Tugas Sosiologi
BROKEN HOME
Disusun Oleh:
Muhammad Agus Salim
Mulfian
Husin
Alda guineta
Riska Kurniati
Dela Febryanti
Guru Pengampu : Nur Faidah, S.Ag
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Broken Home ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah Broken Home ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu
dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah Broken Home ini sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Broken
Home ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
1. Latar Belakang
Selain itu broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau
kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang
anak menjadi frustrasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat
berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang
mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi.
Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah, mereka
bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu
berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka ingin
cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka.
Untuk menyikapi hal semacam ini perlu diberikan perhatian dan
pengerahan yang khusus agar mereka sadar dan mau berprestasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Broken home merupakan istilah dari suatu keluarga yang berantakan atau tidak
harmonis karena adanya perselisihan, pertengkaran, hingga berakhir pada
perceraian. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak anaknya, baik masalah
di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak di masyarakat.
Kondisi keluarga yang tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan
sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan
pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Selain itu, broken home adalah
kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua
sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, dan susah diatur.
E. Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh
dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak:
F. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah di luar. Anak yang
jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali.
G. Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka
terlalu sering melihat orang tua bertengkar.
Broken Heart
Seseorang merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang
hidup ini sia-sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk
seseorang tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada
yang bersifat keanehan seksual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi
simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain.
Broken Relation
Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada
orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani.
Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh
terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak
mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
Broken Values
Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini
tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang
”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, “pokoknya apa saja yang
menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya
lakukan.”.
D. Peran Orang Tua terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak.
Dan ini jelas memberikan perasaan sedih serta takut pada diri anak.
Sehingga, ia akan tumbuh dengan jiwa yang tidak sehat. Berikut ini beberapa
saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian
orang tuanya:
Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan
reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah
dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah
dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua
yang bercerai.
Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, dan ada
juga yang tidak. Untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian
mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun untuk
beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi
perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan
anak berusia 2 tahun ke atas.
Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai “penyambung
lidah” bagi kedua orang tuanya. Misalnya, berujar, “Bilang, tuh, sama
ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah.”.
E. Solusi Membangkitkan Motivasi Anak Korban Broken Home
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih
panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai
sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak
sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta
melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita
dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah
jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita. Munculnya masalah
broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada remaja, dan
melakukan identifikasi ulang. Orang tua yang semulanya menjadi teladan, akan
dianggap sebagai pembawa petaka baginya. Dari asumsi ini muncullah rasa
ketidakpercayaan pada diri remaja itu. Munculnya rasa ketidakpercayaan ini
menyebabkan cinta kepada orang tuanya semakin menipis atau berkurang.
Kedekatan dengan orang tua semakin kecil, menimbulkan asumsi-asumsi negatif
kepada orang tua mulai muncul. Dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa orang
tuanya sudah tidak menyayanginya lagi.
8