Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sebetulnya telah nengalami kecemasan sejak bulan-bulan pertama dari


kehidupan, bahkan menurut beberapa sarjana, bayi sebelum lahir sudah mengalami
kecemasan. Akan tetapi manifestasi dari kecemasan ini sering kali tidak dimengerti oleh
orang dewasa. Kecemasan dialami oleh setiap anak dalam setiap fase perkembangannya.
Oleh sebab itu gangguan mental emosionil pada anak lebih sering terdapat daripada orang
dewasa serta variasinya juga lebih banyak. Seorang anak tidak bisa dianggap sebagai seorang
dewasa kecil. Pada umumnya dalam perkembangannya kearah kedewasaan anak melalui
beberapa fase perkembangan yang tertentu.Dalam setiap fase perkembangan terjadi
kecemasan yang tertentu dan yang bersifat spesifik untuk fase tersebut.

Menurut Sullivan, tahap perkembangan kepribadian yang paling krusial


sesungguhnya bukan pada masa kanak-kanak awal, melainkan pada masa pra remaja.
Sullivan percaya bahwa manusia dapat mencapai perkembangan yang sehat mereka sanggup
mengalami keintiman sekaligus hawa nafsu terhadap pribadi lain yang sama.

Ironisnya, hubungan Sullivan sendiri dengan orang lain jarang yang memuaskan
dirinya. Sebagai seorang anak, dia sering merasa kesepian dan secara fisik dikucilkan. Ketika
remaja, dia menderita minimal satu episode skizofrenik. Dan ketika dewasa, dia mengalami
hanya hubungan-hubungan antarpribadi yang dibuat-buat dan ambivalen. Meskipun begitu,
bahkan mungkin karena kesulitan-kesulitan hubungan antarpribadi ini, Sullivan memberikan
banyak kontribusi bagi kita untuk memahami kepribadian manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Sullivam?
2. Bagaimana prinsip-prinsip teori Sullivan?
3. Jelaskan berbagai tegangan, dinamisme, personifikasi, tingkatan kognisi?
4. Jelakan tahap-tahap perkembangan?
5. Jelaskan gangguan-gangguan psikologis dalam interpersonal?
6. Jelaskan bagaimana psikoterapinya?
7. Jelaskan kritik terhadap teori Sullivan?
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Harry Stack Sullivan

Harry Stack Sullivan lahir di kota pertanian kecil Norwich dekat New York pada 21
Februari 1892. Ia merupakan satu-satunya anak yang masih hidup dari orangtua Katolik
Irlandia yang miskin. Ibunya, Ella Stack Sullivan berusia 32 tahun ketika menikah dengan
Timothy Sullivan dan melahirkan Harry pada usia 39 tahun. Ayahnya adalah seorang laki-laki
pemalu, menarik diri, dan perndiam yang tidak pernah berhubungan akrab dengan Harry
sampai istrinya meninggal dan Harry sudah menjadi seorang dokter. Sewaktu kecil, Sullivan
diasuh oleh nenenknya ketika ibunya pergi secara misterius. Pada tahun 1911 ia masuk ke
Chicago College of Medicine and SurgeryI dan menyelesaikan studi kedokterannya pada
tahun 1915 namun ia tidak mendapatkan gelarnya dikarenakan ia belum membayar uang
kuliah dan belum menghabiskan semua mata kuliah dan masih harus menjalani kuliah
praktik.

Pada tahun 1921, Sullivan bekerja di Rumah Sakit St. Elizabeth di Washington, D.C
dan berhenti pada tahun 1930. Lalu, Sullivan pindah ke New York City dan membuka praktik
pribadi, berharap dapat menambah pengertiannya tentang hubungan-hubungan antarpribadi
dengan menenliti gangguan-gangguan yang bukan skizofrenik, khususnya mereka yang
memiliki sifat obsesif. Selama tinggal di New York, Sullivan dipercaya menjadi presiden
pertama yayasan dan menjadi editor jurnal Psychiatry. Pada Januari 1949,
Sullivanmenghadiri pertemuan WorldFederation for Mental Health di Amsterdam. Ketika
dalam perjalanan pulangnya, 14 Januari 1949, ia meninggal karena pembuluh otaknya pecah
di sebuah kamar hotel di Paris, beberapa minggu setelah ulang tahunnya yang ke 57.

B. Prinsip Teori Interpersonal

Sullivan berkali-kali menegaskan bahwa kepribadian adalah suatu entitas atau


kesatuan hipotetis belaka “ suatu ilusi “ yang tidak dapat diobservasi atau diteliti terlepas dari
situasi-situasi antarpribadi, yang menjadi unit penelitian adalah antarpribadi dan bukan
orangnya. Organisasi kepribadian terdiri dari peristiwa-peristiwa antarpribadi, dan bukan
peristiwa-peristwa intrapsikis, kepribadian hanya memanifestasikan dirinya ketika orang
3

bertingkah laku dalam hubungan dengan salah seorang atau beberapa individu lain. Meskipun
Sullivan mengakui bahwa kepribadian hanya berstatus hipotetis, namun ia menegaskan
bahwa kepribadian merupakan pusat dinamik dari berbagai proses yang terjadi dalam
serangkaian medan antar pribadi. Kontribusi utama Sullivan bagi teori kepribadian adalah
konsepsinya tentang tahap-tahap perkembangan. Selain itu, Sullivan juga memaparkan
beberapa terminologi yang berhubungan dengan teori interpersonalnya.

C. Tegangan, Dinamis, Personifikasi, dan Tingkat KOgnisi

1. Berbagai Tegangan

Seperti Freud dan Jung, Sullivan melihat kepribadian sebagai sebuah system energi.
Energi dapat eksis sebagai tegangan ataupun sebagai aksi itu sendiri. Transformasi-
transformasi energi itu sendiri akan mengubah berbagai tegangan menjadi perilaku
tersembunyi maupun terang-terangan, dan dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhan dan mereduksi kecemasan. Tegangan adalah sebuah potensialitas untuk bertindak
yang dapat atau tidak dialami dalam kesadaran. Karena itu, tidak semua tegangan bias
dirasakan secara sadar. Banyak tegangan seperti kecemasan, perasaan, kelelahan, rasa lapar,
dan kepuasan seksual, dirasakan namun tidak selalu di tingkatan sadar. Malah faktanya semua
tegangan yang dirasakan sekurang-kurangnya merupakan hasil dari distorsi-distorsi parsial
terhadap realitas.

2. Berbagai Dinamisme

Transformasi-transformasi energi menjadi terorganisasikan sebagai pola-pola tingkah


laku tipikal yang mencirikan perilaku seirang disepanjang hidup mereka. Sullivan menyebut
pola-pola perilaku ini dinamisme, mrupakan pola tingkah laku yang menetap dan berulang-
ulang sehingga bisa dikatakan sebagai suatu kebiasaan. Dinamisme memiliki dua kelas
utama, yaitu yang pertama kelas yang terkait dengan zona-zona spesifik tubuh, dan yang
kedua kelas yang terkait dengan tegangan-tegangan. Kelas kedua ini terdiri atas tiga kategori,
yaitu :

Disjungsi ( Pemisahan Diri) Merupakan perilaku-perilaku merusak yang berhubungan


dengan dendam (malevolence). Kedendaman adalah dinamisme yang ditandai dengan
kejahatan dan kebencian, dicirikan oleh persaan seperti hidup di tengah-tengah musuh. Rasa
dendam berasal dari pengalaman buruk yang dirasakan anak pada usia 2-3 tahun saat
4

tindakan-tindakan anak yang mengharapkan kelembutan ibu ditolak, diabaikan, atau


berhadapan dengan rasa cemas,dan rasa sakit. Dinamisme ini juga bias diakibatkan ketika
orangtua berusaha mengontrol perilaku anak dengan rasa sakit fisik atau tuntutan bagi
pembuktian, beberapa anak mulai mengadopsi perilaku dendam demi mempertahankan dan
melindungi diri mereka ekspresi kelembutan. Bentuk dinamisme kedendaman ini dapat juga
diekspresikan melalui tindakan kecemasan, pemalu, kenakalan, bentuk-bentuk perilaku social
atau antisocial.

Isolating Merupakan pola-pola perilaku yang tidak berkaitan dengan interpersonal


seperti nafsu (lust). Nafsu adalah sebuah kecenderungan untuk mengasingkan diri, tidak
membutuhkan orang lain untuk pemuasannya. Dia memanifestasikan dirinya sebagai perilaku
autoerotic, walaupun melibatkan orang lain sebagai objeknya. Dinamisme ini muncul pada
saat remaja, sering disalah artikan sebagai ketertarikan seksual. Nafsu juga seringkali
mendorong remaja melakukan tindakan-tindakan yang ditentang oleh orang lain, yang
semakin meningkatkan rasa cemas dan menurunkan perasaan harga diri. Selain itu, nafsu juga
sering kali menghindari hubungan intim, khususnya selama masa remaja awal ketika masih
mudah bercampur aduk dengan ketertarikan sosial.

Konjungtif Merupakan pola-pola perilaku yang member manfaat kepada individu,


seperti keintiman ( intimacy ) dan sistem diri ( self system ). Keintiman berkembang dari
hubungan penuh kelembutan mencakup hubungan interpersonal yang erat diantara dua orang
yang posisinya setara. Keintiman tidak boleh dicampuradukkan dengan ketertarikan seksual.
Bahkan pada kenyatannya, keintiman ini sudah mulai berkembang menjelang masa puberitas
diantara dua orang anak yang menilai temannya itu setara dengan dirinya. Dinamisme ini
jarang terjadi dalam hubungan anak dan orangtua, kecuali ketika sang anak sudah dewasa dan
melihat satu sama lain itu setara.Keintiman merupakan sebuah dinamisme yang menyatukan
yang cenderung menyimpulkan reaksi-reaksi cinta dari orang lain sehinnga dapat
menurunkan tingkat kecemasan dan kesepian, hal ini menjadi sebuah pengalaman berharga
yang banyak diinginkan orang yang sehat.

Self system merupakan pola perilaku yang paling kompleks dan komprehensif,
sebuah pola perilaku yang konsisten dalam memelihara rasa aman interpersonal seseorang
dan melindungi dirinya dari kecemasan. Dinamisme ini muncul lebih awal dari keintiman
yaitu sekitar usia 12-18 bulan ketika sang anak mengembangkan intelegensia dan
pempresiksian, mereka mulai belajar perilaku mana yang akan menimbulkan atau
5

menurunkan kecemasan. Kemampuan ini menyediakan bagi sistem diri peranti peringatan
yang sudah terbangun dalam tubuhnya yang dapat berfungsi sebagai sinyal, memperingatkan
individu bila ada pengalaman interpersonal yang mengancam keamanan diri dan akan
menimbulkan kecemasan. Ketika dinamisme ini berkembang, manusia mulai membentuk
sebuah gambaran tentang dirinya. Karena itu, seseorang akan langsung menyangkal atau
mengubah pengalaman interpersonalnya apabila hal itu bertentangan dengan harga dirinya
dan ia akan langsung mengartikan hal tersebut sebagai sesuatu yang mengancam rasa aman
mereka. karena tugas utama sistem diri adalah melindungi individu dari kecemasan, sebagai
konsekuensinya, individu berusaha mempertahankannya melalui pengoperasian rasa aman
yang bertujuan untuk mengurangi perasaan-perasaan tidak aman atau kecemasan yang
dihasilkan dari kepercayaan diri yang terancam bahaya. Ada dua pengoperasian rasa aman
yang terpenting, yaitu :

Disosiasi Mecakup impuls-impuls, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan yang


ditolak untuk masuk kedalam kesadaran. Pengalaman terus mempengaruhi kepribadian di
tingkat bawah sadar seperti gambaran diri dalam mimpi, mimpi di siang bolong, dan aktifitas
yang tidak direncanakan lainnya yang berada di luar kesadaran dan diarahkan untuk
mempertahankan rasa aman interpersonal.

