Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP PENDIDIKAN

ANAK REMAJA

OLEH:

JEREMIA SIHALOHO

XI IIS

SMA SWASTA KATOLIK BUDI MURNI 3

T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Pengaruh Keluarga
Broken Home Terhadap Pendidikan Anak Remaja ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Elvina Situmorang,
S.Pd dan semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama
ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah Pengaruh
Keluarga Broken Home Terhadap Pendidikan Anak Remaja ini sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, dan
kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Pengaruh Keluarga
Broken Home Terhadap Pendidikan Anak Remaja ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Medan, 26 oktober 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI
Judul Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah ............................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja ............................................................................. 3
2.2 Pengertian Keluarga .......................................................................... 4
2.3 Pengertian Broken Home .................................................................. 6
2.4 Ciri-Ciri Keluarga Broken Home ...................................................... 7
2.5 Pengaruh Keluarga Broken Home Terhadap Terhadap
Perkembangan Moral Anak ...............................................................
2.6 Pengaruh Keluarga Broken Home Terhadap Terhadap Psikososial
Anak …

9
2.7 Dampak Broken Home Pada perkembangan Remaja ....................... 11
2.8 Realita Remaja Yang Mengalami Broken Home............................... 16
2.9 Solusi Meminimalisir Dampak Negative Terhadap Remaja
Broken Home ...................................................................................
17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 21
3.2 Rekomendasi ..................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai makhluk sosial, mungkin tak jarang kita temui sebagai anak
remaja yang frustasi atau depresi karena beragam masalah yang muncul
dengan alasan, faktor utama adalah orang tua. Sebagai remaja, tentunya kita
tak asing lagi dengan kata “Broken Home” atau keluarga yang tidak harmonis.
Kata inilah yang biasanya menyelimuti rasa takut para remaja saat ini, ketika
kedua orang tua mereka sedang berbeda pendapat atau berselisih paham.
Maka remaja merupakan masa dimana seorang sedang mengalami saat
kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa
peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya.
Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan
dirinya, remaja membutuhkan perhatian dan bantuan dari orang yang dicintai
dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah
diketahui bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga
menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh
membutuhkan realisasi fungsi tersebut.
Menurut WHO remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai mencapai kematangan
seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-
anak menjadi dewasa, serta peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalahnya meliputi:
1. Apa itu remaja?
2. Apa itu Broken Home?
3. Bagaimana dampak Broken Home terhadap prestasi belajar remaja?
4. Bagaimana realita remaja yang mengalami Broken Home?

1
2

5. Bagaimana untuk meminimalisir dampak negatif terhadap remaja


Broken Home?
6. Apa saja faktor-faktor penyebab Broken Home?

1.3 Tujuan penyusunan makalah


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dirumuskan tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dampak broken home
terhadap prestasi belajar remaja.

