Anda di halaman 1dari 49

Kepatuhan Syariah dalam

Pengelolaan Zakat

Muhammad Choirin
Wakil Direktur Puskas BAZNAS RI

Bank Indonesia, BAZNAS RI dan BAZNAS Jawa Barat


Workshop Implementasi Zakat Core Principle
27 Shafar 1443/4 Oktober 2021
01 Latar Belakang

Outline
Tatakelola Syariah dalam
02 Pengelolaan Zakat

Penerapan Kepatuhan Syariah dalam


03 Pengelolaan Zakat Berdasarkan IIZCP
01 Latar Belakang
Pentingnya Kepatuhan Syariah

1. Kedudukan Zakat dalam 2. Reputasi dan Kepercayaan


Islam Publik atas OPZ
• Pengelolaan Zakat diatur secara ketat • Risiko ketidakpatuhan OPZ terhadap
dalam hukum syariah secara hukum syariah dapat berdampak
komprehensif mulai dari aspek terhadap reputasi organisasi secara
pengumpulan, pengelolaan dan sistemik (Hakim et al, 2018)
pendistribusian

3. Evaluasi Tatakelola Syariah di 4. Implementasi Lanjutan ZCP


OPZ No.15
• Belum terdapat metodologi atau alat • Standarisasi hukum syariah dalam
ukur atau indeks untuk mengevaluasi dan tatakelola OPZ
menilai tingkat kepatuhan OPZ terhadap
regulasi dan hukum syariah secara
komprehensif.
Instrumen Pendukung Regulasi Syariah dalam
Pengelolaan Zakat di Indonesia

Peraturan Menteri Agama


01 UU No.23 Tahun 2011 &
PP No.14 Tahun 2014
& Keputusan Menteri
Agama
02

03 Zakat Core Principle Peraturan BAZNAS RI 04


UU No.23 Tahun 2011 & PP No.14 Tahun 2014

1 UU No.23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014


Pengelolaan zakat harus dilakukan sesuai hukum-hukum syariah seperti diharuskannya bagi organisasi
pengelola zakat (OPZ) untuk memiliki dewan pengawas syariah (DPS) dan diharuskannya bagi OPZ
untuk dilakukan audit syariah secara berkala.
Peraturan Menteri Agama & Keputusan Menteri
Agama

Kementerian Agama RI (2019)


Audit Syariah Kementerian
Kinerja Lembaga
Telah melakukan inisiatif yang cukup
penting dalam meningkatkan kinerja
pengelolaan zakat di Indonesia,
Agama RI

Kinerja Amil
diantaranya adalah dengan
dikeluarkannya standar audit syariah
yang ditujukan untuk mengevaluasi
Kinerja Pengumpulan kinerja lembaga zakat di Indonesia
melalui beberapa aspek yaitu kinerja
lembaga, kinerja keamilan, kinerja
Kinerja Pendistribusian
pengumpulan dan pendistribusian serta
dan Pendayagunaan
pendayagunaan.
Zakat Core Principle (ZCP)

Terdapat 18 standar minimum dalam Zakat Core Principle yang perlu


diimplementasikan dalam pengelolaan zakat, diantaranya standar ke-

01
15 yang menekankan tentang pentingnya tata kelola syariah (Shariah
Governance) yang harus dimiliki oleh OPZ dengan tujuan untuk
memastikan pengelolaan zakat sesuai dengan aturan-aturan syariah
yang berlaku.

Tata kelola syariah yang mencakup aspek audit, pengungkapan, dan


02 transparansi merupakan dimensi penting untuk memastikan
kepatuhan syariah dalam tiap aspek pelaksanaan kegiatan zakat.
Peraturan BAZNAS RI

Perbaznas mengatur aspek-aspek pengelolaan zakat mulai dari pengumpulan


dan penyaluran. Dari semua aspek tersebut, pada prinsipnya Perbaznas
berusaha mengatur pengelolaan zakat agar sesuai dengan syariah.

Peraturan Badan Amil Zakat


Peraturan Badan Amil Zakat
Nasional Republik Indonesia
Nasional Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2018 Tentang 1 Nomor 3 Tahun 2018 Tentang
Pendistribusian dan
2
Pengelolaan Keuangan Zakat
Pendayagunaan Zakat
Tatakelola Syariah dalam
02 Pengelolaan Zakat
Karakter Lembaga Zakat (Hakim, et al 2018)
Karakteristik Lembaga Zakat

Orientasi Tujuan Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan Kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.

