Anda di halaman 1dari 17

BAB.

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI HIPERPARATIROIDISME

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar


paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. (Brunner & Suddath, 2001).
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid
diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari
hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon
paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium.
dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang
banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
(www.endocrine.com).

2.2. KLASIFIKASI HIPERPARATIROIDISME

1. Hiperparatiroidisme primer
1.1. Definisi
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer
mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi.
Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan
bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes
diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung
serum hormon paratiroid dan ion kalsium. Penderita hiperparatiroid
primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10

3
tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko
batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak
pengangkatan, resiko menjadi hilang.
1.2. Etiologi.
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma
tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh
berbagai adenoma atau hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme
utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan
hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat
terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia,
syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
1.3. Patofisiologi
Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah
1.3.1. Mungkin akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau
karsinoma.
1.3.2. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang,
ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus
meningkat.
1.3.3. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau
nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.
1.4. Manifestasi Klinis
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon
hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat
serum.Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar
kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-
11 mg/dl).Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran
normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan
bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial.
Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa
sangat tinggi (15-20mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah
terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien
gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total.
Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk
menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal Hiperparatiroidisme
didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah

4
disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak
hormon paratiroid .Tes darah mempermudah diagnosis
hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa
jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain
sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya
kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena
kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya
dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.
Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan
adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan
informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.
1.5. Pemeriksaan Penunjang
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau
kadar ion kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari
satu penyebab sebelum didirikan diagnosis. Uji coba kadar hormon
paratiroid adalah inti penegakan diagnosis. Peningkatan kadar hormon
paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah diagnosis
hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat
diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan
pengobatan dengan cara operasi.
1.6. Penatalaksanaan
Penyembuhan
Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah
penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila
operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan
yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
1) Memaksakan cairan
2) Pembatasan memakan kalsium
3) Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin
dengan menggunakan larutan garam normal, pemberian Lasix,
atau Edrecin.
4) Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau
bifosfonat.
5) Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau
mithramycin)

5
6) Operasi paratiroidektomi
7) Obati penyakit ginjal yang mendasarinya

2. Hiperparatiroidisme sekunder.
2.1. Definisi.
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus,
kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya
karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam
serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat
kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium
serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai
normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi
overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian
dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
2.2. Etiologi.
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi
hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia,
kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan
hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam
perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan
produksi hormon paratiroid.
2.3. Patofisiologi
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal
dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang
sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya
resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit
tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara
langsung.
2.4. Manifestasi Klinis
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar
kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH
tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh
konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada hiperparatiroidisme

6
primer.Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan
dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang
disebabkan oleh hiperkalsemia.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium,
fosfor, dan level hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien
hiperparatiroidisme biasanya mempunyai kadar kalsium yang dibawah
normal dan peningkatan kadar hormone paratiroid.
2.6. Penatalaksanaan
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang
utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan
dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir
hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet
rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal
failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid.
Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin
dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme
sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure
membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan
cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat.
Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormone paratiroid.Pasien
yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan
calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada
terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan
untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih
tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level
fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar
paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.

3. Hiperparatiroidisme tersier.
3.1. Definisi
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme
sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini
ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena
hiperkalsemia.

7
3.2. Etiologi
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada
titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.
3.3.Patofisiologi
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita
hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani
cangkok ginjal.Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi
normal dan terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun
kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas
normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan
menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium
dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena
kadar phosfat sering naik.
3.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi
hiperparatiroidisme yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau
hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder akut.
3.5.Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara
pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau
pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid.

2.3. ETIOLOGI HIPERPARATIROIDISME.

Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh


adenoma tunggal.

2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai


adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya
berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya.

3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid


karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan
kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian
dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid
tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan

8
hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk
kedalam kategori ini.

4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran


dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada
± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid
hyperplasia.

2.4. PATOFISIOLOGI HIPERPARATIROIDISME

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh


hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid
jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus
disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat
empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh
pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia
paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau
hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk
meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar
tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut
diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut
mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan
meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk
mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,
karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar
paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan
oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal
kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada
riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama
bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi
kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium
dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang
selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga

9
hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang
dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat.
( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering
terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi
tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga
sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim,
MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara
fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum.
Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar,
dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia.
Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan
efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapat menimbulkan penurunan
kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat
mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk
nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago
(khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme
kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.

10
Pohon masalah
Kelebihan sekresi PTH

Hiperkalsemia

Efek Reseptor

Tulang Traktus digestinal Ginjal

Reasbsorsi kalsium Absorsi usus meningkat Nefritiliasis

Hiperkaliuria Gang.Pola Eliminasi

Nefritiliasis

Penurunan kleareris dan gagal ginjal

Kontraksi ureter

Nyeri

2.5. MANIFESTASI KLINIS HIPERPARATIROIDISME.

Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat


terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah,
kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat
terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah
tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek
langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan
menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium
fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena
calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa
benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian;
nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan

11
badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan
faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001).

2.6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK HIPERPARATIROIDISME

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium


dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak
hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat
sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab
hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan
kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik
karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan
perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah
lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan
adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi
kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan
keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI,
Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia
pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan
penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis
didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi.
Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang
karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya
dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen
akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu
kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh

12
direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R.
Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
5.1. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi.
5.2. Cystic-cystic dalam tulang
5.3. Trabeculae di tulang
5.4. PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

2.7. KOMPLIKASI HIPERPARATIROIDISME


1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystica

2.8. PENATALAKSANAAN HIPERPARATIROIDISME


Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan
bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian,
pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum
ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan
pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya
hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan
batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu,
pasien dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena
terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien
diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri
abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari
oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi

13
kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum.
Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi.
Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan
untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan
dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien
dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika
pasien juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet
protein yang khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan
pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik
disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada
pasien-pasien ini.

14
BAB.3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan


hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

2) Riwayat penyakit dalam keluarga.

3) Keluhan utama, antara lain :

3.1. Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

3.2. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan


nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan

3.3. Depresi

3.4. Nyeri tulang dan sendi.

4) Riwayat trauma/fraktur tulang.

5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

6.1. Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

6.2. Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

6.3. Perubahan tingkat kesadaran.

7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik
seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan
mengancam.

8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

8.1. Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar


kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting
dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan

15
peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik
menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.

8.2. Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk


kista dan trabekula pada tulang.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
hiperparatiroidisme antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya edema.
2. Gangguan Pola eliminasi buang air kecil berhubungan dengan iritasi
ginjal/ureter, obstruksi mekanik, implamasi, stimulasi kandung
kencing oleh batu.
3.3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN.

3.3.1. Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan


meningkatnya kontraksi ureter.

Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri


dapat berkurang / hilang

Kriteria Hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan ).
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri .
3. Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda
nyeri ).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi,


karakteristik, dan onset, durasi,frekuensi, kualitas, intensitas /
beratnya nyeri, dan factor- factor predisposisi.
2. Observasi isyaratisyarat non verbal dari ketidaknyamanan ,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
efektif.

16
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
4. Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri.

3.3.2. Gangguan Pola eliminasi buang air kecil berhubungan dengan iritasi
ginjal/ureter, obstruksi mekanik, implamasi, stimulasi kandung
kencing oleh batu.
Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti
yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan
haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengatakan buang air kecil secara normal yaitu
4-5 kali sehari.
2. Batu ginjal sudah tidak ada.
3. Tanda-tanda vital kembali normal.

Intervensi Keperawatan :

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari.


Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan
hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalisum
serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.

2. Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar


urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi
membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena
kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang
urine yang basa.

3.4. EVALUASI KEPERAWATAN.

Hasil yang diharapkan :


1. Mencapai pengurangan rasa nyeri.
2. Pasien melaporkan adanya perasaan nyaman.
3. Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
4. Pasien mengetahui proses perjalanan penyakit dan prosedur perawatan.
5. Penggunaan sesuai kebutuhan terapi calsium dan vitamin D.
6. Memonitor rata-rata serum kalsium untuk kelanjutan kesembuhan
penyakit.

17
BAB.4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi


hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan
pada penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan
paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga
menyebabkan hipoparatiroid. Klasifikasi paratiroidisme juga terbagi menjadi tiga
yaitu hipoparatiroidisme tersier,hiperparatiroidisme sekunder dan
hiperparatiroidisme tersier. Tanda dan gejala dari hipertiroidisme seperti keluhan
mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan
sebagainya. Penyembuhannya pun dengan berbagai cara seperti dengan terapi,
pengobatan dan masih banyak lagi.

4.2. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

18
Daftar Pustaka

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin.Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.

Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley Publishing


Company.

http://keperawatanperkemihan.blogspot.com/

http://ns-nining.blogspot.com/2008/03/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
ca.html

19

Anda mungkin juga menyukai