Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Tipe Keluarga Konsensual”

Dosen Pengampuh ; Muh. Annur Tri Putra, S. I. Kom., M. I. Kom

Disusun
O
L
E
H

NAMA : BAHARUDIN
NIM : 1911483021

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tipe Keluarga
Konsensual.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pak Muh. Annur Tri Putra, S. I.
Kom., M. I. Kom pada mata kuliah Tipe Keluarga Konsensual di Universitas
Muhammadiyah Palu. Selain itu, penulis makalah ini juga berharap agar ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada [Bapak/Ibu] selaku


dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 28 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar ................................................................................................................i
Daftar Isi ..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian keluarga ..................................................................................3
B. Teori skema hubungan dalam keluarga ....................................................4
C. Tipe keluarga konsensual .........................................................................6
D. Komunikasi sehari–hari antara anak dan orangtua keluarga konsensual. .6
E. Jenis konflik antara anak dan orangtua keluarga konsensual ...................7
F. Penyelesaian konflik dengan orientasi percakapan ..................................8
G. Penyelesaian konflik dengan orientasi kepatuhan ....................................9
H. Islamic parenting (pola asuh orang tua islami )........................................11
I. Metode islamic parenting .........................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga sangat berperan penting bagi perkembangan anak. Komunikasi sangat
penting untuk membina sebuah hubungan dalam keluarga, sebab tanpa adanya
komunikasi, hubungan yang akrab tidak dapat terjalin. Tujuan dari suatu komunikasi
keluarga bukan hanya sekedar untuk menyampaikan informasi melainkan membentuk
sebuah hubungan yang baik dengan orang lain. Komunikasi merupakan kebutuhan primer
bagi anak. Dengan komunikasi yang baik, nilai-nilai yang baik dapat dibentuk.
Komunikasi yang baik antara orangtua dan anak menunjukkan bahwa ada penerimaan
orangtua kepada anaknya (Kuntaraf, 1999:205).

B. Rumusan Masalah :
1. Apa itu keluarga?
2. Bagaimana teori skema hubungan dalam keluarga?
3. Apa itu tipe keluarga konsensual?
4. Bagaimana komunikasi sehari – hari antara anak dan orangtua keluarga konsensual?
5. Bagaimana jenis konflik antara anak dan orangtua keluarga konsensual?
6. Bagaimana penyelesaian konflik dengan orientasi percakapan?
7. Bagaimana penyelesaian konflik dengan orientasi kepatuhan?
8. Apa itu islamic parenting (pola asuh orang tua islami)?
9. Bagaimana metode islamic parenting?
C. Tujuan Penulisan :
1. Untuk mengetahui pengertian keluarga !
2. Untuk mengetahui teori skema hubungan dalam keluarga !
3. Untuk mengetahui tipe keluarga konsensual !
4. Untuk mengetahui komunikasi sehari – hari antara anak dan orangtua keluarga
konsensual !
5. Untuk mengetahui jenis konflik antara anak dan orangtua keluarga konsensual!
6. Untuk mengetahui penyelesaian konflik dengan orientasi percakapan !
7. Untuk mengetahui penyelesaian konflik dengan orientasi kepatuhan !
8. Untuk mengetahui islamic parenting (pola asuh orang tua islami) !
9. Untuk mengetahui metode islamic parenting !
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga.
Pengertian keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian keluarga secara
psikologis dan pengertian keluarga secara biologis. Pengertian keluarga secara psikologis
yaitu sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal dan masing-masing
anggota merasakan pertautan batin sehingga saling mempengaruhi, memperhatikan dan
saling menyerahkan diri. Kedua, pengertian tentang keluarga secara biologis menunjukkan
ikatan keluarga antara ibu, ayah dan anak yang berlangsung terus karena adanya hubungan
darah yang tidak mungkin bisa dihapus.
Dalam upaya untuk saling mempengaruhi memperhatikan dan saling membantu
terkandung dalam perwujudan peran dan fungsi orang tua.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi pekembangan anak. Oleh karena itu
lingkungan keluarga merupakan lingkungan terpenting dan juga lingkungan pertama bagi
anak, maka orang tua berkewajiban menciptakan situasi yang memungkinkan anak dapat
berkembang dengan sebaik-baiknya.Karena keluarga merupakan lin gkungan pertama bagi
anak, maka keluarga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap keberhasilan
anak dalam menyelesaikan tugas perkembangannya (Gerungan, 1996).
Dapat diartikan bahwa keluarga adalah suatu unit sosial terkecil dari masyarakat yang
di dalamnya terdapat ayah, ibu serta anak yang saling berhubungan dan mempengaruhi
satu sama lain dan menciptakan bentuk-bentuk interaksi sosial antar sesama anggota
keluarga. Keluarga merupakan bentukan utama dari kepribadian manusia. Seorang anak
tidak terlahir secara utuh tetapi mereka masih membutuhkan tahap-tahap perkembangan
sosial yang akan mereka gunakan di dalam kelompok masyarakat. Bagi seorang anak usia
dini, lingkungan belajar yang pertama dan utama adalah bersumber dari keluarga dengan
ibu sebagai pusat perhatianya. Menurut Geertz, sosok seorang ibu merupakan pribadi yang
terpenting bagi setiap anak. Hal ini bukan tanpa sebab, karena intensnya pola pengasuhan
dari seorang ibu, maka secara tidak langsung akan terbentuk emosi dan ikatan batin serta
adanya cinta kasih sayang yang terbentuk antara keduanya.
Keluarga menurut Geertz merupakan satuan sosio-biologis yang diikat oleh rasa asih,
asuh, tolong menolong dalam pembagian kerja a ntara anggotanya, menduduki posisi
strategis untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif bagi tumbuh kembang anak.
Tidak terlepas dari lingkungan, dimana dijadikan tempat berlangsungnya sosialisasi dan
tranformasi nilai-nilai moral, etika dan sosial yang intensif dan berkesinambungan yang
utama dalam hubungan diantara anggota keluarganya dari generasi ke generasi. Dalam
pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana tipe dan pola
pikir orang tua dalam memberikan pendidikan anaknya baik melalui kebiasaan, teguran,
nasehat dan lain -lain.
Didalam keluarga terdapat satuan kelompok terkecil, seperti orang tua. Orang tua
adalah ayah dan ibu yang merupakan figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-
anaknya oleh Mardiya (2000). Yang kedua adalah anak, anak merupakan individu yang
berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga
remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari
bayi ( 0-1 tahun ) usia bermain, pra sekolah ( 3-5 tahun ), usia sekolah ( 5-11 tahun )
hingga remaja ( 11-18 tahun ). Rentang ini berada antara satu dengan yang lain mengingat
latar belakang anak berbeda.