Jenis Akad pada Penghimpunan Dana Zakat, Infak dan Sedekah

Jenis Akad pada Pembiayaan/Penyaluran Hibah dan Qardhul Hasan


dana
Waktu Penyaluran Dalam 1 tahun

Batasan Penyaluran ACR (Allocation to Collection Ratio), kecepatan penyaluran program produktif dan
program konsumtif, dan Indeks Penyaluran pada IZN (Indeks Zakat Nasional)

Ketentuan Penghimpunan Ada ketentuan nishab, kadar, haul (pada zakat tertentu) dan bebas dari pelanggaran
hukum dan syariah

Pengawasan Kementerian Agama,BAZNAS, Gubernur, Bupati/Walikota dan masyarakat


Sistem Tata Kelola Syariah menurut
Islamic Financial Service Board (IFSB)

IFSB mendefinisikan sistem tatakelola syariah sebagai sebuah instrumen dalam sebuah
01 organisasi yang menyediakan layanan keuangan syariah yang bertujuan untuk
mengawasi dan memastikan secara independen aspek-aspek kepatuhan syariah yang
diimplementasikan dalam setiap struktur dan proses bisnis dalam institusi keuangan
syariah (IFSB, 2009).

Sebagai bagian integral dari sistem ekonomi dan keuangan syariah, lembaga zakat
juga dapat mengadopsi definisi tata kelola syariah tersebut dalam setiap aktivitas
02
pengelolaan zakat. Lebih lanjut, sistem tatakelola syariah memiliki beberapa
komponen penting di dalamnya yang berfungsi sebagai pengawas, unit kontrol
internal, dan unit kontrol eksternal
Kajian terkait Penerapan Kepatuhan
Syariah dalam Pengelolaan Zakat
Sistem Tatakelola Syariah di Lembaga Zakat
(Hakim, et al 2018)
Shariah Governance Framework dalam
Pengelolaan Zakat (Amalia, 2017)
Penerapan Kepatuhan Syariah dalam
03 Pengelolaan Zakat Berdasarkan IIZCP

1. Pandangan Ulama dan MUI Mengenai Penggunaan Dana Fi Sabilillah untuk


Kekurangan Dana Amil
2. Penyaluran Zakat Konsumtif dan Produktif Pada
3. Aspek Syariah Lainnya
Nilai Dimensi Indeks ZCP BAZNAS Jawa Barat
Nilai Kategori
DIMENSI Nilai Penjelasan
0,00 – 0,20 Tidak Baik
(1) Tata Kelola 0,61 Baik 0,21 – 0,40 Kurang Baik
 
0,41 – 0,60 Cukup Baik
(2) Manajemen Operasional 0,60 Cukup Baik
0,61 – 0,80 Baik
(3) Dasar Hukum dan Syariah 0,44 Cukup Baik 0,81 – 1,00 Sangat Baik

(4) Fungsi intermediasi 0,85 Sangat Baik


pengumpulan Dimensi yang perlu menjadi prioritas
(5) Fungsi Intermediasi untuk ditingkatkan oleh BAZNAS
0,68 Baik
Penyaluran Jawa Barat adalah
(6) Laporan Keuangan 0,75 Baik 1. Manajemen Operasional dan
Rata-rata 0,66 Baik
2. Dasar Hukum dan Syariah
Penjelasan Kondisi dan Rencana Tindak Lanjut Indeks
Implementasi ZCP
BAZNAS PROV. JAWA BARAT
Dimensi: Fungsi Intermediasi Penyaluran

