Anda di halaman 1dari 48

BED SIDE TEACHING (BST)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219056 / May 2020


** Pembimbing / dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS

HIDROCEFALUS NON KOMUNIKANS (OBSTRUKTIF)

Dwika Nenti Lestari, S.Ked *

dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BED SIDE TEACHING (BST)
* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219056 / May 2020
** Pembimbing / dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS

HIDROCEFALUS NON KOMUNIKANS (OBSTRUKTIF)

Dwika Nenti Lestari, S.Ked *

dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

BED SIDE TEACHING (BST)

HIDROCEFALUS NON KOMUNIKANS (OBSTRUKTIF)

Disusun Oleh :
Dwika Nenti Lestari, S.Ked
G1A219056

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada May 2020

Pembimbing

dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Bed Side
Teaching (BST) yang berjudul “Hidrocefalus Non Komunikans (Obstruktif)”
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah Bed Side
Teaching (BST) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.

Jambi, Mei 2020


Penulis

Dwika Nenti Lestari, S.Ked

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS)
secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana
terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau
ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Bila akumulasi
CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut
higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi
cairan yang berlebihan terjadi pada sistem ventrikuler, keadaan ini disebut
sebagai hidrosefalus internal. Selain itu beberapa lesi intrakranial
menyebabkan peninggian TIK, namun tidak sampai menyebabkan
hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen dengan hidrosefalus;
ini juga terjadi pada atrofi serebral. Hidrosefalus sebagai kesatuan klinik
dibedakan oleh tiga faktor yaitu peninggian tekanan intraventrikuler,
penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CSS.1
Secara keseluruhan, insiden dari hidrosefalus diperkirakan
mendekati 1:1000. Sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi
untuk tiap-tiap populasi yang berbeda. Kebanyakan hidrosefalus pada
anak-anak adalah kongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi.
Jika hidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh karena
kongenital. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis
bakteri dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih sering pada bayi
daripada anak-anak.1

4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
Identitas Pasien:
Nama : An. E
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 3 tahun
Alamat : Jambi

Keluhan Utama:
± 1 tahun SMRS pasien kepala yang semakin membesar
Riwayat Penyakit Sekarang:
± 1 tahun SMRS, ibu pasien mengeluhkan kepala pasien semakin membesar.
Sejak lahir, ibu pasien sudah mengeluhkan kepala pasien yang ukurannya berbeda
dengan kepala anak normal, serta setiap bulan ukurannya bertambah tapi ibu
pasien tidak menghiraukannya. Pasien pernah dibawa ke poli anak RSUD B yang
kemudian menyarankan untuk dilakukan CT-Scan tetapi ibu pasien menolak.
± 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan muntah, menurut ibu pasien muntah
seperti menyemprot setiap kali pasien diberi makan atau minum. Muntah berisi
makanan apa yang dimakan. Muntah terjadi mendadak tanpa disertai mual.
Keluhan juga disertai nyeri kepala. Nyeri dirasa terus menerus.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
alergi disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal
 Pasien lahir caesar, cukup bulan dan langsung menangis, berat badan lahir
3 kg, sedangkan panjang badan dan lingkar kepala tidak diukur.
 Riwayat tumbuh kembang pasien sesuai usia. Tidak terdapat
keterlambatan pada tumbuh kembang pasien. Imunisasi lengkap

5
Riwayat Penyakit Keluarga:
Dikeluarga tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa.

Riwayat Aktivitas Dan Sosial:


Pasien adalah anak berusia 3 tahun. Menurut ibu pasien, pasien adalah anak yang
aktif dan senang bermain dilingkungan sekitar rumah.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Tampak kurus
Nadi : 97x/menit, teratur, isi cukup
Nafas : 32x/menit, teratur
Suhu : 36,6 C
Kepala : Lingkar kepala: 57 cm, fontanela anterior menonjol.
Mata : Mata mengarah kearah bawah (Sunset phenomenon),
konjungtiva pucat -/-, sklera tidak ikterik. Pupil bulat
isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+.
Leher : Trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, BJ I-II regular, murmur (-),
gallop (-).
Paru : Pernapasan thorakoabdominal, pernapasan simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, sonor dikedua lapang paru,
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen : Soepel, datar, turgor baik, timpani diseluruh lapang
abdomen, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik, edema (-).

