Anda di halaman 1dari 16

BAB II

Pembahasan

A. Konsep Dasar dan Dasar Hukum Multi Finance Syariah


Keberadaan lembaga keuangan yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas
pembiayaan untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia
usaha dalam sistem perekonomian modern sangatlah dibutuhkan. Lembaga
pembiayaan diperlukan guna mendukung dan memperkuat sistem keuangan
nasional yang terdiversifikasi sehingga dapat memberikan alternatif yang lebih
banyak bagi pengembangan sektor usaha. Melihat karakteristik jenis usaha yang
beragam, maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan
sering pula disebut dengan multifinance company.
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga Pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga
pembiayaan adalah
1. Sewa guna usaha (leasing)
2. Modal ventura (venture capital)
3. Anjak piutang (factoring)
4. Kartu kredit (credit card)
5. Pembiayaan konsumen (consumer finance)
Secara umum perusahaan pembiayaan berfungsi menyediakan produk
yang berkualitas dan pelayanan yang professional untuk menjamin kesetiaan
pelanggan. Memanfaatkan sumber daya yang ada secara maksimal untuk
memperoleh revenue yang dapat memberikan kontribusi bagi pemegang saham,
dan kesejahteraan bagi karyawan.
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi menggunakan sistem
konvensional juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syari'ah adalah pembiayaan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pada dasarnya pembiayaan syariah merupakan pembiayaan yang
menggunakan prinsip syariah, transparasi yang penuh tanggung jawab serta jujur
dalam bertransaksi. Pembiayaan syariah bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa
membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan serta dapat diberlakukan
dimana saja. Perusahaan lembaga pembiayaan mempunyai lingkup yang sangat
luas. Lembaga pembiayaan tersebut adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
dalam bentuk penyedian dana secara langsung dari pihak masyarakat.
Lembaga pembiayaan syariah menurut Peraturan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: PER-03/Bl/2007 Tentang Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dan dijalankan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sementara yang dimaksud dengan prinsip
syariah adalah ketentuan hukum Islam yang menjadi pedoman dalam kegiatan
operasional perusahaan dan transaksi antara lembaga keuangan atau lembaga
bisnis syariah dengan pihak lain yang telah dan akan diatur oleh DSN-MUI
Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan
melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20
Desember 1988 (Paket Desember). Melalui PakDes ini diperkenalkan lembaga
pembiayaan yang bidang usahanya adalah Sewa guna usaha (leasing), Modal
ventura (venture capital), Anjak piutang (factoring), Kartu kredit (credit card),
Pembiayaan konsumen (consumer finance), Perdagangan surat berharga
(securities company).
Dalam ketentuan lebih lanjut ada dua kegiatan yang dikeluarkan dari
kegiatan perusahaan pembiayaan, yaitu kegiatan perdagangan surat berharga
berdasarkan Keputusan Menteri keuangan No. 1256/KMK.00/1989 tanggal 18
November 1989 karena kegiatan perdagangan surat berharga terkait dengan
kegiatan di pasar modal sehingga dialihkan kepada Bapepam sebagai otoritas

2
pasar modal. Selanjutnya modal ventura berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 468/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995 juga dikeluarkan
dari bidang usaha lembaga pembiayaan dan dilakukan secara terpisah dengan
badan hukum tersendiri dengan pertimbangan agar bisnis modal ventura dapat
lebih berkembang dan berkonsentrasi pada penyaluran pembiayaan untuk
membantu usaha kecil menengah.
Dalam perkembagan selanjutnya, landasan hukum perusahaan pembiayaan
makin kuat dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK-017/2000
yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 172/KMK.06/2002.
Belakangan diterbitkan pula Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