1.4 Manfaat Penulisan


Dalam pembuatan makalah kali ini diharapkan untuk semua masyarakat
menyadari bahwa bahaya dari sifat broken home itu sendiri agar anggota
keluarga kita tidak terkena atau terpengaruh dari sifat itu. Oleh karena itu
diharapkan agar semua masyarakat memperhatiakan satu sama lain antara
anggota keluarga jika ingin keluarga kita sendiri lepas atau tidak berhubungan
sekali dengan yang namanya broken home.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Kata remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere yang berarti to grow
atau to maturity. Definisi dari remaja adalah periode perkembangan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Perkembangan ini meliputi perubahan-
perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga
terjadi pada perubahan dalam hubungannya dengan orang tua dan cita-cita
mereka. Remaja merupakan masa yang labil, dimana mereka sedang mencari jati
diri mereka, dan merekalah yang menentukan mau ke arah mana mereka esok
hari.
Istilah remaja mengandung arti yang cukup luas, menurut Piaget (dalam
Muhammad Ali dan M. Astori, mengatakan bahwa: Remaja masih suatu usia
dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa dan suatu usia
dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih
tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Masa remaja merupakan
masa transisi yang menginginkan sesuatu yang baru.
Masa remaja merupakan salah satu masa seorang individu berada dalam
proses transisi antara masa anakanak memasuki masa dewasa. Dalam masa
transisi ini begitu banyak masalah yang dialami oleh diri sendiri, baik masalah
yang dari dalam dirinya sendiri maupun masalah yang berasal dari luar dirinya.
Menurut (Prayitno, 2006), mitos yang sering dipercaya tentang ciri remaja yang
sedang berkembang adalah permunculan tingkah laku yang negative seperti suka
melawan, gelisah, periode badai dan tidak stabil.
Salah satu perilaku negative yang dimunculkan oleh remaja adalah
perilaku agresif. Salah satu penyebab dari perilaku agresif adalah keluarga.
Karena hubungan social pertama ada dikeluarga, dan anak-anak belajar apa yang
diharapkan dari orang lain dan bagaimana berinteraksi dengan mereka
sebagaimana berinteraksi dengan orang tua, kakak atau adik, kakek atau nenek,
dan anggota keluarga lainnya. Dari penjelasan ini perilaku agresif disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah broken home. Hal ini menjelaskan bahwa

3
4

keluarga sangat mempengaruhi proses perkembangan perilaku anak (Pratama et


al., 2016).
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono, “Remaja adalah periode
peralihan kemasa dewasa” dimana mereka seyogyanya mulai mempersiapkan
diri menuju kehidupan dewasa. Jadi remaja adalah individu yang berumur 12
sampai 21 tahun dimana seorang mengalami saat kritis sebab akan menginjak
masa dewasa, remaja berada dalam masa peralihan dari anak-anak kemasa
dewasa. Peningkatan emosional remaja yang terjadi secara cepat pada masa
remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress.

2.2 Pengertian Keluarga


Ada beberapa pengertian keluarga, baik dengan makna yang sempit
maupun dengan makna yang luas. Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia
Modern secara harfiah keluarga berarti sanak saudara: kaum kerabat, orang
seisi rumah, anak istri. Sedangkan dalam kamus Oxford Learner’s Pocket
Dictionary, keluarga berasal dari kata family yang berarti: kelompok yang
terdiri dari satu atau dua orang tua dan anak-anak mereka. Dalam membentuk
sebuah keluarga yang diikat dalam perkawinan yang sah dan diakui
hendaknya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku, baik syarat dalam agama
maupun dalam hukum Negara.
Keluarga adalah kelompok kecil yang memiliki pemimpin dan anggota,
mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-
masing anggotanya. Keluarga adalah tempat pertama dan yang utama di mana
anak-anak belajar. Dari keluarga, mereka mempelajari keyakinan, komunikasi,
dan interaksi sosial, serta keterampilan hidup.
Keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial) yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak. Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan
sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplin,
dan tingkah laku yang baik. Sementara itu, keluarga harus menciptakan situasi
belajar yang kondusif bagi anak. Keluarga mempunyai beberapa fungsi yaitu:
5

1. Menjaga anak yang lurus dan suci. Meluruskan fitrahnya dan


membangkitkan serta mengembangkan bakat serta kemampuan
positifnya.
2. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang untuk anak,
mengasuhnya di lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, lemah
lembut, dan saling mencintai, agar anak memiliki kepribadian normal
yang mampu melaksanakan kewajiban dan memberikan
sumbangsihnya.
3. Memberikan informasi tentang pendidikan dan kebudayaan
masyarakat, bahasa, adat-istiadat, dan norma-norma sosial, agar anak
dapat mempersiapkan kehidupan sosialnya dalam masyarakat.
4. Memupuk bakat kemampuan anak-anak untuk mencapai
perkembangan yang baik, menyediakan lingkungan yang efektif dan
kesempatan untuk menumbuhkan kecerdasan intelegensi.