6
RENCANA PEMERIKSAAN
 Darah rutin
 CT Scan Kepala

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Darah Rutin
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 g/dl 10,8 – 15,6
Hematokrit 38 % 35 – 43
Leukosit 15.500 /ul 6.000 – 17.000
Trombosit 324.000 /ul 217.000 – 497.000
Eritrosit 5,05 juta/ul 3,60 – 5,20
LED 0,4 0,0 – 10,0
HITUNG JENIS
Basofil 0% 0 -1
Eosinofil 1% 1–5
Netrofil 70 % 25 – 60
Limfosit 27 % 25 – 50
Monosit 5% 1–6
GDS 81 60-100

7
 CT Scan

Gambar 1 CT Scan Kepala Pasien

8
CT scan kepala dengan hasil sebagai berikut :
Jaringan lunak ekstracalvaria dan calvaria masih memberikan bentuk dan densitas
yang normal.
Sulci menyempit dan girus mendatar.
Ventrikel lateralis kanan-kiri, 3, dan 4 melebar.
Sisterna ambiens dan basalis normal.
Tampak lesi hiperdens, irregular di girus kedua hemisfer pasca pemberian kontras.
Tidak tampak lesi hipo/hiperdens di serebellum dan batang otak dengan kontras tidak
tampak penyangatan patologis.
Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah.
Kesimpulan :
 Hidrosefalus
 Udema serebri

DIAGNOSIS KERJA
 Hidrosefalus Non Komunikans

RENCANA PENATALAKSANAAN
Terapi Operatif
 Pemasangan VP Shunt

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Cairan Serebrospinal


3.1.1 Anatomi Aliran Serebrospinal
Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus,
ruang subaraknoid dan vili araknoidea.2 
a. Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan
quartus. Pada saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi
mesenkim pada daerah mielensefalon selama minggu keenam intrauterin.
Pada usia minggu ke-7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan
jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel ependimal.2

Gambar 2. Potongan koronal dari ventrikulus lateralis dan tertius, tampak pleksus
koroideus2

10
b. Sistem ventrikulus
1. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C,
secara anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian
kornu anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus
lateralis menjadi dasar dari septum pelusida.2
2. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalamus dan dibatasi oleh
hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius
berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii.2
3. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior
(bagian dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon)
dan inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi
oleh sel-sel ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari
medulla dan bagian superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii dan melebar
ke foramen lateralis/foramen Luschka.2

Gambar 3. Proyeksi ventrikel lateral, tertius dan quartus pada otak.2

11
c. Spatium/Ruang Subaraknoid

Gambar 4. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid.2

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings yang terdiri dari tiga
lapisan. Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid dan piamater.2
Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria
cranii, kemudian lapisan kedua adalah araknoid. Dan selaput otak (menings) yang
langsung melekat pada girus otak adalah piamater. Antara araknoid dan piamater
terdapat spatium subaraknoid. Spatium subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-
arteri utama yang memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium subaraknoid
melebar dan membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat
cisterna magna.2

d. Granulatio dan vili araknoidea


Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan
penting dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.2

12
Gambar 5. potongan sagital melalui verteks memperlihatkan vena,menings dan
granulatio arknoidea.2

3.1.2. Fisiologi aliran CSS


Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus choroideus
yang terletak di dalam sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis. Produksi
CSS normal adalah 0,20-0,35 mL / menit; atau sekitar 300-500 ml/hari. Kapasitas
ventrikel lateralis dan tertius orang yang sehat adalah 20 mL dan total volume
CSS pada orang dewasa adalah 120-160 mL.2
Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada
ventrikulus lateralis kemudian ke ventrikel tertius melalui foramen
interventrikular (foramen Monroe), dari ventrikel tertius CSS  dialirkan ke dalam
ventrikulus quartus melalui aquaductus cerebri Sylvii, dan pada akhirnya ke ruang
subaraknoid melalui foramen Luschka dan Magendie dan selanjutnya diabsorbsi
di granulatio dan vili araknoidea ke sistem sinus venosus.3

13
Gambar 6. Tanda panah memperlihatkan aliran cairan serebrospinal dari
ventrikulus lateralis ke villi arachnoidea.3

14
3.2. HIDROSEFALUS
3.2.1. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS)
secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi
akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang
subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi dari CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan
terjadi di atas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau
koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada
sistem ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus internal.1
Selain itu beberapa lesi intrakranial menyebabkan peninggian TIK, namun
tidak sampai menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen
dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Hidrosefalus sebagai
kesatuan klinik dibedakan oleh tiga faktor yaitu peninggian tekanan
intraventrikuler, penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CSS.1