Indikator Indeks Kondisi Tindak Lanjut


Penerapan hak amil 0,20 1. Kontrol anggaran perlu ditingkatkan; 1. Pelatihan pengelolaan
2. Pada 2021 terdapat 13 orang rekrutmen anggaran
amil baru; dan 2. Penguatan ketaatan pada
3. Terdapat kebijakan baru untuk SOP Budget Control
transformasi, namun tren penghimpunan 3. Realisasi biaya berbanding
belum sesuai rencana dengan realisasi pendapatan
Zakat produktif dan 0,40 1. Belum adanya SK/SOP zakat produktif 1. Pelatihan Had Kifayah
konsumtif sesuai Syariah 2. Penyusunan SK/SOP zakat
2. Pada prakteknya telah menerapkan zakat produktif
produktif
Dimensi dan Indikator ZCP Shariah Control dan
Audit Internal (Technical Notes ZCP)
No Dimensi Indikator
1 Dewan Pengawas Syariah 1. Dewan Pengawas Syariah harus terdiri atas anggota
independen, berjumlah 3 anggota atau lebih;
2. Memiliki sumber daya yang memadai dan memenuhi
kualifikasi yang telah dilatih dengan baik dan memiliki
pengalaman yang relevan; dan
Secara Umum Perbaikan 3. Memiliki wewenang yang memadai dalam menjalankan
tugasnya
Kepatuhan Syariah dapat
mengacu pada prinsip-
prinsip ZCP 2 Regulasi dan Kepatuhan Syariah 1. Terdapat peraturan pemerintah tentang kepatuhan
syariah;
2. Melakukan penilaian apakah kebijakan, proses, kepatuhan
syariah, dan kendali syariah dan internal yang ada tetap
sesuai untuk kinerja lembaga zakat;
3. Prosedur Operasional Syariah dan rantai komando (Chain
of Command) yang terdefinisi dengan baik
4. Terdapat kode etik yang baik untuk meningkatkan
integritas dan profesionalisme anggota Dewan Pengawas
Syariah;
Dimensi dan Indikator ZCP Shariah Control dan
Audit Internal (Technical Notes ZCP)

No Dimensi Indikator
2 Regulasi dan Kepatuhan Syariah 1. Adanya prosedur dan mekanisme untuk non-compliance.

3 Audit Syariah 1. Audit syariah dilakukan untuk memverifikasi bahwa


kepatuhan syariah internal berfungsi dengan baik;
2. Audit syariah secara berkala harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi sistem tatakelola syariah yang sehat;
3. Setiap temuan dalam audit syariah perlu untuk dilaporkan
kepada anggota Dewan Pengawas Syariah; dan
4. Laporan audit syariah perlu dilaporkan kepada pengurus
organisasi zakat.
1. Pandangan Ulama dan MUI Mengenai Penggunaan
Dana Fi Sabilillah untuk Kekurangan Dana Amil
2. Penyaluran Zakat Konsumtif dan Produktif Pada
3. Aspek Syariah Lainnya
Prinsip-prinsip Umum Pengelolaan:

01 Keadilan
(al-’Adalah)
Melakukan sesuatu sesuai dengan regulasi.
Kesetaraan dalam hal akses informasi

02
Posisi pembayar zakat (Muzakki), Amilin dan
Kemitraaan penerima manfaat (Mustahiq), serta lembaga
sosial itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha
(al-Musyarakah) yang saling bersinergi untuk kemanfaatan
bersama.

www.baznas.go.id
Bagian Amil dalam Zakat menurut Ulama

03 Transparansi
(al-Syafafiyah)
Organisasi Pengelola Zakat memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar
para pihak dapat mengetahui kondisi dananya

04 Universal
(al-’Alamiyah)
Dalam pengelolaannya tidak membedakan suku,
agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai
dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

www.baznas.go.id
1. Pandangan Ulama dan MUI
Mengenai Penggunaan Dana Fi
Sabilillah untuk Kekurangan Dana Amil
Pandangan Fikih
Asnaf Amilin
Amilin menurut Fuqaha:
2
1
Malikiyah
Hanaafiyah
Semua orang yang terlibat dalam pengelolaan zakat, baik
Orang yang dilantik oleh Imam untuk pengutip, penulis dan juga pendistribusi. Semuanya tersebut
mengambil zakat dan mengutipnya. masuk kategori Amil, meskipun mereka orang kaya.

3 4
Hanabilah Syafiiyah
Semua yang dibutuhkan dalam penghimpunan Wakil pemerintah dalam pengelolaan zakat, termasuk disini adalah
dana zakat. Semua berhak mendapat bagian dari Arif (tokoh kampung) yang menunjukkan dan memvalidasi objek-
amil sesuai kadar pekerjaannya objek wajib zakat.
www.baznas.go.id
Bagian Amil dalam Zakat Menurut Ulama
Bagian Amil dalam Zakat menurut Ulama

01
Ulama Hanafiyah menyatakan tidak harus ⅛, diberikan
sesuai dengan porsi jerih payahnya, tetapi seandainya harus
Hanafiyah diberikan lebih dari ⅛ maka tidak boleh lebih dari ½ total
pengumpulan.

