Anda di halaman 1dari 25

BAB III

HASIL-HASIL PENELITIAN

A. Akad Murabahah Menurut Fatwa MUI No. 111/DSN/ IX/2017

1. Fatwa DSN-MUI

Pada saat ini Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah dan

Lembaga Perekonomian Syariah di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat.

Untuk mendukung perkembangan tersebut diperlukan dukungan para pihak terkait

guna memberikan pembinaan, pengawasan dan arahan yang memungkinkan

pengembangan lembaga-lembaga tersebut berjalan dengan sehat dan berkelanjutan.

2. Fatwa DSN-MUI Tentang Murabahah

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 111/DSN/ IX/2017 yaitu yang mengatur

tentang murabahah menyebutkan ketentuan-ketentuan yang mengatur pelaksanaan

pembiayaan dengan akad murabahah. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

Menetapkan: Fatwa Tentang Akad Jual Beli Murabahah

Pertama: Ketentuan Umum :

a. Akad bai' al-murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarya
dengan harga yang lebih sebagai laba.
b. Penjual (al-Ba'i') adalah pihak yang melakukan penjualan barang dalam
akad jual beli, baik berupa orang (Syakhshiyah thabi'iyah/ natuurlijke
persoon) maupun yang dipersamakan dengan orang, baik berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum (syakhshiyah i'tibariah/syakhshiyah
huhniyah / rechtsperson).
c. Pembeli (al-Musytari) adalah pihak yang melakukan pembelian dalam akad
jual beli, baik berupa orang (Syakhshiyah thabi'iyah/ natuurlijke persoon)
maupun yang dipersamakan dengan orang baik berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum (Syakhshiyah i'tibariah/ syakhshiyah hukmiyah/
rechtsperson).
d. Witayah ashliyyah adalah kewenangan yang dimiliki oleh penjual karena
yang bersangkutan berkedudukan sebagai pemilik.

27
28

e. Wilayah niyabiyyah adalah kewenangan yang dimiliki oleh penjual karena


yang bersangkutan berkedudukan sebagai wakil dari pemilik atau wali atas
pemilik.
f. Mutsman/mabi' adalah barang yang dijual; mutsman/ mabi’ merupakan
imbangan atas tsaman yang dipertukarkan.
g. Ra's mal al-murabahah adalah harga perolehan dalam akad jual beli
murabahah yang berupa harga pembelian (pada saat belanja) atau biaya
produksi berikut biaya-biaya yang boleh ditambahkan.
h. Tsaman al-murabahah adalah harga jual dalam akad jual beli murabahah
yang berupa ra's mal almurabahah ditambah keuntungan yang disepakati.
i. Bai' al-murabahah al-'adiyyah adalah akad jual beli murabahah yang
dilakukan atas barang yang sudah dimiliki penjual pada saat barang tersebut
ditawarkan kepada calon pembeli.
j. Bai' al-murabahah li al-amir bi al-syira' adalah akad jual beli murabahah
yang dilakukan atas dasar pesanan dari pihak calon pembeli.
k. At-Tamwil bi al-murabahah (-pembiayaan murabahah) adalah murabahah
yang pembayaran harganya tidak tunai.
l. Bai' al-muzayadah adalah jual beli dengan harga paling tinggi yang
penentuan harga (tsaman) tersebut dilakukan melalui proses tawar menawar.
m. Bai' al-munaqashah adalah jual beli dengan harga paling rendah yang
penentuan harga (tsaman) tersebut dilakukan melalui proses tawar menawar.
n. Al-Bai' al-hal adalah jual beli yang pembayaran harganya dilakukan secara
tunai.
o. Al-Bai' bi al taqsith adalah jual beli yang pembayarun harganya dilakukan
secara angsuri bertahap.
p. Bai' al-muqashshah adalah jual beli yang pembayaran harganya dilakukan
melalui pedumpaan utang.
q. Khiyanah/Tadlis adalah bohongnya penjual kepada pembeli terkait
penyampaian ra's mal murabahah.1

Kedua: Ketentuan terkait Hukum dan Bentuk Murabahah

Akad jual beli murabahah boleh dilakukan dalam bentuk bai' al' murabahah

al-'adiyyah maupun dalam bentuk bai' al-murabahah li al-amir bi al-syira'.

Ketiga: Ketentuan terkait Shigat al-'Aqd.

1. Akad jual beli murabahah harus dinyatakan secara tegas dan jelas serta

dipahami dan dimengerti oleh penjual dan pembeli.

?
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 111/DSN/ IX/2017
29

2. Akad jual beli murabahah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan

perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Dalam hal perjanjian jual beli murabahah dilakukan secara tertulis, dalam

akta perjanjian harus terdapat informasi mengenai harga perolehan (ra's mal

al-murabahah), keuntungarr (al-ribh), dan harga jual (tsaman al-murabahah).

Keempat: Ketentuan terkait Para Pihak

1. Jual beli boleh dilakukan oleh orang maupun yang dipersamakan dengan

orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Penjual (al-Ba'i') dan pembeli (al-Musytarl) harus cakap hukum (ahliyah)

sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Penjual (al-Ba'i) harus memiliki kewenangan (wilayah) untuk melakukan

akad jual beli, baik kewenangan yang bersifat ashliyyah maupun kewenangan

yang bersifat niyabiyyah.

Kelima : Ketentuan terkait Mutsman/Mabi'

1. Mutsman/mabi' boleh dalam bentuk barang dan/atau berbentuk hak yang

dimiliki penjual secara penuh (milk al-tam).

2. Mutsman/mabi' harus berupa barang dan/atau hak yang boleh dimanfaatkan

menurut syariah (mutaqawwam) dan boleh diperjual belikan menurut syariah

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Mutsman/mabi' harus wujud, jelas/pasti/tertentu, dan dapat diserah terimakan

(qudrat al-aslim) pada saat akad jual beli murabahah dilakukan.


30

4. Dalam hal mabi' berupa hak, berlaku ketentuan dan batasan sebagaimana

ditentukan dalam Fatwa MUI nomor I/MUNAS VII/512A05 tentang

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Keenam : Ketentuan terkait Ra's Mal al-Murabahah

1. Ra's mal al-murabahah harus diketahui (ma'lum) oleh penjual dan pembeli.

2. Penjual (al-ba'i') dalam akad jual beli murabahah tidak boleh melakukan

tindakan khiyanah/tadlis terkait ra's mal al-murabahah

Ketujuh : Ketentuan terkait Tsaman

1. Harga dalam akad jual beli murabahah (tsaman al-murabahah) harus

dinyatakan secara pasti pada saat akad, baik ditentukan melalui tawar

menawar, lelang, maupun tender.

2. Pembayaran harga dalam jual beli murabahah boleh dilakukan secara tunai

(bai' al-hal), tangguh (bai' al-mu'aiia), bertahap/cicil (bai' bi al-taqsith), dan

dalam kondisi tertentu boleh dengan cara perjumpaan utang (bai' al-

muqashshah) sesuai dengan kesepakatan.

Kedelapan : Ketentuan terkait Produk dan Kegiatan

Murabahah yang direalisasikan dalam bentuk pembiayaan (al-tamwil bi al-

murabahah), baik al-murabahah li al-amir bi al-syira' maupun almurabahah

al-'adiyah, berlaku ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) murabahah

sebagaimana terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000)

tentang Murabahah.
31

Kesembilan : Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui

lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

2. Penerapan fatwa ini dalam kegiatan atau produk usaha wajib terlebih

dahulu mendapatkan opini dari Dewan Pengawas Syariah.

3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di

kemudian hari temyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan

disempurnakan sebagaimana mestinya.2

B. Mekanisme Penerapan Akad Murabahah dalam Cicilan Online

Penjualan online merupakan salah satu jenis transaksi jual beli yang

menggunakan media internet dalam penjualannya, pada saat ini yang paling banyak

dilakukan adalah berbasis media sosial seperti, facebook, twitter, telegram,

Instagram dan media sosial lainnya untuk memasarkan produk yang mereka jual.

Saat ini penjualan online merupakan salah satu bentuk jenis transaksi yang banyak

dipergunakan dalam jual beli. Kemudian bagaimanakah perspektif ekonomi Islam

dalam memandang penjualan online yang saat ini sudah menjadi suatu hal sudah

sangat lumrah yang dilakukan dalam transaksi jual beli, terutama kepada penjualan

online yang berbasis media sosial.3

2
Fatwa DSN MUI No. 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli Murabahah, hal. 3-6.
3
M.Nur Rianto Al Arif, ”Penjualan On-line Berbasis Media Social Dalam Perspektif
Ekonomi Islam”, Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan,Volume 23, No.1, Tahun
2013 (Juni 2013), hal. 19
32

Untuk menjawabnya, harus ditelusuri apakah dalam penjualan online sudah

memenuhi rukun-rukun akad yang sesuai dengan aturan fiqih. Sebagaimana yang

diketahui ada empat rukun akad, yaitu : (a) ada pihak-pihak yang berakad, (b) adanya

ijab dan qabul, (c) adanya obyek akad, (d) tujuan pokok akad itu dilakukan.4

Pihak-pihak yang berakad dalam jual beli online sudah jelas, yaitu ada yang

bertindak sebagai penjual dan ada yang bertindak sebagai pembeli. Sighah dalam

penjualan online biasanya berupa syarat dan kondisi yang disetujui oleh konsumen.

Syarat dan kondisi yang dipahami dapat disetujui sebagai sebuah sighah yang harus

dipahami baik oleh produsen maupun oleh konsumen.5

Dalam hal penjualan online bentuk sighah yang dilakukan adalah dengan cara

tulisan. Contohnya apabila kita membeli suatu program pada telepon pintar (smart

phone) maka akan ada pilihan bahwa konsumen telah membaca dan menyetujui

aturan dan perjanjian yang telah dibuat. Syarat dan kondisi ini merupakan sighah

yang harus dipahami baik oleh produsen maupun konsumen dalam penjualan online.

