Anda di halaman 1dari 22

BAI SALAM & BAI

ISTISNA
Disusun oleh:
Tusrini
(1505015090)
Novia Arianti Lestari
(1505015102)
Fidia Pangestika
(1505015103)
Ana Yunita
(1505015118)

Pengertian Bai Salam


Salam berasal dari kata As Salaf yang artinya
pendahuluan karena pemesanan barang menyerahkan
uangnya di muka. Akad salam dapat didefinisikan sebagai
transaksi atau akad jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan
pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

Landasan Hukum Bai Salam


Al Quran Al-Baqarah ayat 282 :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya.
Al Hadist :


( )



Tiga hal yang didalamnya terdapat keberhakah : jual-beli
secara tangguh muqaradhah (mudharabah) , dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual (HR. Ibnu Majah).

Jenis-jenis Bai Salam


1. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang
yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi
dilakukan, pembeli melakukan pembayaran di
muka sedangkan penyerahan barang baru
dilakukan di kemudian hari.
2. Salam Paralel, artinya melaksanakan dua
transaksi salam yaitu antara pemesan, pembeli
dan penjual serta antara penjual dengan
pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya.

Rukun Bai Salam


Rukun salam ada tiga :
1) Pelaku, terdiri atas penjual dan pembeli
2) Objek akad berupa barang yang
diserahkan dan modal salam
3) Ijab Kabul atau serah terima

akan

Fatwa DSN No. 05/DSNMUI/IV/2000 Tentang Jual Beli


1. Ketentuan tentang pembayaran
Salam
a. Alat bayar harus diketahui
jumlah dan bentuknya, baik berupa
b.
c.

uang, barang, atau manfaat.


Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

2. Ketentuan tentang barang


a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c. Penyerahannya dilakukan kemudian.
d. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
e. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.

3. Ketentuan tentang Salam Paralel:


Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat:
a. Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
4. Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon).
4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:

5. Pembatalan Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan,
selama tidak merugikan kedua belah pihak.
6. Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah
pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui
Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.

Fitur dan Mekanisme


1. Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam
kegiatan transaksi salam dengan nasabah
2. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan
dalam
bentuk
perjanjian
tertulis
berupa
akad
pembiayaan atas dasar salam
3. Penyedia dana oleh bank kepada nasabah harus
dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran
segera setelah pembiayaan atas dasar akad salam
disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
pembiayaan atas dasar akad salam disepakati.
4. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh
dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank
atau dalam bentuk piutang bank.

Tujuan atau Manfaat


Bagi Bank :
1. Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka
memperoleh barang tertentu sesuai kebutuhan nasabah akhir
2. Memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan
apabila harga pasar barang tersebut pada saat diserahkan ke
bank lebih tinggi daripada jumlah pembiayaan yang diberikan
3. Memperoleh pendapatan dalam bentuk margin atas
transaksi pembayaran barang ketika diserahkan kepada
nasabah akhir
Bagi Nasabah :
1.Memperoleh dana di muka sebagai modal kerja untuk
memproduksi barang.

Teknis Perbankan
1) Salam ialah transaksi jual-beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan
secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai.
2) Saat barang diserahkan kepada bank oleh produsen
(pabrik/took) maka bank akan menjualnya kepada nasabah
secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank
adalah harga beli bank dari nasabah yang ditambah keuntungan.
3) Bila bank menjualnya secara tunai biasanya disebut
pembiayaan talangan (bridging financing). Biala bank menjaul
secara cicilan, maka bank dan nasabah harus menyepakati harga
jual dan jangka waktu pembayaran.
4) Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.

Ketentuan Umum
1) Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya
secara jelas seperti jenis,macam,ukuran,mutu dan
jumlahnya.
2) Apabila hasil produksi yang diterimanya cacat atau tidak
sesuai dengan akad maka produsen (pabrik/took) harus
bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana
yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai
dengan pesanan.
3) Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli
atau dipesanya sebagai persediaan, maka dimungkinkan
bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak
ketiga (pembeli kedua), seperti :Bulog,pedagang pasar
induk dan rekanan.

Ilustrasi Pembiayaan Istishna Dalam Bank Syariah

Pengertian Bai Istisna


Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli/mushtashni) dan
penjual (pembuat/shani).

Landasan Hukum Bai Istisna


Sumber hukum akad istishna adalah perkataan Amr bin
Auf yaitu
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perdamaina yang mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang
haram. (HR. Tirmidzi) juga perkataan dari Shahabat Abu
Said al-Khudri yaitu Tidak boleh membahayakan diri
maupun orang lain. HR. Ibnu Majadarruqutni dan yang
lain.

Jenis-jenis Istishna
1. Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (mushtashni) dan
penjual (shani)
2. Istishna parallel adalah suatu bentuk akad
istishna antara penjual dan pemesan, di mana
untuk memenuhi kewajibannya pemesan,
penjual melakukan akad istishna dengan pihak
lain (subkontraktor yang dapat memenuhi asset
yang dipesan oleh pembeli atau pemesan.

Rukun Istishna
1. Transaktor (terdiri atas penjual dan
pembeli)
2. Objek Istishna
3. Ijab dan Kabul

Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Istishna


Ketentuan tentang pembayaran :
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Ketentuan tentang barang :
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli (mustashni ) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis

Fatwa DSN No. 22/DSNMUI/III/2002 Tentang Jual Beli


Pertama: Ketentuan Umum
Istishna
Paralel
1. Jika LKS melakukan
transaksi Istishna',
untuk memenuhi
kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna' lagi
dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat
istishna' pertama tidak bergantung (mu'allaq) pada istishna'
kedua.
2. LKS selaku mustashni' tidak diperkenankan untuk memungut
MDC (margin during construction) dari nasabah (shani') karena
hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Istishna'
(Fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam
Istishna' Paralel.
Kedua: Ketentuan Lain

Fitur dan Mekanisme


1. Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan istisna
dengan nasabah
2. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk
pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang
bank.
Tujuan atau Manfaat
3. Bagi bank
4. Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka menyediakan
barang yang diperlukan oleh nasabah.
5. Memperoleh pendapatan dalam bentuk margin
6. Bagi nasabah
7. Memperoleh barang yang dibutuhkan sesuai spesifikasi tertentu.
Ketentuan Umum
1) Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis , macam, ukuran dan

Ilustrasi Pembiayaan Istishna


Dalam Bank Syariah

SEKIAN & TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai