BROKEN HOME
DISUSUN OLEH :
ANGEL FRANSISCA
Kelas : XI IPS 2
TP. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Broken Home ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah Broken Home ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga
penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan Makalah Broken Home ini sehingga kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Broken Home ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
menjadi tidak jelas keberadaannya, karena seringkali ayah zaman sekarang bekerja di luar kota
dan hanya pulang satu minggu sekali ataupun pergi pagi dan pulang larut malam. ibulah yang
menggantikan peran ayah di rumah dalam mendidik serta mengatur seluruh kepentingan anggota
keluarganya.
Masalah akan semakin berkembang tatkala ibu pun menjadi seorang wanita pekerja dengan
beralih membantu perekonomian keluarga ataupun berambisi menjadi wanita karier, sehingga
melupakan anak dan keluarganya. banyak ditemukan ibu menjadi seorang super woman yang
bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa henti, barangkali waktu istirahat ibu hanyalah beberapa
jam dalam sehari. itupun jika ibu mampu dengan cerdas mengelola waktu bekerja di luar rumah
dan bekerja di rumah tangganya.
Oleh karena orang tua tidak punya waktu banyak untuk berdialog, berdiskusi atau bahkan
hanya untuk saling bertegur sapa. saat orang tua pulang bekerja, anak sudah tertidur dengan
lelapnya dan saat anak terbangun tidak jarang orang tua sudah pergi bekerja atau anaknya yang
harus pergi ke sekolah. ketika anak protes dan mengeluh, orang tua hanya cukup memberikan
pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk kepentingan anak dan keluarga juga. orang tua
zaman sekarang sering merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa
orang tualah yang selalu membuat anak harus mengerti keadaan orang tuanya.
Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah dan ibunya bercerai,
namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, di mana ayah dan ibunya tidak dapat
berperan dan berfungsi sebagai orang tua yang sebenarnya. anak membutuhkan kasih sayang
berupa perhatian, sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari
pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya.
Perhatian yang diperlukan anak dari orang tuanya adalah disayangi dengan sepenuh hati
dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung dengan anak, meski hanya untuk menanyakan
aktivitas sehari-harinya. anak sangat membutuhkan sentuhan dari orang tuanya, dalam bentuk
sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi peka terhadap
lingkungannya.
Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati dan disebut sebagai norma masyarakat.
norma agama, norma sosial, norma adat atau budaya dan norma hukum sebaiknya diberikan
kepada anak sejak masih usia kecil. dengan diberikannya pemahaman dalam usia sedini mungkin,
diharapkan anak dapat menjadi warga masyarakat yang baik, khususnya saat anak mulai mengenal
lingkungan selain keluarganya.
ika anak melanggar norma tersebut, sudah merupakan kewajiban orang tua sebagai
pendidik pertama bagi anak-anaknya untuk memberikan teguran yang disertai penjelasan logis
sesuai dengan perkembangan usianya supaya anak mengerti dan memahami bagaimana bersikap
dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
2.2. Ciri-ciri Keluarga Broken Home
Berdasarkan beberapa asumsi dalam literatur, penulis menemukan bahwa keluarga broken
home bukan hanya keluarga dengan kasus perceraian saja. keluarga broken home secara
keseluruhan berarti keluarga di mana fungsi ayah dan ibu sebagai orang tua tidak berjalan baik
6
secara fungsional. fungsi orang tua pada dasarnya adalah sebagai agen sosialisasi nilai-nilai baik-
buruk, sebagai motivator primer bagi anak, sebagai tempat anak untuk mendapatkan kasih sayang,
dan sebagainya. jika fungsi orang tua ini terhambat, maka aspek-aspek khusus dalam keluarga bisa
dimungkinkan tak terjadi.
Pada masa remaja, berdasarkan asumsi erickson. remaja memerlukan figur tertentu yang
nantinya bisa menjadi figure sample dalam internalisasi nilai-nilai remajanya. dengan tidak
berfungsinya peran orang tua sebagaimana mestinya, maka hal ini bisa terhambat. proses pencarian
identitas dalam kondisi serupa ini bisa jadi meriam bagi remaja itu. remaja itu dimungkinkan
membentuk kepribadian yang kurang sehat dengan perasaan terisolasi. jika keadaan keluarga
yang broken home itu dirasakannya sangat menekan dirinya. seperti penelitian yang dilakukan
oleh yeri abdillah (2003) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa agresivitas pada remaja
dalam keluarga broken home mempunyai taraf lebih tinggi daripada rekannya yang tidak
mengalami kasus broken home. efeknya akan lebih terasa jika anak berada dalam masa remaja.
keadaan itu akan diartikan sebagai tekanan yang bisa menjadi sumber awal penyebab patologis
sosial.
Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada remaja,
dan melakukan identifikasi ulang. orang tua yang semulanya menjadi teladan, akan dianggap
sebagai pembawa petaka baginya. dari asumsi ini muncullah rasa ketidakpercayaan pada diri
remaja itu. munculnya rasa ketidakpercayaan ini menyebabkan cinta kepada orang tuanya semakin
menipis atau berkurang. kedekatan dengan orang tua semakin kecil, menimbulkan asumsi-asumsi
negatif kepada orang tua mulai muncul. dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa orang tuanya
sudah tidak menyayanginya lagi.
2.3. Dampak Broken Home Terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak
Dampak pada anak-anak pada masa ketidakharmonisan, belum sampai bercerai namun
sudah mulai tidak harmonis:
1. Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan.
2. Anak merasa terjepit di tengah-tengah, karena harus memilih antara ibu atau ayah.
3. Anak sering kali mempunyai rasa bersalah.
4. Kalau kedua orang tuanya sedang bertengkar, itu memungkinkan anak bisa membenci salah
satu orang tuanya.
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-
pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak:
1. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah di luar. anak yang jadi korban keluarga
yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali.
2. Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat
orang tua bertengkar.
3. Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. anak ini juga bisa
kehilangan identitas sosialnya.
7
2.4. Gangguan Kejiwaan Pada Seorang Broken Home
1. Broken heart
Seseorang merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-
sia dan mengecewakan. kecenderungan ini membentuk seseorang tersebut menjadi orang yang
krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan seksual. misalnya sex bebas, homo
sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain.
2. Broken relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat
dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. kecenderungan ini membentuk si pemuda
menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan
tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3. Broken values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. baginya dalam hidup ini tidak ada
yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak
menyenangkan”, “pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak
menyenangkan tidak saya lakukan.”.
2.5. Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas
memberikan perasaan sedih serta takut pada diri anak. Sehingga, ia akan tumbuh dengan jiwa yang
tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses
perceraian orang tuanya:
1. Dukung anak untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif,
mengenai apa yang sudah terjadi. sangatlah penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun
yang sudah bercerai untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka serta mendukung
mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
2. Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana
perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. meski mengejutkan dan terasa menyudutkan,
tetaplah bersikap terbuka.
3. Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap
perceraian orang tuanya. bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah
penyebab dari perceraian. anak-anak marah dan merasa ketakutan. mereka khawatir akan
ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.
4. Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, dan ada juga yang tidak.
untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian mengakibatkan turunnya nilai pelajaran
mereka di sekolah. walaupun untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian
menghadapi perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan anak
berusia 2 tahun ke atas.
5. Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai “penyambung lidah” bagi kedua
orang tuanya. misalnya, berujar, “bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang
sekolah.”.
8
2.6. Solusi Membangkitkan Motivasi Anak Korban Broken Home
Keadaan psikologi anak akan sangat terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga.
mereka akan sangat terpukul, kehilangan harapan, dan cenderung menyalahkan diri sendiri atas
apa yang terjadi pada keluarganya. sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu
dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orang tuanya.
Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang dapat diberikan
oleh orang tua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak
bahwa mereka tidak bersalah. yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung
jawab atas perceraian orang tuanya. hal lain yang perlu dilakukan oleh orang tua yang akan
bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan
kegiatan-kegiatan rutin di rumah. jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak
yang sedang cekcok, dan jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. jalan kita masih panjang
untuk menjalani hidup kita sendiri. pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media
pembelajaran guna menuju kedewasaan. ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal.
kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. menjadi manusia yang lebih baik
belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. mungkin saja ini merupakan sebuah jalan
baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.
Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada remaja,
dan melakukan identifikasi ulang. orang tua yang semulanya menjadi teladan, akan dianggap
sebagai pembawa petaka baginya. dari asumsi ini muncullah rasa ketidakpercayaan pada diri
remaja itu. munculnya rasa ketidakpercayaan ini menyebabkan cinta kepada orang tuanya semakin
menipis atau berkurang. kedekatan dengan orang tua semakin kecil, menimbulkan asumsi-asumsi
negatif kepada orang tua mulai muncul. dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa orang tuanya
sudah tidak menyayanginya lagi.
3.2. Saran
Ketika komunikasi berlangsung, anak dan orang tua harus saling lebih memahami apa yang
harus mereka katakan dan dilakukan dengan perannya masing-masing dengan mengacu pada sudut
pandang lawan bicara.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu & Sholeh, Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ali, Muhammad & Asrori, Muhammad. 2010. Psikologi Remaja (Peserta Didik). Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Alo, Liliweri. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Anwar, Arifin. 2003. Ilmu Komunikasi, Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Grafindo Persada.
Effendy, Uchjana Onong. 1993. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Adi
Bakti.
Malik, Fajar. 2005. Orang Tua Ideal dari Perspektif Anak. Jakarta: PT. Grafindo.
11