Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Disini saya akan membahas mengenai MURABAHAH, materi ini sangat penting kita pelajari, semoga materi ini bisa bermamfat untuk kita semua. Bank syariah merupakan lembaga keuangan bank yang dikelola dengan dasar-dasar syariah, baik itu berupa nilai prinsip dan konsep. Perbankan Syariah telah menjadi kenyataan umum di Indonesia termasuk di wilayah Propinsi Sulawesi Utara khususnya di Kota Manado yang telah ada sejumlah Bank Syariah yang menjalankan tugas dan fungsinya. Kegiatan usaha bank umum syariah meliputi menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah .2 Hubungan hukum di antara Bank Syariah dengan nasabahnya sehubungan dengan pelaksanaan Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, tentunya tidak terlepas dari apakah yang dimaksudkan dengan Akad itu sendiri, yang mempunyai pengertian sama dengan: Perjanjian atau Kontrak. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah merumuskan maksud dari Akad, bahwa Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (Pasal 1 angka 13). Hubungan para pihak yang tertuang dalam bentuk Akad Pembiayaan Murabahah tersebut adalah suatu hubungan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum tertentu. Bank Syariah dengan menyalurkan dana kepada nasabahnya, tentu saja tidak menginginkan kerugian dari hubungan hukum tersebut, sebaliknya, pihak nasabah dapat mengambil manfaat dari dana yang dipinjam dari Bank Syariah untuk kepentingan usaha (bisnis), seperti perluasan pemasaran produk, peningkatan kualitas produk, pengadaan peralatan modal kerja, dan lain-lainnya. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari murabahah ? 2. Jenis-jenis murabahah

3. Rukun dan syarat murabahah 4. Dasar hukum murabahah 5. ketentuan umum murabahah 6. Studi kasus

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Murabahah Kata murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu ( ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam pengertian lain Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal inilah yang membedakan Murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh. Sedangkan menurut istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah Swt.

2. Jenis Murabahah Murabahah Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order) Murabahah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut. Murabahah Tanpa Pesanan

Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.

3. Rukun dan Syarat Murabahah

Pengertian Rukun Murabahah Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis.
Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual(Ba'I'),orang yang membeli(Musytari),Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan

Syarat Murabahah 1. Pihak yang berakad,yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa), dan mereka saling meridhai (rela) 2. Khusus untuk Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram. 3. Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya, semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis. Selain itu harus memenuhi syarat sebagai berikut : Pihak yang berakad, harus: a. Cakap hukum.

b. Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan terpaksa atau berada dibawah tekanan atau ancaman.

Obyek yang diperjualbelikan harus:

a. Tidak termasuk yang diharamkan atau dilarang. b. Memberikan manfaat atau sesuatu yang bermanfaat. c. Penyerahan obyek murabahah dari penjual kepada pembeli dapat dilakukan. d. Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad.

e. Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli. Akad/Sighat: a. Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad. b. Antara ijab dan qabul (serah terima) harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati. c. Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.

4. Dasar hukum Murabahah Al-Quran "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela diantaramu. . . . ." (QS.4:29). "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS.2:275)

Al-Hasidt Dari Abu Sa'id Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban).

5. Ketentuan umum Murabahah 1. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.

2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biayabiaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.. 3. ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah 4. dalam system murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan. 5. transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.

6. Studi kasus Putusan Mahkamah Agung No. 48 PK/AG/2009 Antara : 1. H. EFFENDI bin RAJAB; 2. Dra. Psi. FITRI EFFENDI binti MUNIR, keduanya bertempat tinggal di Jalan Perwira No. 1 RT. 03 RW. III, Kelurahan Belakang Balok, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh, Bukittinggi, dalam hal ini memberi kuasa kepada: FIRDAUS, S.H., M.Hum. dan ANUAR SAKTI SIREGAR, S.H., Advokat, berkantor di Jalan Sutan Syahrir No. 29 A, Kota Bukittinggi; Para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon Kasasi/para Penggugat/para Pembanding I - para Terbanding II. Melawan : 1. PT. BANK BUKOPIN PUSAT, yang pelaksanaannya dilakukan oleh PT. BANK BUKOPIN CABANG SYARIAH BUKITTINGGI, berkedudukan di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 16, Bukittinggi, dalam hal ini memberi kuasa kepada: HASNULDI MIAZ, S.H. dan WENINANDA DT. MAJO BASA, S.H., Advokat, berkantor di Jalan Jenderal Sudirman No. 24, Kota Bukittinggi; 2. PEMERINTAH RI, Cq. DEPARTEMEN KEUANGAN RI, Cq. DIR. JEND. PIUTANG DAN LELANG KANTOR WILAYAH I MEDAN, Cq. KANTOR PELAYANAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA (KP2LN) BUKITTINGGI, berkedudukan di Jalan Prof. Hazairin, S.H., Belakang Balok Bukittinggi.

BAB III

PENUTUP Kesimpulan : Pada dasarnya Akad seluruhnya halal asalkan memenuhi hukum dan ketentuan syaria'ah.untuk biaya yang terkait dengan aset Murabahah boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan itu adalah biaya langsung-menurut Jumhur Ulama-atau biaya tidak langsung yang memberi nilai tambah pada asset murabahah.

Daftar pustaka http://putusan.mahkamahagung.go.id/mainhttp://fileperbankansyariah.blogspot.com/2 011/03/pengertian-murabahah.html/pencarian/?q=48%2Fpk%2FAG%2F2009 Wiroso SE.MBA.(2005).Jual Beli Murabahah.Yogyakarta : UII Press Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai