Anda di halaman 1dari 36

ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, DAN AKSIOLOGI

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mingguan mata kuliah Islam dan
Ilmu Pengetahuan)

Dosen Pengampu: Dr. Rahmatullah, M.Ag

Disusun Oleh :
Annisa Aulia (11150820000005)
Nada Melati Sukma (11150820000006)
Feby Nurul Fitri (11150820000007)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018/1440H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi”. Sesungguhnya
segala pengetahuan dan kreativitas ini adalah milik-Nya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Islam dan
Ilmu Pengetahuan. Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya
terhadap makalah ini, dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri
kami sendiri khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Minggu, 15 September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER .....................................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5

LATAR BELAKANG ......................................................................................... 5

RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 5

TUJUAN ............................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 7

ONTOLOGI ........................................................................................................ 7

Pengertian Ontologi ......................................................................................... 7

Objek Ontologi ................................................................................................ 9

Aliran-Aliran Ontologi .................................................................................. 11

EPISTIMOLOGI ............................................................................................... 15

Pengertian Epistimologi ................................................................................. 15

Perkembangan Epistimologi .......................................................................... 17

Aksiologi ........................................................................................................... 18

Pengertian Aksiologi...................................................................................... 18

Perkembangan Aksiologi ............................................................................... 19

FILSAFAT ILMU ............................................................................................. 23

Definisi Filsafat Ilmu ..................................................................................... 23

Definisi Filsafat Ilmu menurut Ahli............................................................... 24

Objek Filsafat Ilmu ........................................................................................ 24

Manfaat Filsafat Ilmu..................................................................................... 25

Fungsi Filsafat Ilmu ....................................................................................... 26

3
Arah Filsafat Ilmu .......................................................................................... 27

Hubungan antara Filsafat dan Ilmu ................................................................ 28

FILSAFAT AGAMA ........................................................................................ 29

Hubungan Agama dengan Filsafat ................................................................. 30

Perbandingan Agama dengan Filsafat ........................................................... 33

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 35

KESIMPULAN ................................................................................................. 35

SARAN ............................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 36

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas


dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu
sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu.
Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai priodesasi sejarah
perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern
dan zaman kontemporer.
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang
tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi
unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang
tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia modern
telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi, sektor
ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan
transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain, semuanya membututuhkan
dan mendapat sentuhan teknologi.
Semua kemajuan tersebut adalah buah dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang tak pernah surut dari pengkajian manusia. Pengetahuan berawal
dari rasa ingin tahu kemudian seterusnya berkembang menjadi tahu. Manusia
mampu mengembangkan pengetehuan disebabkan oleh dua hal utama; yakni,
pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi
dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat
adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu diuraikan lebih lanjut melalui
tema : “Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi dan bagaimana perkembanggannya?
2. Apa yang dimaksud dengan epistimologi dan bagaimana perkembanggannya?

5
3. Apa yang dimaksud dengan aksiologi dan bagaimana perkembanggannya?
4. Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
5. Apa yang dimaksud dengan filsafat Islam?
C. TUJUAN
1. Mengetahui maksud ontologi dan perkembanggannya;
2. Mengetahui maksud epistimologi dan perkembanggannya;
3. Mengetahui maksud aksiologi dan perkembanggannya;
4. Mengetahui maksud dari filsafat ilmu;
5. Mengetahui maksud dari filsafat Islam.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. ONTOLOGI
1. PENGERTIAN ONTOLOGI

Ontologi berasal dari dua kata ontos dan logos, artinya ilmu tentang ada.
Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Ontologi (ilmu hakikat) merupakan
bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.
Meninjau persoalan secara ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap
sifat dan realitas. Jadi, ontologi adalah bagian dari metafisika yang mempelajari
hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan atau dengan
kata lain menjawab tentang pertanyaan apakah hakikat ilmu itu. Apa yang dapat
kita alami dan amati secara langsung adalah fakta, sehingga fakta ini disebut fakta
empiris, meliputi seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indra.
Pembicaraan ontologi perlu pemisahan antara kenyataan dan penampakan. dan
pertanyaan penting di bidang ontologis adalah: “apakah yang merupakan hakikat
terdalam dari segenap kenyataan.
Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya
pada daerah-daerah yang berada pada jangkauan pengalaman manusia. Dengan
demikian, objek penelaahan yang berada dalam daerah pra pengalaman (seperti
penciptaan manusia) atau pasca pengalaman (seperti hidup sesudah mati) tidak
menjadi pembahasan dalam ontologi. Ontologi adalah bagian filsafat yang paling
umum, atau merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah
satu bab dari filsafat. Objek ilmu atau keilmuan itu empirik, dunia yang dapat
dijangkau dengan panca indra. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan
kata lain ontologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud
(yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran logis. Bidang pembicaraan teori
tentang ontologi (hakikat) ini luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada,
yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk teori tentang
hakikat ialah teori tentang keadaan (Langeveld).

7
Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian munculah beberapa aliran dalam
filsafat, antara lain: Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme,
Filsafat Dualisme, Filsafat Skeptisisme, dan Filsafat Agnostisisme.
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM)
dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep
universal dari setiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda
mempunyai idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada
di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik
yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu adalah paham, gambaran atau konsep
universal yang berlaku untuk seluruh kuda yabg berada di Benua manapun di Dunia
ini.
Demikan pula manusia juga punya idea. Idea manusia menurut Plato adalah
“badan hidup” yang kita kenal dan dapat berfikir, dengan kata lain, idea manusia
adalah “binatang yang berfikir”. Konsep binatang ini bersifat universal, berlaku
untuk semua manusia baik itu besar atau kecil, tua atau muda, lelaki-perempuan,
manusia Eropa, India, Asia, China, dan sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini
mempunyai idea. Idea inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar
wujud sesuatu itu. Idea-idea itu berada di balik yang nyata dan idea itulah yang
abadi.
Benda-benda yang kita lihat atau yang dapat ditangkap oleh panca-indra
senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah hakikat”, tetapi hanya “bayangan”,
“kopi” atau “gambaran” dari idea-idea-nya. Dengan kata lain, benda-benda yang
dapat ditangkap dengan panca-indra ini hanyalah khayal dan ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum
dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang
sebagai teori mengenai apa yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya
Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat

8
bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda
pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu
substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa
suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua
dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya
cukup nyata atau real.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling Dalam dari segala sesuatu yang ada.
Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan
teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang
alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakn
tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus
membicarakan Tuhan.
2. OBJEK ONTOLOGI
a. Objek Materi
Secara antologis, artinya metafisis umum, objek materi yang dipelajari
dalam plural ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak.
Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu
dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan
menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, prulalitas ilmu
pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau
dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek
materi pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses
kausalistik.
Keberadaan manusia didahului dengan keberadaan binatang; keberadaan
binatang didahului keberadaan tumbuh-tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-
tumbuhan didahului oleh zat kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada
dalam sistem saling bergantung ( interdependence ), dan zat kebendaan terkecil (

9
atom ) secara eksistensial berfungsi sebagai sumber ketergantungan makhluk-
makhluk lain sesudahnya. Tetapi secara substansial, keberadaan atom sebagai zat
kebendaan terkecil itu bukanlah dalam tingkat kesempurnaan (berdiri sendiri),
melainkan berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara ditentukan.
Keberadaan zat kebendaan demikian ditentukan oleh penyebab terdahulu,
sekaligus sebagai penyebab pertama dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh
karena itu, pada tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan,
sebagai akibat prulalitas objeknya, berada dalam satu kesatuan di dalam diri causa
prima-nya.
b. Obek Forma
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas,
ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah
kematian maupun segala sumber yang ada yaitu Tuhan yang maha esa. Objek forma
ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam
kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-
aliran materialisme, idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam ontologi dibagi menjadi tiga
tingkatan abstraksi yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik.
Abstraksi fisik mendeskripsikan keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan
abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu
yang sejenis. Abstraksi metafisik mendeskripsikan tentang prinsip umum yang
menjadi dasar dari semua realita. Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan
adalah abstraksi metafisik karena dalam ontologi menerangkan teori-teori tentang
realitas.
Menurut Lorens Bagus, metode pembuktian dibagi menjadi dua yaitu :
pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun
dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan
term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian a
posteriori disusun dengan term tengah ada sesudah realitas kesimpulan, dan term
tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja
cara pembuktiannya disusun dengan tata silogistik, dimana term tengah

10
dihubungkan dengan subjek sehingga term tengah menjadi akibat dari realitas
kesimpulan.
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang
selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah
selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan
cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya atau filsafat. Ilmu
pengetahuan pada umumnya atau filsafat, ilmu pengetahuan mempersoalkan
kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang selanjutnya desebut kebenaran
objektif, yang selanjutnya disebut kebenaran objektif. Kebenaran demikian tingkat
kepastiannya lebih kuat, karena didukung oleh fakta-fakta konkret dan empirik
objektif. Dalam hubunganya dengan perilaku, kebernaran objektif memberikan
landasan stabil dan estabil sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya,
dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak. Sedangkan objektifitas suatu
objek materi, apapun jenisnya, bukan terletak pada keseluruhan tetapi pada bagian-
bagian kecil dari objek itu. Mengingat di dalam diri objek materi terdapat bagian-
bagian yang prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan
ilmiah, subjek prular memilah-milah objek studi ke dalam bagian-bagian, dan
kemudian memilih salah satu bagian sebagai lapangan studi. Lapangan studi inilah
yang dimaksud dengan objek forma.
3. ALIRAN-ALIRAN ONTOLOGI
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan
pokok pemikiran sebagai berikut:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang
lainnya jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan
kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalism, sebenarnya
ada sedikit perbedaan diantara dua paham itu. Namun begitu, materlialisme dapat

11
dianggap seatu penampakan diri dari naturalism. Naturlisme berpendapat bahwa
alam saja yang ada, yang lainnya diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini
ialah segala-galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya
dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh
adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti dalam
naturalisme.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbum dan
tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan
agama. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan hakikat adalah:
 Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba,
biasanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak mampu
memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
 Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani
lebih menonjol dalam peristiwa ini.
 Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti padi. Dewi
Sri dan Tuhan muncul disitu. Kesemuanya ini memperkat dugaan bahwa yang
memperkuat hakikat adalah benda.
b. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealism yang dinamakan juga
spiritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealism diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran
ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menepati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit
atau sebangsanya adalah :
 Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupan manusia. Ruh ini dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya.
Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.

12
 Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia diluar dirinya.
 Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang
ada energi itu saja.
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini
termasuk kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan
manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga
kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah
ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealismedan dapat disebut spiritualisme.
Aristoteles (284-322 SM) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya
yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam
benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
c. Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun
ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran ini
disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan
ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari
benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Ubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama
kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Umumnya manusia tidak akam mengalami kesulitan untuk menerima prinsip
dualisme ini, kerana setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera
kita, sedang kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan
hidup.
d. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme ddalam Dictionary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini

13
pada masa Yunani Kuno adalah substansi yang ada itu terbentuk dari 4 unsur, yaitu
tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini William James (1842-1910 M). kelahiran New York
dan terkenal sebagai seorang psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The
Meaning of Truth james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang
mengenal. Sebab sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap
benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam
praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-
kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang
setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak
kawasan yang berdiri sendiri.
e. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Sebuah dokrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif.
Dokrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani
Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga
proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu
sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga perna sampai pada kesimpulan bahwa
hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas
itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena
kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tid menyatakan apa-
apa tentag realitas.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia dapat diketahui. Ini disebabkan oleh
penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga
tidak mampu menyakinkan kita tentang alam semesta ini karena kita telah dikukung
oleh dilemma subjektif. Kita berfikir dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan
pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat
kita beritahukan kepada orang lain.

