Anda di halaman 1dari 13

Murabahah merupakan salah satu prinsip dalam jual beli, selain Salam dan Istishna’.

Prinsip murabahah
sebenarnya sudah dilaksanakan jauh sebelum Lembaga Keuangan Syariah tumbuh di Indonesia.
Murabahah telah dilaksanakan pada pasar, toko dan sejenisnya yang dikenal dengan jual beli barang.

Dalam bab ini dibahas akuntansi murabahah, baik akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah (baik

sebagai pembeli dan sebagai penjual) maupun akuntansi pada pihak terkait (nasabah sebagai pembeli).
Bab ini tidak dibahas akuntansi pada pemasok sebagai penjual, karena banyak cara yang dilakukan
pemasok dalam pengadaan barang seperti antara lain membuat sendiri sebagai pabrikan sehingga
akuntansi yang tepat dipergunakan adalah akuntansi pabrik. Untuk memberikan pemahaman secara
lengkap dari masing-masing pembahasan disampaikan aturan syariah sebagaimana tercantum dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional. Selain dibahas pengertian istilah-istilah yang ada dalam akuntansi
murabahah ini, juga dibahas tentang rukun murabahah dan karakteristik murabahah secara garis besar.
Dalam akuntansi penjual, dibahas akuntansi yang terkait dengan uang muka, pengadaan barang,
penjualan barang, pembayaran harga barang, potongan angsuran atau pelunasan murabahah, denda
dan sebagainya.

4.1.1. Pengertian dan Istilah dalam Transaksi Murabahah

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan
Syariah, Bank Indonesia mengemukakan : Murabahah (bai’ murabahah), jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ murabahah, penjual harus memberitahu
harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Dalam
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan: Murabahah adalah menjual suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi
sebagai laba. Dalam beberapa istilah yang terkait dengan akuntansi Murabahah yang tercantum dalam
Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dijelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan
transaksi Murabahah sebagai berikut:

Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan
yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut

kepada pembeli. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh
suatu aset sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau
digunakan.

Aset murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dengan menggunakan
akad murabahah. Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli kepada penjual sebagai bukti
komitmen untuk membeli barang dari penjual. Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau
penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh lembaga keuangan syariah sebagai pihak pembeli dari
pemasok. Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban pembeli akhir yang diberikan oleh
lembaga keuangan syariah sebagai pihak penjual. Dalam Murabahah, rukun-rukunnya terdiri dari :

1. Ba’i = penjual (pihak yang memiliki barang)


2. Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)

3. Mabi’ = barang yang akan diperjualbelikan

4. Tsaman = harga, dan

5. Ijab Qabul = pernyataan timbang terima.

Syarat Murabahah (Syafi’i Antonio, h.102) adalah :

1. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan

3. Kontrak harus bebas dari riba

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian

dilakukan secara utang

4.1.2. Karakteristik Murabahah

Transaksi Murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah, khususnya perbankan menempati porsi yang
paling besar, bahkan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hampir seluruh transaksi penyaluran
dananya mempergunakan prinsip jual beli Murabahah. Salah satu penyebabnya adalah paradigma para

pelaksana Bank Syariah yang menyamakan atau membandingkan dengan Bank Konvensional.
Murabahah dianalogkan dengan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) adanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
yang dilaksanakan oleh Bank Konvensional, dimana secara konsep keduanya memiliki perbedaan yang

mendasar. Dalam Bank Konvensional dalam melaksanakan kedua transaksi tersebut tidak pernah
memberikan barang, Bank Konvensional hanya menyediakan “uang” kebutuhan nasabah untuk membeli

barang, sehingga Bank Konvensional memperhitungkan keuntungan dalam bentuk bunga atas dasar
uang yang diberikan (uang sebagai komoditi) termasuk apabila terjadi penurunan uang yang diberikan,

sedangkan dalam murabahah yang diberikan “barang” (dalam syariah uang hanya sebagai alat ukur) dan

keuntungan didasarkan pada kesepakatan yang tidak merugikan kedua pihak, sehingga tidak dapat
dikaitkan uang yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh. Dalam murabahah barang yang
diperjualbelikan harus ada pada saat akad, sedangkan pembayarannya dapat dilakukkan secara tunai
atau secara tangguh atau cicilan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disebut PSAK)
nomor 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 6 sd 17) menjelaskan karakteristik Murabahah
sebagai berikut:

6. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah
berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.

7. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk
membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat

membatalkan pesananny. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, mengalami penurunan
nilai sebelum diserahkan kpada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan
mengurangi nilai akad
8. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayarn tangguh adalah
pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli tetpi

pembayaran dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. 9. Akad murabahah
memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran

yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati

maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.

10. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus

diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah maka potongan itu

merupakan hak pembeli. Sedangkan diskon yang diterima setelah akad murabahah disepakati

maka sesuai dengan yang diatur dalam akad, dan jika tidak diatur dalam akad maka potongan

tersebut adalah hak penjual.

11. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain, meliputi:

(a) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang;

(b) Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang; dan

(c) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.

12. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati diperlakukan

sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika akad tidak mengatur maka diskon

tersebut menjadi hak penjual.


13. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain,

dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual.

14. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian

sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad

murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada pembeli

setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil

dari kerugian maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.

15. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan,

penjual berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau

belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada

pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya.

Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari

denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.

16. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli:

(a) Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau

(b) Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah disepakati.

17. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika

pembeli:

(a) Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau

(b) Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.

4.1.3. Jenis dan Alur Murabahah

Transaksi jual beli dapat dilakukan dengan beberapa cara penyerahan barang dan dengan beberapa

cara pembayarannya juga.


A. Murabahah tanpa pesanan

Dalam jenis ini pengadaan barang yang merupakan obyek jual beli dilakukan tanpa memperhatikan ada
yang pesan atau tidak, ada yang akan membeli atau tidak. Pengadaan barang dilakukan atas dasar
persedaan minimum yang harus dipelihara. Sebagai contoh pada supermaket, ada yang beli atau tidak,
begitu prsediaan sudah sampai pada jumlah persediaan minimum yang harus diperlihara, maka
langsung dilakukan pengadaan barang sehingga proses jual beli dengan proses pengadaan barang
tidaklah tekait. Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dapat diberikan ilustrasi sebagai
berikut: Dalam Murabahah tanpa pesanan ada dua tahapan yang terpisah yaitu tahapan pengadaan
barang dan tahapan alur pembelian barang.

B. Murabahah berdasarkan pesanan

Dalam jenis ini pengadaan barang yang merupakan obyek jual beli, dilakukan atas dasar pesanan

yang diterima. Apabila tidak ada yang pesan maka tidak dilakukan pengadaan barang. Pengadaan barang

sangat tergantung pada proses jual belinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari persediaan barang yang

menumpuk dan tidak efesien, sehingga proses pengadaan barang sangat dipengaruhi oleh proses jual

belinya.Dilihat dari cara pembayaran, murabahah dibagi menjadi:

a. Pembayaran Tunai, yaitu pembayaran dilakukan secara tunai saat barang diterima.

b. Pembayaran Tangguh atau Cicilan, yaitu pembayaran dilakukan kemudian setelah penyerahan

barang baik secara tangguh sekaligus dibelakang atau secara angsuran. Dalam praktik, khususnya pada
Bank Syariah, baik Bank Umum Syariah, cabang syariah dari Bank Konvensional, maupun BPR Syariah,
saat ini banyak yang menjalankan murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dan
pembayarannya dilakukan secara tangguh atau cicilan. Pada saat ini belum ada perbankan yang
melaksanakan murabahah tanpa pesanan dengan pembayaran tunai atau tangguh seperti supermaket.
Murabahah tanpa pesanan baik dengan pembayaran tunai dan atau tangguh/cicilan banyak
dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT) dan Koperasi Syariah, Lembaga Keuangan
Syariah lainnya.

