Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil didalam masyarakat tetapi menempati


kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berartinuclear
family yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi
bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu
memenuhi tugas sebagai pendidik, dan setiap eksponen keluarga melaksanakan fungsinya
masing-masing.

Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung


yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial,
mental, emosional dan spritual. Seperti juga yang dikatakan oleh Malinowski (Megawangi,
1999) tentang “principle of legitimacy” sebagai basis keluarga, struktur sosial (masyarakat)
harus diinternalisasikan sejak individu dilahirkan agar seorang anak mengetahui dan
memahami posisi dan kedudukannya, dengan harapan agar mampu menyesuaikannya
dalam masyarakat

kelak setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan agen terpenting yang
berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu dengan
lingkungan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan satu fungsi tertentu bukan yang bersifat
alami saja melainkan juga adanya berbagai faktor atau kekuatan yang ada di sekitar
keluarga, seperti nilai-nilai, norma dan tingkah laku serta faktor-faktor lain yang ada di
masyarakat.

Awal mula terbentuknya suatu keluarga didasari oleh kebutuhan dasar setiap individu.
Rogers (Calvin dan Gardner, 1993) mengatakan setiap manusia memiliki kebutuhan dasar
akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.
Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2
yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard(tak
bersyarat). Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang
mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Kebutuhan inilah yang diharapkan individu

1
dapat terpenuhi dalam membangun suatu keluarga. Dengan perkawinan yang harmonis
maka kebutuhan kebutuhan tersebut akan terpenuhi. Karena itulah pada dasarnya setiap
pasangan menginginkan perkawinan mereka berjalan lancar. Namun menurut Laswell dan
Lobsenz (1987), perkawinan disebut sebagai hal yang paling sulit “jika mungkin”
dinyatakan sebagai usaha sosial. Mengarah pada seberapa baik kebanyakan orang
mempersiapkannya dan seberapa besar harapan mereka terhadap hal tersebut, gambarannya
seringkali tidak terbukti benar. Pada kenyataannya memang tidak sedikit pasangan suami
istri yang ”gagal” mempertahankan keutuhan rumah tangganya.

Broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan


akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang
tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai
pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat. Namun, broken home bisa juga diartikan
dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang
rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang
menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian dan akan sangat berdampak
kepada anak-anaknya khususnya remaja. Oleh karena itu perlunya pengetahuan tentang
broken home. Dan pada makalah ini penulis akan membahas masalah keluarga broken
home serta apa saja yang berkaitan dengan masalah keluarga broken home.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian broken home?
2. Bagaimana ciri-ciri broken home ?
3. Apa yang melatar belakangi menjadi broken home?
4. Apa dampak menjadi broken home?
5. Bagaimana Proses konseling broken home??

C. Tujuan Masaalah
1. Untuk mengetahui pengertian broken home.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri broken home.
3. Untuk mengetahui latar belakang menjadi broken home.
4. Untuk mengetahui dampak menjadi broken home.
5. Untuk mengetahui proses konseling broken home.

2
D. Manfaat Penelitian

Dalam pembuatan mini riset ini, diharapkan kepada semua masyarakat menyadari sifat
bahaya dari broken home itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan kepada semua masyarakat
memperhatikan satu sama lain antara anggota keluarga agar terlepas atau tidak
berhubungan sama sekali dengan kata broken home di dalam keluarga kita sendiri.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Broken Home

Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang
dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah
diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang
mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home
juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak
disiplin di dalam kelas, mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan
karena mereka cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru
mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan
pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.

Broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan
tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi
keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian.
Akan tetapi broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita.1

Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang anak (remaja), hal inilah
yang mengakibatkan seorang remaja tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Akibat dari
broken home juga bisa merusak jiwa seorang anak (remaja) sehingga terkadang di sekolah
mereka bisa bersikap cuek, ataupun seenaknya sendiri. Kedudukan orang tua menjadi
elemen penting dalam mengarahkan, memberi dasar pendidikan dan kepribadian bahkan
sebagai pemantau perkembangan dan tata kelakuan anak (remaja), sebab anak yang lahir
dalam kondisi bersih suci bagaikan kertas putih, merah, hitam, kuning, biru ataupun yang
lain, yang menentukan adalah lingkungan.2