14
f. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi ataupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara
konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini
dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang
bersifat trancedent.
Agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan manusia
mengetahui hakikat benda baik materi ataupun ruhani. Aliran ini mirip dengan
skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya
mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih baik dari itu karena
menyarah sama sekali.
B. EPISTIMOLOGI
1. DEFENISI EPISTOMOLOGI
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti
pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti katanya,
epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Di dalam
Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi sebagai berikut:
teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau
sah berlakunya pengetahuan itu.
Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri-negeri Anglo Saxon
(Amerika) dan jarang dipakai di negeri-negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat
Jerman menyebutnya Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang
membicarakan masalah-masalah pengetahuan itu meliputi teori pengetahuan, teori
kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya epistemologi itu hanya membicarakan
tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.
Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang
filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara
mengenai filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu

15
pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan
tentang hakikat pengetahuan.
Beberapa pakar lainnya juga mendefinisikan espitemologi
a. J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu
pengetahuan.
b. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi adalah pengetahuan
tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang
pengetahuan kita sendiri bukannya pengetahuan orang lain tentang
pengetahuan kita, atau pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan
orang lain.
c. Dagobert D. Runes meyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas sumber, struktur, metode-metode, dan validitas pengetahuan
d. Azyumardi Azra menyatakan, epistemologi sebagai Ilmu yang
membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, validitas ilmu
pengetahuan
e. Abbas Hammami Mintarejo memberikan pendapat bahwa epistemology
adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari
pengetahuan yang telah terjadi itu.
Dari beberapa definisi yang tampak di atas bahwa semuanya hampir
memiliki pemahaman yang sama. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek
material dari epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan itu.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat
dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh
setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca

16
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
2. PERKEMBANGAN ILMU EPISTOMOLOGI
a. Epistomologi Barat
Barat sekarang ini telah mencapai kemajuan yang begitu pesat, berbagai
belahan dunia merasa tertarik menjadikan Barat sebagai referensi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat dianggap mampu
menyajikan bebagai temuan baru secara dinamis dan varian, sehingga memberikan
sumbangan yang besar terhadap sains dan teknologi modern. Pengaruh Barat ini
makin meluas, bukan saja dari segi wilayahnya, melainkan disamping sains dan
teknologi, juga sampai pada persoalan gaya hidup, gaya berpakaian dan sebagainya
“Kunci rahasia” yang perlu diungkap adalah bahwa kemajuan Barat itu
disebabkan oleh pendekatan sains dan epistemologinya. Epistemologi yang
dikuasai oleh ilmuwan Barat benar-benar dimanfaatkan untuk mewujudkan
temuan-temuan baru dalam sains dan teknologi. Tradisi untuk menawarkan teori-
teori ilmiah yang dibangun berdasarkan penalaran dan pengamatan tampak begitu
subur dikalangan mereka sehingga menghasilkan temuan baru yang silih berganti,
baik bersifat menyempurnakan temuan yang lama, temuan baru, bahkan menentang
temuan lama sama sekali.
Epistemologi yang dikembangkan ilmuwan Barat itu selanjutnya
mempengaruhi pemikiran ilmuwan di seluruh dunia seiring dengan pengenalan dan
sosialisasi sains dan teknologi mereka. Epistemologi itu dijadikan acuan dalam
mengembangkan pemikiran para ilmuwan di masing-masing Negara, sehingga
secara praktis mereka terbaratkan; pola pikirnya, pijakan berfikirnya, metode
berfikirnya, caranya mempersepsi terhadap pengetahun, dan sebagainya, mengikuti
gaya Barat, baik sadar maupun tidak disadari.
Paul Johnson, jurnalis dan sejarawan Kristen konservatif dalam bukunya
Intellectuals telah membongkar perilaku menyimpang para pemikir besar Barat
sebagai produk dari epistemologi Barat yang hampa dari agama dan moralitas.
Adalah Ernest Hemingway seorang sastrawan yang memeiliki daya serap publik
lebih besar dengan karyanya yang bertumpuk-tumpuk, mulai dari Three Stories &

17
Ten Poems karya pertamanya yang banyak penerbit menolaknya sampai akhirnya
Old Man and The Sea karyanya yang fenomenal dan karya terakhirnya True At First
Light yang lahir di tahun yang sama dengan kematiannya, 1999
b. Epistomologi Islam
Pembahasan epistemologi Islam sangat penting untuk dibahas, sebab
problem mendasar dalam pemikiran Islam terletak pada epistemologinya. Gagasan
epistemologi Islam itu bertujuan untuk memberikan ruang gerak bagi umat muslim
pada khususnya, agar bisa keluar dari belenggu pemahaman dan pengembangan
ilmu pengetahuan yang berdasarkan epistemologi Barat. Dikalangan pemikir
muslim menawarkan “segala sesuatu” berdasarkan epistemologi Islam. Di dalam
Islam epistemologi berkaitan erat dengan metafisika dasar Islam yang
terformulasikan sejalan dengan wahyu, hadist, akal, dan intuisi.
Kalaulah disepakati, bahwa peradaban Islam dalam sejarahnya bangun dan
tegak berbasiskan ilmu pengetahuan, maka membangun kembali peradaban Islam
yang sedang nyaris lumpuh adalah dengan menegakkan kembali bangunan ilmu
pengetahuan tersebut. Ilmu dalam Islam adalah persyaratan untuk menguasai dunia
dan akhirat. Menegakkan bangunan ilmu maksudnya tidak lain adalah untuk
mengarahkan kembali pemikiran atau pola pikir manusianya agar sejalan dengan
prinsip-prisip ilmu pengetahuan dalam Islam.
Salah satu ciri utama ilmu pengetahuan Islam adalah wahyu Tuhan
ditempatkan di atas rasio. Wahyu memperoleh kedudukan yang paling tinggi dalam
upaya mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, sehingga wahyu dijadikan sebagai
sumbet kebenaran mutlak suatu kebenaran. Jadi rusaknya keberagamaan umat
Islam lebih karena rusaknya pemikiran dan hancurnya peradaban Islam karena
hancurnya bangunan ilmu pengetahuan.
C. AKSIOLOGI
1. DEFINISI AKSIOLOGI ILMU
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu; axios yang berarti nilai. Sedangkan logos yang berarti teori tentang
nilai. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Sedangkan Jujun S.Suriasumantri

