Bai ‘ al istishna ‘ atau disebut dengan istishna’, merupakan kontrak jual beli dalam
bentuk pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan ( pembeli, mustahni’ ) dan penjual ( pembuat, shani’ ).
Barang yang diperjualbelikan biasanya adalah barang manufaktur, adapun dalam
hal pembayaran, transaksi istishna’ dapat dilakukan di muka, melalui cicilan atau
ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Penggunaan akad istishna’ oleh bank syariah diindonesia relatif masih minim.
Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan
oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkari.
Ketentuan syar’I transaksi istishna’ diatur dalam fatwa DSN no 06/DSN-
MUI/IV/2000 TENTANG jual beli istishna’
Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, dan ketentuan barang.
1. Transaktor
Transaktor terdiri atas pembeli dn penjual. Kedua transaktor disyaratkan memiliki
kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak
gila, tidak sedang dipaksa dan yang lain sejenis.
Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan
pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan agar penjual
menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati.
Penjual diperbolekan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak
boleh menuntut tambahan harga.
2. Objek Istishna
harus jelas spesifikasinya
penyerahanya dilakukan kemudian
waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
pembeli ( mustashni’ ) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang
masal
3. Ijab Kabul
Ijab dan kabul istishna’ merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual ( bank syariah ) dan penerimaan
yang dinyatakan oleh pembeli ( nasabah )
Berdasarkan fatwa DSN no 6 tahun 2000, disebutkan bahwa akad istishna’ kedua
(antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan
terpisah dari akad pertama
Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah, rukun-rukun yang
terdapat pada akad istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua
1.Negosiasi,
Pesan barang
Bank Syariah Dan akad
Istishna’ Nasabah
Sebagai penjual
sebagai
( shani’ ) 1dan
Pembeli
Pembeli
( mustashni )
( mustashni’ )
Pada istishna’ 2
9. Pelunasan pembayaran
3. Buat barang
Pemasok
( shani’ )
1.Negosiasi,
Pesan barang
Dan akad
Istishna’
Cakupan Standar Akuntansi Istishna’Paralel
Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya, dr. Ursila berencana
menambah satu unit bangunan seluas 100 m2 khusus untuk rawat inap di sebelah barat
bangunan utama klinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Ursila menghubungi Bank Berkah Syariah
untuk menyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasi yang diinginkannya. Setelah
serangkaian negosiasi beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desain bangunan yang
akan dijadikan acuan spesifikasi barang, pada tanggal 10 Februari 20XA ditandatanganilah
akad transaksi istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan
antara dr. Ursila dengan Bank Berkah Syariah adalah sebagai berikut:
Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr. Ursila, pada tanggal 12 Februari
20XA, Bank Berkah Syariah memesan kepada kontraktor PT. Thariq Konstruksi dengan
kesepakatan sebagai berikut:
Mekanisme penagihan kontraktor: tiga termin pada saat penyelesaian 20%, 50% dan
100%.
Mekanisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai sebesar tagihan dari kontraktor.
Misalkan pada tanggal 5 20XA, untuk keperluan survey dan pembuatan desain bangunan
yang akan dijadikan acuan spesifkasi barang, bank Berkah syariah telah mengeluarkan kas
hingga Rp 2.000.000. jurnal untuk mengakui transaksi ini adalah sbb :
Misalkan kasus dr.susila dengan bank berkah syariah diatas, transaksi istishna’ jadi
disepakati pada tanggal 10 februari, maka jurnal pengakuan beban prakaad menjadi biaya
istishna’ adalah sebagai berikut:
C. Pembuatan akad istishna’ paralel dengan pembuat barang ( Bank Sebagai Pembeli )
Dalam kasus 11.1, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin
yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%. Misalkan dalam perjalanannya, realisasi
tagihan ketiga termin tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut:
Misalkan pada tanggal 1 April, PT. Thariq Konstruksi menyelesaikan 20% pembangunan
dan menagih pembayaran termin pertama sebesar Rp 26.000.000 (20% x Rp 130.000.000)
kepada Bank Berkah Syariah. Jurnal pengakuan penagihan pembayaran oleh pembuat
barang adalah sebagai berikut:
Misalkan tagihan kedua diterima pada tanggal 15 Mei dan diikuti dengan pembayaran oleh
bank pada tanggal 22 Mei 20XA. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Debit Kredit
Tanggal Rekening
(Rp) (Rp)
15/5/XA Db. Aset istishna dalam 39.000.000
penyelesaian
Kr. Hutang istishna’ 39.000.000*
*(50%-20%) x Rp
130.000.000 = Rp
39.000.000
22/5/XA Db. Hutang istishna’ – 39.000.000
pembuat barang
Kr. Kas/rekening 39.000.000
nasabah pemasok
Misalkan tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 20XA dan dibayarkan pada tanggal 2 Juli
20XA. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan
dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang
bersangkutan
bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aest istishna dalam penyelesaian ; dan
pada akhir periode harga pokok istishna diakui sebesar biaya istishna yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tesebut
Misalkan dalam kasus di atas, penagihan oleh bank kepada pembeli akhir dilakukan dalam
5 termin dalam jumlah yang sama yaitu Rp 30.000.000, setiap tanggal 10 mulai bulan
Agustus. Maka jurnal untuk mengakui 5 kali penagihan piutang istishna’ kepada pembeli
dan penerimaan pembayaran dari pembeli tersebut adalah sebagai berikut.
Berdasarkan PSAK no 104 paragraf 19 disebutkan bahwa pada metode akad selesai
melekat beberapa ketentuan berikut :
PENYAJIAN
Berdasarkan PSAK no 104, penyajian rekening yang terkait transaksi istishna’ dan
istishna’ paralel antara lain :
1. Piutang istishna’, yang timbul kaena pemberian modal usaha istishna’ oleh bank
syariah
2. Piutng, yang timbul kerna penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi istishna’, Rekening ini disajikan terpisah dari piutang istishna’,
3. Hutang Istishna’, timbul bank menjadi penjual barang istishna’ yang dipesan
olehnasabah pembeli
PENGUNGKAPAN
Hal-hal yang diungkap dalam catatan atas laporan keungan tentang transaksi
istishna’ dan istishna paralel antara lain :