Anda di halaman 1dari 12

pengakuan dan pengukuran marabahah

Elika Guspa Yuni 21040012

Tika Saniya 21040017

Purdiantiwi Komalasari 21040039

Afrizal Anreas 21040004

Farhan Dzaki 21040038


PENGERTIAN AKAD MURABAHAH

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2013) dalam pernyataan standar


akuntansi (PSAK) 102, murabahah adalah menjual barang dengan harga jual
sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang yang disepakati dan
penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada
pembeli.

Secara luas jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar
saling rela. Jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad) yang
dapat dibenarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang
dengan barang, barang dengan barang yang biasa kita kenal dengan barter
dan uang dengan uang misalnya pertukaran nilai mata uang rupiahdengan
yen.
Akad murabahah adalah sesuai dengan syariah karena merupakan transaksi
jual beli, dimana kelebihan dari harga pokoknya merupakan keuntungan dari
penjualan barang.

Sangat berbeda dengan praktik riba dimana nasabah meminjam uang sejumla
tertentu untuk membeli suatu barang kemudian atas pinjaman tersebut
nasabah harus membayar kelebihannya dan ini adalah riba.

Menurut ketentuan syariah, pinjaman uang harus dilunasi sebesar pokok


pinjamannya dan kelebihannya adalah riba, tidak tergantung dari besar kecilnya
kelebihan yang diminta juga tidak tergantung kelebihan tersebut nilainya tetap
atau tidak tetap sepanjang waktu pinjaman.
DASAR HUKUM MURABAHAH
a. Al-Qur’an
Transaksi Murabahah seperti Al-Qur’an: Al-Baqarah: 275
Artinya:

“orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
sama dengan riba, padahal Allah sudah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275).
b. Hadist

Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu Said Al-Khudri bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka
sama suka.” (H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu
Hibban).

c. Ijma

(Ibnu Rsuyd, Bidayah al Mujtahid, II/161; al-Kasani, Bada’i as sana V/220-


222). Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, telah menetapkan syarat untuk berbagai
produk perbankan syariah baik berupa penghimpunan dana maupun
penyaluran dana. (Lukmanul, 2017).
JENIS AKAD MURABAHAH

1. Murabahah dengan pesanan (murabahah to the purchase order ) Dalam


murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah
ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat m
engikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang
dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang
yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset
murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan
mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan
akan menguranginilai.

2. Akad murabahah tanpa pesanan Dalam murabahah jenis ini, penjual


melakukan pembelian barang ke produsen tanpa harus ada pesanan terlebih
dahulu dari pembeli. Tentunya murabahah jenis ini tidakmengikat.
RUKUN MURABAHAH

Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul yang
menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang
menempati kedudukan ijab dan qobul itu. Sedangkan menurut jumhur ulama
ada 5 rukun dalam jual beli itu, yaitu penjual, pembeli, sighat, serta barang
atau sesuatu yang diakadkan

1. Penjual (ba’i)
2. Pembeli (Musytari)
3. Objek jual beli (mabi’)
4. Harga (Tsaman)
5. Ijab qobul
Syarat Murabahah

1. Penjual memberi tahu harga pokok kepada calon pembeli. Hal ini
adalah logis, karenaharga yang akan dibayar pembeli kedua atau
nasabah didasarkan pada modal si pembeli awal / Bank atau BMT.
2. Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Akad harus bebas dari riba.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang.
IJAB DAN KABUL

Ijab dan kabul merupakan pernyataan kehendak pihak yang bertransaksi, baik
secaralisan, tertulis, atau secara diam-diam. Akad murabahah memuat hal yang
terkait dengan posisi hak dan kewajiban bank sebagai penjuak dan nasabah
sebagai pembeli. Hal ini mengikat bagi kedua pihak dan mencantumkan berbagai
hal. Hal-hal tersebut antara lainsebagai berikut:

1. Nama notaris serta informasi waktu dan tempat penanda tanganan akad.
2. Identitas pihak pertama, dalam hal ini adalah pihak yang mewakili bank
syariah
3. Identitas pihak kedua, dalam hal ini adalah nasabah yang membeli barang
didampingioleh suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris.
4. Bentuk akad beserta penjelasan akad.
5. Kesepakatan-kesepakatan meliputi kesepakatan tentang fasilitas
pembiayaan, pembayaran, dan jangka waktu.
PERLAKUAN AKUNTANSI (PSAK 102)

Pengakuan dan Pengukuran


Pengakuan dan pengukuran akuntansi murabahah untuk penjual adalah:
a. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar
biaya perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah
sebagai berikut.

1) Jika murabahah pesanan mengikat, maka:


a) Aset murabahah dinilai sebesar biaya perolehan.
b) Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi
lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, maka penurunan nilai
diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
2) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak
mengikat, maka:
a) Aset murabahah dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai
bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah.
b) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari pada biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Pada saat akad terjadinya murabahah yang dilakukan oleh pihak penjual
dan pembeli, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset
murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Maka, pada akhir
periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih
yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian
piutang

Contoh Kasus murabahah

Contoh, tuan Ahmad membeli laptop merk Asus kepada tuan Robert
seharga Rp 6.500.000. dari harga tersebut tuan Robert memberitahukan
kepada tuan Ahmad harga pokok/harga beli laptop Rp 6.000.000 dan
keuntungan Rp 500.000.

Anda mungkin juga menyukai