Ketidakpedulian Selektif Merupakan sebuah bentuk penolakan dari seorang individu


untuk melihat sesuatu yang tidak ingin dilihatnya. Hal ini berbeda dari disosiasi, hal ini lebih
bersumber kepada seberapa jauh usaha dari kita sendiri untuk tidak mengingat pengalaman
yang tidak konsisten dengan sistem diri kita. Sebagai contohnya, kita melupakan bahwa kita
pernah melakukan sebuah kenakalan.

3. Berbagai Personofikasi

Merupakan suatu gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri atau orang lain.
Personifikasi adalah perasaan, sikap, dan konsepsi kompleks yang timbul karena mengalami
kepuasan kebutuhan atau kecemasan. Sullivan melukiskan tiga personifikasi dasar yang
berkembang selama masa bayi, yaitu :*Ibu Jahat, Ibu Baik ( Bad Mother, Good Mother* )
Personifikasi ibu jahat tumbuh dari pengalaman-pengalaman bayi yang berkaitan dengan
proses penerimaan makanan yang tidak memuaskan dan bias tertuju kepada ibu, pengasuh,
ayah, atau semua orang yang terlibat dalam situasi perawatan. Sedangkan bayi akan
merasakan personifikasi ibu baik ketika sang bayi mendapatkan perlakuan yang baik seperti
kelembutan, kehangatan, juga ketenangan saat proses penerimaan makanan. Kedua
6

personifikasi ini akan berkombinasi membentuk sebuah personifikasi yang kompleks yang
terdiri atas pengontrasan kualitas-kualitas yang diproyeksikan kepada satu pribadi yang sama.
Sullivan mengatakan, walaupun sang bayi telah mengembangkan bahasa, kedua gambaran
ibu yang bertentangan ini dapat hadir bersamaan dengan mudah.

Personifikasi Aku ( Me Personifications ) Selama periode pertengahan masa bayi,


seorang anak memerlukan tiga personifikasi aku yang membentuk blok-blok bangunan
personifikasi diri. Setiap personifikasi berkaitan untuk memunculkan konsepsi tentang “aku”
atau “tubuhku”. Personifikasi aku-jahattumbuh dari pengalaman-pengalaman dihukum dan
tidak disetujui yang diterima bayi dari ibu-pengasuh mereka. kecemasan yang dihasilkan
cukup kuat untuk mengajarkan bayi bahwa mereka jahat. Namun, tidak begitu jahat untuk
menyebabkan pengalaman dijarakkan atau tidak dipedulikan. Seperti porsonifikasi yang lain,
personifikasi ini juga dibentuk dari situasi interpersonal, yaitu bayi dapat belajar bahwa
mereka jahat hanya dari seseorang yang lain, biasanya dari ibu-jahat. Personifikasi aku-baik
dihasilkan dari pengalaman bayi dengan penghargaan dan persetujuan. Bayi merasa baik-baik
saja dengan diri mereka ketika dapat mengalami ekspresi kelembutan ibu. Pengalaman ini
dapat menghilangkan kecemasan dan mengbangkitkan personifikasi aku-baik. Namun,
kecemasan berat yang muncul tiba-tiba dapat menyebabkan bayi membentuk personifikasi
bukan-aku. Personifikasi bukan-aku ini juga dapat dialami oleh orang dewasa dan
diekspresikan dalam mimpi, dan reaksi-reaksi penjarakkan lainnya. Sullivan percaya bahwa
pengalaman-pengalaman menakutkan ini selalu didahului oleh sebuah peringatan. Ketika
orang dewasa terpukul oleh kecemasan berat yang mendadak, mereka pun dikuasai oleh
emosi yang msiterius. Meskipun manusia mengalami ketidakmampuan dalam hubungan
interpersonal mereka, emosi misterius masih bias berfungsi sebagai sinyal yang baeharga
untuk mendekati reaksi-reaksi skizofrenik. Emosi yang misterius bias juga dialami dalam
mimpi.

4. Berbagai Tingkatan Kognitif

Kognitif atau pengetahuan dalam hubungannya dengan kepribadian dibagi menjadi


tiga tingkatan oleh Sullivan. Tingkatan-tingkatan ini mengacu kepada cara-cara mengamati,
membayangkan, dan memahami. Tingkatan Prototaksis Merupakan sebuah rangakaian suatu
keadaan yang terpisah-pisah dari organisme yang melakukan penginderaan. Pada bayi yang
baru lahir, akan merasa lapar dan sakit, dan pengalaman-pengalaman prototaksis ini
menghasilkan tindakan yang bias diamati, seperti mengisap atau menangis. Sebagai
7

pengalaman yang tidak terbedakan, peristiwa-peristiwa prototaksi melampaui kemampuan


kesadaran kita untuk mengingatnya kembali. Pada orang dewasa, pengalaman-pengalaman
prototaksi mengambil bentuk sensasi-sensasi, imajinasi, perasaan, suasana hati, dan impresi-
impresi sesaat. Imaji-imaji primitive mimpi dan kesadaran akan hidup semacam ini hanya
bisa dipahami samar-samar, bahkan mungkin tenggelam sepenuhnya di alam bawah sadarnya.
Meskipun manusia tidak sanggup mengomunikasikan gambaran-gambaran ini kepada orang
lain, namun, terkadang mereka dapat menceritakan kepada orang lain bahwa mereka baru
saja mengalami suatu sensasi yang aneh yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Tingkatan Parataksis Merupakan pengalaman-pengalaman yang bersifat pralogis dan