18
mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat
nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama.
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh
setiap insan.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia
telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di
situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat
istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu
kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan
mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,
baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
tuhan sebagai sang pencipta.
2. PERKEMBANGAN AKSIOLOGI ILMU
a. Aksiologi Barat
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan beragam
kemudahan bagi kehidupan manusia. Namun selain itu, di pihak lain ilmu juga
dapat berakibat sebaliknya yaitu membawa kehancuran dan malapetaka.
Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada dasarnya
mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan apakah berkaitan erat
dengan nilai-nilai moral. Keterkaitan ilmu dengan nilai moral dan agama

19
sebenarnya sudah terbantahkan ketika Copernicus (1473-1543) mengemukakan
teori bumi yang berputar mengelilingi matahari, sedangkan ajaran agama pada saat
itu menilai sebaliknya. Disitulah timbul konflik yang bersumber pada penafsiran
metafisik, yang akhirnya berujung pada pengadilan Galileo (1564-1642) yang
dipaksa mencabut pernyataannya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.
Pengadilan Inkuisisi yang berlangsung selama kurang lebih dua setengah abad ini
mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa. Dalam kurun waktu ini,
para ilmuwan Barat berjuang untuk menegakkan ilmu berdasar penafsiran alam
sebagaimana semboyan “ilmu yang bebas nilai”. Setelah pertarungan itulah para
ilmuwan mendapatkan kemenangan dengan memperoleh keotonomian ilmu,
artinya kebebasan dalam melakukan penelitiannya dalam rangka mempelajari alam
sebagaimana adanya.
Setelah ilmu mendapatkan otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang
bersifat dogmatic, ilmu dengan leluasa dapat mengembangkan dirinya baik dalam
bentuk abstrak maupun konkret seperti teknologi. Kemudian timbul pertanyaan
bagaimana dengan teknologi yang menimbulkan ekses yang negative terhadap
masyarakat? Dihadapkan dengan masalah moral dalam ekses ilmu yang bersifat
merusak, para ilmuwan terbagi dalam dua golongan pendapat:
Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap
nilai-nilai. dalam hal ini, ilmuwan hanya menemukan pengetahuan dan terserah
kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk hal
yang baik maupun buruk. Golongan ini ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu
secara total.
Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai
hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya
haruslah berlandaskan nilai-nilai moral dan harus ditujukan untuk kepentingan
manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan,
dengan alasan bahwa ilmu secara faktual telah digunakan secara destruktif oleh
manusia,yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang menggunakan
teknologi-teknologi keilmuan; ilmu telah berkembang dengan pesat sehingga
ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi

20
penyalahgunaan; dan ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat
kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling
hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan sosial
(Suriasumantri, 1984:235).
Dalam kaitannya dengan kaidah moral,pengembangan ilmu dan teknologi
jika mengabaikan nilai-nilai etis maka akan menimbulkan dampak buruk.
Penemuan nuklir dapat menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat
mengintai kenyamanan dan privasi orang lain, penemuan bayi tabung dapat
mengancam peradaban perkawinan, maupun contoh lainnya.
b. Aksiologi Islam
Sejak awal kehadirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang
begitu besar kepada ilmu. Wahyu pertama yang diturunkan pada Rasulullah
Muhammad adalah "iqra'" atau perintah untuk membaca. Jibril memerintah
Muhammad untuk membaca dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Jadi, dari kata iqra' inilah, umat Islam diperintah untuk membaca yang kemudian
lahir makna untuk memahami, mendalami, menelaah, menyampaikan, maupun
mengetahui dengan dilandasi "bismi rabbik", dalam arti, hasil-hasil bacaan dan
pemahaman itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan Al Qur’an dan hadits
kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat Islam
dalam spectrum yang seluas-luasnya.
Ilmu pengetahuan dalam sejarah tradisi Islam tidaklah berkembang pada
arah yang tak terkendali, melainkan pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk
mengendalikannya.Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat
tempat yang utuh. Eksistensi ilmu pengetahuan bukan saja untuk mendesak
pengetahuan, melainkan kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan
untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada Yang Maha
Pencipta. Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteknya, dan agama yang
menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan
hakikinya, yaitu memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar
manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan
ilmu pengetahuan hanya pada praksisnya atau kemudahan-kemudahan pada

21
material duniawi. Solusi yang diberikan Al Qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang
terikan dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada
jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat bagi manusia dan alam,
bukan sebaliknya membawa mudharat atau penderitaan. Ilmu tidaklah bebas nilai,
karena antara logika dan etika harus berdialektika, jadi bukan hanya penggabungan
ilmu dan agama saja. Akal digunakan dengan mengoperasionalkan otak, berusaha
mencari kebenaran sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan masing-masing.
Hal ini akan menimbulkan logika yang menjadikan manusia sebagai seorang
intelektual atau ilmuwan. Dalam Islam, ilmu senantiasa didasarkan pada Al Qur'an
agar tidak bebas nilai. Nilai dalam Islam tidak berdasarkan sesuatu adat dan budaya
tetapi berdasarkan wahyu dan kehendak Allah. Melakukan yg wajib adalah
diperintah oleh Allah dan disukaiNya sehingga mendapat ganjaran kebajikan.
adapun jika melakukan yang haram dan dibenci oleh Allah maka pantas baginya
balasan yang buruk.
Seorang ilmuwan muslim tidak hanya diharapkan berkata benar,namun juga
baik,indah dan bernilai, misalnya jika seorang ilmuwan sekuler berkata bahwa
untuk bebas dari penyakit kelamin harus memakai kondom jika berhubungan
dengan pelacur, maka ilmuwan muslim berkata bahwa berhubungan dengan pelacur
itu dilarang dalam islam. Contoh lain dari kebenaran akal yang tidak beretika moral
misalnya menceraikan istri yang tidak dapat memberi anak, sistem perang atau
jihad yang tidak berperikemanusiaan, menampar murid yang tidak bisa menjawab
soal, dan lainnya.
Prinsip-prinsip semua ilmu dipandang oleh kaum muslimin berada dalam
Al Qur'an, dan Al Qur'an dan hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan ilmu dengan menekankan keutamaan menuntut ilmu, dan pencarian
ilmu apapun pada akhirnya bermuara pada penegasan tauhid. Dalam perjalanan
ilmu dalam dunia Islam, para ilmuwan Muslim berangkat dari membaca Al Qur'an
dalam proses penemuannya, misalnya Abu Musa al Jabir ibn Hayyan (721-815),
Muhammad ibn Musa al Khawarizmi (780-850), Tsabit ibn Qurrah (9100), Ibn Sina
(926), Al Farabi (950), Ibn Batutah (1304-1377), Ibn Khaldun (1332-1406), dan
masih banyak tokoh lainnya.

22
D. FILSAFAT ILMU

Lahir, tumbuh, dan kokohnya ilmu menimbulkan persoalan-persoalan


yang berada di luar minat, kesempatan, atau jangkauan dari ilmuwan sendiri untuk
menyelesaikannya. Namun, ada sebagian cedekiawan yang berusaha menemukan
penyelesaian untuk masalah tersebut yang mana para cendekiawan ini disebut
sebagai filsuf (philosophers). Pemikiran para filsuf mengenai filsafat ilmu
merupakan filsafat ilmu atau philosophy of science.
Filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang
sesuatu sampai keakar-akarnya. Sesuatu disini dapat berarti terbatas dan dapat pula
berarti tidak terbatas. Bila berarti terbatas, filsafat membatasi diri akan hal tertentu
saja. Bila berarti tidak terbatas, filsafat membahas segala sesuatu yang ada dialam
ini yang sering dikatakan filsafat umum. Sementara itu filsafat yang terbatas adalah
filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni dan lain-lainnya.
Konsep dasar filsafat ilmu adalah kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan
fungsi serta kaitannya dengan implementasi kehidupan sehari-hari. Pembahasan
filsafat ilmu juga mencakup sistematika, permasalahan, keragaman pendekatan
dan paradigma (pola pikir) dalam pengkajian dan pengembangan ilmu dan dimensi
ontologis, epistomologis dan aksiologis. Selanjutnya dikaji mengenai makna,
implikasi dan implementasi filsafat ilmu sebagai landasan dalam rangka
pengembangan keilmuan dan kependidikan dengan penggunaan alternatif
metodologi penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif,
maupun perpaduan kedua-duanya.

1. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Filsafat ilmu dalam arti luas: menampung permasalahan yang menyangkut


hubungan keluar dari kegiatan ilmiah, seperti: tata susila yang menjadi
pegangan penyelenggara ilmu.
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit: menampung permasalahan yang bersangkutan
dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang

23
menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta
mencapai pengetahuan ilmiah

2. PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT BEBERAPA AHLI


a. Menurut Robert Ackerman filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan
perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-
pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian
cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
b. Menurut Lewis White Beck, memberi pengertian bahwa filsafat ilmu
membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu
keseluruhan.
c. Menurut Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah
penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-
hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
d. Menurut May Brodbeck filsafat ilmu adalah analisis yang netral secara etis
dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
3. OBJEK KAJIAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek
instrumentatif, yaitu:
a. Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal :
1) Fakta (Kenyataan)
Yaitu empiris yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta
(kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang meberikan pengertian yang
berbeda-beda, diantaranya adalah positivisme, ia hanya mengakui penghayatan
yang empirik dan sensual. Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan yang sensual lainnya. Data empirik sensual tersebut harus
obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti–. Fakta itu yang faktual ada
phenomenology. Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah
dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti.

24
2) Kebenaran

Positivisme, benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu


dengan empiris sensual. Kebenaran pisitivistik didasarkan pada diketemukannya
frekwensi tinggi atau variansi besar. Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada
korespondensi antara fakta yang satu dengan fakta yang lain phenomenology,
kebenaran dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial, pilah dari yang
non esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema moral tertentu. Secara
esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori
kebenaran koherensi.

b. Obyek Instrumentatif, yang terdiri dari dua hal:


1) Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk


yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan menggunakan landasan: asumsi,
postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat
ditampilkan sebagai konfirmi probabilistik dengan menggunakan metode induktif,
deduktif, reflektif.

2) Logika Inferensi

Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika
dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau
hukum pemikiran.

4. MANFAAT FILSAFAT ILMU

Belajar filsafat ilmu bagi mahasiswa sangat penting, karena beberapa


manfaat yang dapat dirasakan, antara lain :

25
a. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam
sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus diharapkan untuk bersikap
kritis terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun
dari sumber-sumber lainnya.
b. Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para mahasiswa sebagai
calon ilmuwan untuk mendalami metode ilmiah dan untuk melakukan penelitian
ilmiah.
c. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mereka memiliki pemahaman
yang utuh mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut
sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian ilmiah.
d. Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus
dan bekerja mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah dalam
pekerjaannya.
e. Untuk memecahkan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam
menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
f. Membiasakan diri untuk bersikap logis-rasional dalam Opini & argumentasi
yang dikemukakan.
g. Mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan (pluralitas).
Karena para ahli filsafat tidak pernah memiliki satu pendapat, baik dalam isi,
perumusan permasalahan maupun penyusunan jawabannya.
h. Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah.
5. FUNGSI FILSAFAT ILMU
Fungsi filsafat ilmu adalah didasarkan pada pengertian filsafat sebagai suatu
integrasi atau pengintegrasi sehingga dapat melakukan fungsi integrasi ilmu
pengetahuan. Sebagian besar orang hanya menyangkutkan apa yang paling dekat
dan apa yang paling dibutuhkannya pada saat dan tempat tertentu.
a. Dalam Kehidupan Praktis

 Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti filsafat sama sekali tidak
bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari yang kongkret. Keabstrakan

26
filsafat tidak berarti bahwa filsafat itu tak memiliki hubungan apa pun juga
dengan kehidupan nyata setiap hari.
 Filsafat ilmu menggiring manusia kepengertian yang terang dan pemahaman
yang jelas. Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ketindakan dan
perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman
yang jelas.
 Filsafat ilmu membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita,
karena filsafat mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-
pertanyaan mendasar.
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu
disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu:
sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara
hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan
berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
6. ARAH FILSAFAT ILMU
Arah-arah Filsafat Ilmu sangat berkaitan erat bahkan dapat dikatakan
terpusat pada konsep tentang manusia. Oleh karena itu arah filsafat ilmu secara
potensial turut mendorong berkembangnya pemikiran tentang hakikat manusia
sehingga menghasilkan perbaikan-perbaikan validitas dan signifikansi konsep
Filsafat Ilmu. Hal ini mengandung arti turut mendorong berkembangnya filsafat
tentang manusia atau antropologi filsafat.Sehubungan dengan ini lahirlah arah dan
konsep tentang hakikat manusia sebagai : animal rasionale, animal sociale, animal
symbolicum, homo sapiens, homo economicus, homo homini lupus, homo
ludens dan sebagainya.
Berbagai arah filsafat ilmu tersebut di atas, memberikan dampak terciptanya
konsep-konsep atau teori-teori ilmu yang beragam. Masing-masing konsep akan
mendukung filsafat ilmu tersebut. Dalam membangun teori-teori pendidikan,
filsafat ilmu juga mengingatkan agar teori-teori itu diwujudkan diatas kebenaran

27
berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan. Dengan kata lain, teori-teori pendidikan
harus disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah.
7. HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU
Istilah filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Segi
semantik perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan
atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan
menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher
dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat berarti alam pikiran
atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti
berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Mohammad Hatta adalah
pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan
masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar,
maupun menurut hubungannya dari dalam.
Victor F. Lenzen dalam Philosophy of Science yang dimuat dalam Living
Schools of Philosophy (1962) merumuskan apa yang dimaksud dengan ilmu dan
filsafat ilmu. Lenzen menyatakan, ilmu berarti suatu kegiatan kritis yang bertujuan
menemukan dan juga merupakan pengetahuan sistematis yang didasarkan pada
kegiatan kritis tersebut. Masala-masalah filsafat ilmu mencakup : (1) struktur ilmu
yang meliputi metode dan bentuk pengetahuan ilmiah, (2) kegunaan ilmu bagi
kepentingan praktis dan pengetahuan tentang kenyataan.
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik
secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut
membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam
dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu
terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari
sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih

28
terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan
terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka
berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan
axiologi.
E. FILSAFAT AGAMA

Istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara


berlawanan oleh banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal,
sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan
berfikir sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas
sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau
bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama
kadang-kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan antara orang yang
cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, pada hal filsafat
dan agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk menelusuri seluk-beluk filsafat dan
agama secara mendalam perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
agama dan filsafat itu.
Karl Rahner menguraikan lebih jauh tentang filsafat agama. Menurutnya,
filsafat agama adalah sebuah antropologi metafisik yang harus bersifat teologi
dasar, yaitu manusia sebagai pribadi yang bebas tidak dapat tidak berhadapan
dengan tuhan yang mungkin mewahyukan diri. Oleh karena itu, Rahner
mengatakan bahwa ciri khas filsafat agama adalah keterbukaan yang siap sedia dan
kesediaan yang terbuka bagi teologi. Filsafat agama, demikian Rahner, tidak dapat
memaksa teologi dan tidak dapat menentukan hukumnya. Melainkan seorang
filosof agama melaksanakan apa yang harus di laksanakan oleh seorang mahluk
yang dapat mendengar jika logos tuhan datang kedunia. Rahner kemudian
mempertegas antara wilayah filsafat dan teologi. Filsafat agama tidak dapat
menjangkau tentang fakta wahyu, hanya dengan teologilah fakta wahyu itu dapat di
tangkap dan di mengerti sebab teologi berdasarkan pada logos tou Theou.

29
Geddes Mac Gregor menekankan pembahasan filsafat agama harus di
bedakan antara hal yang menarik hati dalam agama dan berfikir tentang agama.
Yang pertama adalah aktivitas hati, sedangkan yang kedua adlah aktivitas akal.
Selanjutnya, Gregor mengatakan bahwa pendekatan intlektual terhadap agama
tidak akan memuaskan hati, sementara pendekatan intlektual hanya memasukan
akal
1. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN AGAMA
Filsafat dan agama secara umum merupakan pengetahuan. Jika agama
merupakan pengetahuan yang berasal dari wakyu, filsafat sendiri adalah hasil dari
pemikiran manusia. Dasar-dasar agama merupakan pokok-pokok kepercayaan
ataupun konsep tentang ketuhanan, alam, manusia, baik buruk, hidup dan mati,
dunia dan akhirat. Dan lain-lain. Sedangkan filsafat adalah sistem kebenaran
tentang agama sebagai hasil berfikir secara radikal, sistematis dan universal.
Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan
akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan
dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai
subyek penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat
berkaitan dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai
dan sejalan apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk
berusaha memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin,
keimanan dan kepercayaan agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi
dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan
sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan
makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan
ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran
ajaran agama.
Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang
dengan agama, tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap proaktif
dan melakukan berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan
keimanan dan keyakinannya semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena
motivasi keimananlah mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan

30
filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan
menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam.
Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang sangat reflektif dengan
manusia, dikarenakan keduanya mempunyai keterkaitan, keduanya tidak bisa
berkembang apabila tidak ada alat dan tenaga utama yang berada dalam diri
manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikiran, rasa, dan
keyakinan.
Dengan satu ungkapan dapat dikatakan bahwa filosof agama mestilah dari
penganut dan penghayat agama itu sendiri. Lebih jauh, filosof-filosof hakiki adalah
pencinta-pencinta agama yang hakiki. Sebenarnya yang mesti menjadi subyek
pembahasan di sini adalah agama mana dan aliran filsafat yang bagaimana memiliki
hubungan keharmonisan satu sama lain. Adalah sangat mungkin terdapat beberapa
ajaran agama, karena ketidaksempurnaannya, bertolak belakang dengan kaidah-
kaidah filsafat, begitu pula sebaliknya, sebagian konsep-konsep filsafat yang tidak
sempurna berbenturan dengan ajaran agama yang sempurna.
Karena asumsinya adalah agama yang sempurna bersumber dari hakikat
keberadaan dan mengantarkan manusia kepada hakikat itu, sementara filsafat yang
berangkat dari rasionalitas juga menempatkan hakikat keberadaan itu sebagai
subyek pengkajiaannya, bahkan keduanya merupakan bagian dari substansi
keberadaan itu sendiri. Keduanya merupakan karunia dari Tuhan yang tak dapat
dipisah-pisahkan. Filsafat membutuhkan agama (wahyu) karena ada masalah-
masalah yang berkaitan dengan dengan alam gaib yang tak bisa dijangkau oleh akal
filsafat. Sementara agama juga memerlukan filsafat untuk memahami ajaran agama.
Berdasarkan perspektif ini, adalah tidak logis apabila ajaran agama dan filsafat
saling bertolak belakang.
Dalam sebuah ungkapan ada kalimat yang sangat menarik, yang, “Saya
beriman supaya bisa mengetahui. Apabila kalimat ini kita balik akan menjadi: jika
saya tidak beriman, maka saya tak dapat mengetahui. Tak dapat disangkal bahwa
dapat diyakini bahwa keimanan agama adalah sumber motivasi dan pemicu yang
kuat untuk mendorong seseorang melakukan penelitian dan pengkajian yang
mendalam terhadap ajaran-ajaran doktrinal agama, lebih jauh, keimanan sebagai

31
sumber inspirasi lahirnya berbagai ilmu dan pengetahuan. Kesempurnaan iman dan
kedalaman pengahayatan keagamaan seseorang adalah berbanding lurus dengan
pemahaman rasionalnya terhadap ajaran-ajaran agama, semakin dalam dan tinggi
pemahaman rasional maka semakin sempurna keimanan dan semakin kuat apresiasi
terhadap ajaran-ajaran agama. Baik agama maupun filsafat pada dasarnya
mempunyai kesamaan dalam tujuan, yakni mencapai kebenaran yang sejati.
Manusia membutuhkan rasionalisasi dalam semua aspek kehidupannya,
termasuk dalam doktrin-doktrin keimanannya, karena akal dan rasio adalah hakikat
dan substansi manusia, keduanya mustahil dapat dipisahkan dari wujud manusia,
bahkan manusia menjadi manusia karena akal dan rasio. Tolok ukur kesempurnaan
manusia adalah akal dan pemahaman rasional. Akal merupakan hakikat manusia
dan karenanya agama diturunkan kepada umat manusia untuk menyempurnakan
hakikatnya. Penerimaan, kepasrahan dan ketaatan mutlak kepada ajaran suci agama
sangat berbanding lurus dengan rasionalisasi substansi dan esensi ajaran-ajaran
agama.
Substansi dari semua ajaran agama adalah keyakinan dan kepercayaan
terhadap eksistensi Tuhan, sementara eksistensi Tuhan hanya dapat dibuktikan
secara logis dengan menggunakan kaidah-kaidah akal-pikiran (baca: kaidah
filsafat) dan bukan dengan perantaraan ajaran agama itu sendiri. Walaupun akal dan
agama keduanya merupakan ciptaan Tuhan, tapi karena wujud akal secara internal
terdapat pada semua manusia dan tidak seorang pun mengingkarinya, sementara
keberadaan ajaran-ajaran agama yang bersifat eksternal itu tidak diterima oleh
semua manusia
Dengan demikian, hanya akallah yang dapat kita jadikan argumen dan dalil
atas eksistensi Tuhan dan bukan ajaran agama. Seseorang yang belum meyakini
wujud Tuhan, lantas apa arti agama baginya. Kita mengasumsikan bahwa ajaran
agama yang bersifat doktrinal itu adalah ciptaan Tuhan, sementara belum terbukti
eksistensi Pencipta dan pengenalan sifat-sifat sempurna-Nya, dengan demikian
adalah sangat mungkin yang diasumsikan sebagai "ciptaan Tuhan" sesungguhnya
adalah "ciptaan makhluk lain" dan makhluk ini lebih sempurna dari manusia
(sebagaimana manusia lebih sempurna dari hewan dan makhluk-makhluk alam