Gambar 7. Perbedaan ukuran ventrikel normal dan hidrosefalus.3

3.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus cukup beragam, bergantung pada faktor yang
berkaitan dengannya. Berikut ini klasifikasi hidrosefalus yang sering dijumpai :1

15
a. Menurut gambaran klinik, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus yang tersembunyi (occult
hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas tanda-tanda klinis yang
khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu, hidrosefalus
dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang
tersembunyi.1
b. Menurut waktu pembentukannya, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi pada neonatus atau
berkembang selama intra-uterin disebut hidrosefalus kongenital.
Hidrosefalus yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran
disebut hidrosefalus infantil. Hidrosefalus akuisita adalah hidrosefalus
yang terjadi setelah masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain
setelah masa neonatus.1
c. Menurut proses terbentuknya hidrosefalus, dikenal hidrosefalus akut dan
hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah hidrosefalus yang terjadi
secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
Disebut hidrosefalus kronik apabila perkembangan hidrosefalus terjadi
setelah aliran CSS mengalami obstruksi beberapa minggu.1
d. Menurut sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus
non-komunikans. Hidrosefalus non-komunikans berarti CSS sistem
ventrikulus tidak berhubungan dengan CSS ruang subaraknoid misalnya
yang terjadi bila akuaduktus Sylvii, atau foramina Luschka dan Magendie
tersumbat. Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang
memperlihatkan adanya hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS
dari ruang subaraknoid; contohnya, terjadi bila penyerapan CSS di dalam
vili araknoidalis terhambat.1,4
e. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure
hydrocephalus). Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan
bayi. Kepala bayi tumbuh cepat selama bulan kedua sampai bulan
kedelapan. Sesudah itu disproporsinya berkurang dan kemudian
menghilang sebelum berumur tiga tahun. Hidrosefalus tekanan normal

16
ditandai oleh pelebaran sitem ventrikulus otak tetapi tekanan CSS dalam
batas normal.1

3.2.3. Epidemiologi
Frekuensi hidrosefalus lebih kurang 2 kasus per 1.000 kelahiran.
Frekuensi hidrosefalus dan spina bifida adalah 9,7% diantara kelainan
perkembangan sistem saraf. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.
Juga tidak ada perbedaan ras. Pada remaja dan dewasa lebih sering
disebabkan oleh toksoplasmosis.1
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas
prekembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis,
kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.1
Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran
hidup sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired
hydrocephalus) tidak diketahui secara pasti karena penyebab penyakit
yang berbeda-beda. Pada umumnya, insiden hidrosefalus adalah sama
untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams, X-
linked hydrocephalus ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-
laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus
hidrosefalus.5

3.2.4. Etiologi
Apapun sebab dan faktor resikonya, hidrosefalus terjadi sebagai
akibat obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan produksi CSS. Tempat
predileksi obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvii, foramen
Luschka, foramen Magendi dan vili araknoid.1 Hidrosefalus secara umum
dapat disebabkan oleh banyak hal seperti tumor, infeksi, peradangan dan
perdarahan.6
Obstruksi CSS disebabkan oleh faktor-faktor intraventrikular,
ekstraventrikular dan kelainan kongenital. Faktor intraventrikular meliputi
stenosis herediter, stenosis intraventrikular, ventrikulitis, papiloma pleksus

17
koroideus atau neoplasma lain.1 Faktor ekstraventrikular meliputi stenosis
kompresi akibat tumor dekat ventrikulus, tumor di fossa posterior atau
tumor cerebellum. Kelainan kongenital meliputi malformasi Arnold-Chairi
dan sindrom Dandy Walker.1
Secara terperinci penyebab dari hidrosefalus adalah sebagai berikut:6
a. Hidrosefalus kongenital (congenital Hydrocephalus) pada bayi dan anak-
anak dapat disebabkan oleh:5
 Malformasi batang otak menyebabkan stenosis dari akuaduktus
Sylvius
 Malformasi Dandy-Walker
 Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan tipe 2
 Agenesis dari foramen  Monroe
 Kongenital toksoplasmosis
 Sindrom Bickers-Adams
b. Hidrosefalus akuisita (aquired Hydrocephalus) pada bayi diatas 6 bulan
dan anak-anak dapat disebabkan oleh:5
 Massa lesi: biasanya tumor (misalnya, medulloblastoma,
astrocytoma), tetapi kista, abses, atau hematom juga dapat menjadi
penyebab hidrosefalus ini.
 Perdarahan: perdarahan intraventrikular dapat dikaitkan dengan
prematur, cedera kepala, atau pecahnya suatu malformasi vaskular.
 Infeksi: Meningitis
 Idiopatik
c. Hidrosefalus pada orang dewasa dapat disebabkan oleh:5
 Perdarahan subarachnoid (SAH), menghalangi dan membatasi
penyerapan dari CSS.
 Hidrosefalus idiopatik.
 Tumor bisa menyebabkan penyumbatan di sepanjang jalur CSS.
Tumor yang paling sering berhubungan dengan hidrosefalus adalah

18
ependymoma, papiloma pleksus choroid, adenoma hipofisis,
hipotalamus atau glioma saraf optik, dan metastasis tumor.
 Meningitis.
3.2.5. Patofisiologi

Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:6,7


1. Produksi CSS yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling
jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh
adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula
yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran CSS yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi
cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid.
Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
 Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya
stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
 Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista
arakhnoid, dan hematom.
 Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili
arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan CSS. Kerusakan vili arakhnoidalis dapat
mengakibatkan gangguan absorpsi CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah:
 Postmeningitis
 Post perdarahan subarakhnoid
 Kadar protein CSS yang sangat tinggi
Pada bentuk hidrosefalus akut, didasari oleh faktor mekanik. Perdarahan otak,
tumor/infeksi/abses otak, stenosis akuaduktus cerebri Sylvii, hematoma
ekstradural dan edema otak akut akan mengganggu aliran dan absorbsi CSS

19
sehingga terjadi peningkatan TIK. Akibatnya tekanan intraventrikular meningkat,
sehingga kornu anterior ventrikulus lateral melebar. Kemudian diikuti oleh
pelebaran seluruh ventrikulus lateralis. Dalam waktu singkat diikuti penipisan
lapisan ependim ventrikulus. Hal ini akan mengakibatkan permeabilitas
ventrikulus meningkat sehingga memungkinkan absorbsi CSS dan akan
menimbulkan edema substantia alba di dekatnya.1
Apabila peningkatan absorbsi ini dapat mengimbangi produksinya yang
berlebihan maka tekanannya secara bertahap akan menurun sampai normal,
meskipun penderita masih memeperlihatkan tanda-tanda hidrosefalus. Keadaan
demikian ini disebut hidrosefalus tekanan normal.Namun biasanya peningkatan
absorbsi ini gagal mengimbangi kapasitas produksinya. Sehingga terjadi
pelebaran ventrikulus berkelanjutan dengan tekanan yang juga tetap meningkat.1
Hidrosefalus kronik terjadi beberapa minggu setelah aliaran CSS mengalami
sumbatan atau mengalami gangguan absorbsi, apabila sumbatan dapat
dikendalikan atau dihilangkan, tekanan intraventrikular akan menjadi progresif
normotensif karena adanya resorbsi transependimal parenkim paraventrikular.
Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular mengakibatkan sistem
venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliaran darah, sehingga terjadi
hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim (kehilangan lipid dan protein).
Akibat lebih jauh adalah terjadinya dilatasi ventrikulus karena jaringan
periventrikular menjadi atrofi.1
Patofisiologi hidrosefalus komunikans dan non-komunikas dapat dijelaskan
sebagai berikut:8
a. Pada hidrosefalus komunikans terjadi hubungan langsung antara CSS
sistem ventrikulus dan CSS di ruang subaraknoid. Hambatan aliran CSS
pada tipe ini biasanya pada bagian distal dari sistem ventrikulus ini, yaitu
pada ruang subaraknoid (sebagai akibat fibrosis dari infeksi sebelumnya)
atau pada granulatio arachnoidea (sebagai akibat kelainan bentuk  struktur
ini). Hal ini mengakibatkan akumulasi CSS dan pembesaran ruang
ventrikulus.

