2. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan jangka
waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai
dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak. 6
a. Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak yang satu pihak berperan
sebagai pemilik modal dan mempercayakan seluruh modalnya untuk dikelola oleh
pihak kedua, yaitu pengelola usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
yang dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan apabila rugi, ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola usaha.7
b. Musyarakah
Musyarakah menurut POJK 31 tahun 2014 yaitu pembiayaan berdasarkan akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.8
5
Ibid., h. 212
6
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan
Syariah
7
Wahyu Fahmi R, Op. Cit., h. 26
8
Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, Yogyakarta, Pustaka SM,2007, h. 39
c. Mudharabah Musyarakah
Mudharabah Musytarakah adalah bentuk Mudharabah di mana pengelola dana
(mudharib) turut menyertakan modal dalam kerjasama dimana keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak. 9 Dalam
mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah)
menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah).
Pemilik dana musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi
dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana
dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi
pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
d. Musyarakah Mutanaqishoh
Musyarakah mutanaqishoh (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama
ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain
bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme
pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan
pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
Berdasarkan definisi tersebut, konsep akad Musyarakah mutanaqishoh
dijadikan sebuah konsep dalam pembiayaan perusahaan pembiayaan syariah, yaitu
kerjasama antara perusahaan pembiayaan syariah dengan nasabah untuk pengadaan
atau pembelian suatu barang yang mana asset barang tersebut jadi milik bersama.
Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau
dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya pihak nasabah
akan membayar (mengangsur) sejumlah modal atau dana yang dimiliki oleh
perusahaan pembiayaan syariah.
3. Pembiayaan Jasa
Pembiayaan Jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian
manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian
pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian
pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.10
a. Ijarah
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah Ijarah atau sewa-
menyewa, kontrak, menjual jasa, upah-mengupah dan lain-lain. Ijarah meupakan
sebuah transaksi atas suatu manfaat. Dalam hal ini, manfaat menjadi obyek manfaat
9
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 50/Dsn-Mui/Iii/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musytarakah
10
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan
Syariah
transaksi. Dengan kata lain Ijarah merupakan akad penyaluran dana untuk
memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa
(muajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu
sendiri. Dari definisi ini jelas bahwa yang dilakukan adalah penyaluran dana,
sehingga kegiatan ini tidak dikenakan PPN.
Namun pada pasal 2 ayat (1) dan (2), pasal 4 ayat (a), dan pasal 8 juga
dinyatakan bahwa perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa, yang berarti terjadi
sewa menyewa antara perusahaan pembiayaan syariah dengan penyewa. Transaksi
sewa menyewa ini adalah transaksi yang dikenakan PPN, seperti yang tercantum pada
pasal 1A ayat (1) huruf a, Undang-Undang No. 18/2000.
Dari segi ini, Ijarah dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, Ijarah yang
mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim disebut persewaan. Misalnya
menyewa rumah, pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, Ijarah yang
mentransaksikan manfaat SDM (Sumber Daya Manusia) yang lazim disebut
perburuhan.
b. Hawalah atau Hawalah bil Ujrah
Definisi al-Hiwalah menurut ulama Hanafiyyah adalah memindah (al-Naqlu)
penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak yang berutang (al-Madin) kepada
tanggungan pihak al-Multazim (yang harus membayar utang, dalam hal ini adalah al-
Muhalalaihi).
Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga
pengambilalihan utang (schuldoverneming), lembaga pelepasan utang atau penjualan
utang (debt sale), atau lembaga penggantian kreditor atau penggantian debitor. Dalam
hukum perdata, dikenal lembaga yang disebut subrogasi dan novasi, yaitu lembaga
hukum yang memungkinkan terjadinya penggantian kreditor atau debitor.
c. Wakalah atau Wakalah bil Ujrah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan
atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Al-Wakalah juga
berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al-Hifdh). Menurut kalangan
Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakkil)
kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang
bisa digantikan (an-naqbalu anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa,
dengan ketentuan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih
hidup.
Hak dan kewajiban lembaga pembiayaan dalam Wakalah bil Ujrah terdapat
pada pasal 17 ayat a peraturan ini menyatakan: Menagih piutang pengalih piutang
(muwakkil) kepada pihak yang berhutang (muwakkal ‘alaih). Hal ini dikenal dengan
istilah anjak piutang. Dalam pasal 8 PP Nomor 144 tahun 2000, jasa anjak piutang
termasuk jasa yang dikenakan PPN.
e. Ju’alah
Istilah ji‟âlah dalam kehidupan sehari hari diartikan oleh fukaha yaitu
memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang hilang atau
mengobati orang yang sakit atau menggali sumur sampai memancarkan air atau
seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Jadi, ji‟âlah bukan hanya terbatas pada
barang yang hilang namun dapat setiap pekerjaan yang dapat menguntungkan
seseorang.
f. Qardh
Definisi utang-piutang tersebut yang lebih mendekat kepada pengertian yang
mudah dipahami ialah: “penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada
waktunya dengan nilai yang sama”. Kata “penyerahan harta” disini mengandung arti
pelepasan pemilikan dari yang punya. Kata “untuk dikembalikan pada waktunya”
mengandung arti bahwa pelepasan pemilikan hanya berlaku untuk sementara, dalam
arti yang diserahkan itu hanyalah manfaatnya. “Berbentuk uang” disini mengandung
arti uang dan yang dinilai dengan uang. Dari pengertian ini dia dibedakan dari
pinjam-meminjam karena yang diserahkan disini adalah harta berbentuk barang. Kata
“nilai yang sama” mengandung arti bahwa pengembalian dengan nilai yang
bertambah tidak disebut utang-piutang, tetapi adalah usaha riba. Yang dikembalikan
itu adalah “nilai” maksudnya adalah bila yang dikembalikan wujudnya semula, ia
termasuk pada pinjam-meminjam, dan bukan utang-piutang.
Berdamenunjukkan bahwa peraturan Ketua Bapepam LK No. PER-04/BL/ 2007 tentang
akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan syariah, transaksi syariah
seperti transaksi jual beli, transaksi sewa menyewa. Setiap kegiatan, baik dalam bentuk
pembiayaan syariah atau transaksi syariah, akan memberikan implikasi pajak yang berbeda pula.
Kegiatan yang tergolong pembiayaan syariah, tidak dikenakan PPN, sedangkan kegiatan yang
tergolong transaksi syariah, dikenakan PPN
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah, yaitu
(1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3) perhitungan bagi hasil tidak
dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit konvensional yang memperhitungkan suku bunga di
depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti
dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan
berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim
bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi. Baik sistem bunga maupun bagi hasil
sebenarnya sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana (bank/Lembaga
keuangan), namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan
kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil Penentuan bunga dilakukan pada waktu akad
dibuat pada waktu akad dengan dengan asumsi harus bagi hasil dibuat pada
berpedoman pada kemungkinan untung- waktu akad selalu untung
rugi.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah
jumlah keuntungan yang diperoleh. uang (modal) yang dipinjamkan.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan Pembayaran bunga tetap seperti yang
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
kerugian akan ditanggung bersama kedua proyek/usaha yang dijalankan oleh pihak
belah pihak. nasabah untung atau rugi.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
dengan peningkatan jumlah pendapatan sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
keadaan ekonomi sedang booming.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
hasil. dikecam) oleh semua agama. 78
Daftar Pustaka
Antonio, M Safei. Bank Syariah Teori dan Praktek. Jakarta.Gema Insani Press dengan Tazkia
Cendekia. 2001.
Fahmi Rizaldi, Wahyu., Analisa Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan
Perusahaan Pembiyaan Syariah (Studi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29
Tahun 2014 dan Nomor 31 Tahun 2014), Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018
Mujiatun, S. Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’, Jurnal Riset Akuntansi Dan
Bisnis vol 13 no. 2,2003.
Peraturan Perundang-Udangan