedua pihak agar terjadi komunikasi yang efektif. dalam
keadaan ini, kematangan kepribadianlah yang menentukan penerimaan peran dari pasangan
komunikasinya. setiap individu dilahirkan dengan tipe kepribadian yang berbeda-beda oleh
sebab itu saling pengertian antarpasangan juga sangatlah penting.
Dari semua fenomena di atas, akan bisa berdampak pada perkembangan kejiwaan anak
dalam keluarga itu. remajalah yang dalam hal ini sangat rentan. masa remaja, seperti yang
dikatakan oleh erickson bahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas. pengaruh
faktor broken home keluarga menjadi faktor negatif dalam penemuan identitas yang sehat,
sehingga remaja cenderung mengalami fase kebingungan identitas. perkembangan afeksi juga
bisa mengalami hambatan. hal ini dikarenakan adanya pengabaian dari orang tuanya. lebih jauh,
terdapat sifat-sifat penghambat perkembangan kepribadian yang sehat yang terwujud dalam
kepribadian anak.
Ayah, ibu, dan anak adalah keluarga inti yang merupakan organisasi terkecil dalam
kehidupan bermasyarakat. pada hakikatnya, keluarga merupakan wadah pertama dan utama bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak. di dalam keluarga, anak akan mendapatkan pendidikan
pertama mengenai berbagai tatanan kehidupan yang ada di masyarakat. keluargalah yang
mengenalkan anak akan aturan agama, etika sopan santun, aturan bermasyarakat, dan aturan-
aturan tidak tertulis lainnya yang diharapkan dapat menjadi landasan kepribadian anak dalam
menghadapi lingkungan dan menjadi motivator terbesar yang tiada henti saat anak membutuhkan
dukungan.
Namun, melihat kondisi masyarakat saat ini, fungsi keluarga sudah mulai tergeser
keberadaannya. semua anggota keluarga khususnya orang tua menjadi sibuk dengan aktivitas
pekerjaannya dengan alasan untuk menafkahi keluarga. peran ayah sebagai kepala keluarga
menjadi tidak jelas keberadaannya, karena seringkali ayah zaman sekarang bekerja di luar kota
dan hanya pulang satu minggu sekali ataupun pergi pagi dan pulang larut malam. ibulah yang
menggantikan peran ayah di rumah dalam mendidik serta mengatur seluruh kepentingan anggota
keluarganya.
Masalah akan semakin berkembang tatkala ibu pun menjadi seorang wanita pekerja
dengan beralih membantu perekonomian keluarga ataupun berambisi menjadi wanita karier,
sehingga melupakan anak dan keluarganya. banyak ditemukan ibu menjadi seorang super
woman yang bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa henti, barangkali waktu istirahat ibu
hanyalah beberapa jam dalam sehari. itupun jika ibu mampu dengan cerdas mengelola waktu
bekerja di luar rumah dan bekerja di rumah tangganya.
Oleh karena orang tua tidak punya waktu banyak untuk berdialog, berdiskusi atau bahkan
hanya untuk saling bertegur sapa. saat orang tua pulang bekerja, anak sudah tertidur dengan
lelapnya dan saat anak terbangun tidak jarang orang tua sudah pergi bekerja atau anaknya yang
harus pergi ke sekolah. ketika anak protes dan mengeluh, orang tua hanya cukup memberikan
pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk kepentingan anak dan keluarga juga. orang tua
zaman sekarang sering merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa
orang tualah yang selalu membuat anak harus mengerti keadaan orang tuanya.
Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah dan ibunya
bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, di mana ayah dan ibunya tidak
dapat berperan dan berfungsi sebagai orang tua yang sebenarnya. anak membutuhkan kasih
sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari
pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya.
Perhatian yang diperlukan anak dari orang tuanya adalah disayangi dengan sepenuh hati
dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung dengan anak, meski hanya untuk menanyakan
aktivitas sehari-harinya. anak sangat membutuhkan sentuhan dari orang tuanya, dalam bentuk
sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi peka terhadap
lingkungannya.
Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati dan disebut sebagai norma masyarakat.
norma agama, norma sosial, norma adat atau budaya dan norma hukum sebaiknya diberikan
kepada anak sejak masih usia kecil. dengan diberikannya pemahaman dalam usia sedini
mungkin, diharapkan anak dapat menjadi warga masyarakat yang baik, khususnya saat anak
mulai mengenal lingkungan selain keluarganya.
ika anak melanggar norma tersebut, sudah merupakan kewajiban orang tua sebagai
pendidik pertama bagi anak-anaknya untuk memberikan teguran yang disertai penjelasan logis
sesuai dengan perkembangan usianya supaya anak mengerti dan memahami bagaimana bersikap
dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
1.2. Ciri-ciri Keluarga Broken Home
Berdasarkan beberapa asumsi dalam literatur, penulis menemukan bahwa
keluarga broken home bukan hanya keluarga dengan kasus perceraian saja. keluarga broken
home secara keseluruhan berarti keluarga di mana fungsi ayah dan ibu sebagai orang tua tidak
berjalan baik secara fungsional. fungsi orang tua pada dasarnya adalah sebagai agen sosialisasi
nilai-nilai baik-buruk, sebagai motivator primer bagi anak, sebagai tempat anak untuk
mendapatkan kasih sayang, dan sebagainya. jika fungsi orang tua ini terhambat, maka aspek-
aspek khusus dalam keluarga bisa dimungkinkan tak terjadi.
Pada masa remaja, berdasarkan asumsi erickson. remaja memerlukan figur tertentu yang
nantinya bisa menjadi figure sample dalam internalisasi nilai-nilai remajanya. dengan tidak
berfungsinya peran orang tua sebagaimana mestinya, maka hal ini bisa terhambat. proses
pencarian identitas dalam kondisi serupa ini bisa jadi meriam bagi remaja itu. remaja itu
dimungkinkan membentuk kepribadian yang kurang sehat dengan perasaan terisolasi. jika
keadaan keluarga yang broken home itu dirasakannya sangat menekan dirinya. seperti penelitian
yang dilakukan oleh yeri abdillah (2003) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa agresivitas
pada remaja dalam keluarga broken home mempunyai taraf lebih tinggi daripada rekannya yang
tidak mengalami kasus broken home. efeknya akan lebih terasa jika anak berada dalam masa
remaja. keadaan itu akan diartikan sebagai tekanan yang bisa menjadi sumber awal penyebab
patologis sosial.
Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada remaja,
dan melakukan identifikasi ulang. orang tua yang semulanya menjadi teladan, akan dianggap
sebagai pembawa petaka baginya. dari asumsi ini muncullah rasa ketidakpercayaan pada diri
remaja itu. munculnya rasa ketidakpercayaan ini menyebabkan cinta kepada orang tuanya
semakin menipis atau berkurang. kedekatan dengan orang tua semakin kecil, menimbulkan
asumsi-asumsi negatif kepada orang tua mulai muncul. dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa
orang tuanya sudah tidak menyayanginya lagi.
1.3. Dampak Broken Home Terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak
Dampak pada anak-anak pada masa ketidakharmonisan, belum sampai bercerai namun
sudah mulai tidak harmonis:
1. Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan.
2. Anak merasa terjepit di tengah-tengah, karena harus memilih antara ibu atau ayah.
3. Anak sering kali mempunyai rasa bersalah.
4. Kalau kedua orang tuanya sedang bertengkar, itu memungkinkan anak bisa membenci salah
satu orang tuanya.
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-
pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak:
1. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah di luar. anak yang jadi korban keluarga
yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali.
2. Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat
orang tua bertengkar.
3. Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. anak ini juga bisa
kehilangan identitas sosialnya.
1.4. Gangguan Kejiwaan Pada Seorang Broken Home
1. Broken heart
Seseorang merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-
sia dan mengecewakan. kecenderungan ini membentuk seseorang tersebut menjadi orang yang
krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan seksual. misalnya sex bebas, homo
sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain.
2. Broken relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang
dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. kecenderungan ini membentuk si
pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian, kasar,
egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. baginya dalam hidup ini tidak ada
yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak
menyenangkan”, “pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak
menyenangkan tidak saya lakukan.”.
1.4. Peran orang tua terhadap perkembangan kejiwaan anak
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas
memberikan perasaan sedih serta takut pada diri anak. Sehingga, ia akan tumbuh dengan jiwa
yang tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati
proses perceraian orang tuanya:
1. Dukung Anak Untuk Mengungkapkan Perasaan Mereka, Baik Yang Positif Maupun
Negatif, Mengenai Apa Yang Sudah Terjadi. Sangatlah Penting Bagi Orang Tua Yang
Akan Bercerai Ataupun Yang Sudah Bercerai Untuk Memberi Dukungan Kepada
Anak-Anak Mereka Serta Mendukung Mereka Untuk Mengungkapkan Apa Yang
Mereka Pikirkan Dan Rasakan.
2. Beri Kesempatan Pada Anak Untuk Membicarakan Mengenai Perceraian Dan
Bagaimana Perceraian Tersebut Berpengaruh Pada Dirinya. Meski Mengejutkan Dan
Terasa Menyudutkan, Tetaplah Bersikap Terbuka.
3. Sangatlah Wajar Bagi Anak-Anak Jika Memiliki Berbagai Macam Emosi Dan Reaksi
Terhadap Perceraian Orang Tuanya. Bisa Saja Mereka Merasa Bersalah Dan
Menduga-Duga, Merekalah Penyebab Dari Perceraian. Anak-Anak Marah Dan Merasa
Ketakutan. Mereka Khawatir Akan Ditelantarkan Oleh Orang Tua Yang Bercerai.