Ulama Syafi’iah menyatakan amil harus digaji, baik amil


tetap maupun amil kontrak, porsinya 1/8 atau 12,5%,

02
dengan nominal gaji yang standar dan laik, seandainya
sudah mendapatkan 12,5% tetapi kebutuhannya lebih dari
Syafiiyah itu, maka boleh diambil dari asnaf lain (sa’iril asnaf), karena
Amil itu adalah pekerja untuk kepentingan mustahik maka
kalau ada beban upah dari Amil itu maka bebannya dari
asnaf yang lainnya

www.baznas.go.id
Bagian Amil dalam Zakat menurut Ulama

03
Jika kurang dari 1/8 diambil dari dana zakat yang ada,
Malikiyah meskipun habis karena amil dapat bagian ini adalah
ujrah (upah) dari pekerjaannya.

Diambil dari dana zakat. Namun jika pemimpin

04
memutuskan untuk menambah dari dana baitul mal
Hambali (negara), maka hal itu diperbolehkan. Bahkan kalau
gaji amil ini diambil dari anggaran negara, maka boleh
sehingga dana zakat dibagi untuk semua asnaf non
amil.

www.baznas.go.id
Bagian Amil menurut MUI
Bagian Amil menurut MUI
Fatwa MUI No. 8 Tahun 2011
Di Indonesia terdapat fatwa mengenai amil tersendiri, yaitu Fatwa No.8 Tahun 2011 tentang
amil zakat. Dalam fatwa tersebut disebutkan beberapa hal terkait bagian amil dalam zakat:
4. Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh Pemerintah (ulil amr).
5. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh Pemerintah, atau disediakan Pemerintah tetapi
tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat yang menjadi tugas Amil diambil
dari dana zakat yang merupakan bagian Amil atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas
kewajaran, atau diambil dari dana di luar zakat.
6. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat – seperti iklan – dapat dibiayai dari dana
zakat yang menjadi bagian Amil atau Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, proporsional dan
sesuai dengan kaidah syariat Islam.
7. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam tugasnya
sebagai Amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil.
Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak
menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil sebagai imbalan atas dasar
prinsip kewajaran

www.baznas.go.id
Realisasi Belanja Pegawai
Berdasarkan praktik operasional
Aparatur Sipil Negara atau ASN dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara
atau APBN, rata-rata besaran
persentase belanja pegawai dalam
APBN sebesar 24,83% dari tahun
2015 hingga tahun 2020. Dengan
demikian, apabila didasarkan pada
belanja pegawai, maka batas
kewajaran dapat dipertimbangkan
mengacu pada rata-rata belanja
pegawai tersebut.
Sumber: lokadata, 2020

www.baznas.go.id
Bagian Amil dalam Zakat
Menurut Zakat Core Principles
Bagian Amil menurut ZCP
Bagian Amil menurut Zakat Core Principle
Bagian Amil dalam Zakat Menurut Zakat Core Principles atau ZCP terdapat di halaman
30 pada dokumen ZCP terkait prinsip-prinsip pokok pengelolaan zakat. Lebih detail,
ketentuan mengenai bagian amil menurut ZCP terdapat pada ZCP nomor 8, sebagai
berikut:

“Peraturan perundang-undangan syariah dan pengawas zakat menentukan


bahwa konsep dan definisi amil tetap dapat diterapkan dalam lembaga zakat
saat ini. Amil berhak untuk mendapatkan bagian dari zakat sebesar tidak lebih
dari ⅛ atau 12,5% dari zakat total yang dikumpulkan. Jika bagian zakat tersebut
tidak mencukupi untuk menunjang pengoperasian organisasi zakat, bagian
tersebut dapat dibayar dari sumber lain dengan persetujuan dewan syariah”.

www.baznas.go.id
Pemaknaan Pendapat Ulama, MUI, dan ZCP

Dengan demikian, tidak ada pendapat imam mazhab dan ketentuan MUI dan ZCP yang
membatasi alokasi dana amil dari zakat harus secara ketat 1/8 alias 12,5%. Para ulama
berpendapat bahwa jika dana operasional lebih dari ⅛ atau 12,5% itu boleh.