biasanya muncul ketika seseorang mengasumsikan sebuah hubungan kausal; penyebab dan
efek; antara dua peristiwa yang kebetulan muncul bersamaan. Kognisi-kognisi parataksis
lebih bias dibedakan daripada prototaksis namun, pemaknaan mereka masih pribadi. Karena
itu, kognisi-kognisi ini dapat dikomunikasikan dengan orang lain hanya dalam bentuk yang
sudah didistorsi. Contohnya seperti ketika seorang anak dikondisikan untuk berkata “tolong”
agar dapat memperoleh permen. Jika kata-kata “permen” dan “tolong” muncul bersamaan
beberapa kali, maka anak pada akhirnya sang anak akan menyimpulkan bahwa
permintaannya itulah yang menyebabkan kemunculan permen yang merupakan sebuah
distorsi parataksis, bahwa hubungan kausal hadir di antara dua peristiwa yang hadir hampir
secara berturut-turut. Namun, kata “tolong” bukanlah penyebab kemunculan permen. Sebuah
pribadi yang penuh pengertian harus hadir lebih dulu untuk mendengar kata-kata itu, dan dia
juga harus sanggup dan bersedia menghargai permintaan itu. Perilaku-perilaku yang baik dari
orang dewasa bisa juga muncul dari pola pikir parataksis semacam ini. Sullivan yakin bahwa
pemikiran kita tidak pernah beranjak dari tingkat parataksis, bahwa kita melihat hubungan
kausal antara pengalaman-pengalaman dimana pengalaman yang satu tidak ada kaitannya
dengan pengalaman yang lain.

Tingkatan Sintaksis Merupakan pengalaman-pengalaman konsensual yang valid dan


yang dapat dikomunikasikan secara akurat kepada orang lain. Simbol yang paling umum
yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah simbol-simbol
yang bersifat verbal. Sullivan mengatakan tingkatan sintaksis kognisi menjadi semakin
mendominasi ketika anak mulai mengembangkan bahasa formal. Namun begitu, dominasi ini
tidak pernah menghilangkan kognisi prototaksis yang muncul sebelumnya. Pengalaman orang
dewasa berlangsung di ketiga tahapan kognisi ini.
8

D. Tahap-Tahap Perkembangan

Menurut Sullivan, kepribadian berkembang dalam tahap-tahap perkembangan


tertentu. Ancaman bagi hubungan interpersonal berlangsung di seluruh tahapan ini, dan
kehadiran orang lain tidak bisa dilepaskan dari perkembangan seseorang sejak masa bayi
sampai dewasa. Sullivan berhipotesis bahwa, “ ketika seseorang melewati salah satu dari
ambang-ambang yang kurang lebih tertentu dari suatu era perkembangan, segala sesuatu yang
sudah pergi sebelumnya bisa menjadi terbuka secara masuk akal kepada pengaruh-pengaruh.
Ada tujuh tahapan perkembangan yaitu :

1. Infancy ( Masa Bayi )

Masa ini dimulai dari kelahiran sampai anak dapat mengembangkan ujaran yang
tersrtikulasikan, biasanya sekitar 18 sampai 24 bulan. Sullivan yakin bahwa bayi dapat
menjadi manusia melalui kelembutan yang diterimanya dari ibu-pengasuh. Bayi tidak
dapat bertahan tanpa ibu-pengasuh yang menyediakan makanan, perlindungan,
kehangatan, kontak fisik, dan membersihkan kotorannya. Namun, hubungan empatik
antara ibu dan bayi selalu membawa dampak bagi perkembangan rasa cemas bayi.
Kecemasan sang ibu dapat timbul dari kecemasan yang sudah dia pelajari sebelumnya,
namun kecemasan sang bayi selalu berkaitan dengan situasi pengasuhan dan zona oral.
Perilaku bayi untuk menyuarakan apa yang dialaminya tidak cukup kuat untuk mengatasi
rasa cemasnya. Jadi, kapanpun bayi merasa cemas, mereka akan mengusahakan apapun
untuk bisa mereduksi kecemasannya itu. Sullivan menyatakan, pada akhirnya, bayi
memilah-milah antara sesuatu yang berkaitan dengan euphoria relative dalam proses
pemberian makan dan kecemasan yang selalu mengancam dan tidak bisa diatasi.
Terkadang, sang ibu salah mengartikan kecemasan sang bayi yang diekspresikannya
lewat tangisan menjadi rasa lapar sehingga sang ibu member makan sang bayi. Situasi
yang berlawanan ini akan memengaruhi kemampuan antara sang ibu dan bayi untuk
bekerja sama. Tegangan yang memuncak ini akan membuat bayi kehilangan
kemampuannya untuk menerima kepuasan dan akan mengalami kesulitan bernapas
sehingga wajahnya membiru. Namun, perlindungan yang sudah terpasang dalam dirinya
yang dapat mencegah bayi dari kematian. Perlindungan ini membiarkan bayi tertidur
meskipun perutnya terasa lapar.
9

Saat menerima makanan bayi juga memuaskan kebutuhannya akan kelembutan.


Kelembutan yang diterimabayi pada saat itu, membantu pegasuh dalam memperkenalkan
bayi kepada beragam strategi yang diperlukan dalam situasi hubungan interpersonal. Di
sekitar pertengahan masa ini bayi mulai belajar bagaimana berkomunikasi lewat bahasa.
Periode masa bayi ini dicirikan oleh bahasa autistic, yaitu bahasa pribadi yang sedikit
memahami kepribadian orang lain bahkan tidak sama sekali. Permulaan bahasa sintaksis
dan akhir dari masa bayi ditandai dengan komunikasi yang dilakukan oleh bayi yang
berlangsung dalam bentuk ekspresi wajah dan suara dari beragam fenomena sampai pada
akhirnya gerak-gerik tubuh dan suara ucapan memiliki makna yang sama bagi bayi dan
orang dewasa.