B. Prinsip-prinsip Multi Finance Syariah


1. Universal
Tidak membeda-bedakan kepada berbagai pihak karena adanya suatu latar
belakang suku, agama, ras, dan golongan dalam memberikan pelayanan.
Jelas Prinsip ini tercermin dari cara penyampaian informasi dalam kontrak
mengenai tanggungjawab dari kondisi pembiayaan yang disepakati secara
bersama.
2. Bersih
Hanya dengan menggunakan tata cara pembiayaan syariah untuk
menjamin semua transaksi dilakukan dengan cara yang sesuai dengan
syariah islam.
3. Terbuka
Penawaran harga disampaikan secara rinci dan transparan mengenai harga
pokok produk dan margin keuntungan yang diinginkan oleh lembaga
pembiayaan "x" sebagai total biaya yang harus ditanggung oleh pembeli
sesuai dengan kesepakatan bersama.
4. Adil
Melalui pembiayaan syariah, lembaga pembiayaan "x" menempatkan
nasabah pengguna dana dalam hak, kewajiban, keuntungan dan resiko

3
yang berimbang dengan cara yang adil dan merata.
5. Jujur
Jujur dalam menyampaikan informasi yang ada sesuai dengan kondisi dan
apa adanya.
6. Cakap
Setiap pihak yang bertransaksi wajib memiliki kecakapan dan kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut syariah maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku

C. Produk Multi Finance Syariah


Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988, Lembaga pembiayaan terdiri
dari 6 bidang usaha, yaitu sewa guna usaha (leasing), modal ventura, anjak
piutang, pembiayaan konsumen, kartu kredit, dan perdagangan surat berharga.
Berikut akan diuraikan secara singkat beberapa lembaga pembiayaan tersebut dan
juga akan diuraikan lembaga pembiayaan syariah yang ada di Indonesia.

1. Sewa Guna Usaha (Leasing) Syariah


Istilah sewa guna usaha merupakan terjemahan yang diambil dari bahasa
inggris leasing yang berasal dari kata lease yang sewa atau lebih umum sebagai
sewa-menyewa. Namun pada prinsipnya antara sewa guna usaha (leasing) dan
sewa-menyewa tidaklah sama, karena masing-masing memiliki perbedaan
tersendiri. Secara umum sewa guna usaha merupakan suatu equipment funding,
yaitu suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk peralatan atau barang modal pada
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi. Kegiatan usahanya bergerak
di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh
nasabah. Pembiayaan disini artinya jika nasabah membutuhkan barang-barang
modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara
kredit, maka pihak leasing dapat membiayai keinginan nasabah sesuai dengan
perjanjian.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan yang dimaksud dengan sewa guna usaha adalah kegiatan

4
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dengan demikian,
sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa menyewa.
Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi
dengan harga berdasarkan nilai sisa. Sedangkan yang dimaksud dengan sewa guna
usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan Prinsip Syariah. Perkembangan usaha
leasing selanjutnya sangat mengesankan karena sampai dengan saat ini, leasing di
Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan-perusahaan
khususnya di bidang ekonomi. Sebagai buktinya, terlihat dari tahun ke tahun
perusahaun leasing terus bertambah pesat.
Usaha leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad al-ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik. Akad ijarah adalah akad penyaluran dana untuk
pemindahan hak guna (manfaat)atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa
(mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan
barang itu sendiri. Sedangkan Ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik adalah akad
penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan
sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi
pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa
sewa. Dalam setiap transaksi leasing terdapat paling tidak 5 pihak yang
berkepentingan, yaitu:
a. Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang dan dapat equity dari
beberapa perusahaan. Lessor disebut juga investors, equity, holders,
owner, participants atau trusters. Lessor merupakan perusahaan yang

5
menyediakan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang
modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali
biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal
dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease,
lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta
pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta
pengoperasian barang modal tersebut.
b. Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam
bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan
mendapatkan pembiayaan berupa barang atau perlatan dengan cara
pembayaran angsuran atau berkala. Pada akhir kontrak, lessee memiliki
hak opsi untuk membeli barang tersebut berdasarkan nilai sisa. Dalam
operating lease, lease dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping
tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee
terhadap kerusakan.
c. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau
menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran
secara tunai oleh lessor. Dalam mekanisme financial lease, supplier
langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor
sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam
operating lease, Supplier menjual barangnya langsung kepada lessor
dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu
secara tunai atau berkala
d. Bank terlibat secara tidak langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak
bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor
terutama dalam mekanisme leverage lease dimana sumber dana
pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak Supplier juga
kemungkinan menerima kredit dari bank untuk memperoleh barang yang
nantinya dijual sebagai objek leasing kepada lessee atau lessor. Untuk
leasing syariah bank yang menyediakan dana, wajib melalui bank dengan
prinsip syariah juga.