Begitu pula apabila kita melakukan transaksi dengan menggunakan media sosial,

penjual harus menulis kondisi dan syarat apa saja yang terdapat dalam transaksi

tersebut, sehingga terdapat keterbukaan antara penjual dan pembeli.6

Adapaun bentuk akad yang dapat diadopsi dalam transaksi jual beli online ini

adalah, bay’ al murabahah dan (biasa disebut murabahah) dan bay’ assalam (biasa

disebut salam).

?
M.Nur Rianto Al Arif, ”Penjualan On-line …, hal. 19
5

?
M.Nur Rianto Al Arif, ”Penjualan On-line … hal. 20
6

?
M.Nur Rianto Al Arif, ”Penjualan On-line … hal. 20
33

Bay’ al murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang disepakati. Dalam bay’ al murabahah, penjual harus memberi tahu

harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai

tambahannya. Pada saat ini, inilah akad jual beli yang paling banyak digunakan,

karena inilah praktik yang paling mudah implementasinya dibandingkan dengan

produk pembiayaan lainnya.

Dengan demikian jual beli murabahah merupakan akad jual beli dengan

modal pokok ditambah keuntungan, dimana penjual menyebutkan harga pembelian

barang (modal) kepada pembeli. Seperti perkataan “saya beli barang ini Rp.100,

maka berilah aku laba Rp.100,- atau Rp.200.7

Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa fatwa DSN lebih mengarahkan

murâbaḥaḧ pada utang dalam skema jual beli. Karena itu, dalam transaksinya diberi

peluang menetapkan jaminan terhadap harga barang yang mesti diserahkan pembeli

akhir (pembeli/pemesan) kepada penjual kedua (agen/penjual). Sama seperti pada

utang lazimnya, jaminan dimaksudkan sebagai pengukuh atas pelunasan transaksi

jual beli utang yang dilakukan. Kalau skemanya “dibaca” sekalian dengan akad

wakalah, maka proses murabahah tersebut dapat disederhanakan: pihak Lembaga

Keuangan Syariah (LKS), khususnya agen/penjual, menyerahkan sejumlah uang

yang dibutuhkan pembeli guna keperluan pembelian barang yang dipesannya yang

kemudian dicicil dalam rentang waktu yang disepakati. Dalam hal ini, wakalah

digunakan untuk menghindari kemiripannya dengan qardh, yang mengharamkan

pengembalian lebih. Karena ia berupa utang, maka harus ada jaminan terhadap nilai
7
?
Rozalinda, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada Perbankan Syariah, (Padang: Hayfa
Press, 2005), hal. 24
34

atau objek murabaḥaḧ. Jaminan tersebut bisa jadi dengan objek transaksi murabaḥaḧ

itu sendiri, tapi lebih sering berupa sesuatu yang lain, seperti SK pengangkatan bagi

Pegawai Negeri Sipil.

Murabahah memberi manfaat kepada penjual. Salah satunya adalah

keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual

kepada nasabah. Selain itu, system ini juga sangat sederhana, hal tersebut

memudahkan penanganan admisnistrasinya oleh penjual. Hal tersebutlah yang

menjadi salah satu alasan mengapa akad murabahah dapat digunakan dalam jual beli

on-line berbasis media sosial. Salah satu hal yang perlu dihindari oleh konsumen

ialah apabila ada penjual yang menawarkan produk yang harganya jauh dibawah

harga pasar,kemungkinan adanya penipuan dalam proses transaksi tersebut. Namun

apabila ada perbedaan harga dalam batas yang wajar, maka transaksi tersebut masih

diperkenankan.8

Dengan demikian, penulis melihat bahwa mekanisme penerapan akad

murabahah dalam cicilan online terdapat dua unsur akad:

Pertama akad murabahah dalam jual beli, dimana mekanisme pembiayaan

akad murabahah adalah ketentuan dan syarat yang harus dilakukan nasabah dalam

mengajukan permohonan pembiayaan dengan suatu perjanjian jual beli antara

penjual dan pembeli dengan penjual memberitahukan harga barang tersebut dan

berapa margin yang diinginkan oleh penjual, dengan adanya negosiasi antara penjual

dan pembeli maka diperoleh suatu kesepakatan harga dengan tidak ada rasa saling

?
M.Nur Rianto Al Arif, ”Penjualan On-line …, hal. 41-42.
35

keterpaksaan dan pembayarannya dapat dilakukan dengan cara tunai maupun

angsuran.

Menurut Adiwarman Karim, murabahah dalam praktek perbankan atau jual

beli dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:9

1. Murabahah dengan pesanan

Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam

murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah

ada pemesanan dari nasabah dan dapat bersifat mengikat atau tidak m engikat

nasabah untuk membeli barang yang di pesannya (bank d apat meminta uang

muka pembelian kepada nasabah).

2. Murabahah tunai atau cicilan

Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Dalam

murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk

cara pembayaran yang berbeda. Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya

penyerahan barang diawal akad dan pembayarannya kemudian (setelah awal

akad), baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lumpsum

(sekaligus).

Syarat Bai’ al-Murabahah menurut Muhammad Syafi’i Antonio, antara lain

yaitu:

1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.


2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas dari riba.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.

9
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), hal. 115-116.
36

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,


misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.10

Dari beberapa syarat di atas apabila tidak terpenuhi, maka pembiayaan yang

bersifat murabahah ini dianggap tidak sah menurut syariah. Karena dikatakan sah

menurut syariah itu jika didalam pembiayaan murabahah tersebut terdapat

kesepakatan didalam akad tanpa memberatkan salah satu pihak, adanya keterbukaan

serta bebas dari riba.

Kedua, mekanisme penerapan akad murabahah dalam cicilan online sudah

masuk dalam akad utang piutang, karena pembeli tidak langsung membayar secara

keseluruhan kepada penjual barang. Pada dasarnya segala bentuk persyaratan dalam

bermuamalah diperbolehkan menurut hukum Islam, yakni pihak-pihak yang

berhubungan dengan suatu akad diperbolehkan untuk menambahkan suatu

persyaratan guna tercapainya suatu akad sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan

semua pihak. Akan tetapi syarat-syarat yang dibuat oleh pihak-pihak tersebut tidak

boleh jika bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits.11

Syarat yang berkaitan dengan fiqh muamalah sendiri dinamakan syarat ja'li,

yakni syarat-syarat yang dibuat oleh orang yang mengadakan perikatan dan dijadikan

tempat tergantung dan terwujudnya perikatan. Misalnya seorang pembeli membuat

syarat bahwa dia mau membeli sesuatu barang dari penjual dengan syarat boleh

mengangsur. Jika syarat ini diterima oleh penjual, maka jual beli tersebut dapat

dilaksanakan. Syarat ja'li bisa diadakan untuk menambah kesempurnaan suatu

perikatan, yakni ketiadaan syarat tidak menyebabkan gagalnya perikatan tersebut

10
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking: Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 102.
11
Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, Jami’u al-Fiqh, juz 4, (Riyad : Dar al-Wafa’, 2005), hal. 110.
37

akan tetapi hanya menjadikan kurang sempurna. Dan syarat ja'li itu bisa juga

diadakan untuk menetapkan sahnya sebuah perikatan, yakni bila tidak ada syarat

tidak akan terwujud suatu perjanjian.12

Sehingga yang diharapkan dalam berlansungnya suatu akad sampai

berahirnya akad tersebut tidak ditemukan adanya pihak yang dirugikan ataupun

secara sederhana adalah tetapnya suatu unsur keridhaan dari semua pihak dan

terwujudnya keadilan dalam bermuamalah bagi semua pihak.

Meskipun hutang piutang merupakan praktek muamalah yang murni

berdasarkan pada asas tolong menolong, akan tetapi ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan pula dalam pemberihan hutang oleh kreditur kepada debitur, yaitu :

1. Kenal atau tidak

2. Hubungan diantara keduanya

3. Untuk kepentingan apa

4. Pekerjaan dan kekayaan pihak yang berhutang

5. Berapa besar nilai hutang.13

Beberapa hal tersebut meskipun sebagai suatu pertimbangan oleh pemberi

hutang, tetapi juga sebagai suatu tolak ukur yang bertujuan agar kedepannya tidak

ada masalah yang terjadi dari hutang piutang tersebut.

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa mekanisme penerapan akad

murabahah dalam cicilan online juga seperti penerapan akad murabahah secara

offline, dengan ketentuan bahwa mengikuti akad murabahah yang sudah dijelaskan

yaitu dapat dilakukan dengan pembayaran secara tunai keseluruhan atau pun dapat

12
Miftahul Arifin, Faishal Haq, Ushul Fiqh, (Surabaya : Citra Media, 1997), hal. 53.
13
Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta : Kencana, 2013), hal. 12-16.
38

dilakukan secara cicilan atau angsuran, begitu juga dalam sistem pembayaran secara

cicilan menurut penulis sudah masuk dalam ranah akad utang piutang, sehingga

dalam pembayarannya harus mengikuti akad dalam utang piutang.

C. Penerapan Akad Murabahah dalam Cicilan Online Menurut Fatwa MUI


No. 111/DSN/ IX/2017

Transaksi jual beli secara syari’ah tentu memiliki perbedaan dengan transaksi

secara konvensional. Jika pada transaksi konvensional pembeli dan penjual hanya

melakukan proses pertukaran barang dengan uang saja atau bahkan yang dilakukan

adalah pinjam meminjam uang, namun tidak demikian dengan transaksi secara

syari’ah. Dalam agama Islam setiap transaksi yang melibatkan dua orang atau lebih

harus disertai dengan akad atau perjanjian, selain itu transaksi harus berupa barang

yang dapat didefinisikan penggunaannya (tentunya bukan barang ribawi). Secara

umum Allah telah menyuruh umat-Nya untuk menghalalkan jual beli dan melarang

riba seperti yang telah tercantum dalam Surat An-Nisa’: 29 :

‫تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل اال ان تكون جتارة عن تراض منكم وال‬
ْ ‫يايها الذين امنوا ال‬
)29 :‫تقتلوا انفسكم ان اللّه كان بكم رحيما (النساء‬
ْ
Artinyan : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”(An-Nisa’:29)

Berkenaan dengan cicilan online, maka fatwa MUI No. 111/DSN/ IX/2017

tentang akad Murabaḥah pada putusan ke tujuh dijelaskan bahwa:

Ketujuh: Ketentuan terkait Tsaman


39

1. Harga dalam akad jual beli murabahah (tsaman al-murabahah) harus

dinyatakan secara pasti pada saat akad, baik ditentukan melalui tawar

menawar, lelang, maupun tender.

2. Pembayaran harga dalam jual beli murabahah boleh dilakukan secara tunai

(bai' al-hal), tangguh (bai' al-mu'aiia), bertahap/cicil (bai' bi al-taqsith), dan

dalam kondisi tertentu boleh dengan cara perjumpaan utang (bai' al-

muqashshah) sesuai dengan kesepakatan.

Maka dapat peneliti jelaskan bahwa pembayaran online secara cicilan

termasuk salah satunya didasarkan pada akad murabaḥah. Murabaḥah adalah akad

yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli barang dengan menyatakan harga

pokok barang dan margin keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Pihak agen membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah

disepakati kualifikasinya, dimana agen membeli barang yang diperlukan oleh

pembeli kemudian menjual barang tersebut kepada pembeli sebesar harga jual yaitu

harga pokok barang ditambah keuntungan. 14

Akan tetapi sebelum dilakukannya akad murabaḥah, agen/penjual barang

menawarkan sebuah pilihan kepada calon pembeli apakah calon pembeli tersebut

ingin memilih barang yang ingin dibeli atau meminta pihak penjual yang mencarikan

barang tersebut tersebut. Apabila calon pembeli menginginkan pihak penjual untuk

mencarikan barang, maka antara penjual barang melakukan akad murabaḥah dengan

calon pembeli, dengan ketentuan margin keuntungan yang telah disepakati antara

kedua belah pihak.


14
?
Muhamad, Audit dan Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta, 2011), hal. 65
40

Apabila pembeli memilih sendiri barang yang akan dibiayai, maka antara

pembeli dan penjual barang melakukan akad wakalah yaitu pembeli memohon atau

mewakilkan kepada penjual barang untuk membelikan barang yang telah dipilih oleh

pembeli dari pihak penyedia/produsen, dan akad wakalah putus sampai disini. Secara

bahasa wakalah berarti perlindungan (hifzh), pencukupan (kifāyah), atau tanggungan

(dhamān), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Secara

istilah, wakalah berarti tindakan seseorang menyerahkan urusannya kepada orang

lain pada urusan yang dapat diwakilkan, agar orang lain itu mengerjakan urusan

tersebut pada saat hidupnya orang yang mewakilkan.15 Dengan demikian, wakalah

adalah akad pelimpahan kekuasaan atau pemberian kuasa untuk hal-hal yang boleh

diwakilkan dari satu pihak kepada pihak lain.16

Kemudian penjual barang membeli barang pilihan pembeli dari

penyedia/prosuder. Setelah barang itu telah dimilik oleh penjual barang, maka

dilakukanlah akad murabaḥah antara pembeli dan penjual barang dengan pembeli

membayar uang muka dan margin keuntungan yang telah disepakati antara kedua

belah pihak.

Dalam hal ini penulis akan memperjelas dalam contoh ilustrasi misalnya

terjadi pada sebuah Bank syariah yang akan di uraikan sebagai berikut:

Pada suatu ketika Atha ingin membeli rumah milik seorang temannya

bernama Yeli yang akan dijual dengan harga Rp. 100.000.000, namun Atha tidak

15

?
Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hal.112
16
Muhammad, Audit dan Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta, 2011), hal. 97
41

memiliki uang sebanyak itu untuk membayar lunas rumah milik Yeli, dan tentu saja

Yeli juga tidak mau apabila Atha membayar rumahnya secara angsuran selama

bertahun-tahun. Oleh karena itu Atha meminta kepada BRI Syariah KCP Sigli

mewakilkan untuk membelikan rumah milik yeli tersebut dengan akad wakalah.

Gambar 3.1 Skema akad wakalah pada pembiayaan KPR

Setelah BRI Syariah KCP Sigli memperoleh rumah milik Yeli, barulah BRI

Syariah KCP Sigli dan Atha melakukan akad murabaḥah, dengan Atha bersedia

membayar uang muka, mengangsur secara bulanan dan sepakat dengan margin

keuntungan BRI Syariah KCP Sigli yang telah ditentukan sebelumnya.

Gambar 3.2 Skema akad Murabaḥah pada pembiayaan KPR

Adapun mengenai sistem pembayaran yang disepakati antara kedua belah

pihak, bahwa pembeli diharuskan membayar uang muka sebesar 20%, dan sisanya

sebesar 80% dibayar secara angsuran dari harga rumah yang akan dibiayai. Apabila

harga rumah yang akan dibiayai sebesar Rp. 100.000.000 maka uang muka yang

harus dibayar oleh pembeli kepada BRI Syariah KCP Sigli sebesar Rp. 20.000.000

dan pembeli mengangsur sebesar Rp. 80.000.000 ditambah margin keuntungan yang

telah disepakati antara kedua belah pihak. Dalam hal ini, BRI Syariah KCP Sigli

telah menetapkan margin keuntungan berdasarkan flat pembiayaan. Untuk

memperjelas penulis akan memberikan contoh sebagai berikut:


42

1. Pembeli Pembiayaan KPR dengan jumlah pembiayaan sebesar

Rp.200.000.000 dengan jangka waktu angsuran selama 1 tahun dan angsuran

per bulan sebesar Rp.17.668.000. Total angsuran selama 1 tahun sebesar

Rp.212.016.000. jadi margin yang diterima oleh Agen/penjual adalah

Rp.212.016.000-Rp.200.000.000 = Rp12.016.000 sebesar 6%.

2. Pembeli Pembiayaan KPR dengan jumlah pembiayaan sebesar

Rp.200.000.000 dengan jangka waktu angsuran selama 5 tahun dan angsuran

per bulan sebesar Rp.4.333.333. Total angsuran selama 5 tahun sebesar

Rp.260.000.000. jadi margin yang diterima oleh Agen/penjualadalah

Rp.260.000.000-Rp.200.000.000 = Rp.60.000.000 sebesar 30%.

3. Pembeli Pembiayaan KPR dengan jumlah pembiayaan sebesar

Rp.200.000.000 dengan jangka waktu angsuran selama 10 tahun dan angsuran

per bulan sebesar Rp.2.866.700. Total angsuran selama 10 tahun sebesar

Rp.344.000.000. jadi margin yang diterima oleh Agen/penjual adalah

Rp.344.004.000-Rp.200.000.000 = Rp.144.004.000 sebesar 72%.

Terdapat perbedaan antara pembiayaan dalam jangka waktu 1 tahun sampai

dengan 10 tahun. Maka dari itu BRI Syariah KCP Sigli melakukan perundingan

kepada pembeli. Margin keuntungan tersebut hanya sebatas pertimbangan bagi pihak

BRI Syariah KCP Sigli ketika bertransaksi atau ber akad dengan pembeli. Sedangkan

tentang penentuan margin keuntungan tetap berdasarkan prinsip kesepakatan atau

saling rida meridhai.


43

Tentang murabahah online yang salah satu dilakukan oleh sebuah platform

SyarQ.com dalam menyediakan barang, sebagai contohh hasil penelusuran peneliti

ditemukan bahwa:

SyarQ adalah platform yang memberikan pelayanan cicilan barang secara

syariah. Ada dua akad/perjanjian yang digunakan selama proses jual-beli di SyarQ:

1. Wa’ad: akad pemesanan barang/janji beli. Pembeli memberikan deskripsi

produk yang diinginkan dan janji bahwa SyarQ bisa menyediakan barang

tersebut.

2. Akad Murabahah: akad bahwa SyarQ dan pembeli menyepakati harga jual-

beli barang, durasi cicilan, dan besaran cicilan.

Contoh dari pelaksanaan akad di SyarQ berbentuk sebagai berikut:

Alur Proses Murabaha SyarQ

Gambar 3.3. Proses Murabahah Online pada platform SyarQ


44

Gambar 2. Salah satu halaman yang menjelaskan transparansi harga dalam


Akad Murabahah SyarQ

Pilihan yang sangat tepat jika Anda berpindah melakukan transaksi cicilan

barang dengan prinsip Syari’ah, salah satunya dengan bergabung dengan SyarQ.

Sesungguhnya Islam merupakan agama yang sempurna dan tidak hanya mengatur

hubungan antara manusia dengan Tuhan saja, namun dalam hal hubungan manusia
45

dengan manusia, seperti melakukan transaksi secara kredit agar terhindar dari bahaya

riba

D. Analisis Data

Dari pembahasan sebelumnya, bahwasanya akad jual beli murabaḥah

merupakan akad yang paling sering dipergunakan dalam dalam transaksi jual beli

syari’ah, karena salah satu instrument lembaga keuangan syariah sebagai pengganti

instrument bunga di lembaga keuangan konvensional adalah murabaḥah. Bahkan di

lembaga keuangan agen/penjual syariah murabaḥah merupakan instrument yang

sangat dominan bila dibandingkan dengan instrumen syariah lainnya. 17 Namun

sebelum akad murabaḥah dilaksanakan, harus diperhatikan awal mulanya, apabila

pembeli memilih sendiri barang yang akan diajukan dalam pembiayaan, maka antara

pembeli dengan penjual online melakukan akad wakalah terlebih dahulu, dimana

pembeli mewakilkan kepada penjual online untuk membelikan barang tersebut dari

pihak ketiga baik penjual perorangan maupun developer. Setelah barang tersebut

dimiliki oleh penjual online, maka setelah itu antara penjual online melakukan akad

murabaḥah dengan pembeli dengan membayar uang muka dan margin keuntungan

yang telah disepakati.

Nazih Hammad menuliskan bahwa hukum dasar dalam syara adalah bolehnya

melakukan transaksi hybrid contract, selama setiap akad yang membangunnya ketika

dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh, dan tidak ada dalil yang melarangnya.

17

?
Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hal.13
46

Ketika ada dalil yang melarang, maka dalil tersebut tidak diberlakukan secara umum,

tetapi mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil tersebut.18

Apabila dikaitkan dengan kondisi ini dimana antara akad murabaḥah dengan

akad wakalah harus dilakukan secara terpisah, maka penjual online sudah

melakukannya dengan benar. Karena antara akad murabaḥah dengan akad wakalah

dilakukan secara terpisah, dimana pembeli melakukan akad wakalah terlebih dahulu

dengan penjual online, setelah barang tersebut sudah dimiliki oleh Agen/penjual,

barulah dilakukan akad murabaḥah antara pembeli dengan penjual online.

Menurut Fatwa DSN-MUI No. 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad jual beli

murabaḥah, akad murabaḥah ini diperbolehkan selama ketentuan-ketentuan umum

dalam akad murabaḥah dijalankan dengan baik oleh penjual online. Ketentuan-

ketentuan umum yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Akad bai’ al-Murabaḥah adalah akad jual beli suatu barang dengan

menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya

dengan harga yang lebih sebagai laba.

2. Penjual (al-Ba'l') adalah pihak yang melakukan penjualan barang dalam akad

jual beli, baik berupa orang maupun yang dipersamakan dengan orang, baik

berbadan hukum maupun tidak berbadan hokum

3. Pembeli (al-musyatari) adalah pihak yang melakukan pembelian dalam akad

jual beli, baik berupa orang maupun yang dipersamakan dengan orang baik

berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

18
?
Ali Amin Isfandiar, “Analisis Fiqh Muamalah Tentang Hybrid Contract Model dan
Penerapannya pada Lembaga Keuangan Syariah” (online), 2013, diakses 31 juli 2021.
47

4. Wilayah ashliyyah adalah kewenangan yang dimilik oleh penjual karena yang

bersangkutan berkedudukan sebagai pemilik.

5. Wilayah niyabiyyah adalah kewenangan yang dimiliki oleh penjual karena

yang bersangkutan berkedudukan sebagai pemilik.

6. Mutsman/mabi’ adalah barang yang dijual, mutsman/mabi merupakan

imbangan atas tsaman yang dipertukarkan.

7. Ra’s mal al-Murabaḥah adalah harga dalam perolehan dalam akad jual beli

murabaḥah yang berupa harga pembelian (pada saat belanja) atau biaya

produksi berikut biaya-biaya yang boleh ditambahkan.

8. Tsaman al-Murabaḥah al-adiyyah adalah harga jual dalam akad jual beli

Murabaḥah yang berupa ra’s mal al-murabaḥah ditambah keuntungan yang

disepakati.

9. Bai al-Murabaḥah al-adiyyah adalah akad jual beli murabaḥah yang

dilakukan atas barang yang sudah dimiliki oeh penjual pada saat barang

tersebut ditawarkan kepada calon pembeli.

10. Bai al-Murabaḥah li al-amir bi al-syira adalah akad jual beli murabaḥah

yang dilakukan atas dasar pesanan dari pihak calon pembeli.

11. Al-Tamwil bi al-Murabaḥah adalah murabaḥah yang pembayaran harganya

tidak tunai.

12. bai’ al-muzayadah adalah jual beli dengan harga paling tinggi yang

penentuan harga tersebut dilakukan melalui proses tawar menawar.

13. Bai’ al-munaqasah dalah jual beli dengan harga paling rendah yang

penetuan harga tersebut dilakukan melalui proses tawar menawar.


48

14. Al-Bai’ al-hal adalah jual beli yang pembayaran harganya dilakukan secara

tunai.

15. Al-Bai’ bi al-taqsith adalah jual beli yang pembayaran harganya dilakukan

secara angsur/bertahap.

16. Bai al-muqashshah adalah jual beli yang pembayaran harganya dilakukan

melalui perjumpaan utang.

17. Khiyanah/Tadlis adalah bohongnya penjual kepada pembeli terkait

penyampaian ra’s mal murabaḥah.19

Dengan melihat ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.

111/DSN-MUI/IX/2017 maka dapat penulis analisis sebagai berikut:

Di dalam ketentuan terkait hukum dan bentuk murabaḥah menjelaskan bahwa

akad jual beli murabaḥah boleh dilakukan dalam bentuk Bai al-Murabaḥah al-

adiyyah (akad jual beli murabaḥah yang dilakukan atas barang yang sudah dimiliki

oleh penjual pada saat barang tersebut ditawarkan kepada calon pembeli), maupun

dalam bentuk Bai al-murabaḥah li al-amir bi al-syira (akad jual beli murabaḥah yang

dilakukan atas dasar pesanan dari pihak calon pembeli). Ketentuan ini telah

diterapkan oleh penjual online, dengan penjual online sebelum melakukan akad

murabaḥah melakukan penawaran kepada pembeli pada awal ketika pembeli akan

melakukan pembiayaan, apakah pembeli tersebut ingin memilih sendiri barang yang

akan dibiayai atau meminta kepada pihak penjual online untuk mewakilkan pembeli

untuk memilih barang tersebut. Apabila pembeli memilih sendiri barang yang akan

dibiayai, maka antara pembeli dan penjual online melakukan akad wakalah yaitu

19

?
Dikutip dari https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/. Diakses pada tanggal 31 Juli 2021
49

pembeli memohon atau mewakilkan kepada penjual online untuk membelikan barang

yeng telah dipilih oleh pembeli dari pihak developer atau produsen, dan setelah akad

wakalah telah dilakukan baru setelah itu dapat dilaksanakan akad murabaḥah.

