Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Konflik Keluarga Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Siswa

Oleh : Khairunisa dan Shela Rahmayanti

A. Latar Belakang Masalah

Mengingat keluarga merupakan habitat awal seorang anak, maka orang tua memegang peranan penting
dalam menjamin keberhasilan tumbuh kembangnya. Di sisi lain, beberapa keluarga menjadi sumber
perselisihan yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak berbeda secara signifikan. Beberapa
orang seringkali mengalami lingkungan keluarga yang tidak menyenangkan sehingga berujung pada ketegangan
antara kedua orang tua. Meski sang anak akan menderita akibat tragedi tersebut, namun hal tersebut dipandang
wajar bagi kedua orang tuanya. Perselisihan keluarga sangat umum terjadi sehingga dapat terjadi dengan
mudah di negara lain.
Sebenarnya, ada beragam persoalan yang muncul dalam kehidupan rumah tangga. Terkadang apa yang
diinginkan sebelum menikah tidak berjalan sesuai rencana, oleh karena itu penting bagi anggota keluarga
untuk mendapatkan pendidikan agar permasalahan dapat ditangani secara efektif dan permasalahan dapat
diatasi. Dari hal terkecil hingga terbesar, kehidupan keluarga penuh dengan permasalahan. Pertengkaran
kecil, perceraian, dan perpecahan unit keluarga merupakan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
munculnya “rumah tangga yang rusak”. Anak kecil di bawah usia lima tahun mungkin tidak menyadari
masalah ini karena terlalu sibuk bermain, namun anak dewasa tidak seperti itu. Perceraian dapat
berdampak negatif pada kemampuan seseorang untuk bertumbuh; hal ini dapat menghantui mereka
dengan kenangan sedih, yang menyebabkan stres dan membuat mereka mengambil keputusan yang tidak
bijaksana.
Sebagai lingkungan pendidikan pertama dan terpenting bagi anak, keluarga merupakan lingkungan
komunitas terkecil dan mempunyai pengaruh signifikan terhadap cara mereka belajar. Sejauh mana
permasalahannya, asal muasalnya, adalah pada perkembangan dan pendidikan awal di dalam rumah, dimana
perjalanan seorang anak dimulai begitu mata mereka terbuka terhadap kehidupan. Karena ibu dalam hal
ini mampu menjalankan tugasnya secara penuh dan penuh tanggung jawab, selain memenuhi tanggung
jawabnya, ia juga ikut memberikan keadilan bagi mereka yang telah bekerja demi menjamin kelangsungan
hidup Bangsa dan Negara.
Guru, orang tua, dan semua orang yang berkepentingan dengan pendidikan anak berupaya untuk mengajar
atau membimbing anak-anak sehingga mereka dapat mencapai potensi maksimal mereka. dan karena di dalam
keluargalah anak pertama kali belajar tentang dunia luar, maka dikatakan bahwa lingkungan keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama. Karena pendidikan anak pada tahun-tahun awal juga disebut
sebagai "masa keemasan" sangat mempengaruhi pendidikan anak tersebut pada tahap perkembangan
selanjutnya, orang tua dianggap sebagai lingkungan pendidikan pertama dan terpenting bagi anak-anak
mereka. Keyakinan dan etika anak-anak secara signifikan dibentuk oleh orang tua mereka, yang berperan
sebagai panutan utama. Anak akan lebih mungkin menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai seperti
kejujuran, kerja keras, empati, dan menghargai orang lain jika orang tuanya mencontohkan sifat-sifat tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya orang tua hendaknya menunjukkan perilaku yang negatif, seperti
mengumpat, mencuri, mengkritik, menampar, bersikap kasar, dan lain sebagainya, maka anak akan meniru dan
meniru tindakan orang
tuanya.
Salah satu diantara kebahagiaan yang tidak ternilai materi adalah kebahagiaan hidup dalam keluarga yang
Sakinah. Keluarga Sakinah terdiri atas dua suku kata yakni keluarga dan Sakinah. Keluarga adalah suatu unit
sosial terkecil dari masyarakat yang didalamnya terdiri dari ayah, ibu, serta anak yang saling berhubungan dan
mempengaruhi satu sama lain yang pada akhirnya melahirkan bentuk-bentuk interaksi sosial antar sesama
anggota keluarga (ulfiah, 2016: 3). Sedangkan Sakinah secara etimologi atau harfiah diartikan sebagai
ketenangan, ketentraman, dan kedamaian jiwa.
Jadi keluarga Sakinah adalah merujuk pada keluarga yang harmonis, tenang, tentram, damai dan penuh
kasih sayang.Perjalanan dalam sebuah keluarga pasti akan mengalami pasang surut dalam menjalani
kehidupan. Tidak dipungkiri dalam kehidupan berkeluarga pasti pernah mengalami konflik. Konflik dalam
kehidupan keluarga merupakan suatu permasalahan yang alamiah. Konflik itu pasti ada dan terjadi
dikehidupan sehari- hari. baik disadari maupun tidak.
Melihat pada kondisi kehidupan sekarang ini yang mana sedang dilanda wabah pandemi covid-19, tidak
dipungkiri pasti berdampak pula pada kehidupan keluarga. seperti kita lihat dan dengar banyak sekali
pemberitaan di Televisi tentang permasalahan keluarga seperti pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), perselingkuhan, hingga yang sedang gempar seperti meningkatnya angka jumlah perceraian dalam
rumah tangga diberbagai daerah di Indonesia. Seperti pemberitaan disalah satu statiun televisi yang diupload
ke Youtube dengan akun Apa Kabar Indonesia tvOne yang mana telah memberitakan tentang meningkatnya
angka perceraian di Bandung dan Yogyakarta di Tengah Pandemi yang diakibatkan karena permasalahan
dalam keluarga seperti masalah ekonomi di masa pandemi tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Orang tua terkadang tidak menyadari bahwa komunikasi juga dapat menimbulkan konflik dalam keluarga;
mereka percaya bahwa jika mereka tidak banyak bicara, hubungan antar anggota keluarga akan berjalan baik.
Namun, ini adalah kesalahan yang sering dan sering diabaikan. Pada kenyataannya, komunikasi dapat
menimbulkan konflik antar keluarga. Sebuah keluarga memainkan peran utama dalam masyarakat. Hal serupa
juga terjadi pada orang tua, yang memegang peranan penting dalam sebuah keluarga. Dalam hal sosialisasi,
interaksi, dan pemahaman terhadap norma dan peraturan lingkungan hidup, orang tua berperan sebagai guru
pertama bagi anak. Perkembangan dan tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh orang tuanya. Pola asuh
orang tua dalam keluarga sangatlah penting, dengan pola asuh yang baik dan benar seorang anak akan tumbuh
menjadi anak yang memiliki sopan santun dan perilaku yang sesuai dengan apa yang dilakukan orang tuanya.
ingin. Pada akhirnya anak tidak terbuka terhadap orang tuanya dan memilih diam sehingga anak
cenderung membantah dan tidak peduli, oleh karena itu peran dan tanggung jawab orang tua sangat
penting dalam mendampingi tumbuh kembang anak.
Agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan lancar, diperlukan pendampingan orang tua yang dapat
menginspirasinya agar tetap semangat dalam melakukan hobinya. Anak juga memerlukan dukungan dan
kegembiraan dari kedua orang tuanya. Pemahaman dan pembelajaran dari pendidikan keluarga sangatlah
penting. Namun, bagaimana jika kita? Kesulitan yang muncul tidak akan hilang jika kita tidak mengambil
pelajaran darinya; lagipula, solusi cerdas bukan sekedar bicara adalah yang memecahkan masalah. Karena
orang tua memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka, anak-
anak akan merasa sangat puas ketika orang tua mereka berpartisipasi dalam setiap kegiatan bersama mereka.
Mengatasi berbagai persoalan yang muncul.
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa perilakunya dapat ditiru oleh anak-anaknya, yang
kemudian menggunakan peniruan tersebut untuk memberikan contoh yang buruk kepada teman-
temannya. Selain itu, perilaku negatif yang disaksikan anak dari orang tuanya mungkin berdampak buruk
pada teman-temannya. Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor primer. Hal ini
mencakup aspek dan faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini, seperti faktor lingkungan,
faktor genetik/keturunan, kondisi kehamilan, komplikasi kelahiran, kebutuhan gizi, pelayanan kesehatan, dan
perilaku pemberian stimulus. Perkembangan anak mungkin juga dipengaruhi oleh argumen orang tua. Bagi
anak-anak, hal ini bisa sangat menegangkan secara emosional dan fisik. Menyaksikan konflik antar orang tua
secara rutin dapat menyebabkan gangguan kecemasan dini dan masalah kesehatan mental lainnya pada
anak. Tidak mungkin seorang anak melakukan kekerasan seperti itu, dan mereka tidak akan pernah
melakukan kekerasan, meskipun hal itu terus terjadi di hadapannya.
Tumbuh kembang anak juga bisa dipengaruhi oleh kurangnya dukungan orang tua. Dia
menghabiskan masa kecilnya dengan melakukan apa yang dia sukai, namun orang tuanya tidak pernah
mendukungnya dan malah menyuruh dia berpartisipasi dalam hal-hal yang tidak disukai anak tersebut. Hal ini
juga sangat penting karena persetujuan dan tekanan orang tua akan mempengaruhi anaknya sepanjang
hidupnya, oleh karena itu orang tua perlu mengetahui dan memahami apa yang disukai dan tidak disukai
anaknya. Tumbuh kembang anak juga dipengaruhi oleh rumah tangga yang rusak, dan juga dapat
mengakibatkan kurangnya kasih sayang psikologis sehingga mengganggu perkembangan moral dan
psikososial anak. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya sejumlah perilaku tercela secara moral, seperti
melakukan kesalahan dan tidak mau meminta maaf, sering tidak menaati peraturan sekolah, dan membuat
keributan untuk menarik perhatian di dalam kelas. Isyarat perilaku berikut menunjukkan gangguan
perkembangan psikososial: Anak kurang percaya diri, tidak bersemangat mempelajari hal baru, dan
sering membandingkan dirinya dengan tema. Anak-anak yang menyaksikan perceraian orang tuanya
mungkin mengalami perasaan tidak aman, penolakan dari keluarga, kemarahan, kesedihan, kesepian,
menyalahkan diri sendiri, dan dampak lainnya.
Keluarga yang biasanya sering bertengkar bisa membuat anak merasa sedih dan khawatir. Ini membuat
sulit bagi mereka untuk fokus waktu belajar. Anak-anak mungkin merasa tidak nyaman bersosialisasi dengan
teman-teman karna mereka merasa tidak enak dengan situasi yang menimpa keluarga mereka. Dan terkadang
anak-anak butuh dukungan dari keluarga untuk merasa tentang diri mereka sendir. Konflik dalam
keluarga membuat dukungan ini berkurang. Sedangkan konflik keluarga juga bisa membuat anak-anak
kehilangan minat sehingga mereka malas untuk belajar dan jadi sulit dalam berkonsentrasi. Krisis ini sangatlah
mendesak untuk mengingat fungsi keluarga, salah satunya adalah basis moral bagi penghuninya. Penanaman
dan pembinaan nilai- nilai pendidikan sangat cepat dimulai dari keluarga. Apabila rumah tangga berdiri
diatas landasan yang
benar dan seluruh anggotanya mengikutinya, niscaya terwujudnya sebuah kekuatan asasi dalam masyarakat.
Jika masyarakat menjadi baik karena terdiri dari keluarga yang baik, niscaya terbentuklah kekuatan asasi bagi
sebuah bangsa. Di sinilah dituntut lahirnya seorang kepala rumah tangga atau pemimpin yang dapat
mengendalikan keluarga pada hal-hal yang dapat merusak tatanannya.

C. Teori Konflik Keluarga Tehadap Pertumhuan dan Perkembangan Siswa

Dalam keluarga ini, ayah menjalankan perannya sebagai ayah rumah tangga, termasuk mengasuh anak di
rumah, menemani anak ke sekolah, dan bekerja bersama istrinya untuk mengambil keputusan yang paling
bermanfaat bagi keluarga secara keseluruhan. Sedangkan bagi perempuan, diharapkan menjadi penopang
keluarga dan sekembalinya ke rumah, memenuhi tugas keibuannya dengan memasak dan memenuhi
kebutuhan jasmani dan rohani keluarga (Gloria Mariska, 2014). Sebagai bagian dari pendidikan konflik
keluarga, sekolah perlu mengajarkan siswa banyak mata pelajaran yang sangat penting.

Menurut Puspita (2018: 5) konflik dapat diartikan sebagai peristiwa positif maupun peristiwa negatif
tergantung pada sudut pandang seseorang. Pada pengertian positif, definisi konflik adalah suatu keadaan
terjadinya perselisihan atau pertentangan antara dua orang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang lebih
baik dari orang lain, dan diantara keduanya tidak ada perasaan terganggu. Berbeda dari itu, definisi konflik
dalam pengertian negatif adalah suatu perbuatan saling berselisih antara dua orang atau lebih yang berjuang
untuk menang atau kalah.
1. Pengertian konflik Akan selalu ada gesekan dalam setiap interaksi antar manusia, bahkan dalam
keluarga. Masalah dalam hubungan muncul karena konflik sering kali dipandang sebagai permusuhan
dan sifat negatif lainnya. Pertengkaran atau pertikaian identik dengan konflik dalam berbahasa (Kamus
Bahasa Indonesia, 2005). Menurut pandangan ini, setiap anggota keluarga memahami bahwa
penyesuaian yang mengakibatkan penyimpangan atau permasalahan dapat diterima. Komunikasi
orangtua antara anak saat ibu bekerja dan ayah menjaganya di rumah merupakan contoh yang bisa
diupayakan. Hal ini merupakan gambaran sistem struktur keluarga yang akan menemui anomali.
Mencari nafkah, tapi ibulah yang mencari nafkah. Seperti yang sudah diketahui umum, ibu tetap
menghasilkan uang meskipun ayahlah yang seharusnya mendapat penghasilan paling banyak.
2. Masa anak-anak
Anak-anak melewati masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat selama masa kanak-kanak
yang mempersiapkan mereka untuk berbagai bagian kehidupan masa depan mereka. Menurut
Mantessori, anak-anak melewati “tahun emas” antara usia satu dan enam tahun, di mana mereka
mulai peka terhadap rangsangan yang berbeda. Masa sensitifnya berbeda-beda sesuai dengan laju
pertumbuhan individu anak. Menurut Coles (2000), nilai-nilai awal seorang anak dibentuk oleh orang
dewasa dalam kehidupannya menjadi lebih baik. Prinsip moral ini ditanamkan kepada anak oleh
orang tuanya baik sebelum maupun selama hamil. Lebih lanjut, sesuai Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, anak merupakan amanah dan anugerah Tuhan Yang Maha
Esa, yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat dan bernilai sebagai manusia seutuhnya.
Anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang semaksimal mungkin karena merekalah
masa depan bangsa; keberadaan mereka merupakan cerminan masa kini dan masa depan bangsa.
Kesejahteraan anak dijamin secara hukum dan terlindungi dari upaya diskriminasi dalam bentuk apa
pun. Negara bagian, kota, keluarga, komunitas, dan orang tua semuanya perlu menjunjung dan
membela hak-hak ini.

3. Pendidikan anak
Tergantung pada kebutuhan individu dan tahap perkembangan anak usia dini, pendidikan anak usia
dini meletakkan dasar bagi bahasa dan komunikasi, kognitif (berpikir, bernalar, kreativitas,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual), sosio-emosional (perilaku, sikap, dan agama). ),
dan pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar).
PAUD merupakan jenjang pendidikan yang mendahului pendidikan dasar. Merupakan program
pendampingan bagi anak usia satu hingga enam tahun yang berfokus pada pemberian rangsangan
pendidikan untuk mendukung perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga mereka siap untuk
beralih ke bentuk pembelajaran yang lebih formal, nonformal, dan informal. Tujuan utamanya adalah
untuk membesarkan anak-anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak-anak yang menjadi dewasa dan
berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya agar siap memasuki sekolah dasar dan kehidupan
dewasa. Setiap anak lahir ke dunia ini memiliki potensi. Potensi merupakan faktor turunan, ada yang
tidak bisa diubah dan ada pula yang dapat dibentuk. Potensi yang tidak dapat diubah adalah
potensi fisik yang berhubungan dengan bentuk tubuh, seperti mata, hidung, dan telinga. Secara
umum, potensi ini melukiskan gambaran utuh tentang anak yang terwujud secara nyata jika mendapat
rangsangan. Rangsangan dapat diberikan kapan saja, terutama di masa emas kehidupan anak (dimasa
balita), selam anak sudah siap. Salah satu potensi yang perlu pendapt rangsangan/ stimulasi adalah
bakat (aptitute). Salah satu cara untuk mengembangkan potensi anak yaitu melalui pendidikan anak
usia dini. Salah satu hal yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan
anak adalah suasana keluarga dan kelas yang akrab, hangat serta bersifat demokratis, sekaligus
menawarkan kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas. Hal ini
ditandai antara lain dengan adanya relasi dan komunikasi yang hangat dan akrab.
Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan
keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa
ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong
untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu.
Guru dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak
masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. Perkembangan pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus
dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-
cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang normal dan sehat. Metode pembelajaran yang
sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai usia enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak
setelah dewasa. Pendidikan pada masa ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan. Di
lembaga pendidikan anak usia dini para pendidik dituntut harus mengembangkan potensi anak,
sehingga nantinya anak mampu menghadapi persoalan-persoalan kreatif. Berikut ini adalah
beberapa topik umum yang harus dipelajari dalam pendidikan konflik pada keluarga.
Teori Ekologi : Hipotesis ini menyatakan bahwa lingkungan keluarga mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap perkembangan individu. Tumbuh kembang anak dalam sebuah keluarga
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Semua orang tua mendambakan anaknya menjadi
dewasa dan berkembang sesuai usianya. Interaksi dan agen yang ada di lingkungan dan berdampak
satu sama lain sangat selaras dengan teori ini.
Teori Pertukaran Sosial : Teori ini, yang kadang-kadang disebut sebagai teori pertukaran sosial,
menggambarkan perilaku seseorang yang membuat pilihan atau tindakan berdasarkan apakah dia akan
mendapat untung atau imbalan atas hal itu atau tidak. Menurut pengertian ini, seseorang akan
bertindak secara mandiri dengan tetap memperhatikan keadaan. Selain itu, ini adalah tempat di mana
seseorang akan memutuskan kemitraan atau hubungan jika mereka yakin bahwa mereka tidak
menghasilkan uang yang mereka inginkan. Pasal 29 ayat 4 Undang-Undang Nomor I Tahun
1974 mengatur tentang perjanjian perkawinan. Dinyatakan bahwa perjanjian dapat diubah asalkan
tidak menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga (Sriono, SH, 2016).
Teori Feminis : Komang dan Suwastini (2013) mendefinisikan feminisme sebagai suatu
pemahaman, penelitian, dan gerakan sosial yang berupaya mengubah posisi subservient perempuan
dalam budaya yang mendahulukan pandangan laki-laki. Ada perbedaan yang melekat antara laki-laki
dan perempuan. Peran gender membatasi tindakan perempuan, namun diskriminasi terhadap laki-laki
dan perempuan tidak boleh ada. Laki-laki dan perempuan harus mempunyai kesempatan yang sama.
Menurut organisasi feminis, keluarga bisa bersifat eksploitatif, khususnya bagi perempuan (N.
Aisyah, 2013). karena perempuan harus bekerja di rumah lebih lama. Laki-laki dan perempuan,
menurut mereka, mempunyai manfaat.
Teori Gender : Perbedaan antara peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang
dibentuk oleh dasar budaya ini dikenal sebagai kesetaraan gender. Ada perbedaan lain antara pria dan
wanita selain biologi. Karena istilah “feminin” biasanya berarti baik hati, keibuan, dan emosional,
wanita sangat mementingkan hal tersebut. Demikian pula, laki-laki sangat mengidentifikasikan diri
dengan istilah “maskulin”, yang berarti keberanian, kejantanan, dan akal sehat. Wanita berbeda-beda
karena mereka lebih sensitif dan lembut. Semua itu hanyalah produk stereotipe masyarakat,
padahal tidak selamanya demikian. Sebab, pada kenyataannya, ada wanita yang logis dan ada
pula pria yang sentimental.
Teori Perkembangan : Sebuah gagasan yang menurutnya seseorang melewati berbagai tahap
perkembangan dalam hidupnya. Fase-fase perkembangan yang dilalui seseorang sepanjang hidupnya
terkandung dalam pengertian ini. Dan fase perkembangannya dimulai sejak lahir dan berlanjut hingga
kehidupan tua. Fungsi keluarga sangat menentukan dalam perkembangannya. Ada per kembangan
pada tingkat fisik, sosial, dan psikologis.

D. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Keluarga Pada Pertumbuhan Siswa

Secara umum, berbagai permasalahan atau keadaan dapat menimbulkan konflik dalam keluarga. Konflik
keluarga bisa saja dikaitkan dengan permasalahan ini. Suatu konflik keluarga yang sedang terjadi dapat
berdampak positif maupun negatif tergantung dari cara, sikap, dan pola pikir dalam mengelolanya. Konflik
keluarga bagaimanapun bentuknya harus dihadapi, diselesaikan dan dicari solusinya. Konflik keluarga yang
bersifat negatif jika tidak segera di atasi dapat menyebabkan situasi atau hubungan keluarga semakin
memburuk, oleh karena itu perlu dilakukan strategi-strategi dalam menyelesaikan konflik tersebut yakni
dengan pendekatan resolusi konflik. Konflik keluarga disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
Konflik keluarga yang bersumber dari kepribadian Menurut Hadisubrata (2003), konflik dalam keluarga
khususnya konflik hubungan biasanya bersumber pada kepribadian suami istri seperti;
Salah satu atau kedua pasangan suami istri dalam keluarga dapat menjadi sumber ketidakdewasaan
kepribadian yang menjadi akar perselisihan keluarga. Ketidakdewasaan kepribadian mencakup hal-
hal seperti kurangnya kesadaran akan tanggung jawab, keinginan untuk berpartisipasi tanpa moral,
dan preferensi untuk mengejar kepentingan sendiri tanpa mempertimbangkan hubungan.
Adanya kualitas kepribadian yang tidak diinginkan Konflik keluarga dapat muncul dari adanya
kualitas kepribadian yang tidak kondusif dalam membangun hubungan dalam keluarga, seperti
sombong, pantang menyerah, curiga atau tidak percaya, mudah tersinggung, berusaha membela diri
atau menyembunyikan kesalahan, dan sebagainya. Ciri-ciri ini akan menimbulkan perselisihan
keluarga dan bahkan mungkin kekerasan jika ada. Adanya kelainan mental Berbagai penyakit mental,
termasuk psikosis, perilaku abnormal, dan masalah seksual (lesbian/homoseksual) dapat memicu konflik
dalam keluarga. Konflik keluarga yang bersumber dari masalah-masalah yang erat kaitannya dengan
keluarga, antara lain;
1. Keuangan atau ekonomi
Keluarga, baik pasangan yang baru menikah maupun yang sudah lama tinggal di rumah, sering
kali menghadapi masalah ekonomi atau keuangan. Masalah keuangan keluarga seringkali dikaitkan
dengan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan keluarga. Masalah ini tidak boleh diabaikan atau
dianggap enteng. Penting untuk menemukan jawaban atas masalah keuangan yang mempengaruhi
keluarga atau perekonomian. Hal ini mempunyai dampak yang luas dan berpotensi menimbulkan
perselisihan, pertengkaran, dan bahkan renggangnya hubungan keluarga. Banyak keluarga
menghadapi kesulitan keuangan atau ekonomi akibat epidemi ini, seperti rendahnya pendapatan atau
kehilangan pekerjaan.
2. Pekerjaan rumah tangga
Banyak keluarga dengan orang tua bekerja yang merupakan suami-istri terpaksa bekerja dari rumah
selama pandemi. Saat ini, pekerjaan kantor perlu dilakukan di rumah jika sebelumnya dilakukan di
tempat kerja sebelum adanya wabah. Tak bisa dipungkiri, selain harus mengerjakan pekerjaan kantoran,
seringkali juga harus dipecah dengan pekerjaan lain atau tugas keluarga. Oleh karena itu, penting bagi
anggota keluarga untuk membagi pekerjaan rumah tangga dengan baik, karena pembagian tanggung
jawab rumah tangga yang tidak tepat dapat menimbulkan pertengkaran.
3. Pengasuhan anak
Selain cara anggota keluarga membagi pekerjaan rumah, pengasuhan anak juga dapat menjadi
penyebab atau faktor penyebab konflik keluarga. Akibatnya, suami dan istri dalam rumah tangga harus
berbagi tanggung jawab dalam membesarkan anak. Selain memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional anak, pengasuhan anak juga bertujuan untuk menjaga kesehatannya, mendidiknya agar
tumbuh dan berkembang secara normal, serta membahagiakan anak dengan menunjukkan kasih
sayang dan perhatian.
4. Interaksi di dalam keluarga
Keluarga dapat mengungkapkan kebutuhan, keluhan, keinginan, dan permasalahannya melalui komunikasi
satu sama lain. Ketidaksepakatan mungkin timbul karena kurangnya kontak atau komunikasi anggota
keluarga yang dekat atau efektif. Hal ini disebabkan karena komunikasi atau keterikatan keluarga yang intens
akan meningkatkan peluang untuk saling berbagi dan mendukung satu sama lain serta menumbuhkan rasa
keakraban antar anggota keluarga (Ermawati, 2016: 65).
Selain menyediakan infrastruktur dan sumber daya untuk membantu anak mengembangkan
keterampilan dan kapasitas sosialnya, keluarga dan orang tua juga berperan sebagai wahana untuk
menumbuhkan nilai-nilai sosial dan budaya pada anak sejak dini. Anak menerima bimbingan, kasih sayang,
penerimaan, dan pengakuan dari orang tuanya. Membangun kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
dimulai dari ikatan antara orang tua dan anak. Selain itu, dapat mendukung perkembangan kognitif,
emosional, dan sosial anak. Menurut penelitian, terdapat perbedaan usia yang wajar; hubungan orang tua dan
anak hangat, jujur, dan komunikatif; dan memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang tindakan
yang tidak boleh mereka lakukan akan meningkatkan harga diri mereka dan meningkatkan kinerja mereka di
masyarakat dan di sekolah. Selain itu, anak-anak akan lebih terlindungi dari hal-hal berbahaya seperti
penyalahgunaan narkoba dan kesedihan. Tumbuh kembang anak juga dipengaruhi oleh budaya, nilai, tradisi,
dan kepercayaan yang dianut dalam keluarga. Menurut sebuah penelitian terhadap orang tua Tionghoa-
Amerika, orang tua memiliki peran penting dalam mengendalikan perilaku anak-anak mereka, sehingga
membantu memastikan bahwa masalah kelainan perilaku pada anak jarang terjadi. Orang tua mempunyai
tanggung jawab dan peran yang berbeda pada masa remaja dan masa dewasa awal sesuai dengan perubahan
tuntutan anak pada masa tersebut. Fase ini ditandai dengan perubahan pada ranah fisik, kognitif, dan sosial.
Anak-anak akan mulai fokus pada kehidupan sosialnya di luar rumah dan mulai melepaskan diri dari
ketergantungan pada keluarga. Seiring bertambahnya usia anak, orang tua menghadapi masalah dalam
mencapai keseimbangan antara menjaga hubungan keluarga dan memberi mereka lebih banyak
kemandirian.
Menurut sebuah penelitian, anak-anak yang orang tuanya bersikap hangat dan ceria dalam interaksinya
dengan anak-anaknya memiliki kehidupan sosial yang lebih baik, tidak menggunakan narkoba, dan menderita
lebih sedikit gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan anak-anak yang orang tuanya tidak ceria dan
suportif selama masa remaja dan awal. Masa dewasa.

E. Peran Guru Pai dalam Layanan Bimbingan Konseling

Salah satu cara untuk membantu siswa menghindari konflik adalah melalui penggunaan Guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) dalam layanan konseling pendidikan konflik keluarga. Menurut A.Malik Fadjar dalam
bukunya reorientasi pendidikan Islam tugas maupun peran guru yang paling utama adalah menanamkan rasa dan
amalan hidup beragama bagi peserta didiknya. Dalam hal ini dituntut ialah bagaimana setiap guru agama mampu
membawa peserta didik untuk menjadikan agamanya sebagai landasan moral, etik dan spiritual dalam kehidupan
kesehariannya. Berikut beberapa peran yang perlu diunggulkan oleh Giru PAI:
1. Guru PAI sebagai pendidik dan pengajar yang membimbing peserta didik dan membentuk
kepribadian yang bermoral baik
2. Memberikan pemahaman tentang nilai-nilai agama terkait konflik keluarga, seperti pentingnya
menyelesaikan masalah dengan baik agar siswa dapat mengamalkannya ketika terjadi konflik
dalam keluarga atau lingkungan sekitar. Mendorong siswa untuk memiliki keyakinan dan
kesetiaan kepada Allah SWT.
3. Guru PAI sebagai motivator: agar siswa tetap berperilaku baik, guru harus menginspirasi
mereka dengan semangat dan dorongan.
4. Seorang guru Bk bisa menyelenggarakan sesi konseling pada siswa yang terpengaruh pada
konflik keluarga, melalui pertemuan, mereka memberikan ruang bagi siswa untuk
mengekspresikan perasaan mereka, membantu mereka memahami sumber konflik dan bersama-
sama mencari solusi yang terbaik dan mengurangi dampak stres yang mungkin mereka alami.
5. Pendekan pendidikan kepada siswa tentang keterampilan pengelolaan konflik, komunikasi yang
efektif, dan cara mengatasi masalah. Hal ini membantu siswa mengembangkan kemampuan
untuk menghadapi konflik keluarga dengan lebih baik.
Orang tua berperan penting dalam membimbing, memberikan landasan bagi pendidikan dan
pengembangan kepribadian, serta berperan sebagai pengawas tumbuh kembang dan perilaku anak. Masalah
pasti ada di setiap rumah tangga. Akan tetapi, konflik sering kali menjadi katalisator perpecahan dalam unit
keluarga, atau yang dikenal sebagai “rumah tangga yang rusak”. Dampak dari rumah tangga yang rusak melu
kehidupan sosial, akademik, karier, dan pribadi anak. Oleh karena itu, guru yang memberikan bimbingan dan
konseling sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini.
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik teteapi juga perjalanan mental, emosional, kratifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam
dan kompleks. Sebagai pembimbing guru lebih suka jika mendapati kesempatan menghadapi sekumpulan
murid-murid di dalam interaksi belajar mengajar. Ia memberi dorongan dan menyalurkan semangat
menggiring mereka, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain dengan
tenaganya sendiri. Hal bertujuan menggambarkan peran guru bimbingan dan konseling dalam
menangani siswa broken home. Selain itu juga mengatahui faktor pendukung dan penghambat peran
guru bimbingan dan konseling dalam menangani siswa dengan keluarga broken home. Peran guru
bimbingan dan konseling dalam menangani siswa broken home yaitu Peran yang dilakukan guru
bimbingan dan konseling yaitu:
konselor sebagai informatory. Melalui peran ini, konselor dapat menginformasikan berbagai hal
tentang layanan bimbingan dan konseling, tujuan, fungsi, amupun kebutuhan-kebutuhan lainnya;
konselor seabgai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan kepada siswa dalam mencapai pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal,serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam diri siswa, dan
konselor sebagai kolabolator, konselor sebagai mitra seperofesi yakni sama-sama sebagai tenaga
pendidik disekolah (menjalin kerjasama denagn semua pihak, baik itu dengan guru lainnya maupun
dengan orang tua siswa). Adapun hasil rumusan masalah kedua bahwa faktor pendukung peran guru
bimbingan dan konseling dalam menangani siswa dengan keluarga broken home yaitu faktor
pendukung: adanya keinginan anak untuk berubah dan menjalin kerjasama dengan guru dan keluarga,
sedangan faktor penghambat: sikap orang tua.

F. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan yang di kaji pengaruh konflik keluarga terhadap pertumbuhan dan
perkembangan mental anak sangat berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak, konflik
keluarga terjadi sebab ketidak sepahaman orang tua dalam mendidik anak sehingga membuat anak tidak
merasa nyaman berada dirumah, anak sering pulang larut malam, anak menjadi susah diatur sehingga
hubungan kedekatan antara orang tua menjadi renggang.
Terdapat pengaruh yang kuat terhadap perkembangan mental anak, bahwa konflik keluarga bisa saja
tidak terjadi dengan adanya peran orang tua yang selalu mengajak anak nya untuk melakukan hal yang
positif dan memberikan gambaran-gambaran cara berprilaku yang baik dan sopan agar kelak ketika sudah
mnginjak masa remaja mereka sudah terbiasa dan mengetahui cara-cara yang tebaik untuk melakukan
sesuatu agar terlihat sopan dan bijaksana.
Pengaruh konflik keluarga terhadap perkembangan mental anak dalam hal ini orang tua harus
membentuk karakter anak dari sejak dalam kandungan karna, apa yang dilakukan ibu saat hamil juga akan
dilakukan sianak ketika suda terlahir nanti, maka dari itu seorang ibu harus mencontohkan anak-anak
sejak dari janin hinggalah sampai dia tumbuh menjadi seorang anak yang berprilaku baik dan sopan.
Konflik keluarga dapat berdampak serius terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa, ketika
orang tua atau anggota keluarga lainnya terliabat dalam konflik, anak-anak menjadi rentan terhadap stres
dan ketidak setabilan emosional. Hal ini dapat menggangu fokus belajar mereka di sekolah. Ketidak
harmonisan di rumah juga bisa menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pembelajaran,
menggangu rutinitas belajar, dan mengurangi motivasi siswa untuk meraih prestasi akademik.
Konflik keluarga juga dapat mempengaruhi pola asuh dan disiplin dalam keluarga. Orang tua terlibat
dalam konflik mungkin cendrung kurang sabar atau kurang memperhatikan kebutuhan emsional anak-
anak mereka. Akibatnya, anak-anak mungkin merasa tidak terdukung atau diabaikan, itulah yang
menyebabkan anak-anak mendapatkan keterlambatan dalam proses perkembangan dan rasa percaya diri.
Penting untuk diingat bahwa setiap keluarga mengalami konflik dalam berbagai tingkat. Namun,
penting bagi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengelola konflik dengan cara yang sehat dan
memastikan bahwa kebutuhan dan kesejahteraan anak-anak tetap menjadi prioritas utama. Komunikasi
terbuka, penyelesaian konflik yang efektif, dan dukungan emosional dapat membantu mengurangi dampak
negatif konflik keluarga terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Konflik-konflik tersebut jika tidak segera diselesaikan dapat berpotensi menimbulkan terjadinya
kekerasan di dalam keluarga baik kekerasan fisik, kekerasan verbal maupun kekerasan simbolik. Faktor
penyebab terjadinya konflik dan kekerasan dalam keluarga dapat bersumber dari masalah kepribadian dan
masalah lain dalam keluarga seperti masalah ekonomi atau keuangan, masalah pekerjaan rumah tangga,
masalah pengasuhan anak, serta masalah interaksi di dalam keluarga.
Untuk meminimalisir atau menghidari terjadinya konflik dan kekerasan di dalam keluarga di masa
pandemi maka perlu dilakukan penyelesaian konflik dengan pendekatan atau strategi yang tepat sesuai
dengan jenis dan sumber konflik. Ada 2 resolusi konflik yang dapat digunakan untuk menyelesaiakan
konflik yang terjadi di dalam keluarga yakni dengan pengaturan sendiri (self-regulation) dan melibatkan
pihak ketiga (intervensi pihak ketiga).
DAFTAR PUSTAKA

3 www.Wikipedia.Pendidikan_anak_usia_dini.htm

ALIT, Dewa Made. Kontribusi Faktor Lingkungan Sekolah, Lingkungan Keluarga, dan Motivasi Berprestasi terhadap Nilai
Modern Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, [S.1.], v. 5, n. 6, jan. 2004ISSN 2338-6061. Available at:

Amal Abdussalam Al-Khalili, Mengembangkan Kreativitas Anak, (Jakarta: Al-Kautsar, 2005)

Aunur Rahim Faqih, (2001). Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, jogjakarta: UII Press

Baharudin, Pendidikan Dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010. Gunawan, Akmal Rizki,
dan Siti Asiah. “Membangun Karakter Kebangsaan melalui Pendidikan Multikultural”, Attadib Journal Elementary
of Education, Vol 2, No 2, Desember (2018), 90-104.

Bayna, I. M. (2017). Peran Orang Tua Dalam Optimalisai Tumbuh Kembang Anak Untuk Membangun Karakter Anak
Usia Dini. Jurnal Kewarganegaraan, 1(2), 41-43.

Dasmo, dkk.(2011). Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar IPA.Jurnal Formatif
2,2: 132-139.

Dep.Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia.CetA ; Jakarta : Balai Pustaka, 2001

Direktorat PADU. Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Dini Usia (Menu Pembelajaran Generik). (Jakarta:
Direktorat PADU - Ditjen PLSP Depdiknas. 2002) –

Gunarsa.(2009). Panduan Psikologi Keluarga dan Praktek. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Hasan Langgulung, 1980, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif.

Haryati. (2017). Penyesuaian pernikahan dan Model Resolusi Konflik pada Menantu Perempuan yang Tinggal Serumah dengan
Mertua. Jurnal Psikoborneo. Vol. 5, No.4, 2017: 833-843.

Hendrarti, Hendrarti dan Herudjati Purwoko. (2008). Aneka Sifat Kekerasan Fisik, Simbolik, Birokratik & Struktural.
Cet. Pertama. Jakarta: PT Indeks.

Ibrahim Muhammad Al-Maghazi, Menumbuhkan Kreativitas Anak, (Jakarta: Cendir. H. kia, 2005)

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II (Beirut: Darul Qutubul Ilmiah, 1992)

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), cet.1, h.43

Kartono.(2000). Psikologi Pendidikan dalam Keluarga. Jakarta: Pustaka Utama.

Khasanah, Prahesti. (2014). “Meningkatkan Manajemen Konflik Melalui Kelompok Konseling”, dalam Jurnal Psikopedagogig,
Vol. 3 No. 2.

Kurdek.(1994). Psikologi Keluarga. Jakarta: Pustaka Utama.

Marimba: Pendidikan Anak Usia Dini

Moleong, Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosydakarya Putra.

Mulyasa, Op.Cit, h. 40
Puspita, Weni. (2018). Manajemen Konflik (Suatu Pendekatan Psikologi, Komunikasi, dan Pendidikan). Yogyakarta: Deepublish.
Rio Ramadhani.(2010). Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Dalam Membentuk Perilaku Positif Anak Pada
Murid SDIT Cordova Samarinda.Jurnal Ilmu Komunikasi 1,3: 112-121. 2013.

Siska E M. (2013). Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Prestasi Belajar. Jurnal UNS 1,3: 1-13.

Standard Pendidikan Anak Usia Dini (PERMENDIKNAS NO.58 TAHUN 2009)


2 www.Wikipedia.Pendidikan_anak_usia_dini.htm

Ummah, S. A., & Fitri, N. A. N. (2020). Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak
Usia Dini. SELING: Jurnal Program Studi PGRA, 6(1), 84-88.

Ulfiah. (2016). Psikologi Keluarga: Pemahaman hakekat Keluarga dan Penanganan Problematika
Rumah Tangga. Bogor: Ghalia Indonesia.

Zakiah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.4, h. 266

Anda mungkin juga menyukai