6
e. Asuransi merupakan perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap
perjanjian antara lessor dengan lessee. Dimana dalam hal lessee dikenakan
biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan
menanggung risiko dari barang yang dileasingkan sebesar sesuai dengan
perjanjian. Untuk usaha leasing syariah, objek yang diasuransikan wajib
diasuransikan pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah juga.

2. Anjak Piutang syariah


Anjak piutang atau "Factoring" berasal dari kata "anjak" yang artinya
pindah atau alih dan "piutang" yang berarti tagihan sejumlah uang, anjak piutang
adalah pengalihan piutang dari pemiliknya kepada pihak lain. Menurut Dahlan
siamat anjak piutang adalah transaksi pembelian dan atau penagihan serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada perusahaan
factoring, kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang kepada pembeli
karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan factoring (factor).
Sedangkan yang dimaksud dengan Anjak Piutang syariah adalah kegiatan
pengalihan piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan
atas piutang tersebut sesuai dengan prinsip syariah. Anjak piutang (factoring)
dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah yaitu pelimpahan kuasa oleh satu
pihak (al muwakkil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah). Landasan hukum akad ini
adalah fatwa DSN-MUI No:10/DSM-MUI/IV/2000 tentang wakalah. Perlu
ditekankan di sini bahwa secara umum pengurusan piutang tersebut haruslah tidak
dilakukan dengan cara-cara yang dilarang oleh syariah. Menurut Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan,
Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang
tersebut. Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa kegiatan pokok anjak piutang
adalah:
a. Pengambilalihan tagihan suatu perusahaan, baik dengan cara dibeli atau
dengan cara lainnya sesuai dengan kesepakatan.

7
b. Penagihan piutang perusahaan klien
c. Mengelola usaha penjualan kredit suatu perusahaan

Beberapa istilah dalam transaksi anjak piutang yang dapat di temui secara umum
adalah
a. Factor, yaitu perusahaan anjak piutang (factoring company). Yaitu badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
dan/atau pengalihan, serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek
suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
b. Client (penjual piutang/supplier), yaitu perusahaan yang menjual dan/atau
mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi
perdagangan kepada perusahaan anjak piutang atau perusahaan yang
mendapatkan fasilitas anjak piutang dari perusahaan anjak piutang, baik
financing maupun nonfinancing.
c. Piutang adalah kewajiban pembayaran customer kepada client atas barang
yang telah dibeli dan/atau jasa yang telah diberikan oleh client kepada
customer.
d. Customer (nasabah) adalah perusahaan atau pihak ketiga yang membeli
barang dan/atau jasa dari client yang pembayarannya secara kredit atau
dapat dikatakan pula perusahaan yang mempunyai kewajiban kepada klien
e. Kontrak adalah perjanjian anjak piutang yang dilakukan oleh dan antara
faktor dengan klien.
f. Nilai pembiayaan adalah besarnya nilai pembiayaan yang di lakukan oleh
factor atas tagihan yang ditawarkan oleh klien.
g. Retention adalah bagian dana dari anjak piutang yang ditahan oleh factor
untuk menutup kemungkinan terjadinya penyesuaian jumlah piutang
sebelum jatuh tempo atau dapat pula dikatakan bagian dana dari tagihan
yang ditawarkan oleh klien kepada factor. Retention akan dikembalikan
kepada klien setelah tagihan kepada customer sudah diterima efektif oleh
factor.
h. Recourse adalah hak factor untuk menerima pembayaran dari klien apabila

8
piutang yang dialihkan tidak dapat dibayar oleh nasabah pada saat piutang
jatuh tempo.

3. Pembiayaan Konsumen Syariah


Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran
secara angsuran. Pembiayaan konsumen termasuk ke dalam jasa keuangan dan
dapat dilakukan baik oleh bank ataupun lembaga keuangan non-bank dalam
bentuk perusahaan pembiayaan. Menurut pasal 1 angka 6 Keppres Nomor 61
Tahun 1988 juncto pasal 1 huruf p Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1251/KMK.013/ 1988 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan system pembayaran
angsuran atau berkala oleh konsumen.
Sedangkan pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran
secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen diperlukan
oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti yang telah diketahui secara umum,
kebutuhan konsumsi terdiri dari kebutuhan primer (makanan, minuman, tempat
tinggal, pakaian, pelayanan kesehatan, pendidikan) dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun
kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer. Pada prinsipnya
pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad murabahah, salam, dan
istisna’. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang
dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli
membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai laba. Salam adalah
akad pembiayaan untuk pengadaan barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat yang disepakati para pihak.
Istishna’ adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang
disepakati para pihak.

9
Konsumsi dalam ekonomi Islam dapat didefinisikan dengan mengonsumsi
sesuatu yang baik, halal, dan bermanfaat bagi manusia, pemanfaatan segala
anugerah Allah SWT di muka bumi, atau sebagai sebuah kebajikan, karena
kenikmatan yang diciptakan Allah untuk manusia adalah wujud ketaatan kepada-
Nya. Namun, terminologi ini tidak berarti seorang konsumen dapat mengonsumsi
segala barang yang dikehendaki, tanpa memerhatikan kualitas dan kemurniannya
atau mengonsumsi sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan hak-hak orang lain
yang ada di dalamnya. Karenanya, dalam konsumsi, prinsip dasar yang harus
dijadikan sebagai acuan adalah kebenaran, kesucian, kesederhanaan,
kemaslahatan, dan akhlak. Preferensi konsumen dalam Islam dibangun
berdasarkan kebutuhan akan kemaslahatan, baik maslahat yang diterima di dunia
maupun di akhirat. Mashlahat adalah setiap keadaan yang membawa manusia
kepada derajat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang sempurna. Mashlahat
dunia dapat berbentuk fisik, biologis, psikis, dan material. Sedangkan maslahat
akhirat berupa pahala yang akan diberikan di akhirat sebagai akibat perbuatan
mengikuti ajaran Islam.
Dengan demikian, dalam ekonomi Islam, konsumen tidak di arahkan
untuk memaksimisasi utilitas yang didasarkan pada rasionalitas sempit sesuai
dengan anggaran yang dimilikinya, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai
kerohanian yang secara tidak langsung mengarahkan konsumen agar tidak
konsumtif dan menjaga kemashlahatan baik individual maupun komunal. Itulah
sebabnya, apabila seorang muslim memegang uang, maka penggunaan uang
dalam Islam diprioritaskan untuk memenuhi kewajiban terlebih dahulu, seperti
untuk infak (nafkah) keluarga, zakat, dan nazar yang jatuh tempo. Setelah itu
uang dapat digunakan untuk kegiatan sunah seperti untuk sedekah, infak, wakaf,
wasiat, dan lain sebagainya. Kemudian untuk kegiatan mubah seperti diikutkan
pada kegiatan produksi, perdagangan, kerja sama, dan berbagai kegiatan ekonomi
lainnya, barulah kemudian boleh untuk kegiatan makruh seperti pemenuhan
kebutuhan tersier, dan seterusnya.

10
4. Usaha Kartu Kredit Syariah
Salah satu kegiatan sistem pembayaran yang saat ini telah berkembang
pesat adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) atau disebut
pula dengan kartu kredit. Kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan APMK
dalam memenuhi kegiatan ekonomi menunjukkan perkembangan yang sangat
pesat dari tahun ke tahun. Sejalan dengan meningkatnya penggunaan kartu
sebagai pembayaran, tingkat keamanan teknologi, baik keamanan kartu maupun
keamanan sistem yang digunakan untuk memproses transaksi alat pembayaran
dengan menggunakan kartu, perlu ditingkatkan agar penggunaan kartu sebagai
alat pembayaran dapat senantiasa berjalan dengan aman dan lancar. Dengan kata
lain, akan lebih mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan, tetapi tidak perlu
menyediakan uang tunai dalam waktu segera.
Secara bahasa, kartu kredit terdiri dari dua kata, kartu atau "card" dan
kredit atau"credit". Credit adalah kepercayaan atau pinjaman secara angsuran. Jadi
Kartu Kredit adalah sebuah kartu yang digunakan atas dasar kepercayaan untuk
melakukan pembayaran tidak tunai atau pinjaman yang penggantiannya secara
angsuran. Pada dasarnya, kartu kredit adalah kartu yang diterbitkan oleh Bank
atau perusahaan tertentu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran sebagai
transaksi atau jasa atau menjamin keabsahan cek yang dikeluarkan di samping
untuk melakukan penarikan uang tunai. Alat ini disebut Kartu Kredit karena
dengan kartu itu seseorang dapat melakukan transaksi tanpa harus membayar saat
itu juga dengan uang tunai atau cek, tetapi hanya cukup dengan memperlihatkan
kartu kredit itu saja dan menandatangani bukti pembelian sedangkan
pembayarannya dilaksanakan melalui pihak yang menerbitkan kartu kredit setelah
ada penagihan dari pedagang. Dengan demikian ada pembayaran yang ditunda
dan terhadap penundaan itu yang telah dibuat.
Kartu kredit dalam perkembangannya juga telah diakomodasi oleh
keuangan syariah khususnya dalam Fatwa DSN-MUI No. 42/DSN-MUI/V/2004
tentang syariah charge card dan No. 54/DSN MUI/X/2006 tentang syariah Card.
Menurut Fatwa DSN MUI No. 54 yang dimaksud dengan Syariah Card adalah
kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan

11
sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah.
Kartu kredit sebenarnya bukan merupakan salah satu bentuk lembaga
keuangan dalam pengertian sebagai suatu badan usaha. Perusahaan yang
menerbitkan kartu kredit inilah yang dimaksudkan sebagai salah satu lembaga
keuangan bukan bank. Meskipun perusahaan kartu kredit termasuk dalam
lembaga keuangan bukan bank, penyelenggara atau pemilik dari perusahaan kartu
kredit ini bisa saja suatu lembaga keuangan berupa bank. Pengertian kartu plastik
sendiri masih sangat luas. Kartu plastik dapat berupa kartu kredit, kartu debit,
kartu penarikan uang tunai melalui Anjungan Tunai Mandiri (Authomated Teller
Machine-ATM), dan charge card. Perusahaan yang menerbitkan berbagai bentuk
kartu kredit ini dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan
bukan bank, karena kartu kredit tersebut pada dasarnya dapat digunakan sebagai
alat untuk kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana dari dan kepada
masyarakat.
Pada umumnya anggapan masyarakat Indonesia bahwa setiap kartu yang
disebut di atas dikeluarkan oleh sebuah perusahaan adalah kartu kredit, sehingga
bagi orang yang belum mengerti akan beranggapan bahwa kartu itu dapat
digunakan untuk transaksi dengan system kredit. Padahal kenyataannya kartu
yang diterbitkan oleh perusahaan atau bank tidak semua dapat memenuhi unsur
kredit, sehingga dalam penggunaannya juga berbeda. Kartu yang tidak
mempunyai unsur-unsur kredit itu disebut "Charge Card" atau "kartu
pembayaran", yang saat ini banyak diterbitkan oleh berbagai bank. Fungsi kartu
pembayaran sama dengan kartu kredit yaitu sebagai alat pembayaran sementara
pengganti uang tunai atau cek dapat dibayar kemudian.
Perbedaan kartu ini terletak pada saat pembayaran setelah ada tagihan dari
bank atau perusahaan. Kalau orang berbelanja dengan kartu kredit, maka semua
pembayaran atas semua transaksi yang pernah dilakukan oleh card holder dapat
dicicil dan sisanya dikenakan bunga, sedangkan orang yang menggunakan kartu
pembayaran dilakukan secara kontan kepada pihak yang mengeluarkan kartu
pembayaran sebanyak jumlah tagihan, tidak dicicil dan tidak dikenakan bunga.