Tanggung jawab keluarga yang perlu dibina oleh orang tua adalah
sebagai berikut:

1. Memelihara dan membesarkan anak, tanggung jawab ini


merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena si anak
memerlukan makan, minum, dan perawatan, agar ia dapat hidup
secara berkelanjutan.
2. Melindungi dan menjamin kesehatan anak, baik secara jasmani
maupun rohani dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya
lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
3. Mendidik anak dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak, sehingga bila
ia dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain.
4. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya
pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Tuhan Yang Maha Esa,
sebagai tujuan akhir hidup.
6

2.3 Broken Home


Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya
kasih sayang orang tua sehingga membuat mental seseorang anak menjadi
frustasi, brutal, dan susah diatur. Selain itu, Istilah “Broken Home” biasanya
digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak harmonis dan tidak
berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering terjadi
konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung
pada perceraian. Hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah yang
tidak lagi kondusif, orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya
sehingga berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja.
Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal
inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk
berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam
sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka
selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma
ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka.
Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah
dan ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh,
di mana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orang tua
yang sebenarnya. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian,
sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari
pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya.
Perhatian yang diperlukan anak dari orang tuanya adalah disayangi
dengan sepenuh hati dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung dengan
anak, meski hanya untuk menanyakan aktivitas sehari-harinya. Anak sangat
membutuhkan sentuhan dari orang tuanya, dalam bentuk sentuhan hati yang
berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi peka terhadap
lingkungannya.
Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa
dalam kehidupan bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati
dan disebut sebagai norma masyarakat. Norma agama, norma sosial, norma
7

adat atau budaya dan norma hukum sebaiknya diberikan kepada anak sejak
masih usia kecil. Dengan diberikannya pemahaman dalam usia sedini
mungkin, diharapkan anak dapat menjadi warga masyarakat yang baik,
khususnya saat anak mulai mengenal lingkungan selain keluarganya.
Orang tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama
pada perkembangan psikis dan emosi, orang tua adalah pembentukan karakter
yang terdekat. Jika remaja diharapkan pada kondisi “broken home” dimana
orang tua mereka tidak lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan
berdampak besar pada perkembangan dirinya. Dampak psikis yang dialami
oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi lebih pendiam,
pemalu, bahkan depresi berkepanjangan.
Faktor lingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua
sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada di lingkungan
pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup
kemungkinan remaja akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik.

2.4 Ciri-Ciri Keluarga Broken Home


Berdasarkan beberapa asumsi dalam literatur, penulis menemukan
bahwa keluarga broken home bukan hanya keluarga dengan kasus perceraian
saja. Keluarga broken home secara keseluruhan berarti keluarga di mana
fungsi ayah dan ibu sebagai orang tua tidak berjalan baik secara fungsional.
Fungsi orang tua pada dasarnya adalah sebagai agen sosialisasi nilai-nilai
baik-buruk, sebagai motivator primer bagi anak, sebagai tempat anak untuk
mendapatkan kasih sayang, dan sebagainya. Jika fungsi orang tua ini
terhambat, maka aspek-aspek khusus dalam keluarga bisa dimungkinkan tak
terjadi.
Pada masa remaja, berdasarkan asumsi Erickson. Remaja memerlukan
figur tertentu yang nantinya bisa menjadi figure sample dalam internalisasi
nilai-nilai remajanya. Dengan tidak berfungsinya peran orang tua sebagaimana
mestinya, maka hal ini bisa terhambat. Proses pencarian identitas dalam
kondisi serupa ini bisa jadi meriam bagi remaja itu. Remaja itu dimungkinkan
8

