Anda di halaman 1dari 6

KARYA ILMIAH

KEHIDUPAN REMAJA BROKEN HOME

DISUSUN OLEH :

1. ADINDA DWI LESTARY


2. DERYL ANDREAN NAUFAL
3. KHAIRUNNISA ANDINI
4. MUHAMMAD DZAKI FARIZAN
5. SEPTRYA AMANDA
6. WAN SYAHRANI PUTRIYANELY

KELAS: XI IPA 1
SMAN 9 PEKANBARU
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru
2

ABSTRAK

Broken home merupakan sebuah permasalahan di dalam sebuah keluarga yang menimbulkan
perpecahan. Remaja yang hidup di keluarga yang mengalami perpecahan atau permasalahan
berat dapat disebut dengan remaja dari keluarga broken home. Dimana broken home yang
dimaksud mulai dari orangtua meninggal satu atau keduanya, perceraian, hubungan orangtua
yang tidak baik, suasana rumah yang tidak baik, atau hingga orang tua yang mengalami
gangguan kejiwaan. Remaja yang mengalami peristiwa tersebut harus mampu beradaptasi
dengan keadaan dan mampu bangkit kembali walau diterpa permasalahan yang berat, hal ini
disebut resiliensi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi dalam diri individu,
salah satunya adalah self esteem. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
self esteem dengan resiliensi pada remaja dari keluarga broken home. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif antara self esteem dengan resiliensi pada
remaja dari keluarga broken home. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 subjek remaja
dari keluarga broken home dengan rentang usia 18 tahun sampai dengan 23 tahun atau masa
remaja. Cara pengambilan subjek dengan menggunakan metode purposive sampling.
Pengambilan data penelitian ini menggunakan skala Resiliensi dan skala Self esteem. Teknik
analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment dari Karl Pearson. Berdasarkan
hasil analisis data yang diperolah koefisien korelasi (rxy) sebesar dengan (rxy)= 0,647 (p <
0,05). Hasil tersebut menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara self esteem dengan
resiliensi pada remaja dari keluarga broken home.

Kata Kunci: Resiliensi, Self Esteem, Broken Home


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
ABSTRAK…………………………………………………………………......3
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...4
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………..5
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………5
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………
1.3 TUJUAN PENELITIAN…………………………………………….
1.4 MANFAAT PENELITIAN………………………………………….
BAB II. KAJIAN TEORI……………………………………………………….
2.1 PENGERTIAN KELUARGA BROKEN HOME…………………...
2.2 PENYEBAB MUNCULNYA KELUARGA BROKEN HOME……
2.3 DAMPAK BAGI KORBAN BROKEN HOME…………………….
BAB III. PEMBAHASAN………………………………………………………
3.1 PENGERTIAN BROKEN HOME…………………………………...
3.2 PENYEBAB BROKEN HOME……………………………………...
3.3 DAMPAK BROKEN HOME PADA REMAJA……………………..
3.4 CARA MENGATASI KELUARGA BROKEN HOME……………..
3.5 SOLUSI TERHADAP REMAJA BROKEN HOME…………………

BAB IV. PENUTUP……………………………………………………………...

4.1 KESIMPULAN………………………………………………………..

4.2 SARAN………………………………………………………………..
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keluarga merupakan satuan terkecil didalam masyarakat tetapi menempati kedudukan
yang primer dan fundamental. Pengertian kelluarga disini berarti nuclear family yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu-membahu
dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai
pendidik, dan setiap eksponen keluarga melaksanakan fungsinya masing-masing.
Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung
yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui Latihan fisik, social,
mental, emosional dan spiritual. Seperti juga yang dikatakan oleh Malinowski (Megawangi,
1999) tentang “principle of legitimacy” sebagai basis keluarga, struktur social (masyarakat)
harus diinternalisasikan sejak individu dilahirkan agar seorang anak mengetahui dan
memahami posisi dan kedudukannya, dengan harapan agar mampu menyesuaikannya dalam
masyarakat kelak setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan agen terpenting
yang berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu dengan
lingkungan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan satu fungsi tertentu bukan yang bersifat
alami saja melainkan juga adanya berbagai faktor atau kekuatan yang ada disekitar keluarga,
seperti nilai-nilai, norma dan tingkah laku serta faktor-faktor lain yang ada di masyarakat.
Awal mula terbentuknya suatu keluarga didasari oleh kebutuhan dasar setiap individu.
Rogers (Calvin and Gardner, 1993) mengatakan setiap manusia memiliki kebutuhan dasar
akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, penanggungan, dan cinta dari orang lain.
Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional
positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat). Rogers
menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami
penghargaan positif tanpa syarat. Kebutuhan inilah yang diharapkan individu dapat terpenuhi
dalam membangun suatu keluarga. Dengan perkawinan yang harmonis maka kebutuhan-
kebutuhan tersebut akan terpenuhi. Karena itulah pada dasarnya setiap pasangan
menginginkan perkawinan mereka berjalan lancer. Namun menurut Laswell dan Lobsenz
(1987), perkawinan disebut sebagai hal yang paling sulit “jika mungkin” dinyatakan sebagai
usaha social. Mengarah pada beberapa baik kebanyakan orang mempersiapkannya dan
seberapa besar harapan mereka terhadap hal tersebut, gambarannya sering kali tidak terbukti
benar. Pada kenyataannya memang tidak sedikit pasangan suami istri yang “gagal”
memperthankan keutuhan rumah tangganya.
5
Broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan
akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah, sekolah,
sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat. Namun, broken home bisa juga
diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga
yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang
menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada penceraian dan akan sangat berdampak kepada
anak-anaknya khususnya remaja. Oleh karena itu perlunya pengetahuan tentang broken
home. Dan pada makalah ini penulis akan membahas masalah keluarga broken home serta
apa saja yang berkaitan dengan masalah keluarga broken home.

Anda mungkin juga menyukai