Ketentuan terkait Shigat al-Aqd menjelaskan dalam perjanjian jual beli

murabaḥah dilakukan secara tertulis, dan di dalam akta perjanjian harus terdapat

informasi mengenai harga perolehan, keuntungan dan harga jual. 20 Penjual online

mengacu pada prinsip saling rida meridhai terkait dengan harga yang ditetapkan oleh

penjual online, oleh karena itu disini penjual online tetap melakukan perundingan

bersama dengan pembeli terkait dengan harga yang akan ditetapkan. Harga dan

ketentuan margin yang telah ditetapkan oleh penjual online hanya sebagai bahan

pertimabangan saja bagi pihak Agen/penjual pada saat melakukan transaksi.

Sedangkan mengenai penentuan margin keuntungan tetap dilakukan atas dasar

musyawarah dan kesepakatan antara kedua belah pihak, didalam musyawarah

tersebut pembeli akan mengetahui terkait tentang informasi harga perolehan, margin

keuntungan, dan harga penjualan.

Ketentuan terkait para pihak menjelaskan bahwa penjual harus memiliki

kewenangan untuk melakukan akad jual beli, baik kewenangan yang bersifat

ashlliyyah (kewenangan yang dimilik oleh penjual karena yang bersangkutan

berkedudukan sebagai pemilik) maupun kewenangan yang bersifat niyabiyyah

(kewenangan yang dimiliki oleh penjual karena yang bersangkutan berkedudukan

sebagai wakil dari pemilik atau wali atas pemilik). Penjual dan pembeli juga harus

cukup hukum, sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang

20

?
Dikutip dari https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/. Diakses pada tanggal 31 Juli 2021
50

berlaku.21 Sesuai dengan proses yang diterapkan oleh penjual online, ketika

melakukan pembiayaan untuk barang kepada pembeli proses yang dilakukan oleh

penjual online sebelum menjual barang tersebut kepada pembeli adalah memiliki

terlebih dahulu barang tersebut, karena pada dasarnya disini siapapun tidak berhak

menjual barang yang bukan menjadi miliknya. Oleh karena itu penjual online terlebih

dahulu membeli barang tersebut dari pihak ke tiga baik dari penjual individu maupun

dari pihak pengembang atau developer.

Ketentuan terkait barang yang dijual (Mustman/Mabi) menjelaskan bahwa

dalam jual beli murabaḥah barang yang akan dijual harus berwujud, jelas, pasti dan

dapat diserahterimakan pada saat akad jual beli murabaḥah dilakukan, barang yang

akan diperjual belikan juga harus barang yang boleh untuk diperjual belikan

berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berbentuk

hak yang dimiliki penjual secara penuh.22 Penjual online telah melakukan ketentuan

tersebut dimana penjual online telah memiliki terlebih dahulu barang yang akan

dijual, dalam hal ini adalah berbentuk barang. Ketika barang tersebut telah dimiliki

oleh penjual online barulah setelah itu di jual kepada pembeli, dalam hal ini sudah

dapat dipastikan bahwa barang yang akan diperjual belikan sudah jelas adanya dan

berwujud barang yang halal untuk dapat diserah terimakan dalam proses jual beli

murabaḥah.

Ketentuan terkait Ra’s Mal al-Murabaḥah menjelaskan bahwa Ra’s mal al-

murabaḥah atau harga dalam perolehan dalam akad jual beli murabaḥah yang berupa

21

?
Dikutip dari https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/. Diakses pada tanggal 30 Juli 2021
22

?
Dikutip dari https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/. Diakses pada tanggal 31 Juli 2021
51

harga pembelian (pada saat belanja) atau biaya produksi berikut biaya-biaya yang

boleh ditambahkan harus diketahui (ma’lum) oleh penjual dan pembeli. Dan penjual

online telah mengaplikasikannya dengan benar, dimana penjual online telah

melakukan akad penjualan dengan barang yang jelas dan baik, karena dipilih

langsung oleh pembeli dan penentuan harganya jelas karena dalam hal ini penjual

online melakukan perundingan atau musyawarah dengan pembeli untuk menetapkan

margin yang akan diperoleh penjual online, di dalam musyawarah antara pembeli dan

penjual online tersebut sama-sama akan mengetahui harga asal barang tersebut dan

margin keuntungan yang akan diterima oleh penjual online.

Dalam Fatwa DSN-MUI No. 111/DSN-MUI/IX/2017 ini juga dijelaskan

terkait harga dalam akad jual beli murabaḥah (tsaman) menjelaskan bahwa

pembayaran harga dalam jual beli murabaḥah boleh dilakukan secara tunai, tangguh,

bertahap atau cicilan, dan dalam kondisi tertentu dalam boleh dengan perjumpaan

utang sesuai dengan kesepakatan.23

23

?
Dikutip dari https://dsnmui.or.id/produk/fatwa/. Diakses pada tanggal 31 Juli 2021

Anda mungkin juga menyukai