12
Akad yang digunakan dalam penggunaan kartu tersebut adalah akad
kafalah, qaradh, dan ijarah. Adapun pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan
dan penggunaan kartu kredit, yaitu:

a. Bank atau perusahaan pembiayaan baik sebagai penerbit dan pengelola


kartu (mushdir al-bithaqah/issuer). Perusahaan yang khusus akan
menerbitkan kartu harus terlebih dahulu memperoleh izin dari
Departemen Keuangan, dan pada bank, maka harus mengikuti ketentuan
Bank Indonesia
b. Penjual (tajir atau qabil al-bithaqah/merchant), yaitu pihak penjual barang
dan jasa yang dibeli oleh pemilik kartu dengan menggunakan kartu
tersebut. Sebagai tempat belanja, seperti: hotel, super market, restoran,
dan tempat-tempat lainnya di mana bank mengikat perjanjian.
c. Pemegang kartu (hamil al-bithaqah/card holder), yaitu nasabah yang
namanya tertera dalam kartu tersebut dan yang berhak menggunakannya
untuk berbagai keperluan transaksi.
d. Pengelola (acquirer), yaitu pihak yang mewakili kepentingan penerbit
kartu untuk menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan pada pemilik
kartu, melakukan pembayaran kepada pihak merchant.

5. Modal Ventura
Modal Ventura atau venture capital adalah sesuatu yang mengandung
resiko atau sebagai usaha atau modal yang diinvestasikan pada suatu usaha yang
mengandung resiko. Modal Ventura sering disebut juga risk capital. Dikatakan
mengadung resiko karena dalam investasi yang dimaksud tidak menekankan
aspek jaminan melainkan pada prospek dan kelayakan dari usaha yang dibiayai.
Perusahaan modal ventura dalam melakukan pembiayaan tidak hanya
menginvestasikan modalnya saja, tetapi juga sekaligus ikut terlibat dalam
manajemen perusahaan yang dibantunya.
Sedangkan modal ventura syariah adalah bisnis pembiayaan dalam bentuk
pnenyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dengan berlandaskan prinsip-prinsip
syariah. Praktik modal ventura yang dilakukan berdasarkan akad syariah dan

13
bergerak di usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah diakui.
Kegiatan modal venturasecara umum bertujuan memberikan kontribusi
dalam pengembangan bisnis. Perusahaan kecil yang mempunyai prospek bagus
tetapi tidak mempunyai cukup modal dan tidak memiliki akses ke perbankan
dapat berkembang dengan memperoleh dukungan modal dari modal ventura.
Karakteristik pembiayaan modal ventura antara lain merupakan penyertaan
modal, merupakan pembiayaan yang bersifat resiko tinggi, merupakan investasi
dengan perspektif jangka panjang, bersifat investasi aktif, bersifat sementara.
Keuntungan yang diharapkan adalah terutama capital gain disamping deviden,
tingkat keuntungan yang tinggi. Karakteristik perusahaan modal ventura syariah
ditambah dengan adanya Dewan Pengurus Syariah, aktivitas usaha harus sesuai
dengan prinsip syariah.
Berdasarkan pasal 1 angka 11 Keppres Nomor 61 tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan bahwa Perusahaan Modal Ventura (venture capital
company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan Pasangan Usaha (investee
company) untuk jangka waktu tertentu. Sehinga dapat diidentifikasi lima unsur
dalam perusahaan modal ventura, yaitu:
a. Adanya badan usaha
b. Bidang usaha, yaitu kegiatan di bidang pembiayaan
c. Bentuk kegiatan, yaitu penyertaan modal
d. Perusahaan pasangan usaha
e. Jangka waktu tertentu

D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pembiayaan Syariah


Lembaga pembiayaan tumbuh dan berkembang seiring dengan adanya
Paket Deregulasi Tabun 1988 yaitu Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
dan Paket Deregulasi 20 Desember 1988 (Pakdes 88). Sedangkan lembaga
pembiayaan syariah baru berkembang pada tahun 2006 yaitu dengan berdirinya
pembiayaan multifinance syariah oleh PT. Federal International Finance. Pada
saat awal berdirinya lembaga pembiayaan syariah ini belum memiliki landasan

14
hukum tersendiri, akan tetapi pada tahun 2007 telah lahir landasan operasional
lembaga pembiayaan syariah berupa Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Nomor PER-03/Bl/2007 Tentang Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasarkan peraturan
tersebut, bidang usaha yang bisa dilakukan lembaga pembiayaan syariah terdiri
dari: 1). Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan akad ijarah; 2). Anjak
Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah; 3). Pembiayaan
konsumen yang dilakukan berdasarkan akad Murabahah, salam, atau istishna’; 4).
Usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah; 5). Kegiatan
pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
Harus diakui bahwa struktur sistem keuangan di Indonesia hingga saat ini
masih didominasi oleh perbankan, perlahan geliat pasar keuangan di bidang pasar
modal secara perlahan juga ikut meningkat. Belakangan perusahaan pembiayaan
juga ikut meningkat seiring dengan meningkatnya pasar keuangan. Menurut data
DSN MUI pada tahun 2008 terdapat 11 perusahaan pembiayaan syariah di
Indonesia, yaitu PT Federal Internasional Finance, PT Semesta Citra Dana, PT
Mandala Multifinance, Tbk., PT Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk., PT Amanah
Finance, PT Fortuna Multi Finance, PT Trust Finance Indonesia, Tbk., PT
Capitalinc Finance, PT Al- Ijarah Indonesia Finance, PT Trimamas Finance, PT
Nusa Surya Ciptadana.
Hingga Agustus 2008 telah ada 13 perusahaan yang telah melakukan
kegiatan pembiayaan syariah, yaitu PT. Federal International Finance, PT.
Semesta Citra Dana, PT. Mandala Multifinance Tbk, PT. Wahana
OttomitraMultiartha Tbk, PT. Amanah Finance, PT. Fortuna Multi Finance, PT.
Trust Finance Indonesia Tbk, PT. Capital Finance, PT. Al-Ijarah Indonesia
Finance, PT. Trihamas Finance, PT. Nusa Surya Ciptadana, PT. Woka
International, dan PT. Astra Multifinance.

E. Perbedaaan Lembaga Pembiayaan Konvensional dengan Syariah


Ada beberapa perbedaan mendasar antara lembaga pembiayaan syariah
dengan lembaga pembiayaan konvensional. Pertama, dari segi akad dan aspek

15
legalitas. Akad yang dilakukan di lembaga pembiayaan syariah memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam. Jika terjadi perselisihan antara nasabah dan lembaga pembiayaan
syariah, maka lembaga pembiayaan syariah dapat merujuk kepada Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dimana penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan hukum Islam.
Kedua, dari sisi struktur organisasi, lembaga pembiayaan syariah dapat
memiliki struktur yang sama dengan lembaga pembiayaan konvensional, namun
unsur yang membedakannya adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah
yang bertugas mengawasi operasional lembaga pembiayaan syariah dan produk
produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Keberadaan dewan ini
merupakan suatu keniscayaan.
Ketiga, berkenaan dengan bisnis dan usaha yang dibiayai. Bisnis dan
usaha yang dijalankan oleh para peminjam tidak terlepas dari hukum Islam.
Kehalalan usaha merupakan prasyarat penting agar suatu bidang usaha boleh
dibiayai oleh lembaga pembiayaan syariah. Karena itulah, secara tidak langsung
lembaga pembiayaan syariah
tidaklah semata-mata merupakan institusi ekonomi namun juga institusi yang
menjaga moral masyarakat.
Keempat, berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan
(corporate culture). Dalam hal etika, sifat amanah dan shiddiq harus melandasi
setiap pribadi karyawan, sehingga tercipta profesionalisme yang berdasarkan
Islam. Dalam hal reward and punishment yang berlaku dalam perusahaan
diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.

16

Anda mungkin juga menyukai