32
lainnya). Lantas bagaimana kita dapat meyakini bahwa seluruh ajaran agama itu
adalah berasal dari Tuhan. Walaupun kita menerima eksistensi Tuhan dengan
keimanan dan membenarkan bahwa semua ajaran agama berasal dari-Nya, tapi
bagaimana kita dapat menjawab soal bahwa apakah Tuhan masih hidup? Kenapa
sekarang ini tidak diutus lagi Nabi dan Rasul yang membawa agama baru? Dan
masih banyak lagi soal-soal seperti itu yang hanya bisa diselesaikan dengan kaidah
akal-pikiran. Berdasarkan perspektif ini, akal merupakan syarat mendasar dan
mutlak atas keberagamaan seseorang, dan inilah rahasia ungkapan yang berbunyi:
Tidak ada agama bagi yang tidak berakal.
2. PERBANDINGAN AGAMA DENGAN FILSAFAT
Dari uraian di atas diketahui bahwa antara agama dan filsafat itu terdapat
perbedaan. Perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya,
tetapi terletak pada cara menyelidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir,
sedangkan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hubungan dengan hati,
sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran.
Apabila filsafat tidak berdasarkan kepada agama dan filsafat hanya semata-
mata berdasarkan akal dan pemikiran saja, maka filsafat tidak akan memuat
kebenaran obyektif , karena yang memberikan pandangan dan keputusan hanyalah
akal pikiran. Sedangkan kesanggupan akal pikiran ituterbatas, sehingga filsafat
yang hanya berdasarkan kepada akal pikiran semata tidak akan sanggup
memberikan kepuasan bagi manusia, terutama dalam tingkat pemahamannya
terhadap yang gaib.
Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental
dalam sejarah dan kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui secara
mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara benar
bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara
keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya.
Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus
menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan
keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin ini. Filasafat adalah sistem
kebenaran tentang agama sebagai hasil dari berfikir secara radikal, sistematis dan

33
universal. Dasar-dasar agama yang dipersoalkan dipikirkan menurut logika (teratur
dan disiplin) dan bebas.

34
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Ontologi berasal dari dua kata ontos dan logos, artinya ilmu tentang ada.
Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Ontologi (ilmu hakikat)
merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab
dari filsafat.
2. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti
pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti
katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah
pengetahuan.
3. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu; axios yang berarti nilai. Sedangkan logos yang berarti teori
tentang nilai. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.
B. SARAN

Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari


filsafat dengan berbagai macam cabang ilmunya. Karena, dengan cara kerjanya
yang bersifat sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas,
menganalisa sesuatu secara mendalam, ternyata sangat relevan dengan
problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu menjadi perekat antara
berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain. Dengan
demikian, menggunakan analisa filsafat, berbagai macam disiplin ilmu yang
berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinya dengan hidup
dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya
bagi kesejahteraan hidup manusia.

35
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. 2015. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistimologi, Aksiologi
dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Susriasumantri, Jujun S. 1987. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/pengertian-dan-ruang-
lingkup-filsafat-ilmu-3/

http://blogushuluddin.blogspot.com/2016/04/filsafat-ilmu-ontologi.html
http://erwindahapsari.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-epistemologi.html
http://nurisaariyanto.blogspot.com/2012/01/aksiologi-sains-islam-dan-
barat_09.html
https://noriskho.wordpress.com/2016/02/18/definisi-aksiologi/
http://tonybestthinker.blogspot.com/2014/03/epistemologi-islam-
barat.html

36

Anda mungkin juga menyukai

  • Expo
    Expo
    Dokumen2 halaman
    Expo
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Materi Week 8
    Materi Week 8
    Dokumen21 halaman
    Materi Week 8
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Materi Akad Bagian Aulia
    Materi Akad Bagian Aulia
    Dokumen7 halaman
    Materi Akad Bagian Aulia
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Bahan Bar 1
    Bahan Bar 1
    Dokumen8 halaman
    Bahan Bar 1
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Behavioural
    Behavioural
    Dokumen4 halaman
    Behavioural
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Soal AJP
    Soal AJP
    Dokumen1 halaman
    Soal AJP
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3
    Kelompok 3
    Dokumen36 halaman
    Kelompok 3
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Akad
    Akad
    Dokumen73 halaman
    Akad
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Paper 4 Kelompok 12
    Paper 4 Kelompok 12
    Dokumen31 halaman
    Paper 4 Kelompok 12
    Annisa Aulia
    100% (1)
  • Tugas 3 Tka Kelompok 12
    Tugas 3 Tka Kelompok 12
    Dokumen21 halaman
    Tugas 3 Tka Kelompok 12
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • TKA FFF
    TKA FFF
    Dokumen8 halaman
    TKA FFF
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Ini Bagus Buat Teori
    Ini Bagus Buat Teori
    Dokumen3 halaman
    Ini Bagus Buat Teori
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Tka Materi
    Tka Materi
    Dokumen19 halaman
    Tka Materi
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • KELOMPOK 5 - Manajemen Biaya Lingkungan
    KELOMPOK 5 - Manajemen Biaya Lingkungan
    Dokumen24 halaman
    KELOMPOK 5 - Manajemen Biaya Lingkungan
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • NFHGDGDTRS
    NFHGDGDTRS
    Dokumen90 halaman
    NFHGDGDTRS
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3 - Biaya Kualitas
    Kelompok 3 - Biaya Kualitas
    Dokumen25 halaman
    Kelompok 3 - Biaya Kualitas
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Multi Finance
    Multi Finance
    Dokumen16 halaman
    Multi Finance
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • NFHN
    NFHN
    Dokumen23 halaman
    NFHN
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Resume Kegiatan Produksi Dalam Islam
    Resume Kegiatan Produksi Dalam Islam
    Dokumen1 halaman
    Resume Kegiatan Produksi Dalam Islam
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pembahasan: A. Titik Impas Dalam Unit
    Bab I Pembahasan: A. Titik Impas Dalam Unit
    Dokumen22 halaman
    Bab I Pembahasan: A. Titik Impas Dalam Unit
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • NBVNX
    NBVNX
    Dokumen33 halaman
    NBVNX
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen8 halaman
    Artikel
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Eqrrr
    Eqrrr
    Dokumen35 halaman
    Eqrrr
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Penetapan Harga KFC
    Penetapan Harga KFC
    Dokumen2 halaman
    Penetapan Harga KFC
    Annisa Aulia
    0% (1)
  • Ringkasan
    Ringkasan
    Dokumen7 halaman
    Ringkasan
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Iniih
    Iniih
    Dokumen67 halaman
    Iniih
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen24 halaman
    Bab Ii
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat
  • Case 1
    Case 1
    Dokumen3 halaman
    Case 1
    Annisa Aulia
    Belum ada peringkat