4.3. Akuntansi Penjual

Cakupan akuntansi yang tercantum dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dibahas

akuntansi penjual dan akuntansi pembeli. Penjual yang dimaksud disini adalah Entitas Syariah yang
melakukan penjualan kepada pembeli akhir. Dalam PSAK tersebut tidak dilakukan pembahasan tentang

akuntansi pada pihak pemasok atau pembuat, yang pengadaan barang dilakukan dengan membuat
sendiri sehingga disini perlu akuntansi pabrikan. Namun demikian jika pemasok tidak memproduksi
sendiri tetapimembeli barang jadi dari pihak lain (pabrikan) maka akuntansi penjual dapat diterapkan
pada yang bersangkutan. Untuk memberikan gambaran yang jelas dan rinci akuntansi penjual dalam
transaksi murabahah, perlu dibahas terlebih dahulu akun-akun yang terkait atau yang dipergunakan
untuk membukukan transaksi tersebut

4.3.1 Akun-akun untuk akuntansi penjual

Dalam melakukan pencatatan transaksi murabahah banyak akun-akun yang dipergunakan dalam
akuntansi penjual ini antara lain dan tidak terdapat pada:

A. Akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Beberapa akun-akun yang dipergunakan untuk mencatat transaksi murabahah pada akuntansi penjual

untuk kepentingan Laporan posisi Keuangan (neraca) antara lain :

1. Persediaan/Aset Murabahah

2. Piutang Murabahah

3. Margin Murabahah Tangguhan (Cr)

4. Piutang Murabahah Jatuh Tempo

5. Margin Murabahah Tangguhan Jatuh Tempo ( Cr)

6. Hutang Diskon Murabahah (Kewajiban kepada Pembeli)

7. Piutang Uang Muka Murabahah

8. Hutang Uang Muka Murabahah

9. Cadangan Kerugian Murabahah (Cr)

10. Piutang pada Nasabah (calon pembeli)

B. Akun Laporan Laba Rugi

Berikut akun-akun yang dipergunakan dalam transaksi murabahah yang dipergunakan untuk
penyusunan laporan laba rugi:

1. Pendapatan Margin Murabahah

2. Potongan Pelunasan (muqasah) Murabahah

3. Potongan Angsuran Murabahah - Prestasi

4. Potongan Angsuran Murabahah – Beban operasi

5. Diskon Murabahah

6. Pendapatan non operasi lainnya

7. Beban kerugian Murabahah

8. Kerugian penurunan aset murabahah

4.3.2 Uang muka Murabahah

Dalam murabahah, yang dimaksud dengan uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli

kepada penjual sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual.

4.3.3 Pengadaan aset (barang) Murabahah

Ketentuan syariah jelas sekali menerangkan bahwa jual beli Murabahah adalah jual beli atas barang

(bukan jual beli uang). Oleh karena dalam jual beli murabahah penjual harus memiliki barang, maka

pengadaan barang menjadi tanggung jawab penjual, bukan menyediakan uang untuk membeli barang.

4.3.4 Penjualan Barang dan Pembayaran Harga Barang

Sebelum dilakukan pembahasan yang rinci mengenai penjualan barang dan pembayarannya, perlu

dibahas sekilas perbedaan antara murabahah dengan kredit kendaraan bermotor atau kredit pemilikan

rumah yang dilakukan oleh Bank Konvensional. Jika pada Bank Konvensional, Kredit Kendaraan
Bermotor Bank menyediakan uang kepada nasabah untuk membeli kendaraan bermtor, Kredit
Pemilikan Rumah Bank menyediakan uang kepada nasabah untuk membeli rumah. Hutang nasabah
adalah hutang uang untuk membeli barang ditambah dengan bunga yang diperhitungkan berdasarkan
persentase tertentu dari sisa uang yang belum dibayar (pokok setelah dikurangi angsuran). Oleh karena
itu hutang nasabah dikategorikan menjadi hutang pokok dan hutang bunga (yang diperhitungakan dari
sisa pokoknya tadi).

4.3.5 Penjualan dengan pengakuan keuntungan saat penyerahan barang

Salah satu perbedaan akuntansi Murabahah yang tercantum dalam PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah dengan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah adalah ketentuan yang jelas dan

gamblang tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan keuntungan murabahah. Salah satu
pengakuan dan pengukuran keuntungan murabahah dilakukan pada saat penyerahan barang.
Murabahah merupakan transaksi jual beli barang sehingga pengakuan keuntungan dilakukan pada saat
penyerahan barang tidak terkait dengan pembayaran harga barang yang dilakukan.

4.3.6 Penjualan Dengan Pengakuan Keuntungan Proporsional

Metode lain pengakuan pendapatan keuntungan murabahah yang diatur dalam PSAK 102 tentang
Akuntansi Murabahah adalah dilakukan secara proposional. Yang dimaksud proporsional disini adalah
proporsional atau selalu sebanding terhadap pokok dan margin, bukan proporsional waktu sebagaimana
yang selama ini dipahami. Besarnya angsuran ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan

pembeli, namun perlakukan pada LKS sebagai penjual setiap angsuran terkandung unsur pokok dan
unsur keuntungan yang proporsional dengan perbandingan pokok dan keuntungan yang telah disepakati
dalam akad murabahah.

4.3.7 Penjualan dengan pengakuan keuntungan setelah pelunasan pokok

Alternatif ketiga pengakuan keuntungan murabahah dalam PSAK 102 tentang akuntansi murabahah

adalah dilakukan setelah pelunasan pokoknya. Pengakuan pendapatan setelah pelunasan ini
dipergunakan jika penagihan harga barang memiliki risiko yang sangat besar dalam arti kemungkinan
tidak dibayarnya cukup besar. Pada dasarnya pada awal melakukan transaksi murabahah, penggunaan
metode ini tidak terjadi karena tidak mungkin terjadi transaksi jika telah diketahui risiko tidak
dibayarnya harga barang sangat tinggi..

4.3.8 Denda Kepada Pembeli

Dalam transaksi murabahah, jika pembeli yang mampun tetapi tidak memenuhi kewajibannya dapat

dikenakan denda sedangkan untuk nasabah yang tidak mampu tidak diperkenankan untuk dikenakan

denda. Dana yang diterima dari denda diakui sebagai dana kebajikan tidak diperkenankan diakui sebagai
pendapatan. Pengenaan denda kepada pembeli atas tidak dipenuhi kewajiban pembeli dalam
melakukan pembayaran ansguran harga barang dimaksudkan untuk memberikan kedisiplinan, karena
dengan tidak dipenuhinya pembayaran angsuran maka sebagian dari hak investor atas bagi hasil juga
tertahan. Jadi pengenaan denda tidak dapat dilakukan kepada nasabah yang tidak memenuhi kewajiban,

sebagaimana yang dilakukan pada Lembaga Keuangan Konvensional, tetapi hanya kepada nasabah yang

mampu tetapi tidak mau. Untuk mengetahui hal ini LKS harus memahami kondisi dari pembeli yang

bersangkutan. Hal ini yang membuktikan bahwa hubungan LKS dengan nasabahnya adalah hubungan

kemitraan, bukan hubungan pinjam meminjam.

4.3.9 Pembentukan Cadangan Kerugian Piutang Murabahah

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 18/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Pencadangan

Penghapusan Aktiva Produktif Dalam Lembaga Keuangan Syariah :

1. Pencadangan boleh dilakukan oleh LKS.

2. Dana yang digunakan untuk pencadangan diambil dari bagian keuntungan yang menjadi hak

LKS sehingga tidak merugikan nasabah.

3. Dalam perhitungan pajak, LKS boleh mencadangkan dari seluruh keuntungan.

4. Dalam kaitan dengan pembagian keuntungan, pencadangan hanya boleh berasal dari bagian

keuntungan yang menjadi hak LKS.

4.3.10 Piutang Murabahah Bermasalah

Sebelum dilakukan pembahasan hal-hal tersebut di atas, terlebih dahulu akan dibahas pengakuan

keuntungan murabahah atas piutang murabahah yang macet. Berkaitan dengan hal tersebut dalam
PSAK 102 tentang Murabahah, paragraf 23 huruf b, iii dijelaskan pengakuan keuntungan metode ini

4.4. Akuntansi Pembeli Akhir

Perbedaan akuntansi Murabahah dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dengan PSAK 59

tentang Akuntansi PerBankan Syariah, adalah dalam PSAK 102 dibahas ketentuan-ketentuan akuntansi
pada pembeli akhir, dimana hal ini tidak pernah dibahas pada PSAK 59. Pembahasan ketentuan
akuntansi pada pembeli akhir ini dimaksudkan untuk memberikan aturan akuntansi syariah pada sisi
pembeli sehingga mempunyai presepsi yang sama pada penjual maupun pembeli. Misalnya dalam PSAK
59 tentang akuntansi perBankan syariah, LKS sebagai penjual mencatat sebagai “piutang murabahah”
namun dalam catatan nasabah sebagai pembeli dicatat sebagai “hutang Bank” (karena dilakukan dengan
Bank syariah). Namun dalam PSAK 102 tentang akuntandi Murabahah, LKS sebagai penjual mencatat
sebagai “piutang murabahah” dan nasabah sebagai pembeli mencatat sebagai “hutang murabahah”.

Transaksi yang ada pada pembeli akhir ini merupakan transaksi balik dari penjual, artinya transaksi

yang sama terjadi pada penjual, hanya dari segi pencatatan yang dilakukan antara penjual dan pembeli
yang berbeda.

4.4.1. Akun-akun pada pembukuan pembeli

Dalam PSAK 59 tentang Akuntansi PerBankan Syariah tidak diatur akuntansi pada pihak terkait

(nasabah sebagai pembeli). Sedangkan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah telah diatur

akuntansi pihak terkait (nasabah sebagai pembeli) dan sebagai akibatnya banyak akun-akun yang harus

dipergunakan oleh nasabah sebagai pembeli baik untuk kepentingan penyusunan laporan posisi
keuangan (neraca) dan laporan laba rugi.

A. Akun dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi murabahah pada akuntansi pembeli

untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).

1. Hutang Murabahah

2. Hutang Murabahah Jatuh Tempo

3. Piutang Uang Muka Murabahah

4. Aktiva Tetap

5. Hutang kepada LKS

B. Akun dalam Laporan Laba Rugi

Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi murabahah dalam akuntansi pembeli

untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.


1. Beban Murabahah Ditangguhkan

2. Diskon Murabahah

7.. Potongan pelunasan hutang murabahah

8. Potongan angsuran murabahah

9. Kerugian Pesanan Murabahah

10. Beban denda Murabahah

4.4.2. Pembayaran uang muka kepada Penjual

Uang muka yang dibayar oleh pembeli merupakan bukti keseriusan dalam melakukan transaksi

murabahah, khususnya murabahah berdasarkan pesanan dan sifatnya mengikat. Besarnya uang muka

didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli.

4.4.3. Penerimaan barang dan pengakuan hutang harga barang

Dalam transaksi murabahah yang diperjual belikan adalah barang (bukan uang). LKS sebagai

penjual menyediakan barang untuk dilakukan jual beli. Dalam transaksi murabahah, bagi nsaabah
sebagai pembeli menerima barang yang diperjualbelikan (bukan uang untuk membeli barang). Oleh
karena itu dalam murabahah dengan pembayaran tangguh hutang nasabah sebagai pembeli kepada LKS
sebagai penjual adalah hutang atas harga barang yang diperjual belikan (bukan hutang uang). Dalam
Lembaga Keuangan perbankan konvensional dikenal adalanya hutang pokok dan hutang bunga, oleh
karena yang diterima nasabah adalah uang untuk membeli barang dan atas uang tersebut
diperhitungkan bunga seiring dengan sisa uang yang dipergunakan oleh nasabah. Dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional dijelaskan hutang pembeli kepada LKS sebagai penjual tidak

mengenal hutang pokok dan hutang

4.4.4 Penerimaan diskon harga barang

Dalam pembelian barang yang dilakukan oleh LKS dimungkinkan untuk memperoleh diskon

pemasok atas pembelian barang tersebut. Jika Lembaga Keuangan Syariah memperoleh diskon dari

pemasok maka sangat diperlukan kejujuran dari LKS untuk menyampaikan diskon tersebut kepada

nasabah sebagai pembeli, khususnya diskon yang diperoleh sebelum akad murabahah disepakati antara
LKS sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Jika diskon diperoleh sebelum akad ditanda tangani

oleh LKS sebagai penjual harus diakui sebagai pengurang harga perolehan barang dan LKS harus
memberitahukan dengan jujur harga perolehan barang. Jadi kalau tidak ada kejujuran oleh LKS sebagai

penjual tentang hal ini, nasabah sebagai pembeli tidak akan mengetahui diskon tersebut Jika nasabah

sebagai pembeli memperoleh diskon setelah akad murabahah disepakati, dan pembayaran harga barang

dilakukan dengan tangguh, maka diskon tersebut diaku pengurang beban tangguhan murabahah (tidak
dikategorikan sebagai pendapatan).

4.4.5 Pembayaran harga barang

Jika akad murabahah disepakati, maka pada dasarnya hutang nasabah sebagai pembeli adalah

sebesar harga jual barang yaitu harga perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Jika

nasabah sebagai pembeli memberikan uang muka maka uang muka tersebut diakui sebagai pengurang

hutang nasabah sebagai pembeli kepada LKS sebagai penjual.

4.4.6 Pembayaran Angsuran

Pembayaran angsuran hutang murabahah besarnya dan dilakukan sesuai kesepakatan antara

Lembaga Keuangan Syariah (LKS Ridho Gusti) dengan pembeli (Aminah) yang secara umum didasarkan

pada kemampuan membayar hutang oleh pembeli. Bagi pembeli dalam pembayaran hutang adalah

pembayaran hutang atas harga jual barang, oleh karena itu tidak dikenal hutang pokok atau hutang
margin. Berapapun besarnya pembayaran yang dilakukan merupakan penguran dari hutang murabahah.

4.4.7. Penerimaan potongan pelunasan harga barang

Pada dasarnya kewajiban pembeli dalam melakukan pembayaran hutang murabahah adalah sebesar

sisa kewajibannya. Apabila pembeli melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo, yang harus dibayar

pembeli (Hj.Aminah) kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS Ridho Gusti) adalah sebesar sisa

kewajibannya. Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan potongan atas pelunasan hutang

4.4.8 Pembayaran denda

Denda dalam transaksi murbahah dikenakan kepada nasabah yang mampu tetapi tidak mau untuk

melaksanakan kewajibannya dan dana yang diterima dari denda tersebut akan diserahkan sebagai dana

kebajikan. Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 35 diatur tentang denda

4.4.9 Wakil LKS untuk membeli barang


Dalam praktek banyak Lembaga Keuangan Syariah yang tidak terlibat dalam pengadaan barang,

Bank menyediakan uang atau memberikan uang kepada nasabah, dengan alasan nasabah sebagai wakil

Bank syariah untuk membeli barang kebutuhannya sendiri. Berkaitan dengan hal ini Fatwa DSN :

04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah menyatakan sebagai berikut:

Jika Bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank

Dari fatwa ini jelas bahwa Bank syariah tidak diperkenankan untuk melakukan akad murabahah

kalau barangnya tidak ada, karena timbul gharar (ketidak jelasan barang yang diperjualbelikan). Hal ini
jelas haditsnya yang mengatakan tidak diperkenankan untuk menjual burung yang masih terbang,
menjual ikan dalam lautan dan menjual akan binatang dalam kandungan. Saat

4.4.10 Akuntansi utang piutang murabahah bermasalah

Bagi nasabah sebagai pihak yang memiliki hutang kepada Lembaga Keuangan Syariah, maka

diperlakukan akuntansi sebagaimana melakukan pembayaran angsuran atau harga barang yang
diperjualbelikan, karena dapa prinsipnya berapapun yang dibayar oleh nasabah sebagai pembeli atau
pihak yang berhutang adalah melakkukan pembayaran hutang tanpa membedakan pembayaran pokok
atau

margin.

Anda mungkin juga menyukai