1
http://www.smallcrab.com/others/85-broken-home
2
Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, Cetakan Kelima,( Jakarta: Bumi Angkasa,
1991), hal. 5-63

4
B. Ciri-ciri Broken Home
Dikatakan keluarga broken home ketika memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kematian salah satu atau kedua orang tua
2. Divorce, (kedua orang tua berpisah atau bercerai)
3. Poor marriage, (hubungan orang tua dengan anak tidak baik)
4. Poor parent-childern relationship, (hubungan orang tua tidak baik)
5. High tenses and low warmth, (suasana keluarga dan tanpa kehangatan)
6. Personality psychological disorder, (salah satu atau kedua orang tua mempunyai
kelainan kepribadian atau gangguan jiwa).3

C. Latar Belakang Menjadi Broken Home

Pada umumnya yang melatar belakangi keluarga broken home adalah karena kesibukan
orang tua dalam bekerja, hal inilah yang menjadi dasar seorang anak (remaja) sering tidak
memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari. Pada waktu pulang dari
sekolah tidak ada orang yang diajak berbagi dan berdiskusi, akhirnya membuat anak
(remaja) mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman temannya yang
secara tidak langsung memberikan efek/pengaruh bagi perkembangan mental remaja.4

Adapun latar belakang yang lain yaitu dikarenakan Sikap egosentrisme, Masalah
ekonomi, Masalah pendidikan, Masalah perselingkuhan, dan jauh dari Agama. Segala
sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari agama yaitu Dinul
Islam. Sebab Islam mengajarkan agar manusia berbuat baik dan mencegah orang berbuat
munkar dan keji.

Keluarga muslim seharusnya suka beribadah, dimana anak-anaknya dididik akan tiga
hal yaitu: 1) shalat yang benar, artinya bacaan Qur’an betul atau tartil betul tajwid dan
makhrajnya; 2) mampu membaca Al-Qur’an dengan baik; 3) berakhlak mulia (akhlaqul
karimah). Jika tiga hal ini dikuasai oleh anak, maka insya Allah anak tersebut akan menjadi

3
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembanga Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2012) Hal.44
4
H Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, ( Jakarta: Pusaka Agama, 1997) hal. 10

5
anak yang shaleh yang mendoakan kedua orang tua nya baik ketika masih hidup ataupun
sudah meninggal dunia.5

D. Dampak Menjadi Broken Home


 Dampak Positif Broken Home

Dalam hubungan nikah yang sudah sangat jelek, yang pertengkarannya sudah sangat
parah, kebanyakan anak-anak akan memilih supaya mereka bercerai. Demi kesehatan jiwa
anak-anak akan lebih tentram sewaktu dilepaskan dari suasana seperti itu. Pada waktu
orang tua tidak tinggal bersama-sama dengan mereka rasanya lebih tenang karena tidak
harus menyaksikan pertengkatan. Akhirnya, mereka lebih mantap, lebih damai hidupnya
dan lebih bisa berhubungan dengan orang tuanya sacara lebih sehat.

Ada sisi positif dari anak korban perceraian atau broken home, misalnya

 Anak cepat dewasa


 Punya rasa tanggungjawab yang baik, bisa membantu ibunya.
Memang ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang kebalikannya justru
menjadi anak yang sangat baik dan bertanggungjawab. Anak-anak ini akhirnya didorong
kuat untuk mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara
luar kita melihat sepertinya baik menjadi dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak
terlalu baik karena dia belum siap untuk mengambil alih peran orang tuanya itu.

 Dampak Negatif Broken Home


1. Perkembangan Emosi.

Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat
dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindari, agar
emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman
dramatis bagi anak.

Perceraian orangtua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak


secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas

5
Sofyan S Willis,Konseling Keluarga (Bandung: Alfabeta, 2013) hal 14

6
(menjadi agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri
dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi.

Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi. Ketidakberartian pada


diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja merasa bahwa
dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan ini. Remaja yang
kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi marahnya akan mudah terpancing.

2. Perkembangan Sosial Remaja.

Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah:

 Perceraian orang tua menyebabkan ketidakpercayaan diri terhadap kemampuan dan


kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk keluar dan bergaul dengan
teman- teman. Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.
 Anak yang dibesarkan dikeluarga pincang, cenderung sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan, kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
 Dampak bagi remaja putri yang tidak mempunyai ayah berperilaku dengan salah satu
cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder
kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.
3. Perkembangan Kepribadian

Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan


kepribadian remaja. Remaja yang orang tuannya bercerai cenderung menunjukan ciri-ciri :

a. Berperilaku nakal
b. Mengalami depresi
c. Melakukan hubungan seksual secara aktif
d. Kecenderungan pada obat-obat terlarang

Keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan (broken home)
merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat.

E. Proses Konseling Broken Home


Sebagai langkah terapi atau penyembuhan terhadap anak, maka beberapa hal yang
harus diperhatikan sebagai konselor dalam proses konseling, yaitu tahap pertama fokus
untuk membangun hubungan baik dengan anak. Hubungan tersebut nantinya akan

7
mempermudah konselor masuk dalam dunia anak tersebut sehingga memermudah kita
untuk memahami maslah klien. Tahap berikutnya usahakan untuk masuk lebih dalam
untuk menyimak ke dalam proses cara berpikir dan perasaan klien. Berilah penghargaan
pada setiap kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dan selalu katakan hal-hal yang
baik mengenai kedua orangtuanya.

8
BAB III
HASIL PENELITIAN

Dari hasil observasi yang kami lakukan pada anak yang mengalami broken home di Jln
Bajak IV . Kami mendapati bahwasanya ia menjadi anak broken home diakibatkan perceraian
antara kedua orang tuanya. Dia ditinggalkan oleh orang tuanya semenjak ia umur 3 Tahun, dan
dia sekarang tinggal di rumah kakek dan neneknya. Dampak yang dia rasakan, dia merasa
sangat kurang dalam hal kasih sayang terutama dari ayah nya, ibunya sesekali melihat dia ke
tempat kakeknya, karena dari kecil dia dirawat oleh kakek dan neneknya. Dan yang melatar
belakangi kedua orang tuanya bercerai yaitu dikarenakan masalah ekonomi.
Sekarang ia berusia 20 tahun, dimana ia kerja sambil kuliah, bekerja untuk kelangsungan
hidupnya, untuk membayar uang kuliah dan membiayai kehidupan kakek dan neneknya.
Terkadang ia merasa penghasilannya kurang dikarenakan banyak yang harus di biayai olehnya,
tetapi dia selalu kuat dan terus bekerja keras untuk kelangsungan hidupnya.
Adapun masalah tersulitnya dia sangat kesal dengan kondisinya, tetapi dia kuat dan tidak
akan terjebak dengan kondisi atau situasi yang dialaminya dan selalu mencari hal baru, dan
selalu bersikap tidak panik ataupun sampai depresi walaupun berat dia selalu menerima
keadaannya.

Dari wawancara yang kami lakukan terlihat dia sedih namun tetp kuat menghadapi keadaan
yang dialaminya. Dan tak putus asa dalam kuliahnya dan pekerjaannya, karena dari situlah dia
dapat hidup dan menghidupi keluarganya.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang
dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah
diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang
mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi.
Penyebab broken home yaitu : Orang tua yang bercerai, kebudayan bisu dalam
keluarga, egosentrisme, masalah ekonomi, masalah pendidikan, masalah perselingkuhan
dan jauh dari agama.
Anak broken home tidak semuanya akan menjadi anak nakal ataupun tidak sopan itu
semua kembali lagi bagaimana lingkungan yang ia serta faktor dari diri sendiri. Karena
siapapun itu pasti tidak mau untuk menjadi anak broken home, karena semua anak akan
menginginkan kasih sayang yang utuh dari orang tuanya dan memiliki hubungan keluarga
yang harmonis

10
DAFTAR PUSTAKA

Agus Sujanto,1992. Psikologi Kepribadian, Cetakan Kelima. Jakarta: Bumi Angkasa.

H Ali Akbar, 1997. Merawat Cinta Kasih, Jakarta: Pusaka Agama.

Sofyan S Willis, 2013. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Syamsu Yusuf, 2012. Psikologi Perkembanga Anak dan Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosda Karya.

11

Anda mungkin juga menyukai