2. Masa Kanak-Kanak ( Childhood )

Dimulai dengan kedatangan bahasa sintaksis dan terus berlanjut sampai kemunculan
kebutuhan akan rekan bermain yang statusnya setara, biasanya sekitar 2 sampai 6 tahun.
Personifikasi ganda ibu hilang dan perspeksi anak tentag ibu lebih kongruen dengan
fakta ibu yang riil. Namun, peraonifikasi ibu-baik dan ibu-jahat tetap ada. Pada tahap ini
anak juga sudah mulai bisa membedakan beragam orang yang sebelumnya membentuk
konsep mereka tentang ibu-pengasuh, sehingga sekarang mereka dapat membedakan ibu
dan ayah dan melihat bahwa masing-masing memiliki peran yang berbeda. Anak juga
mulia membangun bahasa sintaksis dimana mereka harus melabeli perilaku baik atau
jahat dengan mengimitasi orangtua mereka lebih dulu. Perilaku baik dan jahat pada tahap
ini dioengaruhi oleh nilai sosial dan tidak lagimengacu pada hadir-tidaknya tegangan
menyakitkan atau kecemasan.

Selama masa kanak-kanak, emosi menjadi timbal-balik. Hubungan antaraa ibu dan anak
menjadi lebih pribadi dan tidak terlalu satu-sisi lagi. Bukannya melihat ibu sebagai baik
atau jahat berdasarkan bagaimana dia memuaskan rasa lapar, anak mulai mengevaluasi
ibu secara sintaksis berdasarkan apakah ibu menunjukkan perasaan lembut yang timbal-
balik padanya dan mengembangkan sebuah hubungan berdasarkan pemuasan mutualistik
kebutuhan-kebutuhan mereka berdua, ataukah ibu menunjukkan perilaku penolakan.
Selain orangtua, anak-anak yang berusia prasekolah seringkali memiliki hubungan
segnifikan yang lain seorang teman bermain imajiner. Teman iedetik ini memampukan
anak memiliki hubungan yang aman dan nyaman yang menghasilkan sedikit saja rasa
10

cemas. Orang dewasa kadang-kadang mengamati anak-anak yang berusia prasekolah


bercakap-cakap dengan teman imajiner itu, memanggilnya dengan nama tertentu, bahkan
mungkinmendesak orangtuanya untuk menyediakan tempat tambahan di meja makan
atau mobil atau tempat tidur untuknya. Selain itu, banyak orang dewasa dapat mengingat
pengalaman-pengalaman kanak-kanak mereka sendiri dengan teman-teman bermain
imajiner.

Sullivan menekankan bahwa memiliki teman imajiner bukan tanda ketidakstabilan atau
patologis, melainkan peristiwa positif yang dapat membantu anak-anak menjadi siap
untuk menjalin keintiman dengan teman yang riil selama tahap praremaja nanti. Teman-
teman bermain ini menawarkan sebuah kesempatan untuk berinteraksi dengan pribadi
lain yang membuat mereka merasa aman dan tidak akan meningkatkan tingkat
kecemasan mereka. hubungan yang nyaman dan tidak mengancam dengan teman
bermain imajiner mengizinkan anak untuk menjadi lebih independen dari orangtua dan
menjalin hubungan akrab dengan teman-temannya di dunia nyata paad tahun-tahun
berikutnya. Sullivan juga menyebutkan masa kanak-kanak sebagai periode akulturasi
yang cepat. Selain menguasai bahasa, anak-anak juga belajar pola-pola budaya
kebersihan dan peran yang diharapkan dari setiap jenis kelamin. Mereka juga belajar dua
proses penting, yaitu dramatisasi adalah upaya bertindak atau bersuara seperti figure-
figur otoritas yang signifikan, dan kesibukan adalah strategi untuk menghindari situasi-
situasi yang memunculkan rasa cemas dan rasa takut dengan tetap sibuk dengan
aktivitas-aktivitas sebelumnya yang sudah terbukti berguna atau dihargai.

Perilaku dendam mencapai puncaknya selama usai sekolah ini, memberikan kepada anak
sebuah perasaan mendalam hidup dalam kebencian atau negeri musuh. Pada waktu yang
sama, anak-anak juga belajar bahwa masyarakat sudah menenpatkan batasan-batasan
tertentu bagi kebebasan mereka. dari batasan-batasan ini dan dari prngalaman-
pengalaman dengan persetujuan dan perlarangan, anak lalu mengembangkan dinamisme-
siri mereka, yang membantu mereka menangani rasa cemas dan menstabilkan
kepribadian mereka. namun jika terlalu banyak mengenal stabolitas, sistem-diri akan
sulit membuat perubahan-perubahan ke depan.

3. Masa Anak Muda ( Juvenile Era )

Masa anak muda dimulai dengan kemunculan kebutuhan akan teman sebaya atau teman
bermain yang status dan tujuannya sama ketika seorang anak menemukan seorang teman
11

karib untuk memuaskan kebutuhannya akan keintiman. Tahap ini pada umumnya ketika
anak berusia 6 sampai 81/2 tahun. Selama tahap anak muda, Sullivan yakin seorang anak
belajar berkompetisi yang dapat ditemukan diantara anak-anak meskipun beragam latar
belakang budayanya. Selain itu, anak juga belajar untuk berkompromi dan juga kerja
sama yang mencakup semua proses yang dibutuhkan untuk bisa berjalan bersama orang
lain. Anak di masa anak muda harus belajar bekerja sam dengan orang lain di dunia
hubungan interpersonal yang nyata.

Selama masa anak muda, anak-anak berkumpul dengan anak-anak lain yang posisinya
setara. Hubungan satu-satu masih jarang, tetapi andaipun sudah ada, hubungan ini lebih
didasarkan kepada rasa nyaman daripada keintiman sejati. Anak laki-laki dan perempuan
bermain satu sama lain tanpa memperhitungkan perbedaan gender di antara mereka.
meskipun hubungan diadik permanen baru akan terjai di depan, namun, anak-anak di
usia ini mulai membuat pemilahan di antara mereka sendiri dan dari orang dewasa.
Mereka melihat guru yang satu lebih lembut daripada yang lain, orangtua yang satu lebih
lunak daripada yang lain. Dunia nyata semakin menjadi focus perhatian, mengizinkan
mereka untuk beroperasi semakin besar di tingkatan sintaksis.

Di akhir tahap anak muda, seorang anak mestinya mengembangkan sebuah orientasi
menuju kehidupan yang membuatnya lebih mudah untuk menangani secara konsisten
rasa cemas, memuaskan kebutuhan zonal, dan kelembutan, dan menetapkan tujuan-
tujuan yang didasarkan kepada memori dan prediksi. Orientasi menuju kehidupan ini
mempersiapkan pribadi untuk menjalin hubungan antarpribadi yang lebih dalam ke
depan.

4. Masa Praremaja ( Preadolescence )

Masa praremaja dimulai pada usia 81/2 sampai 13 tahun. Karakteristik praremaja yang
utama adalah terbentuknya kemampuan untuk mengasihi. Sebelumnya, semua hubungan
antarpribadi didasarkan hanya kepada pemuasan kebutuhan personal namun, selama
masa praremaja, keintiman, dan kasih menjadi esensi persahabatan, keintiman
melibatkan sebuah hubungan yang di dalamnya dua rekanan menvalidkan secara
konsensual nilai pribadi satu sama lain. Kasih ini hadir saat kepuasan atau rasa aman
pribadi lain menjadi sama signifikannya dengan kepuasan atau rasa aman dirinya.
12

Hubungan intim praremaja biasanya melibatkan pribadi lain dari jenis kelamin yang
sama dan kira-kira juga dengan usia atau status social yang sama. Mengidolakan guru
atau bintang film bukanlah hubungan intim karena bukan hubungan konsensual yang
valid. Hubungan-hubungan signifikan usia ini tipikalnya berbentuk persahabatan anak
laki-laki dengan anak laki-laki, dan anak perempuan dengan anak perempuan. Berusaha
disukai rekan sebaya lebih penting bagi anak-anak praremaja daripada disukai guru atau
orangtua. Persahabatan sanggup mengekspresikan dengan bebas opini-opini dan emosi-
emosi satu samalain tanpa takut direndahkan atau dipermalukan. Pertukaran bebas
pikiran dan perasaan pribadi ini menginisasi praremaja ke dalam dunia keintiman. Setiap
persahabatn menjadi manusiawi sepenuhnya, mengalami perluasan kepribadian, dan
mengambangkan ketertarikan lebih luas pada kemanusiaan semua orang.

Sullivan percaya bahwa masa praremaja adalah masa hidup yang paling tidak terganggu
dan bebas. Figure orangtua masih signifikan, meskipun sekarang mereka dilihat dalam
cahaya yang lebih realistic. Anak-anak praremaja dapat mengalami kasih yang tidak
egois yang belum tercampuri nafsu. Semangat kerja sama yang mereka dapatkan selama
masa anak muda berkembang menjadi kolaborasi atau kapasitas untuk bekerja dengan
pribadi lain demi keejahteraan pribadi tersebut. Pengalaman-pengalaman selama
praremaja sangat kritis bagi perkembangan masa depan masa ini, mereka akan
mengalami kesulitan serius dalam hubungan interpersonal selanjutnya. Namun,
pengaruh-pengaruh negative yang sebelumnya dapat dikikis oleh efek-efek positif dari
hubungan intim ini. Bahkan sikap dendam dapat dibalikkan, dan banyak masalah
kenakalan lain dapat dihilangkan dengan ppencapaian keintiman. Dengan kata lian,
kekeliruan yang sudah dibuat selama tahapan-tahapan sebelumnya bisa diselesaikan di
masa praremaja, sedangkan kekeliruan yang dibuat pada masa praremaja sulit diatasi.

5. Masa Remaja Awal ( Early Adolescence )

Masa remaja awal dimulai ketika anak berusia 13 sampai 15 tahun. Masa ini dimulai dari
pubertas dan berakhir dengan kebutuhan akan cinta seksual terhadap seseorang. Masa ini
ditandai oleh meledaknya ketertarikan genital dan datangnya hubungan yang sarat-nafsu.
Kebutuhan akan keintiman yang dicapai selama tahapan-tahapan sebelumnya terus
berlanjut pada masa remaja-awal ini. Namun, sekarang ditemani oleh sebuah kebutuhan
yang parallel namun terpisah. Selain itu, rasa aman, atau kebutuhan untuk bebas dari rasa
cemas, masih tetap aktif slama periose ini. Kalau begitu, keintiman, nafsu, dan rasa aman
13

sering kali tumpang-tindih dan mengalibatkan stress dan konflik bagi remaja muda,
minimal dengan tiga cara, yaitu :

a. Pertama nafsu mengganggu operasi-operasi rasa aman karena aktivitas genital


sreing kali berakar pada rasa cemas, rasa bersalah, dan rasa dipermalukan.

b. Kedua keintiman juga dapat mengancam rasa aman, seperti saat para remaja muda
mencari persahabatan dengan lawan jenisnya. Upaya-upaya ini dibebani keraguan-
diri, perasaan tidak pasti dan perasaan dibodohi orang lain, yang dapat mengarah
pada kehilangan percaya diri dan meningkatnyan kecemasan.

c. Ketiga keintiman sering kali berkonflik dengan nafsu selama masa remaja-awal.
Meskipun teman-teman intim dengan rekan sebaya yang setara statusnya masih
penting, namun, tegangan-tegangan genital yang kuat mendesak untuk dipuaskan
tanpa didasarkan pada kebutuhan akan keintiman.

d. Karena itu, para remaja muda dapat tetap mempertahankan persahabatn intim yang
sudah mereka peroleh dari masa praremaja sembari merasakan nafsu terhaadp orang-
orang yang tidak mereka sukai bahkan mungkin tidak mereka kenal. Karena
dinamisme nafsu bersifat biologis, dia menguasai pubertas tak peduli hubungan
antarpribadi sudah dibanguan sebelumnya atau individu sudah siap menerimanya.
Sullivan percaya bahwa masa remaja-awal adalah titik dalam perkembangan
kepribadian. Pribadi dapat keluar dari tahapan ini entah dengan dominasi keintiman
dan dinamisme nafsu, atau menghadapi kesulitan-kesulitan serius dalam hubungan
antarpribadi selama tahapan-tahapan berikutnya. Meskipun penyesuaian seksual
penting bagi perkembangan kepribadian, Sullivan merasa bahwa masalah yang riil
terletak dalam jalan-bersama dengan pribadi lain.

