Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada
kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid
mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit
yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan
hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik
belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia
paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang
meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan
absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan
peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada
kerusakan pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di
Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam.
Setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika
Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang
lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk
terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit
hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita
yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari
pria.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit
hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1.
Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2
penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan.
Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada
dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki.
Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus

[1]
dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin
multipel tipe I dan II.
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa
yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus
dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali
dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan mengetahui
fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada
kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti
dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon
tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid
tidak semakin berat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi Hiperparatiroidisme dengan sekunder GGK?
2. Apa etiologi dari Hiperparatiroidisme dengan sekunder GGK?
3. Bagaimana pathway dari Hiperparatiroidisme dengan sekunder GGK?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Hiperparatiroidisme dengan
sekunder GGK?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Hiperparatiroidisme dengan sekunder GGK.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Hiperparatiroidisme dengan sekunder
GGK.
3. Untuk mengetahui pathway dari Hiperparatiroidisme dengan sekunder
GGK Hiperparatiroidisme dengan sekunder GGK.
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Hiperparatiroidisme
dengan sekunder GGK.

[2]
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar
paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada
pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa memperdulikan
kadar kalsium. Dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon
paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat. Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada
yang dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroidisme primer. Jika jumlah yang
disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut
hiperparatiroidisme sekunder.
Aktivitas berlebihan satu atau lebih kelenjar paratiroid yang
mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid (PTH). Diklasifikasikan
menjadi bentuk primerdan sekunder [ CITATION DrA12 \l 1057 ].

2.2 Etiologi
 Gagal ginjal
 Penyakit tulang
 Adenoma benigna
 Hipertrofi kelenjar paratiroid
 Tumor malignan kelenjar paratiroid
 Defisiensi vitamin D
 Malabsorpsi [ CITATION DrA12 \l 1057 ]

2.3 Klasifikasi dan Penyebab


1. Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer
mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan

[3]
juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga
konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang
paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormon
paratiroid dan ion kalsium.
Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit
batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid
mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun
sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang.
2. Hiperparatiroidisme sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus,
kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya
karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai
respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum.
(Clivge R. Taylor, 2005, 780)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat
kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium
serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai
normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi
overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian
dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
3. Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme
sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini
ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena
hiperkalsemia.

[4]
2.4 Manifestasi Klinik
Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik.
Manifestasi utama dari hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan tulang.
Kelainan pada ginjal terutama akibat deposit kalsium pada parenkim ginjal atau
nefrolitiasis yang rekuren. Dengan deteksi dini, komplikasi ke ginjal dapat
berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat
atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode berulang dari nefrolitiasis
atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali obstruksi traktus urinarius,
infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal dan retensi fosfat.

2.5 Patofisiologi
 Primer
- Satu atau lebih kelenjar paratiroid membesar
- Sekresi hormon paratiroid meningkat; kadar kalsium serum
mengalami kenaikan
 Sekunder : produksi kompensasi berlebihnya hormon paratiroid berasal
dari kelainan di luar kelenjar paratiroid yang menimbulkan hipokalsemia
dan tidak responsif terhadap hormon paratiroid [ CITATION DrA12 \l 1057 ].

[5]
2.6 Pathway

Hiperparatiroidisme
dengan sekunder GGK

produksi kalsium Penurunan absorbsi mereabsorpsi kalsium


kalsium di  secara berlebihan
gastrointestinal
Merangsang kelenjar
paratiroid untuk
Fungsi gastrointestinal deposit kalsium pada
meningkatkan sintesis
terganggu parenkim ginjal
paratiroid hormon

Vomiting, Reflux, nefrolithiasis


peningkatan giant
Anorexia, konstipasi
multinukleal osteoklas
pada lakuna Howship,
serta penggantian sel meningkatkan sekresi
normal & sumsum tulang Penurunan  berat badan bentuk aktif vitamin D
dengan jaringan fibrotik di ginjal.

gangguan nutrisi
Peningkatan kadar kurang dari kebutuhan Terbentuk Batu ginjal
kalsium ekstraselular yang biasanya terdiri
(termasuk di tulang) dan dari kalsium oksalat
mengendap pada jaringan atau kalsium fosfat
halus

