Anda di halaman 1dari 9

KARAKTERISTIK PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH

Dalam penyelenggaraannya, kegiatan Pembiayaan Syariah wajib memenuhi prinsip keadilan


(‘adl), kesimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm, risywah, dan objek haram. Kegiatan usaha
Perusahaan Pembiayaan Syariah menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Syariah Tahun 2014 yaitu1 :
1. Pembiyaan Jual Beli
Pembiayaan Jual Beli adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui
transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakatai para
pihak. 2
a. Murabahah
Murabahah adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi
si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si
penjual. Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli Murabahah itu adalah
adanya kesepakatan terhadap keuntungan. 3 Dimana keuntungan itu ditetapkan dan
disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan kejujuran
menjadi syarat utama terjadinya Murabahah yang sesungguhnya. Sehingga yang
menjadi karakteristik dari Murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli
tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang
ditambahkan pada biaya tersebut
Peraturan Ketua Bapepam LK No. PER04/BL/2007 tentang akad-akad yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasar prnsip syariah, pasal 1
ayat 5 dijelaskan mengenai definisi dari murabahah adalah akad pembiayaan untuk
pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada
pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai laba.
Dari definisi murabahah di atas jelas bahwa murabahah yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan syariah adalah berupa kegiatan pembiayaan bukan transaksi jual beli,
sehingga tidak dikenakan PPN.
Namun pada pasal 23 ayat (2) tertulis: Dalam pelaksanaan murabahah
berdasarkan pesanan, perusahaan pembiayaan sebagai penjual (ba’i) melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari konsumen sebagai pembeli (musytari),
sehingga memberikan makna terjadinya jual beli (transaksi murabahah) dimana
terdapat penjual dan pembeli, sehingga transaksi ini dikenakan PPN. Kedua pasal ini
memberikan pengertian yang berbeda dan menimbulkan kerancuan, apakah dalam
1
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan
Syariah
2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan
Syariah
3
Wahyu Fahmi R., Analisa Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan Perusahaan Pembiyaan
Syariah (Studi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29 Tahun 2014 dan Nomor 31 Tahun 2014), Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018, h. 23
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan syariah merupakan transaksi
murabahah atau pembiayaan murabahah. Jika termasuk pembiayaan murabahah,
maka tidak dikenakan pajak, namun jika termasuk transaksi murabahah, maka
transaksi ini dikenakan PPN.
Dalam Konsep Perusahaan Pembiayaan Syariah, Murabahah merupakan jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual
beli Murabahah penjual atau bank harus memberitahukan bahwa harga produk yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya
Penjabaran dan implementasi akad murabahah yang berlaku pada perusahaan
pembiayaan syariah adalah sebagai berikut:
1) Akad murabahah merupakan akad kesepakatan yang didasarkan atas suka
sama suka (suka rela)
2) Akad murabahah adalah akad jual beli dan bebas dari unsur riba
3) Barang yang diperjual-belikan adalah barang yang tidak diharamkan oleh
syariat Islam.
4) Harga penjualan adalah gabungan antara harga modal ditambah margin
keuntungan.
5) Masa pembayaran sesuai jangka waktu tertentu.
6) Diperbolehkan membayar uang muka atau uang panjar atau urbun.
7) Penalti atas keterlambatan pembayaran akan dikenakan denda, dan uangnya
dijadikan dana sosial sebesar Rp. 5.000,- dari jumlah angsuran yang terlambat
dan tidak boleh dinego atau dihapuskan.
b. Salam
Salam adalah jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai dengan syarat-
syarat tertentu dan pembayaran harga barang terlebih dahulu secara penuh. Dalam
jual beli Salam, spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan
penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama
jangka waktu akad. Dalam hal Bank bertindak sebagai pembeli, Lembaga keuangan
dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari risiko yang merugikan
Lembaga keuangan. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan
harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual.
Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus
bertanggung jawab atas kelalaiannya. 4
Definisi ini mengelompokkan salam dalam kegiatan pembiayaan yang
berdasarkan UndangUndang Pajak No. 18/ 2000 termasuk yang tidak dikenakan PPN.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad yang berasal dari bahasa Arab artinya buatan. Menurut
para ulama bay‟ Istishna’ (jual beli dengan pesanan) merupakan suatu jenis khusus
4
Siti mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna, Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis vol 13 no. 2,
2013, h. 207
dari akad bay‟ as-Salam (jual beli Salam). Jenis jual beli ini dipergunakan dalam
bidang manufaktur. Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia di
pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan tergantung
kesepakatan kedua belah pihak. Jual beli alIstishna’ dapat dilakukan dengan cara
membuat kontrak baru dengan pihak lain. Kontrak baru tersebut dengan konsep
Istishna’ parallel.5
Pada jual beli Salam barang-barang yang akan dibeli sudah ada, tetapi belum
berada di tempat. Pada jual beli Istishna’ barangnya belum ada dan masih akan dibuat
atau diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi pada prinsipnya jual
beli Istishna’ itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam
masyarakad sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu
daya.
Definisi ini jelas menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan syariah merupakan pembiayaan istishna sehingga tidak dikenakan PPN.
Pada pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa : Dalam pelaksanaan transaksi istishna,
perusahaan pembiayaan dapat bertindak sebagai pembeli untuk memesan kepada
prudusen sebagai pembuat untuk menyediakan objek istishna dengan akad istishna.
Transaksi ini termasuk golongan transaksi jual, sehingga harus dikenakan PPN.

2. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal dengan jangka
waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai
dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak. 6
a. Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak yang satu pihak berperan
sebagai pemilik modal dan mempercayakan seluruh modalnya untuk dikelola oleh
pihak kedua, yaitu pengelola usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
yang dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan apabila rugi, ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola usaha.7

b. Musyarakah
Musyarakah menurut POJK 31 tahun 2014 yaitu pembiayaan berdasarkan akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak.8

5
Ibid., h. 212
6
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan
Syariah
7
Wahyu Fahmi R, Op. Cit., h. 26
8
Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, Yogyakarta, Pustaka SM,2007, h. 39
c. Mudharabah Musyarakah
Mudharabah Musytarakah adalah bentuk Mudharabah di mana pengelola dana
(mudharib) turut menyertakan modal dalam kerjasama dimana keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak. 9 Dalam
mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah)
menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah).
Pemilik dana musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi
dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana
dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi
pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.

d. Musyarakah Mutanaqishoh
Musyarakah mutanaqishoh (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama
ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain
bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme
pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan
pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
Berdasarkan definisi tersebut, konsep akad Musyarakah mutanaqishoh
dijadikan sebuah konsep dalam pembiayaan perusahaan pembiayaan syariah, yaitu
kerjasama antara perusahaan pembiayaan syariah dengan nasabah untuk pengadaan
atau pembelian suatu barang yang mana asset barang tersebut jadi milik bersama.
Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau
dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya pihak nasabah
akan membayar (mengangsur) sejumlah modal atau dana yang dimiliki oleh
perusahaan pembiayaan syariah.

3. Pembiayaan Jasa
Pembiayaan Jasa adalah pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian
manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian
pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian
pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.10
a. Ijarah
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah Ijarah atau sewa-
menyewa, kontrak, menjual jasa, upah-mengupah dan lain-lain. Ijarah meupakan
sebuah transaksi atas suatu manfaat. Dalam hal ini, manfaat menjadi obyek manfaat
9
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 50/Dsn-Mui/Iii/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musytarakah

10
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan
Syariah
transaksi. Dengan kata lain Ijarah merupakan akad penyaluran dana untuk
memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa
(muajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu
sendiri. Dari definisi ini jelas bahwa yang dilakukan adalah penyaluran dana,
sehingga kegiatan ini tidak dikenakan PPN.
Namun pada pasal 2 ayat (1) dan (2), pasal 4 ayat (a), dan pasal 8 juga
dinyatakan bahwa perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa, yang berarti terjadi
sewa menyewa antara perusahaan pembiayaan syariah dengan penyewa. Transaksi
sewa menyewa ini adalah transaksi yang dikenakan PPN, seperti yang tercantum pada
pasal 1A ayat (1) huruf a, Undang-Undang No. 18/2000.
Dari segi ini, Ijarah dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, Ijarah yang
mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim disebut persewaan. Misalnya
menyewa rumah, pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, Ijarah yang
mentransaksikan manfaat SDM (Sumber Daya Manusia) yang lazim disebut
perburuhan.
b. Hawalah atau Hawalah bil Ujrah
Definisi al-Hiwalah menurut ulama Hanafiyyah adalah memindah (al-Naqlu)
penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak yang berutang (al-Madin) kepada
tanggungan pihak al-Multazim (yang harus membayar utang, dalam hal ini adalah al-
Muhalalaihi).
Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga
pengambilalihan utang (schuldoverneming), lembaga pelepasan utang atau penjualan
utang (debt sale), atau lembaga penggantian kreditor atau penggantian debitor. Dalam
hukum perdata, dikenal lembaga yang disebut subrogasi dan novasi, yaitu lembaga
hukum yang memungkinkan terjadinya penggantian kreditor atau debitor.
c. Wakalah atau Wakalah bil Ujrah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan
atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Al-Wakalah juga
berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al-Hifdh). Menurut kalangan
Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakkil)
kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang
bisa digantikan (an-naqbalu anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa,
dengan ketentuan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih
hidup.
Hak dan kewajiban lembaga pembiayaan dalam Wakalah bil Ujrah terdapat
pada pasal 17 ayat a peraturan ini menyatakan: Menagih piutang pengalih piutang
(muwakkil) kepada pihak yang berhutang (muwakkal ‘alaih). Hal ini dikenal dengan
istilah anjak piutang. Dalam pasal 8 PP Nomor 144 tahun 2000, jasa anjak piutang
termasuk jasa yang dikenakan PPN.

d. Kafalah atau Kafalah bil Ujrah


Menurut syariah, kafalah adalah suatu tindak penggabungan tanggungan
orang yang menanggung dengan tanggungan penanggung utama terkait tuntutan yang
berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan. Kafalah terlaksana dengan
adanya penanggung, penanggung utama, pihak yang ditanggung haknya, dan
tanggungan. Penanggung atau disebut kafil adalah orang yang berkomitmen untuk
melaksanakan tanggungan. Syarat untuk menjadi kafil adalah harus baligh, berakal
sehat, memiliki kewenangan secara leluasa dalam menggunakan hartanya dan ridha
terhadap tindak penanggungnya.

e. Ju’alah
Istilah ji‟âlah dalam kehidupan sehari hari diartikan oleh fukaha yaitu
memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang hilang atau
mengobati orang yang sakit atau menggali sumur sampai memancarkan air atau
seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Jadi, ji‟âlah bukan hanya terbatas pada
barang yang hilang namun dapat setiap pekerjaan yang dapat menguntungkan
seseorang.
f. Qardh
Definisi utang-piutang tersebut yang lebih mendekat kepada pengertian yang
mudah dipahami ialah: “penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada
waktunya dengan nilai yang sama”. Kata “penyerahan harta” disini mengandung arti
pelepasan pemilikan dari yang punya. Kata “untuk dikembalikan pada waktunya”
mengandung arti bahwa pelepasan pemilikan hanya berlaku untuk sementara, dalam
arti yang diserahkan itu hanyalah manfaatnya. “Berbentuk uang” disini mengandung
arti uang dan yang dinilai dengan uang. Dari pengertian ini dia dibedakan dari
pinjam-meminjam karena yang diserahkan disini adalah harta berbentuk barang. Kata
“nilai yang sama” mengandung arti bahwa pengembalian dengan nilai yang
bertambah tidak disebut utang-piutang, tetapi adalah usaha riba. Yang dikembalikan
itu adalah “nilai” maksudnya adalah bila yang dikembalikan wujudnya semula, ia
termasuk pada pinjam-meminjam, dan bukan utang-piutang.
Berdamenunjukkan bahwa peraturan Ketua Bapepam LK No. PER-04/BL/ 2007 tentang
akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan syariah, transaksi syariah
seperti transaksi jual beli, transaksi sewa menyewa. Setiap kegiatan, baik dalam bentuk
pembiayaan syariah atau transaksi syariah, akan memberikan implikasi pajak yang berbeda pula.
Kegiatan yang tergolong pembiayaan syariah, tidak dikenakan PPN, sedangkan kegiatan yang
tergolong transaksi syariah, dikenakan PPN
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah, yaitu
(1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3) perhitungan bagi hasil tidak
dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit konvensional yang memperhitungkan suku bunga di
depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti
dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan
berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim
bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi. Baik sistem bunga maupun bagi hasil
sebenarnya sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana (bank/Lembaga
keuangan), namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan
kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Bagi hasil Bunga

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil Penentuan bunga dilakukan pada waktu akad
dibuat pada waktu akad dengan dengan asumsi harus bagi hasil dibuat pada
berpedoman pada kemungkinan untung- waktu akad selalu untung
rugi.

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah
jumlah keuntungan yang diperoleh. uang (modal) yang dipinjamkan.

Bagi hasil bergantung pada keuntungan Pembayaran bunga tetap seperti yang
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
kerugian akan ditanggung bersama kedua proyek/usaha yang dijalankan oleh pihak
belah pihak. nasabah untung atau rugi.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
dengan peningkatan jumlah pendapatan sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
keadaan ekonomi sedang booming.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
hasil. dikecam) oleh semua agama. 78

Mekanisme pembiayaan utang pada perusahaan pembiayaan konvensional berbeda


dengan pembiayaan syariah. Ada dua jenis utang yang berbeda sama sekali, yaitu utang yang
terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang yang terjadi karena pengadaan barang. Utang
yang terjadi karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan
yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lain
yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deplasi tidak diperbolehkan, dan
mekanisme inilah yang berlaku pada perusahaan pembiayaan konvensional. Kemudian ada utang
yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang, utang seperti ini harus jelas dalam satu
kesatuan yang utuh yang disebut harga jual. Harga jual itu terdiri atas harga pokok barang plus
keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual disepakati, selamanya tidak boleh berubah naik
karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Mekanisme pembiayaan seperti ini berlaku pada
perusahaan pembiayaan syariah.11 Jadi utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan
konvensional adalah utang uang dan utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan syariah
adalah utang pengadaan barang.

CONTOH PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (Ga Harus Dimasukin)


Perusahaan Pembiayaan Model FIF Syariah
FIF merupakan bagian dari kelompok Astra yang berdiri pada tanggal 1 Mei 1989 dengan nama
PT. Mitrapusaka Artha Finance dan pada tanggal 21 Oktober berubah nama menjadi PT Federal
International Finance. Bisnis utamanya adalah pembiayaan retail sepeda motor Honda baik baru
maupun bekas.
Pada tahap perkembangan selanjutnya PT Federal International Finance membuka layanan
syariah yang dikenal dengan FIF Syariah dan memiliki cabang di seluruh Indonesia. FIF Syariah
didirikan berdasarkan landasan hukum Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 448/
KMK.017/2000 Pasal 7 ayat 1 yang menyatakan: “Dalam menjalankan kegiatan usahanya,
Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah”. Sedangkan
akad yang digunakan pada transaksi pembiayaan FIF Syariah adalah akad murabahah, sesuai
dengan Fatwa Dewan Pengawas Syariah Majelis Ulama Indonesia No. 04/DS MUI/IV/ 2000
yang mengatur tentang murabahah. Dan sesuai dengan ketentuan tentang pengelolaan ekonomi
syariah tentang keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah di Indonesia, maka FIF Syariah juga
memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai kelengkapan operasional

AKAD PEMBIAYAAN FIF SYARIAH


Adapun yang akad yang digunakan pada FIF Syariah adalah akad murabahah. Akad murabahah
adalah akad jual beli atas barang tertentu dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjualbelikan kepada pembeli termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
Penjabaran dan implementasi akad murabahah yang berlaku pada FIF Syariah syariah adalah
sebagai berikut:
1. Akad murabahah merupakan akad kesepakatan yang didasarkan atas suka sama suka
(suka rela)
2. Akad murabahah adalah akad jual beli dan bebas dari unsur riba
11
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, h. 60
3. Barang yang diperjual-belikan adalah barang yang tidak diharamkan oleh syariat Islam.
4. Harga penjualan adalah gabungan antara harga modal ditambah margin keuntungan.
5. Masa pembayaran sesuai jangka waktu tertentu.
6. Diperbolehkan membayar uang muka atau uang panjar atau urbun.
7. Penalti atas keterlambatan pembayaran akan dikenakan denda, dan uangnya dijadikan
dana sosial sebesar Rp. 5.000,- dari jumlah angsuran yang terlambat dan tidak boleh
dinego atau dihapuskan.
Penghitungan Angsuran FIF Syariah menggunakan akad murabahah, dimana mekanisme yang
dipakai adalah mekanisme jual beli. Keuntungan yang diambil didasarkan pada keuntungan jual
beli, yaitu selisih antara harga modal dan harga jual. Sistem angsuran menggunakan sistem flat,
dimana angsuran setiap bulannya adalah sama atau tetap dari awal angsuran hingga akhir
angsuran, tidak menaik ataupun menurun. Berbeda dengan system penghitungan FIF
Konvensional, Dimana sistem penghitungan konvensional berdasarkan bunga, dan akad yang
digunakan adalah akad pinjam meminjam.

Daftar Pustaka
Antonio, M Safei. Bank Syariah Teori dan Praktek. Jakarta.Gema Insani Press dengan Tazkia
Cendekia. 2001.
Fahmi Rizaldi, Wahyu., Analisa Perbandingan Perusahaan Pembiayaan Konvensional dengan
Perusahaan Pembiyaan Syariah (Studi Pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29
Tahun 2014 dan Nomor 31 Tahun 2014), Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018

Mujiatun, S. Jual Beli Dalam Perspektif Islam : Salam Dan Istisna’, Jurnal Riset Akuntansi Dan
Bisnis vol 13 no. 2,2003.

Ridwan, M. Konstruksi Bank Syariah Indonesia. Yogyakarta : Pustaka SM, 2007.

Peraturan Perundang-Udangan

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 50/Dsn-Mui/Iii/2006 Tentang Akad


MudharabahMusytarakah
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Pembiayaan Syariah

Anda mungkin juga menyukai