6. Masa Remaja Akhir ( Late Adolescence )

Masa remaja-akhir dimulai saat anak berusia 15 tahun keatas dan ketika anak muda
sanggup merasakan nafsu dan keintiman terhadap satu orang yang sama dan akan
berakhir pada masa dewasa saat mereka sanggup membangun sebuah hubungan cinta
yang abadi. Ciri utama masa remaja-akhir adalah penyatuan antara keintiman dan nafsu.
Upaya-upaya eksplorasi-diri masa remaja-awal yang penuh masalah mulai berkembang
menjadi suatu pola aktivitas seksual yang stabil, yang di dalamnya pribadi yang dicintai
sekaligus bisa diterima sebagai objek bagi ketertarikan nafsu. Dua pribadi dari jenis
14

kelamin yang berbeda tidak lagi diinginkan hanya semata-mata sebagai objek seks,
namun, sebagai pribadi yang sanggup dicintai tanpa rasa egois. Masa remaja-akhir yang
berhasil mencakup perkembangan mode sintaksis. Mereka belajar dari orang lain
bagaimana hidup di dunia orang dewasa, dan keberhasilan perjalanan melalui tahapan-
tahapan sebelumnya memfasilitasi merela dengan penyesuaian ini

Jika epos-epos perkembangan sebelumnya tidak berhasil, anak muda akan memasuki
periode remaja-akhir tanpa hubunagn antarpribadi yang intim, pola-pola yang tidak
konsisten dalam aktivitas seksual, dan kebutuhan besar untuk mempertahankan operasi-
operasi rasa aman. Mereka akan sangat mengandalkan mode parataksis untuk
menghindari rasa cemas dan berjuang untuk mempertahankan rasa percaya diri lewat
ketidakpedulian selektif, disosiasi, dan simptom-simptom neurotik lainnya. Karena
percaya bahwa cinta adlah kondisi universal anak muda, mereka saling kali jatuh cinta.
Tetapi hanya pribadi dewasa yang memiliki kemampuan untuk mencintai, sementara
yang belum dewasa hanya menjalani gerakan-gerakan jatuh cinta ini dalam rangka
mempertahankan rasa aman meraka.

7. Masa Dewasa ( Adulthood )

Kesuksesan menyelesaikan tahap remaja-akhir memuncak pada masa dewasa, sebuah


periode dimana orang dapat membangun sebuah hubungan cinta minimal dengan satu
pribadi lain yang signifikan. Sullivan menyatakan bahwa keintiman yang dikembangkan
dengan sangat tinngi terhadap orang lain bukan hal yang utama kepuasan dalam hidup.
Sketsa Sullivan tentang orang dewasa, tidak didasarkan kepada pengalaman klinisnya,
melainkan sebagai hasil dari penyempurnaan konseptual tahapan-tahapan sebelumnya.
Orang-orang dewasa begitu perseptif terhadap rasa cemas, kebutuhan, dan rasa aman
orang lain. Mereka beroperasi terutama di tingkatan sintaksisdan menemukan hidup
menarik dan menyenangkan.

E. Gangguan Psikologis

Sullivan percaya bahwa semua gangguan psikologis memiliki asal usul hubungan
antarpribadi dan bisa dipahami hanya dengan mengacu kepada lingkungan social pasien. Dia
juga yakin bahwa kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada pasien-pasien psikiatri bisa
juga ditemukan pada setiap orang, meski dengan derajat yang lebih kecil. Tidak ada yang
unik dengan kesulitan-kesulitan psikologis ini karena semuanya berasal dri jenis masalah
15

antarpribadi sama yang dihadapi oleh semua orang. Kebanyakan terapi-terapi awal Sullivan
berhubungan dengan pasien-pasien skizofrenik, dan kebanyakan kuliah dan tulisannya yang
sebelumnya membahas skizofrenia.

Reaksi-reaksi yang terjarakkan, yang sering kali mendahului skizofrenia, dicirikan


oleh rasa kesepian, rasa percaya diri yang rendah, emosi misterius, hubungan yang tidak
memuaskan, dan kecemasan yang semakin meningkat. Manusia dengan kepribadian yang
terjarakkan, yang umum bagi semua orang, berusaha meminimalkan kecemasan dengan
membangunnsebuah sistem-diri elaborative untuk menghalangi pengalaman-pengalaman
yang mengancam rasa aman mereka.

Jika individu-individu normal merasa relative aman dalam hubungan-hubungan


antarpribadi mereka dan tidak perlu mengandalkan secara konstan kepada penjarakan sebagai
cara melindungi kepercayaan diri, maka individu-individu yang terganggu mentalnya ini
menjarakkan banyak pengalaman mereka dari sistem-diri mereka sendiri. Jika strategi ini
terus dipertahankan, mereka akan semakin beroperasi di dunia privat mereka sendiri, dengan
semakin meningkatnya distordi0distorsi parataksis dan menurunnya pengalaman-pengalaman
konsensual yang valid.

F. Psokoterapi

Sullivan meyakini bahwa gangguan psikologis disebabkan lantaran adanya kendala


dalam kekerabatan interpersonal. Oleh lantaran itu, ia menciptakan mekanisme
psikoterapinya berdasarkan perjuangan memperbaiki kekerabatan klien dengan orang lain.
Proses ini dilakukan dengan cara terapis berperan sebagai pengamat partisipan, yaitu menjadi
cuilan dari kekerabatan interpersonal klien, melaksanakan tatap muka dengan klien, dan
memberi kesempatan klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Cara Sullivan menangani klien yang mengalami skizofrenia sangat radikal. Ia


menempatkan klien di bangsal yang sesuai pilihan klien. Klien tersebut ditangani tenaga
nonprofesional yang terlatih, dan berperan sebagai sahabat sesama manusia. Cara ini sangat
efektif lantaran klien-kliennya sembuh.

Erich Fromm menilai bahwa cara Sullivan ini baik, lantaran skizofrenia sebagai
gangguan psikosis, bukan disebabkan lantaran gangguan fisik. Selain itu, ia menyatakan
bahwa kekerabatan insan dengan orang lain yaitu intisari pertumbuhan psikologis.
16

Tujuan umum terapi Sullivan yaitu mengungkap kesulitan klien dalam berafiliasi
dengan orang lain. Untuk membantu tujuan ini, ada dua hal yang dilakukan terapis, yaitu : (1)
mendorong klien merasa kondusif ketika bertemu orang lain dan (2) membantu klien
menyadari bahwa kalau klien bisa membina kekerabatan pribadi dengan orang lain, maka ia
akan sehat secara mental.

G. Kritik terhadap Teori Sullivan

Teori Sullivan cukup komprehensif, namun di kalangan ahli psikologi tidak sepopuler
teori Freud, Jung, Adler, dan Erikson. Hal baru yang menjadi kekuatan teorinya adalah
memakai interrelasi atau hubungan interpersonal sebagai fokus analisis kepribadian.
Bangunan teorinya menjadi sangat logis, bahkan terkadang teori itu sekedar simpulan cerdik
dari fikiran sehat (common sense) yang beredar luas di masyarakat (Alwisol, Psikologi
Kepribadian 2012 hlm 162).

Secara umum, teorinya mudah dicerna oleh pemerhati, dan mudah dipraktekkan tanpa
resiko kesalahan yang tak terduga. Teori Sullivan tidak dikembangkan berdasarkan data
keras, dan tidak banyak pakar yang mencoba meneliti memakai kerangka teori ini. Padahal
sesungguhnya teori ini mempunyai peluang yang luas untuk diuji karena konsep - konsepnya
banyak yang bersifat teramati, dan hanya sedikit yang mengupas dunia batin yang abstrak.
Hal ini mungkin disebabkan oleh organisasi penulisan yang kurang baik, seting Sullivan yang
lebih dekat dengan psikiatri daripada seting akademisi universitas (Alwisol, Psikologi
Kepribadian 2012 hlm 162).

Kriteria pertama akan teori yang berguna adalah kemampuannya dalam penelitian.
Saat ini, sedikit penelitian yang dilakukan untuk meneliti hipotesis yang secara khusus ditarik
teori Sullivan. Kemungkinan penjelasan untuk kurangnya penelitian ini adalah kurangnya
popularitas teori Sullivan di kalangan peneliti yang suka mengadakan penelitian. Kurangnya
popularitas ini mungkin disebabkan oleh keterikatan erat Sullivan dengan psikiatri.

Kedua, teori yang berguna harus dapat dikaji ulang, yaitu harus terperinci agar dapat
dilakukan penelitian yang mampu mendukung atau menyangkal asumsi-asumsi utamanya.
Pernyataan Sullivan akan pentingnya hubungan interpersonal bagi kesehatan psikologi
setelah mendapat cukup banyak dukungan secara tidak langsung. Penjelasan alternative
mungkin saja digunakan untuk penemuan-penemuan ini.
17

Ketiga, seberapa baik teori aliran Sullivan menyediakan keteraturan bagi segala
sesuatu yang diketahui mengenai kepribadian manusia? terlepas dari banyaknya dalil yang
dijelaskan dalam teori tersebut, teori ini hanya mendapat nilai rata-rata untuk kemampuannya
mengorganisasi pengetahuan. Penekanan ekstrem teorinya pada hubungan interpersonal
mengurangi kemampuan teori ini untuk mengatur pengetahuan, sebagian besar yang
diketahui mengenai tingkah laku manusia memiliki dasar biologis dan tidak dengan mudah
disesuaikan dengan teori yang terbatas hanya pada hubungan interpersonal.
Sebagai bimbingan atas tindakan, teori Sullivan mendapat nilai antara cukup dan sedang
(rata-rata).

Gagasan-gagasan Sullivan memiliki kekurangan karena ketidak mampuan Sullivan


menulis dengan baik, namun teori itu sendiri dipikirkan secara logis dan terjaga sebagai
kesatuan wujud. Secara keseluruhan, teorinya konsisten, namun kurang memiliki keteraturan
yang mungkin bisa ia capai bila ia mengerjakan gagasan-gagasannya lebih pada bentuk
tulisan.

Terakhir, dalam penilaian teori Sullivan cermat atau sederhana, Sullivan harus
menerima nilai rendah. Kesenangannya untuk menciptakan istilah-istilahnya sendiri dan
kecanggungannya dalam menulis menambah bentuk yang tidak dibutuhkan untuk teori yang
apabila memiliki garis aliran yang jelas, maka akan jauh lebih berguna. (Jess Feist&Gregory
J. Feist, Teori Kepribadian, hlm. 282-283)
18

BAB III
PENUTUP

Kontribusi utama Sullivan bagi teori kepribadian adalah konsepsinya tentang tahap-
tahap perkembangan. Sullivan melihat kepribadian sebagai sebuah system energi. Energi
dapat eksis sebagai tegangan ataupun sebagai aksi itu sendiri. Ada dua tipe tegangan yaitu
berbagai kebutuhan dan kecemasan. Berbagai tingkatan kognitif ada 3 yaitu : tingkatan
prototaksis, parataksis, dan sintaksis. Tahap tahap perkembangan ada 7: masa bayi, masa
kanak – kanak, masa anak muda, masa pra remaja, masa remaja awal, masa remaja akhir,
masa dewasa. Terapi-terapi awal Sullivan berhubungan dengan pasien-pasien skizofrenik, dan
kebanyakan kuliah dan tulisannya yang sebelumnya membahas skizofrenia.
19

DAFTAR PUSTAKA

Hall Calvin S dan Gardner Lindzey.1993. Psikologi Kepribadian 1. Editor Dr. A. Supratiknya.

Anda mungkin juga menyukai