B. Teori Skema Hubungan dalam Keluarga.


Ascan Koener dan dan Mary Anne Fitzpatrick memperluas teori ini agar mencakup
seluruh anggota keluarga. Teori yang dihasilkan memberikan beberapa istilah yang
menggambarkan tipe-tipe keluarga yang berbeda dan menjelaskan perbedaan diantara
mereka. Sebuah teori sosiopsikologis yang menggambarkan tipe-tipe keluarga pada cara-
cara anggota keluarga sebagai individu memandang keluarga itu sendiri. Mengikuti
petunjuk teori psikologi dalam bidang ini, Koener dan dan Fitzpatrick mengartikan cara-
cara berfikir ini sebagai skema atau lebih spesifiknya, Skema hubungan, skema hubungan
terdiri atas; pengetahuan diri sendiri, orang lain, dan hubungan, sejalan dengan
pengetahuan tentang bagaimana berinteraksi dalam hubungan. Skema hubungan terbagi
menjadi tingkatan dari yang umum dari yang khusus termasuk pengetahuan tentang
hubungan sosial cara umum, pengetahuan tentang tipe-tipe hubungan, dan pengetahuan
tentang hubungan khusus. Oleh karena itu, skema keluarga mencakup, apa yang diri
sendiri ketahui tentang hubungan secara umum, apa yang diri sendiri ketahui tentang
hubungan keluarga sebagai sebuah tipe hubungan, dan apa yang diri sendiri ketahui
tentang hubungan diri dengan anggota keluarga yang lain.
Interaksi anggota keluarga pertama- tama akan diarahkan oleh skema khusus,
selanjutnya oleh skema keluarga, selanjutnya oleh skema umum. Dengan kata lain ketika
berinteraksi pertama-tama akan mengandalkan pengetahuan tentangsuatu hubungan.
Menurut Fitzpatrick dan koleganya, komunikasi keluarga tidak terjadi secara acak,
tetapi sangat berpola berdasarkan pada skema-skema tertentu yang menentukan bagaimana
anggota keluarga saling berkomunikasi. Skema ini terdiri atas pengetahuan tentang ; a).
seberapa dekat keluarga tersebut, b) tingkat individualitas dalam keluarga, c) factor-faktor
eksternal terhadap keluarga atau masalah lain dalam keluarga seperti, pekerjaan, teman,
dan lain sebagainya.
Di samping pengetahuan ini, sebuah skema keluarga akan mencakup bentuk orientasi
atau komunikasi tertentu. Ada dua tipe yang menonjol, pertama adalah orientasi
percakapan ( conversation orientation), dan yang kedua orientasi kesesuaian (conformity
orientation). Keduanya merupakan variable, sehingga keluarga- keluarga berbeda dalam
jumlah percakapan dan kesesuaian yang dicakup oleh skema keluarga tersebut. Keluarga
yang memiliki skema keluarga yang tertinggi senang berbicara, sebaliknya, keluarga
dengan skema percakapan yang rendah tidak sering berbicara. Keluarga dengan skema
kesesuaian tinggi cenderung dapat berjalan berdampingan dengan pemimpin keluarga
seperti orangtua, sedangkan keluarga dengan skema kesesuaian yang rendah cenderung
lebih bersifat individualistis. Pola komunikasi keluarga akan bergantung pada skema yang
sesuai dengan dua tipe orientasi ini.
Beragam skema akan menciptakan tipe-tipe keluarga yang berbeda. Fitzpatrick dan
kolegannya tela mengenali empat tipe keluarga: a) konsensual; b) pluralistis; c)protektif;
d) laissez-faire atau toleran. Masing- masing keluarga ini memiliki tipe- tipe orangtua
tertentu yang ditentukan oleh cara - cara mereka menggunakan ruang, waktu, dan energi
mereka serta tingkatan mengungkapkan perasaan mereka, menggunakan kekuasaan, dan
membagi filosofi yang umum tentang pernikahan mereka. Tipe –tipe pernikahan adalah
(1) tradisional; (2) mandiri; dan (3) terpisah. Setiap tipe pernikahan bekerja dengan cara-
cara yang sangat berbeda.

C. Tipe Keluarga Konsensual.


Tipe keluarga ini memiliki tingkat percakapan dan kesesuaian yang tinggi. Keluarga
konsensual sering berbicara, tetapi pemimpin keluarga biasanya salah satu orangtua yang
membuat keputusan. Keluarga ini mengalami tekanan dalam menghargai komunikasi yang
terbuka, sementara mereka juga menginginkan kekuasaan orangtua yang jelas. Para
orangtua biasanya menjadi pendengar yang baik bagi anak- anak mereka, tetapi
mengambil keputusan dan selanjutnya menjelaskan kepada anak- anak sebagai usaha
untuk membantu mereka memahami pemikiran dibalik keputusan tersebut.

D. Komunikasi Sehari – hari Antara Anak dan Orangtua Keluarga Konsensual.


Dari hasil wawancara diketahui bahwa waktu yang paling sering digunakan orangtua
berkomunikasi dengan anak adalah pada malam hari. Bagi remaja yang kedua orang
tuanya bekerja, umumnya orangtua pulang bekerja pada malam hari, dan melewati waktu
magrib sehingga waktu berkomunikasi bahkan dilakukan sambil menyaksikan tayangan
televisi.
Sedangkan bagi remaja yang ibunya tidak bekerja, maka remaja memiliki waktu lebih
banyak untuk berkomunikasi dengan ibu daripada ayah, dan komunikasi dilakukan lebih
banyak pada siang atau sore hari sepulang dari sekolah.
Hampir semua informan beranggapan bahwa ibu lebih sering melakukan percakapan
dibandingkan ayah. Komunikasi antara remaja dan orang tua, biasanya bukan saja
membicarakan tentang aktivitas remaja saja, namun sebaliknya orang tua membicarakan
tentang kegiatan atau permasalahan orang tua. Dalam hal ini peneliti menanyakan apakan
orangtua sering atau pernah melakukan komunikasi yang terkait dengan aktivitas atau
permasalahan orang tua. Remaja juga memiliki teman-teman bermain diluar waktu
bersama teman-teman disekolah.

E. Jenis Konflik Antara Anak dan Orangtua Keluarga Konsensual.


Dari hasil wawancara diperoleh hasil bahwa hampir semua konflik yang dihadapi
remaja dengan orang tua seputar masalah aktivitas remaja sehari hari seperti tentang
kegiatan belajar remaja, disiplin sekolah, hubungan dengan saudara kandung, aktivitas
remaja bersama teman yang ingin keluar malam. Bagi remaja sendiri banyak yang
menyadari bahwa konflik tersebut timbul akibat ulah mereka yang tidak patuh, tidak
disiplin, salah memilih teman bergaul, konflik remaja dengan sudara kandung dan
sebagainya. Remaja menyadari hal ini sebagai bentuk ketidak disiplinan mereka atau
penegakan peraturan di keluarga.
Tidak ditemukan konflik yang sangat berarti antara informan remaja dan orangtua,
karena remaja memahami bahwa konflik yang muncul lebih banyak karena kesalahan
remaja. Hanya satu informan yang menganggap bahwa konflik yang timbul akibat
pemaknaan orangtua yang kurang tepat terhadap komunikasi yang disampaikan oleh
remaja.
Persoalan remaja terkait dengan teman dekat atau pacar cenderung jarang dibahas
dengan orangtua, karena sebagian besar orang tua tidak memberikan pernyataan setuju
jika anak-anaknya berpacaran. Orangtua hanya menanyakan hal-hal yang standar seperti
tentang pacar - pacar mereka atau bahkan tidak menanyakan sama sekali. Disisi lain
remaja juga merasa segan mengangkat topik tentang pacar atau teman dekat dengan orang
tua.

F. Penyelesaian Konflik Dengan Orientasi Percakapan.


Keempat informan remaja umumnya memiliki hubungan yang cukup baik dengan
orangtuanya, baik ibu maupun ayah. Meskipun dalam prakteknya komunikasi lebih
banyak dilakukan dengan ibu daripada ayah. Untuk percakapan sehari-hari anak-anak
selain memiliki waktu yang lebih banyak dengan ibu, bagi yang ibunya bekerjapun pada
waktu senggang mereka cenderung melakukan percakapan dengan ibu. Karena Ibu
dianggap sebagai tempat mencurahkan masalah dan tempat bertanya.Ibu dianggap lebih
cerewet, perhatian dan lebih banyak bertanya kepada remaja. Ketika orang tua terutama
Ibu melontarkan ketidaksetujuan atau kemarahan remaja dapat memahami, bahkan ketika
hal ini terjadi berulangkali terjadi. Namun demikian tidak semua hal remaja
menyampaikan masalahnya, mereka umumnya juga memiliki orang terdekat selain orang
tua, seperti suadara kandung , teman dekat (sering disebut pacar), atau sahabat dalam
permainan.
Pada keluarga yang menggunakan pendekatan percakapan remaja cenderung
menyatakan kepuasan terhadap cara orang tua menyelesaikan konflik. Orangtua
memberikan kesempatan remaja untuk mengemukakan pendapat dan berargumentasi.
Remaja merasa kesempatan untuk mengemukakan pendapat juga berarti sebuah bentuk
penerimaan orangtua terhadap anak. Meskipun remaja memahami bahwa kondisi
percakapan yang mengandung unsur argumentasi akan sering terulang antara orangtua dan
remaja, namun remaja cukup menyadari bahwa orangtua melakukan hal yang benar dan
bagi kepentingan anak.
Pada keluarga dimana remaja merasakan bahwa orangtuanya menyelesaikan konflik
dengan pendekatan percakapan remaja merasa puas dengan penyelesaian konflik yang
dilakukan. Remaja memahami pada batas mana orangtua akan menerima pendapat mereka
dan pada batas mana orangtuanya akan tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh
remaja selaku anak.
Tidak semua pasangan orangtua menggunakan orientasi percakapan. Jika anak merasa
salah satu dari orangtuanya lebih dominan dan menggunakan orientasi kepatuhan maka
anak akan memilih orangtua yang satu (bisa ayah atau ibu) yang dianggap lebih
berorientasi pada percakapan. Remaja sangat memperhatikan hal ini dan mereka akan
mencari solusi atau mendekati orangtua yang menggunakan orientasi percakapan. Dengan
orangtua yang menggunakan orientasi percakapan anak lebih merasa mudah untuk
diterima, dipahami, diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan memiliki
argument yang berbeda dengan orangtua. Disisi lain remaja juga memahami jika pada hal-
hal tertentu orangtuanya tidak dapat mentolerir tindakan mereka misalnya untuk tindakan
kriminal. Pada orientasi percakapan remaja juga dapat memahami bahwa terdapat jenis
konflik yang ringan maupun yang lebih berat sehingga bentuk penyelesaiannya juga
berbeda-beda. Jika pada konflik yang ringan maka orangtua tidak akan membahas terlalu
dalam datau konflik dianggap selesai begitu saja. Dalam hal ini remaja juga dapat
memahami ketika konflik tidak pernah disinggung lagi atau diperpanjang oleh
orangtuanya.

G. Penyelesaian Konflik Dengan Orientasi Kepatuhan.


Meskipun pada umumnya remaja dalam penelitian ini memiliki hubungan yang
harmonis dengan orang tuanya, namun dalam beberapa hal remaja enggan mengemukakan
secara terbuka mengenai konflik atau hal-hal yang menjadi beban pikiran. Terdapat
beberapa hal yang remaja cenderung patuh walaupun sebenarnya mereka merasa tidak
suka, atau lebih baik menghindari percakapan dengan topik tertentu misalnya mengenai
teman dekat mereka.
Remaja bahkan membedakan perlakuan yang berbeda dari pasangan orangtua, yaitu
antara ayah dan ibu. Jika orangtua tidak memiliki perilaku yang sama maka remaja akan
memilih pihak yang mau mendengarkan atau memberi kesempatan berargumentasi. Pada
keluarga remaja yang cenderung menggunakan orientasi kepatuhan dalam pandangan
remaja mereka merasa kurang diberi kesempatan untuk menyampaikan keinginan,
menyampaikan pendapat, mengungkapkan ketidaksetujuan, atau memiliki pilihan lain
yang berbeda dengan pilihan orangtuanya. Dalam kondisi komunikasi yang demikian
konflik yang terjadi seringkali bersifat terpendam, bahkan remaja pun enggan
mengemukakan konflik yang dirasakan. Pada akhirnya remaja cenderung menjalin
kedekatan dengan orang lain sebagai teman berbicara. Pada umumnya pilihan remaja jatuh
pada orang-orang yang bukan merupakan anggota keluarga inti.
Sebagian besar remaja pada keluarga yang meneyelesaikan konflik dengan orientasi
kepatuhan merasa lebih nyaman berkomunikasi dengan teman-teman sebaya sekaligus
teman bermain, pacar atau teman dekat atau orang dewasa lainnya seperti orangtua pacar.
Pihak-pihak ini dirasakan oleh remaja dapat memahami apa yang menjadi keresahan
remaja meskipun tidak selalu memberikan solusi bagi persoalan yang dialami oleh remaja.
Berkomunikasi dengan teman dianggap oleh remaja lebih nyaman karena tidak kuatir
salah dalam mengemukakan pendapat, hal ini berbeda jika berkomunikasi dengan
orangtua.
Sebagian remaja bahkan beranggapan bahwa sebagai anak mereka hanya berhak
untuk mendengarkan pendapat orangtuanya, sehingga mereka malas untuk
berargumentasi, enggan menyatakan rasa tidak suka atau tidak setuju terhadap pendapat
orangtua. Padahal mereka merasa bahwa dalam beberapa hal konflik dirasakan belum
selesai karena tidak adanya kesepakatan anatara remaja dan orangtua, atau remaja merasa
orangtua membiarkan masalah yang terjadi berlalu begitu saja tanpa ada penyelesaian.
H. Islamic Parenting (Pola Asuh Orang Tua Islami).
Pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control, yaitu bagaimana orangtua
mengontrol, membimbing dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-
tugas menuju pada proses pendewasaan. (Muallifah, 2009, h.42).
Pengertian orang tua menurut Rosalia Emmy Lestari adalah “Pendidik yang pertama
dan terutama. Orang tua lebih tahu kondisi anaknya daripada orang lain, maka keberadaan
orang tua sangat dibutuhkan anak. Tidak ada yang dapat menggantikan kasih sayang dan
dukungan orang tua kepada anak” (2008, h.15). Orang tua merupakan pengaruh tunggal
dan sumber terpenting dalam kehidupan anak. Meskipun orangtua bukan satu-satunya
yang mempengaruhi perilaku anak karena adanya media karena masyarakat dan kejadian
sosial diluar keluarga ikut mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak.
Maka dapat disimpulkan bahwa Islamic Parenting adalah satu kesatuan yang utuh
dari sikap dan perilaku orangtua kepada anak sejak kecil, baik dalam mendidik, membina,
membiasakan dan membimbing anak secara optimal. “Islamic Parenting merupakan
upaya untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki moral berpondasikan norma-
norma Islam dan membentuk generasi yang berkualitas” (Darajat, 2008, h.43). Konsep
Islamic Parenting memandang bahwa perilaku anak di masa depan adalah cerminan dari
orang tuanya dan pola pendidikan yang diterapkan dalam keluarganya. Sikap orang tua
dalam membentuk karakter anak dimulai bukan saat anak tersebut lahir, melainkan
dimulai sedini mungkin dengan diawali pembekalan ilmu terhadap orang tua terlebih
dahulu.

I. Metode Islamic Parenting.


“Orang tua sebagai pendidik memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam
pengasuhan dan pembinaan dan ini merupakan tanggung jawab yang primer” (Mahmud,
2013, h.149). Pengasuhan berarti mengurusi kebutuhan anak baik secara lahir maupun
batin lalu dilanjutkan dengan proses pembinaan yang berarti memberikan bekal keilmuan
terhadap anak sampai pada tahap praktik. Ngatini dan S. Lestari dalam buku berjudul
Pendidikan Islam Kontekstual memaparkan tentang metode pengasuhan anak dalam Islam
yaitu (2010, h.9) :
1. Metode Keteladanan.
“Anak adalah peniru yang baik, yang harus disadari setiap orang tua, sehingga
mereka bisa lebih menjaga sikap dan tindakannya ketika berada atau bergaul dengan
anak-anaknya” (Amirullah, 2014, h.61). Sejak fase-fase awal kehidupan manusia
banyak sekali belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang
disekitarnya khususnya dari kedua orang tua. Manusia memiliki memori yang dapat
menyimpan ingatan pada sebuah objek atau peristiwa. Proses perkembangan memori
dalam otak masih sangat baru dan memiliki daya tiru lebih tinggi karena pengalaman
akan hal baru masih minim. Maka dari itu anak cenderung menirukan apa yang dia
lihat daripada menyaringnya terlebih dahulu untuk diaplikasikan.
2. Metode Pembiasaan.
Islam mengajarkan bahwa anak berada dalam kondisi fitrah yaitu suci, bersih dan belum
berdosa sejak lahir sampai baligh (sampai pada tahap dewasa secara pemikiran).
Fitrah tersebut akan berkembang dengan baik dalam lingkungan yang terbina secara
Islami ketika teladan utama tercermin dalam segala aspek kehidupan. Fitrah
memerlukan pengembangan melalui usaha sadar dan teratur serta terarah, yang secara
umum disebut pendidikan. Namun pada usia anak-anak pembiasaan merupakan
metode yang terbaik karena pembiasaan merupakan sesuatu yang sengaja dilakukan
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Misalnya orang tua
membiasakan anak-anaknya bangun pagi maka akan bangun pagi itu menjadi
kebiasaan. Kemudian agar anak dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin
maka perlu dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu. Itulah metode
terbaik dengan membiasakan anak bertindak sejak dini.
3. Metode Cerita.
Metode bercerita adalah metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan
anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia menyenangi cerita yang pengaruhnya
besar terhadap perasaan. Melalui bercerita, diharapkan dapat membedakan perbuatan
yang baik dan perbuatan yang buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pemilihan terhadap cerita yang akan disampaikan kepada anak juga
penting. Unsur penting dalam pemilihannya ada tidak bersifat dusta atau hanya
bersifat khayalan semata. Cerita inspiratif dan menarik dapat memicu semangat anak
dan membantu otak kiri dalam melakukan proses berfikir abstrak, yaitu proses
berfikiri melalui penerawangan atau tidak sedang melihat objeknya secara langsung
(hanya dibayangkan).
4. Metode Nasihat.
Metode nasihat merupakan penyampaian kata-kata yang menyentuh hati dan disertai
keteladanan. Nasihat berisi pesan kebaikan yang sifatnya mengajak dan bisa menjadi
bahan pertimbangan. Metode nasihat dapat membantu anak dalam mengembangkan
karakter penurut dan menjauhkan anak dari sifat keras hati. Namun perlu diperhatikan
dalam memberikan nasihat orang tua sebaiknya melihat kondisi anak terlebih dahulu
kemudian mempergunakan kata-kata yang baik pula, sehingga anak tidak terkesan
sedang diceramahi. Upaya agar nasihat dapat membekas pada diri anak, sebaiknya
nasihat bersifat cerita, kisah, perumpamaan, menggunakan kata-kata yang baik, dan
orang tua memberikan contoh terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat.
5. Metode Penghargaan dan Hukuman.
Anak adalah fase dari perkembangan manusia yang sangat membutuhkan penghargaan.
Apabila anak bisa melakukan hal-hal yang terpuji sebaiknya orang tua memberikan
apresiasi penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap anak akan membuatnya
lebih termotivasi melakukan perbuatan-perbuatan baik. Selain penghargaan metode
hukuman juga perlu diterapkan. Diantara anak ada yang sangat agresif, suka melawan,
berkelahim dan senang menggangu, sehingga untuk anak semacam ini dapat
menggunakan metode hukuman. Ajaran Islam membenarkan pemberlakuan hukuman
atas anak pada saat terpaksa, atau dengan metode lain sudah tidak berhasil. Dengan
demikian selain untuk memperbaiki kesalahan dan kepribadian anak, hukuman juga
dapat dipakai sebagai pelajaran bagi orang-orang yang ada disekitarnya, sehingga
tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi pekembangan anak. Oleh karena itu
lingkungan keluarga merupakan lingkungan terpenting dan juga lingkungan pertama bagi
anak, maka orang tua berkewajiban menciptakan situasi yang memungkinkan anak dapat
berkembang dengan sebaik-baiknya.Karena keluarga merupakan lin gkungan pertama bagi
anak, maka keluarga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap keberhasilan
anak dalam menyelesaikan tugas perkembangannya (Gerungan, 1996).
Fitzpatrick dan kolegannya tela mengenali empat tipe keluarga: a) konsensual; b)
pluralistis; c)protektif; d) laissez-faire atau toleran. Masing- masing keluarga ini memiliki
tipe- tipe orangtua tertentu yang ditentukan oleh cara - cara mereka menggunakan ruang,
waktu, dan energi mereka serta tingkatan mengungkapkan perasaan mereka, menggunakan
kekuasaan, dan membagi filosofi yang umum tentang pernikahan mereka. Tipe –tipe
pernikahan adalah (1) tradisional; (2) mandiri; dan (3) terpisah. Setiap tipe pernikahan
bekerja dengan cara- cara yang sangat berbeda.
Tipe keluarga konsensual memiliki tingkat percakapan dan kesesuaian yang tinggi.
Keluarga konsensual sering berbicara, tetapi pemimpin keluarga biasanya salah satu
orangtua yang membuat keputusan. Keluarga ini mengalami tekanan dalam menghargai
komunikasi yang terbuka, sementara mereka juga menginginkan kekuasaan orangtua yang
jelas. Para orangtua biasanya menjadi pendengar yang baik bagi anak- anak mereka, tetapi
mengambil keputusan dan selanjutnya menjelaskan kepada anak- anak sebagai usaha
untuk membantu mereka memahami pemikiran dibalik keputusan tersebut.
Persoalan remaja terkait dengan teman dekat atau pacar cenderung jarang dibahas
dengan orangtua, karena sebagian besar orang tua tidak memberikan pernyataan setuju
jika anak-anaknya berpacaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ihromi, T.O.2004. Berbagai Kerangka Konseptual dalam Pengkajian Keluarga,
Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia.Jakarta.
Muntaha, Ahmad.2011.Berpisah-Menyatu dan Berbagi Ruang Rindu di Media Baru dalam
Ilmu Komunikasi : Sekarang dan Tantangan Masa Depan, Prenada Media Group,
Jakarta.
Kompas 15 Februari 2012.artikel: Kekerasan Indikasi Buruknya Kesehatan Mental
Masyarakat.
Kompas 15 November 2012. artikel : Jangan Lupa Manusianya.
Kompas 15 Oktober 2012. artikel Tawuran Pelajar : Orangtua dan Guru Diminta Awasi
Siswa.

Anda mungkin juga menyukai