4. Ada Anak-Anak Yang Sanggup Untuk Menyuarakan Perasaan Mereka, Dan Ada Juga
Yang Tidak. Untuk Anak-Anak Usia Sekolah, Jelas Sekali Perceraian Mengakibatkan
Turunnya Nilai Pelajaran Mereka Di Sekolah. Walaupun Untuk Beberapa Lama Anak-
Anak Akan Berusaha Mati-Matian Menghadapi Perceraian Orang Tuanya, Pengaruh
Nyata Dari Perceraian Biasanya Dirasakan Anak Berusia 2 Tahun Ke Atas.
5. Anak-Anak Tidak Perlu Merasa Mereka Harus Bertindak Sebagai “Penyambung
Lidah” Bagi Kedua Orang Tuanya. Misalnya, Berujar, “Bilang, Tuh, Sama Ayahmu,
Kamu Sudah Harus Bayaran Uang Sekolah.”.

F. Solusi Membangkitkan Motivasi Anak Korban Broken Home


Keadaan Psikologi Anak Akan Sangat Terguncang Karena Adanya Perceraian Dalam
Keluarga. Mereka Akan Sangat Terpukul, Kehilangan Harapan, Dan Cenderung Menyalahkan
Diri Sendiri Atas Apa Yang Terjadi Pada Keluarganya. Sangat Sulit Menemukan Cara Agar
Anak-Anak Merasa Terbantu Dalam Menghadapi Masa-Masa Sulit Karena Perceraian Orang
Tuanya.
Beberapa Psikolog Menyatakan Bahwa Bantuan Yang Paling Penting Yang Dapat
Diberikan Oleh Orang Tua Yang Bercerai Adalah Mencoba Menenteramkan Hati Dan
Meyakinkan Anak-Anak Bahwa Mereka Tidak Bersalah. Yakinkan Bahwa Mereka Tidak Perlu
Merasa Harus Ikut Bertanggung Jawab Atas Perceraian Orang Tuanya. Hal Lain Yang Perlu
Dilakukan Oleh Orang Tua Yang Akan Bercerai Adalah Membantu Anak-Anak Untuk
Menyesuaikan Diri Dengan Tetap Menjalankan Kegiatan-Kegiatan Rutin Di Rumah. Jangan
Memaksa Anak-Anak Untuk Memihak Salah Satu Pihak Yang Sedang Cekcok, Dan Jangan
Sekali-Sekali Melibatkan Mereka Dalam Proses Perceraian Tersebut.

Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Broken Home Bukanlah Akhir Dari Segalanya Bagi Kehidupan Kita. Jalan Kita Masih
Panjang Untuk Menjalani Hidup Kita Sendiri. Pergunakanlah Situasi Ini Sebagai Sarana Dan
Media Pembelajaran Guna Menuju Kedewasaan. Ingat, Kita Tidak Sendiri Dan Bukanlah Orang
Yang Gagal. Kita Masih Bisa Berbuat Banyak Serta Melakukan Hal Positif. Menjadi Manusia
Yang Lebih Baik Belum Tentu Kita Dapatkan Apabila Ini Semua Tidak Terjadi. Mungkin Saja
Ini Merupakan Sebuah Jalan Baru Menuju Pematangan Sikap Dan Pola Berpikir Kita.
Munculnya Masalah Broken Home Menimbulkan Suatu Perasaan Menyesal Pada Remaja,
Dan Melakukan Identifikasi Ulang. Orang Tua Yang Semulanya Menjadi Teladan, Akan
Dianggap Sebagai Pembawa Petaka Baginya. Dari Asumsi Ini Muncullah Rasa
Ketidakpercayaan Pada Diri Remaja Itu. Munculnya Rasa Ketidakpercayaan Ini Menyebabkan
Cinta Kepada Orang Tuanya Semakin Menipis Atau Berkurang. Kedekatan Dengan Orang Tua
Semakin Kecil, Menimbulkan Asumsi-Asumsi Negatif Kepada Orang Tua Mulai Muncul. Dari
Asumsi Itu Muncullah Asumsi Bahwa Orang Tuanya Sudah Tidak Menyayanginya Lagi.

B. Saran
Ketika Komunikasi Berlangsung, Anak Dan Orang Tua Harus Saling Lebih Memahami Apa
Yang Harus Mereka Katakan Dan Dilakukan Dengan Perannya Masing-Masing Dengan
Mengacu Pada Sudut Pandang Lawan Bicara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ali, Muhammad & Asrori, Muhammad. 2010. Psikologi Remaja (Peserta Didik). Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Alo, Liliweri. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Anwar, Arifin. 2003. Ilmu Komunikasi, Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Grafindo Persada.
Basri, Hasan. 1996. Merawat Cinta Kasih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dagun M, Drs. Save. 2002. Psikologi Keluarga. PT. Rineka Cipta.
De Vito, A Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Book.
Effendy, Uchjana Onong. 1993. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Adi
Bakti.
Hidayat. 2011. Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hurlock, B. Elizabeth. 1999. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Malik, Fajar. 2005. Orang Tua Ideal dari Perspektif Anak. Jakarta: PT. Grafindo.
Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sofyan, H. 2011. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai