Anda di halaman 1dari 11

Pendidikan Administrasi Perkantoran B 2018

Kelompok 4
Resume Bab 5 Bank Syariah
1. Fitri Annisa 1709618024
2. Hamida 1709618012
3. Hana Nida Kamila 1709618006
4. Intan Inggis Lineuwih 1709618014

BAB 5

Sistem dan Prosedur Prinsip Murabahah

A. Pengertian Murabahah
Murabahah secara bahasa berasa dari kata ‫ ربح‬yang berarti keuntungan, karena
dalam jual beli murabahah harus menjelaskan keuntungannya. Sedangkan menurut
istilah murabahah adalah jual beli dengan harga pokok dengan tambahan keuntungan
(Al Zuhaili, 1984). Salah satu skim fiqh yang paling populer digunakan oleh
perbankan syariah adalah skim jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan
murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Secara
sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut
ditambah dengan margin yang disepakati (Karim, 2007).
B. Landasan Hukum Murabahah
1. QS. An-Nisa’ [4]:29:

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku sukarela diantaramu...”
2. QS. Al-Baqarah [2]:275:

“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

3. Hadist Rasulullah Riwayat Tirmidzi:

"Dari Rifa’ah Ibn Rafi’, bahwa Rasulullah ditanya: “wahai Rasulullah,


pekerjaan apa yang paling baik”? Rasulullah menjawab pekerjaan orang dengan
tangannya sendiri dan jual beli secara mabrur” (Riwayat Ahmad, Al Bazzar dan
Ath Thabrani) (As-Shan’ani, 1995).

Dari ayat-ayat dan hadits di atas jelas Allah melarang memakan harta
dengan cara yang tidak diridhoinya, kecuali dengan transaksi yang berdasarkan
suka sama suka diantara kedua belah pihak.

4. Rukun dan Syarat Murabahah


a. Rukun Pembiayaan Murabahah
a) Ba’i atau penjual, penjual di sini adalah orang yang mempunyai barang
dagangan atau orang yang menawari suatu barang.
b) Musytari atau pembeli, adalah orang yang melakukan permintaan terhadap
suatu barang yang ditawarkan oleh penjual.
c) Mabi’ atau barang, adalah komoditi, benda, objek yang diperjual belikan.
d) Tsaman atau harga jual, adalah sebagai alat ukur untuk menentukan nilai
suatu barang.
e) Ijab dan Qabul yang dituangkan dalam akad.
b. Syarat Pembiayaan Murabahah
a) Pihak yang berakad (penjual dan pembeli)
1) Cakap hukum
2) Suka rela atau ridha, tidak dalam keadaan terpaksa atau di bawah
tekanan
b) Objek yang diperjual belikan
1) Tidak termasuk yang diharamkan atau yang dilarang oleh agama
2) Bermanfaat
3) Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan
4) Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad
5) Sesuai spesifikasi yang diterima pembeli dan diserahkan penjual
6) Jika berupa barang bergerak maka barang itu harus bisa dikuasai
pembeli setelah dokumentasi dan perjanjian akad diselesaikan
c) Akad atau Sighat (Ijab dan Qabul)
1) Harus jelas dan disebutkan secara spesifikasi dengan siapa berakad
2) Antara Ijab dan Qabul (serah terima) harus selaras baik dalam spesifik
barang maupun harga yang di sepakati
3) Tidak menggantungkan keabsahan transaksi pada masa yang akan
datang
4) Tidak membatasi waktu, misal saya jual kepada Anda untuk jangka
waktu 10 bulan dan setelah itu akan menjadi milik saya kembali
d) Harga
1) Harga jual adalah harga beli ditambah keuntungan
2) Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian
3) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama
D. Jenis-jenis Murabahah
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan
berlaku umum jual beli barang-barang yang memenuhi syarat jual beli murabahah.
Dalam prakteknya jenis-jenis akad murabahah adalah sebagai berikut:
1. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan maksudnya, ada yang pesan atau tidak ada yang
membeli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan
barang-barang pada murabahah ini tidak berpengaruh atau terkait langsung
dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli. Dalam murabahah tanpa pesanan,
bank syariah menyediakan barang atau persediaan barang yang akan
diperjualbelikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah yang membeli atau
tidak. Sehingga proses pengadaan barang dilakukan sebelum transaksi jual beli
murabahah dilakukan. Pengadaan barang dilakukan oleh bank syariah ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Membeli barang jadi kepada produsen (prinsip murabahah)
b. Memesan kepada pembuat barang dengan pembayaran dilakukan secara
keseluruhan setelah akad (prinsip salam)
c. Memesan kepada pembuat (produsen) dengan pembayaran yang bisa
dilakukan didepan, salam dalam proses pembatalan, atau musyarakah.
2. Murabahah dengan Pesanan
Pengertian Murabahah berdasarkan pesanan adalah suatu penjualan dimana dua
pihak atau lebih bernegosiasi dan berjanji satu sama lain untuk melaksanakan
suatu kesepakatan bersama, dimana pemesan (nasabah) meminta bank untuk
membeli asset yang kemudian dimiliki secara sah oleh pihak kedua. Nasabah
menjanjikan kepada bank untuk membeli asset yang telah dibeli untuk
memberikan keuntungan atas pesanan tersebut. Kedua belah pihak akan
mengakhiri penjualan setelah kepemilikan asset pindah ke nasabah.
Janji pemesanan di dalam murabahah berdasarkan pesanan, bisa bersifat mengikat
dan bisa bersifat tidak mengikat. Accounting and Auditing Organization For
Isalamic Financial Insitution (AAOFI) menjelaskan aturan murabahah
berdasarkan pesanan sebagai berikut:
a) Murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat, mempunyai aturan
diantaranya sebagai berikut :
1) Jika bank menerima permintaan pemesanan (nasabah), bank harus
memebli aset yang diakhiri atau ditutup dengan akad penjualan yang sah
antara dia dan penjual aset. Pembelian ini dianggap merupakan
pelaksanaan janji yang mengikat secara hukum antara nasabah sebagai
pemesan dan bank.
2) Bank menawarkan aset kepada pemesan, yang harus diterima berdasarkan
janji yang mengikat di antara kedua belah pihak secara hukum, dan oleh
karena itu harus sesuai dengan ketetapan yang berlaku dalam akad
penjualan.
3) Di dalam bentuk penjualan seperti ini diperbolehkan untuk membayar
urbun ketika menandatangani akad aslinya, tetapi sebelum bank membeli
aset. Urbun di dalam Fikih Islam adalah sejumlah uang yang dibayarkan di
muka kepada penjual. Jika bank memutuskan untuk melakukan transaksi
dan meneriwa aset, maka urbun akan diperlakukan sebagai bagian dari
harga yang dibayar dimuka, jika tidak maka urbun akan ditahan oleh
penjual.
b) Murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak mengikat, dengan aturan antara
lain:
1) Salah satu pihak (pemesan atau nasabah) meminta pihak lain (pembeli atau
bank) untuk membeli sebuah aset dan menjajikan bahawa apabila dia
membeli aset tersebut, maka pemesanan akan membelinya dari dia sesuai
dengan harganya (sudah termasuk mark-up keuntungan). Permintaan ini
dianggap sebagai kemauan untuk membeli, bukan penawaran.
2) Jika bank menerima permintaan ini, dia akan membeli aset untuk dirinya
sendiri berdasarkan akad penjualan yang sah antara dia dan penjual aset
tersebut.
3) Pembeli harus menawarkan lagi kepada pemesan menurut syarat perjanjian
pertama, tentunya setelah kepemilikan asetnya secara sah dimiliki bank.
Hal ini di anggap sebagai suatu penawaran dari bank.
4) Ketika aset ditawarkan kepada pemesan, dia hanya mempunyai pilihan
untuk mengakhiri suatu akad penjualan atau menolak membelinya, dengan
kata lain pemesanan tidak wajib memenuhi janjinya. Jika dia memilih
melakukan suatu akad, maka itu akan dianggap sebagai suatu penerimaan
tawaran tersebut. Kemudian suatu akad penjualan yang sah harus dibuat
antara pemesan dan bank.
5) Apabila terjadi bahwa pemesan menolak membeli aset tersebut tetap akan
menjadi milik bank yang berhak untuk menjualnya melalui cara-cara yang
diperbolehkan.
6) Jika diharuskan bahwa pemesanan harus membayar cicilan pertama, maka
pembayaran tersebut harus dilakukan setelah akad tersebut ditandatangani
dan cicilan tersebut merupakan bagian dari harga penjualan tersebut.
c) Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000
Ketentuan yang tercantum dalam Fatwa DSN Nomor
04/DSNMUI/IV/2000 adalah sebagai berikut :
a. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah :
1) Bank dan nasaabh harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian. Misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberi tahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
7) Nasabah membayar harga yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
b. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah :
1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada Bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membelinya) sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat,
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank di bolehkan meminta nasabah untuk
membayar uamg muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
7) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari
uang muka, maka
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
tinggal membayar sisa harga.
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya
E. Implementasi Murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Secara konsep, murabahah hanya melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli.
Dalam aplikasinya di perbankan syariah, murabahah melibatkan tiga pihak, yaitu
nasabah sebagai pembeli, bank sebagai penjual dan suplier sebagai pemasok barang
kepada bank atas permintaan nasabah. Akan tetapi dalam realitanya, murabahah lebih
banyak teraplikasi dengan konsep murabahah bil wakalah. Artinya bank memberikan
wewenang kepada nasabah untuk melakukan jual beli terhadap barang kebutuhan
nasabah dengan melakukan perjanjian wakalah (perwakilan), yang pada akhirnya
nasabah hanya menyerahkan kwitansi pembelian barang sebagai bukti bahwa
murabahah yang ditanda tangani akadnya bisa berjalan sesuai dengan prosedurnya.
Dalam implementasinya, nasabah yang mengajukan pembiayan untuk pembelian
barang konsumtif diberikan surat kuasa berupa wakalah atau pendelegasian
wewenang untuk membeli sendiri barang kebutuhannya kepada suplier, kemudian
bank memberikan pembiayaan dengan mentransfer ke rekening nasabah. Setelah
membeli barang, kemudian nasabah menyerahkan kwitansi sebagai bukti pembelian
kepada bank dan sebagai bukti bahwa nasabah benar-benar telah membeli barang
sesuai akad, setelah itu bank menjual lagi kepada nasabah dengan margin tertentu.
Bahkan praktek di lapangan, nasabah diberikan pembiayaan tanpa mempedulikan
objek yang akan diperjual belikan. Sehingga muncul kesan bagi nasabah yang terbiasa
dengan skim kredit konsumtif bahwa “bank syariah sama saja dengan bank
konvensional”, karena kebutuhan nasabah bukan lagi untuk pembelian barang akan
tetapi untuk kebutuhan dana segar. Di perbankan syariah Indonesia, praktek akad
murabahah didasarkan pada fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000. Secara
umum fatwa tersebut memberikan arahan baik kepada perbankan atau pada nasabah.
Berikut ketentuannya fatwa terhadap bank:
1. Bank dan nasabah melalukan akad murabahah yang bebas riba dan bukan barang
haram
2. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya
3. Bank membeli barang tersebut atas nama bank sendiri
4. Bank menjaual barang kepada nasabah dengan harga beli ditambah dengan
keuntungan yang diinginkan dan disepakati kedua belah pihak
5. Nasabah membayar barga barang tersebut dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan kesepakatan
6. Untuk menghindari terjadinya kecurangan penyalahgunaan atau kerusakan bank
dapat mengadakan perjanjian khusus
7. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkan
untuk nasabah

Pada perbankan syariah murabahah banyak digunakan untuk pembiayaan. Alasannya


banyaknya digunakan murabahah ini pada perbankan syariah diatarannya:

1. Suatu mekanisme investasi jangka pendek dan sistem ini cukup memudahkannya
2. Margin dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan
bank dapat diperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank
yang berbasis bunga yang menjadi saingannya
3. Menjauhkan ketidakpastian dari pendapatan bisnis
4. Murabahah tidak memungkinkan bank syariah untuk mencampuri manajemen
bisnis, karena pembiayaan murabahah konsep yang dikembangkan bukan konsep
mitra, melainkan hubungan antara kreditor dan debitor

F. Prosedur Murabahah
Prosedur dan persyaratan penyaluran dana berdasarkan akad pembiayaan Murabahah
secara garis besar dapat ditentukan dalam 2 (dua) prosedur dan persyaratan, yaitu:
Negosiasi pembiayaan murabahah antara perbankan syariah dan calon nasabah, serta
nasabah melengkapi dokumen yang dipersyaratkan sebagai bentuk asas kehatihatian
dalam dunia perbankan.
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000,7 untuk dapat
menjalankan pembiayaan murabahah, ketentuan yang harus diikuti adalah sebagai
berikut:
Bagi Bank Syariah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank.

Bagi Nasabah:

1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset
kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu
aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai 7 Lihat: Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
04/DSNMUI/IV/2000 tentang Murabahah dengan janji yang telah
disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua
belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang
muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank
harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank,
bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka,
maka
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal
sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;
dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
kekurangannya.

Ketentuan dalam Fatwa DSN-MUI tentang Akad Murabahah tersebut diatas dipertegas
pula dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, yang ditetapkan pada tanggal 14 November 2005 serta
dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 124 DPbs.

Dengan demikian pihak perbankan syariah dalam menyelenggarakan pembiayaan jual


beli berdasarkan akad murabahah harus sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang
tersebut diatas. Pihak perbankan syariah dengan alasan apapun tidak diperbolehkan
melanggar ketentuan tersebut karena akan mengakibatkan tidak sempurnanya akad jual
beli murabahah. Dalam sebuah kasus yang sering terjadi, karena alasan kepraktisan
pembiayaan jual beli menggunakan akad Murabahah yakni jual-beli barang pada harga
asalnya dan di tambah dengan keuntungan berdasarkan kesepakatan, kemudian pihak
perbankan memberikan uang kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang
diinginkannya.

Anda mungkin juga menyukai