membentuk kepribadian yang kurang sehat dengan perasaan terisolasi. Jika


keadaan keluarga yang broken home itu dirasakannya sangat menekan dirinya.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Yeri Abdillah (2003) dalam
penelitiannya, menyimpulkan bahwa agresivitas pada remaja dalam keluarga
broken home mempunyai taraf lebih tinggi daripada rekannya yang tidak
mengalami kasus broken home. Efeknya akan lebih terasa jika anak berada
dalam masa remaja. Keadaan itu akan diartikan sebagai tekanan yang bisa
menjadi sumber awal penyebab patologis sosial.
Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan
menyesal pada remaja, dan melakukan identifikasi ulang. Orang tua yang
semulanya menjadi teladan, akan dianggap sebagai pembawa petaka baginya.
Dari asumsi ini muncullah rasa ketidakpercayaan pada diri remaja itu.
Munculnya rasa ketidakpercayaan ini menyebabkan cinta kepada orang tuanya
semakin menipis atau berkurang. Kedekatan dengan orang tua semakin kecil,
menimbulkan asumsi-asumsi negatif kepada orang tua mulai muncul. Dari
asumsi itu muncullah asumsi bahwa orang tuanya sudah tidak menyayanginya
lagi.

2.5 Pengaruh Keluarga Broken Home Terhadap Perkembangan Moral Anak


Pola asuh di dalam keluarga broken home yang cenderung kurang
interaksi antara orang tua dan anak, kurangnya bimbingan orang tua,
kurangnya kasih sayang secara psikologi mengakibatkan beberapa
kecenderungan perilaku moral partisipan sebagai berikut.
1. Membuat kesalahan dan tidak mau minta maaf
Setiap manusia pasti pernah melakukan suatu kesalahan di dalam
hidupnya. Begitu pun dengan anak-anak yang masih belum sempurna
penalaran moralnya. Dalam penelitian ini, partisipan menunjukkan
kecenderungan tidak mau minta maaf saat melakukan sebuah
kesalahan/perbuatan buruk.
Tentunya perilaku tidak minta maaf ketika salah adalah suatu
kecenderungan perilaku moral yang kurang baik. Dalam buku panduan
9

anak yang ditulis oleh Adams dan Butch (2001:22) menjelaskan bahwa
saat anak melakukan kesalahan, hendaknya mengakui dengan jujur dan
segera minta maaf. Anak harus mencoba memperbaiki kesalahan.
2. Sering tidak mentaati tata tertib sekolah
Dalam perkembangan moral, mentaati suatu aturan menjadi indikator
di dalam perilaku moral yang baik. Saat anak sudah mampu menjalankan
suatu aturan, maka anak dianggap telah berada pada perkembangan moral
yang semestinya. Dalam penelitian ini, partisipan menunjukkan gejala
perilaku tidak mentaati tata tertib sekolah. Hal tersebut dapat dicontohkan
berdasarkan hasil observasi yaitu membuang sampah sembarangan, tidak
piket kelas, bertengkar dengan teman, tidak mengerjakan tugas dan
membuat gaduh saat pelajaran.
Dalam wawancara mendalam kedua partisipan mengakui perilaku
tersebut benar adanya. Kurniawan (2018:13-14) menjelaskan bahwa tata
tertib sekolah pada dasarnya dibuat sebagai kontrol supaya seluruh
kegiatan di sekolah dapat berjalan lancar. Tata tertib sekolah tentunya
tidak hanya membantu program sekolah, namun juga memiliki dampak
besar bagi anak. Anak dilatih untuk memiliki kesadaran dan ketaatan
sebagai bentuk tanggung jawab moral pada masyarakat.
3. Mencari perhatian dengan membuat kegaduhan saat jam pelajaran
Pada konsepnya gejala yang ditunjukkan oleh kedua partisipan
merupakan gejala tidak disiplin yang terkait psikososial. Susanto
(2018:132) menjelaskan bahwa perilaku suka mencari perhatian dengan
perilaku buruk dan membuat kegaduhan di dalam kelas saat jam pelajaran
merupakan permasalahan pribadi sosial.

2.6 Pengaruh Keluarga Broken Home terhadap Perkembangan Psikososial Anak


Selain dampak pada perkembangan moral anak, pola asuh keluarga broken
home dalam penelitian ini juga memberikan dampak terhadap perkembangan
psikososial anak. Adapun kecenderungan yang dirasakan dan tampak dalam
diri partisipan sebagai berikut.
10

1. Tidak semangat mempelajari pengalaman baru


Jahja (2011:355) menjelaskan bahwa pada dasarnya anak
membutuhkan motivasi supaya dapat membangun semangat yang
tinggi untuk belajar dengan terkontrol. Motivasi yang diberikan tidak
hanya sekedar kata-kata melainkan berupa sentuhan kasih sayang yang
mampu membangkitkan semangat anak. Peran orang tua sangatlah
penting dalam hal ini. Partisipan pada penelitian ini tidak mendapatkan
motivasi dari orang tua, sedangkan guru telah menjalankan fungsinya
sebagaimana mestinya meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam
implementasinya.
2. Anak tidak percaya diri
Ketidak percayaan diri muncul sebagai konsekuensi kondisi yang
berbeda daripada umumnya. Begitu pula bagi sebuah keluarga.
Kondisi keluarga broken home yang tidak utuh kembali seperti sedia
kala dapat memicu munculnya beberapa opini orang terkait dengan apa
yang terjadi. Begitu pula yang dirasakan oleh anak merasa sangat malu
pada masa awal perceraian orang tuanya sehingga sering menyendiri,
terlebih teman-temannya suka mengolok-olok bapaknya.
Yasmirah (2011:169) menjelaskan bahwa menyiapkan mental anak
dalam menghadapi perceraian orang tua sangatlah penting. Sebab,
ketidaksiapan anak dapat menimbulkan hilangnya rasa percaya diri
anak serta rasa percaya pada orang tuanya
3. Sering membandingkan dirinya dengan teman
Membandingkan diri dengan orang lain terkait kehidupan adalah
hal yang wajar dilakukan oleh anak mulai dari usianya 5 tahun
(Goleman, 2006:390). Adapun Santrock (2003:335) menjelaskan
bahwa anak menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi
dirinya.
Kecenderungan anak membandingkan dirinya dengan teman
merupakan hal yang wajar, namun jika tidak mampu dikelola dengan
11

baik justru akan menimbulkan dampak negatif seperti merasa minder,


merasa bodoh, memiliki perasaan iri, perasaan dengki, dan sebagainya.

2.7 Dampak Broken Home dan Perkembangan Remaja


Beberapa dampak yang muncul dari seseorang yang mengalami broken home
antara lain :
1. Academic Problem, seseorang yang mengalami Broken Home akan
menjadi orang yang malas belajar, dan tidak bersemangat serta tidak
berprestasi
2. Behavioural Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh,
memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum-minuman
keras, judi dan lari ketempat pelacuran.
3. Sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi
kebutuhan hawa nafsu
4. Spiritual problem, mereka kehilangan Father’s figure sehingga tuhan,
pendeta atau orang-orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara
kemunafikan Sedangkan dari segi kejiwaan ( psikologis ), seseorang
yang mengalami broken home akan berakibat seperti :
1) Broken Heart
Seseorang akan merasakan kepedihan dan kehancuran hati
sehingga memandang hidup ini sia sia dan mengecewakan.
Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi
orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat
keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi
simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan
lain-lain
2) Broken Relation
Seseorang merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai,
tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang
yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si
pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain,
12

ugal ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar


nasihat orang lain, cenderung “semau gue”.
3) Broken Values
Seseorang kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya
dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang
ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak
menyenangkan”, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya
lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.

2.7.1 Perkembangan Emosi


Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman
subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah
suatu hal yang harus dihindari, agar emosi anak tidak menjadi terganggu.
Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman tramatis bagi anak.
Adapun dampak pandangan keluarga broken home terhadap
perkembangan emosi remaja:
1. Perceraian orang tua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh
yang tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak
menjadi pemurung, pemalas (menjadi agresif) yang ingin mencari
perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah
tangga yang tumpang dan kurang serasi. Peristiwa perceraian itu
menimbulkan ketidakstabilan emosi.
2. Ketidakberartian pada diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam
menjalani kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang
tidak diharapkan dalam kehidupan ini.
3. Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi
marahnya akan mudah terpancing.
2.7.2 Perkembangan Sosial Remaja
Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang
berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat. Dampak
keluarga Broken Home terhadap perkembangan social remaja adalah:
13

1. Perceraian orang tua menyebabkan ketidakpercayaan diri terhadap


kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut
untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman.
2. Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan
dikeluarga pincang, cenderung sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan, kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
3. Dampak bagi remaja putri yang tidak mempunyai ayah berperilaku dengan
salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri
pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.
2.7.3 Perkembangan Kepribadian
Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap
perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuanya bercerai
cenderung menunjukan ciri-ciri:
1. Berperilaku nakal
2. Mengalami depresi
3. Melakukan hubungan seksual secara aktif
4. Kecenderungan pada obat-obat terlarang
Keadaan keluarga yang tidak harmonis tidak stabil atau
berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat
2.7.4 Dampak Positif Akibat Broken Home
Dalam hubungan nikah yang sudah sangat jelek, yang
pertengkarannya sudah sangat parah, kebanyakan anak-anak akan
memilih supaya mereka bercerai. Demi kesehatan jiwa anak-anak akan
lebih tentram sewaktu dilepaskan dari suasana seperti itu. Pada waktu
orang tua tidak tinggal bersama-sama dengan mereka rasanya lebih tenang
karena tidak harus menyaksikan pertengkaran. Akhirnya, mereka lebih
mantap, lebih damai hidupnya, dan lebih bisa berhubungan dengan orang
tuanya secara lebih sehat.
Ada sisi positif dari anak korban perceraian, misalnya anak cepat
dewasa, punya rasa tanggungjawab yang baik, bisa membantu ibunya.
14

Memang ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang
kebalikannya justru menjadi anak yang sangat baik dan
bertanggungjawab.
Anak-anak ini akhirnya didorong kuat untuk mengambil alih peran
orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara luar kita melihat
sepertinya baik menjadi dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak
terlalu baik karena dia belum siap untuk mengambil alih peran orang
tuanya itu.

2.8 Realita Remaja yang Mengalami Broken Home


Beberapa penyebab broken home yang paling sering terjadi adalah
kurangnya komunikasi antar keluarga sehingga menyebabkan adanya jarak
diantara mereka. Jarak tersebut semakin terasa ketika rasa ketidakpercayaan
dan komitmen awal pernikahan mulai terkikis. Seiring berjalannya waktu, hal
ini berkembang menjadi sebuah perselisihan dan ketidakharmonisan yang
memuncak.
Penyebab kedua yang sering menyebabkan terjadinya broken home
adalah masalah ekonomi yang berujung pada kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT). Kedua penyebab tersebut paling banyak menghasilkan
keluarga-keluarga broken home yang berakhir pada perceraian atau
pertengkaran tanpa akhir.
Sebagai korban, tentunya anak-anak akan merasakan hal-hal yang tidak
mengenakan. Perasaan ini timbul dan berkembang dalam diri si anak hingga ia
beranjak dewasa. Pada fase remaja, dimana jiwa remaja sedang bergelora,
perasaan ini bercampur aduk menjadi satu baik depresi, malu, sedih, kecewa,
kesal, sakit hati, bingung, merasa terbuang, dll.
Cara para remaja menghilangkan kepenatan tersebut baik ke arah positif
atau negatif ternyata bersifat relatif. Hal ini tergantung pada sikap dan perilaku
remaja tersebut. Jika dia bisa mengarahkan ke arah positif, berarti dia berhasil
mengurangi bahkan menghilangkan perasaan tersebut. Bila sebaliknya, berarti
dia gagal. Cara-cara yang dilakukan untuk menghilangkan kepenatan tersebut
15