Perubahan pola
kalsifikasi berbentuk eliminasi urin
nodul pada  jaringan
subkutis, tendon
(kalsifikasi tendonitis),
dan kartilago
(khondrokalsinosis)

Nyeri akut

[6]
2.7 Tanda Dan Gejala
 Nefrolitiasi rekuren
 Aritmia
 Nausea dan vomitus
 Kelemahan otot, khususnya pada kedua tungkai
 Gangguan kepribadian
 Polidipsia
 Poliuria [ CITATION DrA12 \l 1057 ]

2.8 Penatalaksanaan Medis


 Monitoring tanda vital, asupan/keluaran cairan dan hasil laboratorium
 Bifosfonat
 Kalsitonin
 Preparat antineoplasma
 Garam-garam fosfat [ CITATION DrA12 \l 1057 ]

[7]
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : -
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Pekerjaan :
Agama : -
Suku Bangsa :
Diagnosa Medis :Hiperparatiroidisme dengan sekunder GGK

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
 Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
 Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, obstipasi,
dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan
 Nyeri tulang dan sendi Riwayat penyakit sekarang

2. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat bedah hipofisis atau adrenal
 Riwayat pembedahan tiroid atau paratiroid
 Trauma atau fraktur
 Riwayat terapi (iodium radioaktif) atau obat antitiroid
 Diabetes gestasional
 hipertensi[ CITATION Jam14 \l 1057 ]

[8]
3. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat
keluarga dengan  hiperparatiroid

3.2 Pemeriksaan Fisik


1. Review Of Sistem (ROS)
a. Breath (B1):
Gejala: nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal, batuk dengan /
tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekensi/kedalaman (pernafasan
Kussmaul)
b. Blood (B2)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi,
Tanda: hipertensi (nadi kuat, edema jaringan, pitting pada kaki, telapak
tangan), disritmia jantung, pucat, kecenderungan perdarahan.
c. Brain (B3)
Gejala: penurunan daya ingat, depresi, gangguan tidur, koma.,
Tanda: gangguan status mental, penurunan tingkat kesadaran, ketidak
mampuan konsentrasi, emosional tidak stabil
d. Bladder (B4)
Gejala: penurunan frekuensi urine, obstruksi traktus urinarius, gagal
fungsi ginjal (gagal tahap lanjut), abdomen kembung,diare, atau
konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, oliguria, hiperkalsemia, Batu ginjal
biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat
e. Bowel (B5)
Gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.
Tanda: distensi abdomen, perubahan turgor kulit, kelainan lambung
dan pankreas(tahap akhir), Ulkus peptikum

[9]
f. Bone (B6)
Gejala: kelelahan ekstremitaas, kelemahan, malaise.
Tanda: penurunan rentang gerak, kehilangan tonus otot, kelemahan
otot, atrofi otot
g. Integritas ego
Gejala: faktor stress (finansial, hubungan)
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan
kepribadiann.

2. Pengkajian fungsional Gordon


1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Jika pasien atau salah satu anggota keluarga yang sakit biasanya
berobat kedokter serta beristirahat.
2. pola aktivitas dan latihan
pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari ( mandi, berpakaian,
eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, ambulasi, makan ).
3. pola istirahat dan tidur
pola istirahat dan tidur pasien terganggu karena penyakit yang
dideritanya.
4. pola nutrisi dan metabolik
pola nutrisi dan metabolic mengalami gangguan karena klien susah
makan karena mengalami gangguan pada ginjal
5. pola eliminasi
pola eliminasi pasien mengalami gangguan karena pasien
mengeluarkan urin dalam jumlah yang sedikit.
6. pola kognitif perceptual
penglihatan klien tidak mengalami gangguan
pendengaran klien tidak mengalami gangguan
indra pengecap dan sensasi klien tidak ada kelainan,klien dapat
membedakan panas dingin, nyeri dan sentuhan ringan.

[10]
7. pola persepsi diri
pola persepsi diri ( indentitas diri, ideal diri, gambaran diri, peran diri,
harga diri ) tidak mengalami gangguan.
8. pola koping
klien memecahkan masalah dengan berdiskusi dengan keluarga dan
teman
9. pola seksual dan reproduksi
klien tidak mengalami gangguan karena klien belum menikah.
10. pola peran dan hubungan
hubungan klien dan keluarga dan masyarakat baik, tidak ada
permusuhan atau masalah dalam hubungan dengan sesamanya.
11. pola nilai dan kepercayaan
klien beragama islam dan rajin beribadah.

3. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium:
a. Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
 Foto Rontgen:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
d. PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

[11]
3.4 Analisa Data
No
Dx Data Etiologi Problem
.
Ds: Klien mengeluhkan nyeri Kalsifikasi tulang Nyeri akut
pada tulangnya
Do:
S : 36,3 N : 78x/menit
TD : 160/100
RR : 20x/menit
Pergerakan sendi : terbatas
Kekuatan otot :
      3      3
      3      3
Kelainan ekstremitas (+)
1 Kelainan tl.belakang (-)
Fraktur (+)
Kompartmen syndrome
Turgor kulit : kurang
P: Nyeri di tulang
Q: Nyeri seperti diremas-
remas
R: didaerah tulang yang
berhubungan dengan kelenjar
paratiroid
S: 6-7
T: Nyeri hilang timbul
2 Ds: Klien mengatakan mual Terganggunya fungsi Gangguan nutrisi
Do: Klien tampak lemah dan gastrointestinal kurang dari
lemas kebutuhan

[12]
A: BB turun
B: HB< 12
C: Konjungtiva anemis
D: Diet makan tinggi serat
dan protein
Ds: Klien mengatakan BAK Terbentuknya batu Perubahan pola
jarang dan pekat ginjal eliminasi urin
3
Do: Klien tampak kesakitan
ketika BAK

3.5 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan kalsifikasi tulang
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
terganggunya fungsi gastrointestinal
3. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan terbentuknya batu
ginjal

3.6 Rencana Keperawatan


No
Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional Ttd
.
1 Setelah dilakukan O: Observaasi 1. Mengobservasi
tindakan keperawatan isyarat-isyarat isyarat-isyarat
2x24 jam diharapkan nonverbal dari nonverbal pada klien
nyeri dapat ketidaknyamanan, dapat mempermudah
berkurang/hilang. khususnya dalam perawat
Dengan KH: ketidak-mampuan berkomunikasi
K: Klien mampu untuk dengan klien.
mengenal nyeri (skala, berkomunikasi
intensitas, frekuensi dan secara efektif
tanda nyeri) N: Gunakan 2. Komunikasi
A: Klien mampu komunikasi terpeutik dapat

[13]
mengontrol nyeri (tahu terapeutik agar membuat klien
penyebab nyeri, mampu klien dapat merasa lebih
menggunakan teknik mengekspresikan nyaman sehingga
nonfarmakologi untuk nyeri klien dapat
mengurangi nyeri, mengekspresikan
mencari bantuan) nyerinya pada
P: Melaporkan bahwa perawat.
nyeri berkurang denga E: Anjurkan 3. Teknik
manajemen nyeri penggunaan teknik nonfarmkologi dapat
P: Menyatakan rasa nonfarmakologi melatih klien untuk
nyaman setelah nyeri (ex:relaksasi, mengurangi rasa
berkurang guided imagery, nyeri sendiri.
Skala nyeri: terapi musik,
P: Nyeri di tulang distraksi, aplikasi
berkurang panas-dingin,
Q: Nyeri seperti diremas- massase, dll)
remas berkurang C: Kolaborasi 4. Obat analgetik
R: sudah berkurang pada dalam pemberian dapat mengurangi
daerah tulang yang analgetik untuk nyeri yang dirasakan
berhubungan dengan mengurangi nyeri klien.
kelenjar paratiroid
S: 5
T: Nyeri sudah berkurang
2 Setelah dilakukan O: Observasi 1. Mengetahui
tindakan keperawatan kemampuan klien efektifitas pola
selama 3x24 jam untuk asupan nutrisi
diharapkan dapat mendapatkan sebelumnya
meningkatkan asupan nutrisi yang penatalaksanaan
nutrisi adekuat. Engan dibutuhkan lebih lanjut.
KH: N: Monitor jumlah 2. Mengetahui porsi
K: Klien dapat nutrisi dan nutrisi adekuat pada

[14]
mengetahui penyebab kandungan nutrisi klien.
gangguan nutrisi E: Ajarkan klien 3. Untuk
A: Klien dapat diet mengandung menanggulangi
menghabiskan makanan tinggi serat untuk masalah gangguan
sesuai yang telah mencegah fungsi
dijadwalkan olh ahli gizi konstipasi gastrointestinal.
dan dokter C: Kolaborasi 4. perlu adanya
P: Klien melakukan dengan ahli gizi konsultasi untuk
makan sedikit tapi sering untuk menentukan menyamakan
P: Berat badan klien jumlah kalori dan persepsi mengenai
normal atau meningkat nutrisi yang pemenuhan
dibutuhkan klien kebutuhan nutrisi.
3 Setelah dilakukan O: Observasi status 1. Mengetahui
tindakan keperawatan hidrasi tingkat
selama 3x24 jam (kelembaban perkembangan
diharapkan dapat membrane, nadi nutrisi klien dengan
meningkatkan pola adekuat, TD menghindari atau
eliminasi urin. Dengan ortostatik) membatasi asupan
KH: kalsium)
K: Klien mengetahui N: Monitor 2. Mengetahui
penyebab penyakit masukan asupan dan haluaran
A: Klien mampu makanan/cairan cairan normal klien.
mengatasi perubahan dan hitung intake
pola eliminasi urin kalori sehari
P: Klien melakukan E: Anjurkan klien 3. Agar pengeluaran
banyak minum air putih minum air putih urin teratur.
P: Haluaran urin normal yang banyak
dan pengeluara urin C: Kolaborasi 4. Mengetahui
teratur pemberian tingkat
cairan/makanan perkembangan
nutrisi klien dengan

[15]
menghindari atau
membatasi asupan
kalsium.

3.7 Implementasi
Tgl/ No
Implementasi Respon Klien Ttd
jam Dx.
1.1 Melakukan observaasi isyarat- Ds: Klien menyatakan rasa
isyarat nonverbal dari nyaman setelah nyeri
ketidaknyamanan, khususnya berkurang
dalam ketidak-mampuan untuk Do: Klien terlihat tidak
berkomunikasi secara efektif menyeringai

1.2 Menggunakan komunikasi


terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri

1.3 Menganjurkan penggunaan


teknik nonfarmakologi
(ex:relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase, dll)

1.3 Berkolaborasi dalam


pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri
2.1 Melakukan observasi Ds: Klien mengatakan berat
kemampuan klien untuk badan ada kenaikan
mendapatkan nutrisi yang Do: Klien dapat
dibutuhkan menghabiskan makanan
sesuai yang telah
2.2 Memonitor jumlah nutrisi dan dijadwalkan oleh ahli gizi

[16]
kandungan nutrisi dan dokter

2.3 Mengajarkan klien diet


mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

2.4 Berkolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
3.1 Mengobservasi status hidrasi Ds: Klien mengatakan
(kelembaban membrane, nadi pengeluaran urin teratur
adekuat, TD ortostatik) Do: Haluaran urin

3.2 Memonitor masukan


makanan/cairan dan hitung
intake kalori sehari

3.3 Menganjurkan klien minum air


putih yang banyak

3.4 Berkolaborasi pemberian


cairan/makanan

3.8 Evaluasi
Tgl/ No
Evaluasi Ttd
jam Dx.

[17]
1 S: Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
O: Klien terlihat tidak menyeringai
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan no 1,2,3 dan 4
2 S: Klien mengatakan berat badan klien normal atau meningkat
O: Klien dapat menghabiskan makanan sesuai yang telah
dijadwalkan oleh ahli gizi dan dokter
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
3 S: Klien mengatakan normal pengeluaran urin teratur
O: Haluaran urin
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

BAB 4
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

[18]
Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid
yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon
paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang
biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan
karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi
tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium
sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang
dan ginjal.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan kami
juga berharap, setelah membaca makalah ini kita menjadi lebih
mengetahui bagaimana atau tindakan apa saja yang harus kita berikan
kepada klien dengan hiperparatiroidisme dengan gangguan sekunder GGK
agar kembali pada keadaan semula dan kebutuhan dasar manusianya pun
bisa tepenuhi.

Daftar Pustaka
Dr. Andri Hartono, S. (2012). Medikal Bedah Endokrin. BINARUPA AKSARA .

Thomas, J., & Monaghan, T. (2014). Buku Saku Oxford Pemeriksaaan Fisik &
Keterampilan Praktis. Jakarta: EGC.

Long, Barbara C. 1997. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

[19]
Sjamsuhidayat R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah BRUNNER & SUDDARTH, Vol 2 Ed 8. Jakarta: EGC.

[20]

Anda mungkin juga menyukai