Namun, yang dipermasalahkan adalah dari mana dana tersebut. Para ulama sepakat jika
lebih dari ⅛ maka kelebihannya bisa diambil dari maslahat umum (fii sabilillah) karena
secara konteks sudah tidak ada makna sesungguhnya dari fii sabilillah pada saat ini.

www.baznas.go.id
Lalu, apa itu asnaf
Fii Sabilillah?

www.baznas.go.id
Definisi Fii Sabilillah
Dr. Yusuf Al-Qaradawi

Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau menyatakan bahwa pengertian fi sabilillah adalah semua hal yang baik dan
bermanfaat untuk kepentingan dakwah dan kemaslahatan ummat. Dr. Yusuf Al-Qaradawi menyebutkan
contoh, antara lain :
Marakiz Islamiyah di Negeri Non Islam
01. Membangun pusat-pusat dakwah (al-marakiz al-islamiyah) yang menunjang program dakwah Islam di
wilayah minoritas, dan menyampaikan risalah Islam kepada non muslim di berbagai benua
merupakan jihad fi sabilillah.

Marakiz Islamiyah di Negeri Mayoritas Muslim


Membangun pusat-pusat dakwah di negeri mayoritas muslim sendiri yang membimbing para pemuda
02.
Islam kepada ajaran Islam yang benar serta melindungi mereka dari pengaruh ateisme, kerancuan
fikrah (pemikiran), penyelewengan akhlak, serta menyiapkan mereka untuk menjadi pembela Islam dan
melawan para musuh Islam, dimana kesemua hal tersebut adalah jihad fi sabilillah.

www.baznas.go.id
Definisi Fii Sabilillah
Menerbitkan Buku dan Tulisan
03. Menerbitkan tulisan tentang Islam untuk mengantisipasi tulisan yang menyerang
Islam, atau menyebarkan tulisan yang dapat menjawab kebohongan dan keraguan
yang disuntikkan musuh Islam, serta mengajarkan agama Islam kepada para
pemeluknya, adalah jihad fi sabilillah.

Kafalah Da’iyah
04. Membantu para da'i muslim yang menghadapi kekuatan yang memusuhi Islam di
mana kekuatan itu dibantu oleh para thaghut dan orang-orang murtad, adalah
jihad fi sabilillah.

Membangun Madrasah
05. Termasuk di antaranya untuk biaya pendidikan sekolah Islam yang akan melahirkan
para pembela Islam dan generasi Islam yang baik, atau biaya pendidikan seorang
calon kader dakwah atau da’i yang akan diprioritaskan hidupnya untuk berjuang di
jalan Allah melalui ilmunya, kesemuanya adalah jihad fi sabilillah.

www.baznas.go.id
Fikih Kontemporer

Namun demikian, Yusuf Al-Qaradhawi tidak membatasi hanya kepada contoh hal-
hal di atas saja, melainkan meluaskan makna fi-sabilillah kepada segala sesuatu
yang baik dan jelas kebermanfaatannya untuk ummat.

www.baznas.go.id
Praktik Penggunaan Dana Amil
Praktik Penggunaan Dana Amil

Fatwa Mui No 8 Tahun 2011 Tentang Amil Zakat

01
Review
Fatwa ini sejalan dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, PP No. 14 tahun 2014
tentang Pelaksanaan UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan BAZNAS No. 1
tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan RKAT BAZNAS, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota, PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, Lampiran C dan PSAK 109
Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah.
Praktik Penggunaan Dana Amil

03
Best Practice BAZNAS dan LAZ
Praktik di lapangan, BAZNAS yang menerima alokasi anggaran dari pemerintah, hak amil 12,5% dari dana zakat
dan 20% dana infak/sedekah masih merasa berat untuk membiayai operasional. Belum lagi, jika alokasi
anggaran dari pemerintah telat turun, sehingga amil menggunakan alokasi fi sabilillah untuk membiayai
operasional dan kegiatan edukasi zakat. Hal yang sama tidak jauh berbeda dengan LAZ.
Sejumlah BAZNAS dan LAZ bahkan minus saldo dana amilnya. Hal ini mungkin bisa jadi karena inefisiensi dana
amil juga. Di sisi lain, ada perbedaan persepsi antara Pemerintah/Kementerian Agama dan Auditor KAP dengan
OPZ terkait;

1) kebolehan penggunaan bagian fisabilillah untuk operasional amil dan kegiatan edukasi/literasi serta
perlakuan akuntansinya dan
2) kriteria beban operasional pengelolaan zakat, apakah biaya termasuk biaya penghimpunan dan penyaluran
dana. Hal ini bisa jadi karena perbedaan penafsiran atas batas kewajaran dan kriteria/kondisi bolehnya
penggunaan dana fi sabilillah untuk amil.
2. Penyaluran Zakat Konsumtif
dan Produktif
FATWA MUI TAHUN 1982 TENTANG MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT
UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