pastinya akan melahirkan perubahan sikap dalam diri remaja yang mengalami
broken home. Sebuah perubahan yang akan membawa mereka merasa lebih
baik dari sebelumnya, sementara atau selamanya.
Sikap positif bagi siswa yang menjadi korban broken home antara lain :
1. Tariklah pelajaran positif dari masalah tersebut
2. Dekatkan pada tuhan
3. Jangan menghakimi semua orang karena keadaan tersebut
4. Tetap menjaga diri dan memegang Teguh kebenaran
5. Broken Home bukanlah akhir dunia
Sedangkan sikap negatif siswa yang menjadi korban broken home antara
lain :
1. Denial
Siswa sepertinya tidak menunjukan reaksi apa apa bahkan
cenderung menyangkal : ah memang mereka begitu, tapi ah,
kenapa memang?” mereka tidak tertarik untuk
membicarakannya . padahal justru di saat saat seperti ini ia
butuh bimbingan dan kekuatan dari
2. Shame
dibalik penyangkalannya merasa begitu malu, akan keberadaan
hidupnya. Ditunjukan dengan khayalan khayalan”seandainya
saya memiliki orang tua yang bahagia”.
3. Guilt
Si pemuda merasa kecil hati karena jangan-jangan
keberadaannya juga salah satu penyebab keributan atau
perceraian mereka; atau merasa “kok saya tidak dapat berbuat
apa-apa sih”.
4. Anger
Sebagian anak lain akan merasa begitu kesal sebab menurut
mereka banyak keributan orang tua yang tidak rasional. ”masa
Cuma itu aja diributin tidak dewasa benar sih”.
5. Iini Secure
16

merasa kemana ia harus lari, keluarga sudah menjadi tempat


yang menakutkan, tidak aman dan damai

2.9 Solusi Meminimalisir Dampak Negatif Terhadap Remaja Broken Home


Agar para remaja yang sedang mencari jati diri tidak semakin terjerumus,
tentunya diperlukan peranan orang tua. Selain itu, dibutuhkan pengawasan
ketat dari pihak sekolah dan itu menjadi kunci keberhasilan pencegahan
kenakalan remaja baik sebagai akibat broken home maupun akibat hal lainnya.
Peran orang tua dirumah dan peran sekolah menjadi kunci keberhasilan
pencegahan moral remaja akibat pengaruh pergaulan bebas. Kasih sayang dan
perhatian orang tua adalah langkah pertama.
1. Berbasis Pendidikan Formal
Ruang kedua bagi anak/remaja adalah pendidikan formal. Disini
mereka bergelut dengan waktu, menumpahkan sebagian besar
energinya untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan, bekalnya di
kemudian hari ketika terjun di masyarakat. Institusi pendidikan juga
memiliki peran penting melanjutkan estapet orang tua dalam mendidik
dan membimbing anak-anaknya. Karena itulah, pendidikan formal
harus berjalan maksimal.
2. Berbasis Masyarakat atau Sosial
Masyarakat adalah tempat dimana orang-orang dengan berbagai
latar belakang membentuk sebuah sistem. Mereka hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur. Dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-
hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang saling tergantung satu sama lain. Pencerahan berbasis
masyarakat ini diharapkan dapat menggugah, mendorong dan
menggerakkan masyarakat untuk sadar, peduli, dan aktif terhadap
remaja yang mengalami broken home.
17

2.10 Faktor-faktor penyebab Broken Home


Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan
kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki
bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang
tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan
malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah
dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat
anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman –
temannya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi
perkembangan mental anak.
Adapun factor-faktor yang menyebabkan broken home:
2.10.1 Terjadinya Perceraian
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami
istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan
yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang
keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan
suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang,
masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga
komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas
keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam
dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-
masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi
Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya
disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga;
dan faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas,
kedua, kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga:
ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.
2.10.2 Ketidakdewasaan Sikap Orang Tua
Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap
egoisme dan egosentrisme. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia
yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap
18

yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang


dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya,
yaitu timbul sifat membandel, sulit di suruh dan suka bertengkar dengan
saudaranya.
Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap
orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang
baik seperti suka bekerjasama, saling membantu, bersahabat dan ramah.
Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme dan egosentrisme.
2.10.3 Orang Tua yang Kurang Memiliki Rasa Tanggungjawab
Tidak bertanggungjawabnya ornag tua salah satunya masalah
kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada
masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian
materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup
mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika
telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu
kesuksesan lain adalah jabatan tinggi
2.10.4 Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog
antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu
tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat
oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika
kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan
dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga
yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan
rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan
kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan
basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja;
anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan
membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja.
Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu
sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat
19

penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam


masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu
menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta
kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan
kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan
materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat
digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus.
Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda
mati.
2.10.5 Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari
Tuhan. Sebab, Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika
keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka
kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut
akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang
tuanya.
2.10.6 Adanya Masalah Ekonomi
Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal- hal diluar makan dan
minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya
dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung yang
sewanya terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan
istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi,
maka timbullah pertengkaran suami-istri yang sering menjurus ke arah
perceraian.
2.10.7 Kehilangan Kehangatan Didalam Keluarga Antara Orang Tua dan Anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga
menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua
dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari
kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore
hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, shalat
20

berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota yang


lain menjadi jamaah.
Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan
pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap
orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang
hampir malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata
mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dengan anak-anaknya.
2.10.8 Adanya Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken
home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan
tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada
suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-
liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan
di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin akan
menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan
mungkin sekali kelemahan dibanding pendidikan akan di atasi. Artinya
suami istri akan dapat mengekang nafsu masing- masing sehingga
pertengkaran dapat dihindari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita
masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini
sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita
tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak
serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita
dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah
jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.
Dampaknya, banyak orang tua yang merasa dirinya paling berjasa karena
telah melahirkan dan membesarkannya, berbuat tiran, tidak segan- segan
menghakimi berbagai persoalan dan permasalahan yang dihadapu atau
dilakukan anak. Bahkan, tidak jarang orang tua hanya berfungsi reproduksi,
setelah itu proses pendidikan dan bimbingan dikuasakan kepada pembantu
rumah tangga. Ini banyak terjadi pada keluarga- keluarga di kota besar yang
sibuk di perbudak pekerjaan sehingga hak- hak anak atas kasih sayang,
pendidikan, dan bimbingan terabaikan. Munculah istilah Broken Home,
dimana anak mencari tempat pelarian yang mereka tidak dapatkan dari orang
tuanya.
3.2 Rekomendasi
Bagi para orang tua, renungkanlah bunyi frase “Anakmu bukan anakmu”.
Anakmu adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya.
Artinya, suatu saat pasti akan diminta dan kembali kepada-Nya sebagai Sang
Pemilik Sejati. Orang tua berkewajiban mendidik dan membimbingnya.
Mereka dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan orang tuanyalah yang akan
mengarahkannya menjdai nashrani, yahudi, majusi atau muslim sejati, yang
tentu akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akherat nanti.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://doc.lalacomputer.com/makalah-broken-home/

https://pdfcoffee.com/pengaruh-keluarga-brokenhome-pdf-free.html

https://www.academia.edu/33125843/
KEHIDUPAN_REMAJA_BROKEN_HOME_Annisa_Nazwa_Ifada_X_
IPS_2

https://www.scribd.com/document/364569008/Broken-Home

https://www.slideshare.net/dianmantikha/makalah-filsafat-pendidikan-ianAli,
Muhammad & Asrori, Muhammad. 2010. Psikologi Remaja (Peserta
Didik). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

https://www.scribd.com/document/429222451/Pengaruh-Broken-Home-
Terhadap-Prestasi-Belajar-Siswa

iii

Anda mungkin juga menyukai