REVIEW
Fatwa ini sesuai dengan SK Ketua BAZNAS Nomor 64 Tahun 2019

PENJELASAN
Saat ini BAZNAS menerapkan SK Ketua BAZNAS Nomor 64 tahun 2020. Selain BAZNAS,
hampir seluruh OPZ juga telah melaksanakan kegiatan penyaluran zakat untuk
kegiatan produktif.
FATWA MUI NO 14 TAHUN 2011 PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM
BENTUK ASET KELOLAAN

REVIEW
Dalam penyaluran harta zakat, ada upaya perluasan manfaat harta zakat agar lebih dirasakan
kemanfaatannya bagi banyak mustahiq dan dalam jangka waktu yang lama, yang salah satunya
dalam bentuk aset kelolaan. Adapun aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana yang
diadakan dari harta zakat dan secara fisik berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai wakil
mustahiq zakat, sementara manfaatnya diperuntukkan bagi mustahiq zakat.

PENJELASAN
Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan adalah boleh dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para mustahiq untuk menerima harta zakat.
2. Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat.
3. Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan memanfaatkan aset kelolaan yang diperuntukkan
bagi para mustahiq zakat dengan melakukan pembayaran secara wajar untuk dijadikan
sebagai dana kebajikan.
FATWA MUI NO 15 TAHUN 2011 TENTANG PENARIKAN,
PEMELIHARAAN DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT

REVIEW
Inovasi yang terjadi dalam hal penarikan, pemeliharaan dan penyaluran zakat menimbulkan
banyak pertanyaan terkait ketentuan dan kesesuaian dengan Syariah.

PENJELASAN
Amil berkewajiban untuk melakukan penarikan, pemeliharaan, dan penyaluran zakat. dalam hal
pemeliharaan, jika ada kerusakan /kehilangan barang, Amil tidak perlu mengganti. Untuk kasus
penyaluran zakat dari amil ke amil, zakat belum dianggap sebagai penyaluran jika belum sampai
ke mustahik serta diperbolehkan untuk mengambil hak dana zakat namun hanya sekali.
Yayasan/lembaga yang menangani fakir miskin boleh menerima zakat atas nama fiisabilillah.
Adapun untuk penyaluran zakat muqoyyadah, maka Amil dapat meminta tambahan biaya
operasional dari mustahik
Ketentuan Penyaluran Zakat Konsumtif dan Produktif

Berdasarkan Indeks Zakat Nasional dan Indeks Kepatuhan Syariah,


terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Penyaluran zakat produktif harus kurang dari enam bulan sejak
dana zakat diterima (KMA Nomor 733 Tahun 2018)
2. Penyaluran zakat konsumtif harus 0 - 3 bulan dari sejak dana
zakat diterima (KMA Nomor 733 Tahun 2018)
3. Penentuan asnaf zakat harus sesuai dengan Perbaznas
Pengumpulan No. 3 Tahun 2018
3. Aspek Syariah Lainnya
Aspek Syariah Lainnya
Berdasarkan Indeks Kepatuhan Syariah, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait
dengan aspek keuangan:
1. Dana zakat yang dikumpulkan dari muzaki sudah mencapai haul, nishab dan dimiliki penuh
oleh Muzaki. Hal ini perlu perlu dikonfirmasi oleh BAZNAS kepada muzaki dengan
melakukan seleksi muzaki;
2. Dana zakat yang dikumpulkan bersumber dari harta halal karena harta haram bukan
termasuk objek zakat. Hal ini berdasarkan Fatwa MUI Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang
Hukum Zakat Atas Harta Haram (KMA Nomor 733 Tahun 2018)
3. Penghitungan nishab dan kadar zakat sudah sesuai dengan ketentuan syariah (KMA Nomor
733 Tahun 2018)
4. Penampungan dana zakat dan dana infak, sedekah serta DSKL dilakukan secara terpisah.
Seluruh dana ZIS dan DSKL yang dikumpulkan ditampung di rekening Bank Syariah, kecuali
rekening penampungan sementara dan dipindah bukukan dalam jangka waktu tertentu
(KMA Nomor 733 Tahun 2018))
TERIMAKASIH
Hatur Nuwun
Jazakumullah Khairan Katsiran

‫والله ولي التوـفيق‬

Anda mungkin juga menyukai