20
b. Pada hidrosefalus nonkomunikans, CSS pada ruang ventrikulus tidak bisa
mencapai ruang subaraknoid karena adanya hambatan aliran CSS pada
foramen Monroe, aquaductus cerebri Sylvii atau pada foramen Magendi
dan Luschka. Obstruksi pada foramen Monroe misalnya diakibatkan oleh
tumor, menghalangi aliran CSS dari ventrikulus lateralis ke ventrikulus
tertius, mengakibatkan akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus
lateralis pada sisi yang mengalami sumbatan. Obstruksi aquaductus cerebri
Sylvii oleh tumor, peradangan atau atresia kongenital mengakibatkan
akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus tertius dan kedua
ventrikulus lateralis. Obstruksi pada foramen Magendi dan Luschka oleh
tumor, inflamasi atau atresia Kongenital mengakibatkan akumulasi dan
pembesaran pada ventrikulus quartus, ventrikulus tertius dan kedua
ventrikulus lateralis.

3.2.6. Diagnosis
3.2.6.1. Gambaran Klinik
Gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab,
lokasi obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi dari peningkatan TIK. Rincian gambaran klinik adalah sebagai
berikut:5
a. Neonatus
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang
bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak,
sehingga apabila dijumpai gejala-gejala seperti diatas, perlu dicurigai
hidrosefalus.5
b. Anak berumur kurang dari 6 tahun
Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi
peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang muntah di pagi hari.

21
Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan
visus.5
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara
berjalan. Hal ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks
parietal sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang medial
lebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang khas.5
Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar.
Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik akan terlihat adanya labilitas
emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi.5
Pada anak dibawah enam tahun, termasuk neonatus, akan tampak
pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara sempurna. Pembesaran
kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan mengukur lingkar kepala.
Kepala yang besar (makrosefal) belum tentu disebabkan oleh hidrosefalus tetapi
bisa disebabkan oleh kraniostosis.5
Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang dan padat.
Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti tidak ada
hidrosefalus. Pada umur satu tahun, fontanela anterior sudah menutup atau oleh
karena rongga tengkorak yang melebar maka TIK secara relatif akan mengalami
dekompresi. 5
Perkusi pada kepala anak memberi sensasi yang khas. Pada hidrosefalus
akan terdengar suara yang sangat mirip dengan suara ketuk pada semangka
masak. Pada anak lebih tua akan terdengar suara kendi retak (cracked-pot). Hal ini
menggambarkan adanya pelebaran sutura.5
Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila bayi menangis.
Peningkatan TIK akan mendesak darah vena dari alur normal di basis otak menuju
ke sistem kolateral.5
Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang
disebut sebagai setting-sun sign (sklera yang berwarna putih akan tampak diatas
iris). Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan letak lesi,
sering dijumpai pada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa. 5

22
Kadang-kadang terlihat nistagmus dan strabismus. Pada hidrosefalus yang
sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil.5
c. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu
gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang terjadi pada 1/3 kasus
hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologi pada umumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan atau paralisis nervus
abdusens. 5
d. Hidrosefalus tekanan normal (Hydrocephalic Ex-vacuo)
Hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan berjalan dan
inkontinensia urin. Hal ini terutama pada penderita dewasa. Gangguan berjalan
dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan pengurangan ketinggian
langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di permukaan jalan dengan kekuatan
yang bervarisasi. Pada saat mata tertutup akan tampak jelas ketidakstabilan postur
tubuh. Tremor dan gangguan gerakan halus jari-jari tangan akan mengganggu
tulisan tangan penderita.5

3.2.6.2. Gambaran Radiologi


a. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala dapat memberikan informasi penting seperti ukuran
tengkorak, tanda peningkatan TIK, massa pada fossa cranii serta kalsifikasi
abnormal. Hidrosefalus pada foto polos kepala akan memberikan gambaran
ukuran kepala yang lebih besar dari orang normal, pelebaran sutura, erosi dari
sella tursica, gambaran vena-vena kepala tidak terlihat dan memperlihatkan jarak
antara tabula eksterna dan interna menyempit. Selain itu, untuk kasus yang sudah
lama sering ditemukan gambaran impressiones digitate akibat peningkatan TIK.9

23
Gambar 9. Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus.Tampak kepala yang
membesar kesemua arah. Namun, tidak terlihat vena-vena kepala pada foto
diatas.9

b. USG
Pada 6-12 bulan pertama kehidupan, diagnosis hidrosefalus dapat
ditegakkan dengan USG. Pada USG akan tampak dilatasi dari ventrikel tetapi
USG sangat jarang digunakan dalam mendiagnosis hidrosefalus.10

(a)

24
(b)

Gambar 10a & b. Foto USG kepala fetus pada trimester ketiga. Tampak dilatasi
bilateral dari kedua ventrikel lateralis (gambar a) dan penipisan jaringan otak
(gambar b).10

c. CT Scan
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari
ventrikel. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan
ukuran dari tumor tersebut. Pada pasien dengan hidrosefalus akan tampak dilatasi
dari ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi sumbatan yang
menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Dengan CT Scan saja hidrosefalus sudah
bisa ditegakkan.11

25
Gambar 11. CT Scan kepala potongan axial pada pasien
hifrosefalus,dimana tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis.5

d. MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari hidrosefalus
tersebut. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan
ukuran dari tumor tersebut. Selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat
penipisan dari korpus kalosum.12

26
Gambar 12. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie.Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis dan quartus serta peregangan korpus kalosum.12

a b

Gambar 13a & b. MRI potongan axial pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis (gambar a) dan ventrikel quartus (gambar b).12

27
 

Gambar 14. MRI pada Neoplasma di vermis cerebellum dengan hidrosefalus


obstruktif (nonkomunikans). Tampak massa menekan ventikulus quartus dan
menyebabkan hidrosefalus obstruktif (gambar a).12

3.2.7. Diagnosis Banding


Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang
hampir sama dengan holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi cerebri.13
a. Holoprosencephaly13
Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari jaringan otak
untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat dari holoprosencephaly
adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh kelainan wajah, ventrikel lateralis,
septum pelusida dan atrofi nervus optikus. Bentuk lain dari holoprosencephaly
adalah semilobaris holoprosencephaly dimana otak cenderung untuk berproliferasi
menjadi dua hemisfer. Karena terdapat hubungan antara pembentukan wajah dan
proliferasi saraf, maka kelainan pada wajah biasanya ditemukan pada pasien
holoprosencephaly.
b. Hydranencephaly14
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi arteri
karotis interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena itu, sebagian

28
besar dari hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx cerebri membedakan
antara hydranencephaly dengan holoprosencephaly. Jika kejadian ini muncul lebih
dini pada masa kehamilan maka hilangnya jaringan otak juga semakin besar.
Biasanya korteks serebri tidak terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala
kecil tetapi karena CSS terus di produksi dan tidak diabsorbsi sempurna maka
terjadi peningkatan TIK yang  menyebabkan ukuran kepala bertambah dan terjadi
ruptur dari falx serebri.
c. Atrofi Serebri15
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan
dilatasi ventrikel karena penuaan. Tetapi atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel
atau jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan
otak (neuron dan sambungan antarneuron). Biasanya disebabkan oleh penyakit-
penyakit degeneratif seperti multiple sklerosis, korea huntington dan Alzheimer.
Gejala yang muncul tergantung pada bagian otak yang mengalami atrofi. Dalam
situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi
secara pasif dengan CSS.

3.2.8. Penatalaksanaan
a. Secara medikamentosa:5
 Pengobatan dengan farmakologi dilakukan untuk menunda operasi.
Biasa dilakukan pada bayi prematur dengan hidrosefalus post
perdarahan.
 Pengobatan dengan farmakologi tidak efektif untuk jangka waktu
yang lama.
 Pengobatan secara farmakologi bekerja dengan mengurangi produksi
CSS (Acetazolamide atau furosemide) dan meningkatkan penyerapan
CSS.
 Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi tidak
memerlukan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50
mg/kgBB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretik dan

29
kortikosteroid dapat diberikan walaupun hasilnya kurang
memuaskan.1
b. Operasi
Operasi merupakan pilihan terapi pada hidrosefalus. Pungsi lumbal
ulangan dapat dilakukan pada pasien hidrosefalus setelah terjadinya perdarahan
interventrikular. Shunt merupakan terapi yang banyak dilakukan pada kebanyakan
orang.  Prinsip dari shunt adalah membentuk hubungan atau saluran antara
ventrikulus dengan rongga pleura atau peritoneum. Hanya 25% pasien dapat
diobati tanpa melakukan shunt. Terdapat 2 macam operasi shunting yaitu sebagai
berikut:6
 Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
 Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
- Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
- Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
- Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.
- Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke bronkus.
- Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum.
- Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

30
b. “ Lumbo Peritoneal Shunt “
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Lumboperitoneal Shunt, hanya digunakan pada hidrosefalus komunikans, fistula
CSS dan pseudotumor.

 Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV)


Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) merupakan terapi pilihan
bagi hidrosefalus obstruktif yang diindikasikan untuk kasus seperti stenosis
akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy
Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1,
hematoma intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior
dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada kasus block shunt atau slit
ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi hidrosefalus pasca
perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan
radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca
operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.6,7

Lewat kraniotomi, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,


dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel
III dapat mengalir keluar.6

31
3.2.9. Prognosis
a. Kelangsungan Hidup (Quo ad Vitam)
Prognosis atau keberlangsungan penyakit sangat ditentukan oleh adanya
kelainan neural dan ekstraneural yang menetap. Pada sebagaian besar kasus, 50 %
kasus meninggal saat masih dalam uterus atau dilakukan terminasi pada
kehamilan karena adanya ketidaknormalan yang terdeteksi. Dan 50% sisanya
berkembang menjadi ventricolomegaly yang progresif. Pada bayi seperti ini,
segera setelah dilakukan shunt akan memberikan hasil yang baik.4
b. Kelangsungan Organ (Quo ad Functionam)
Pada anak-anak dengan hidrosefalus terjadi peningkatan ketidakmampuan
mental dan kognitif. Kemampuan atau pengetahuan umum sangat berkurang bila
dibandingkan dengan populasi anak-anak pada umumnya, kebanyakan anak
mengalami keterbelakangan mental, verbal dan memori. Selain itu juga
menyebabkan kelainan pada mata.4

32
3.3 Tekanan Tinggi Intrakranial (TIK)
3.3.1 Defenisi
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam
rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral
otak. Tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15
mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu
otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan
darah (sekitar 10%).17
TIK normal bervariasi menurut umur, posisi tubuh, dan kondisi klinis.
TIK normal adalah 7-15 mmHg pada dewasa yang berbaring, 3-7 mmHg
pada anak-anak, dan 1,5-6 mmHg pada bayi cukup umur. Definisi hipertensi
intracranial tergantung pada patologi spesifik dan usia, walaupun TIK >15
mmHg umumnya abnormal. Contohnya TIK >15 mmHg umumnya
abnormal, akan tetapi penanganan diberikan pada tingkat berbeda tergantung
patologinya. TIK >15 mmHg memerlukan penanganan pada pasien
hidrosefalus, sedangkan setelah cedera kepala, penanganan diindikasikan bila
TIK >20 mmHg. Ambang TIK bervariasi pada anak-anak dan telah
direkomendasikan bahwa penanganan sebaiknya dimulai selama penanganan
cedera kepala ketika TIK >15 mmHg pada bayi, 18 mmHg pada anak <8
tahun, dan 20 mmHg pada anak yang lebih tua dan remaja.17
Peningkatan volume salah satu komponen akan dikompensasi oleh
penurunan volume komponen lainnya untuk mempertahankan tekanan yang
konstan. Jaringan otak pada dasarnya tidak dapat dimampatkan, jadi
peningkatan TIK karena pembengkakan otak akan mengakibatkan ekstrusi
LCS dan darah (terutama vena) dari ruang intrakranial, fenomena ini disebut
kompensasi spasial. LCS memegang peranan pada kompensasi ini karena
LCS dapat dibuang dari ruang intrakranial ke rongga spinalis. Hubungan
antara TIK dan volume intrakranial digambarkan dalam bentuk kurva yang
terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian pertama kurva adalah datar sebab
cadangan kompensasi adekuat dan TIK tetap rendah walaupun volume

33
intraserebral meningkat (A-B). Bila mekanisme kompensasi ini lemah, kurva
akan naik secara cepat. Compliance intrakranial sangat menurun dan sedikit
peningkatan volume akan menyebabkan peningkatan TIK (B-C). Pada TIK
yang tinggi, kurva kembali datar akibat hilangnya kapasitas arteriol otak
untuk melebar sebagai respons terhadap penurunan CPP. Tekanan jaringan
otak yang tinggi menyebabkan gagalnya fungsi pembuluh darah sebagai
respon serebrovaskular (C-D).17
Peningkatan TIK pada cedera kepala dapat berkaitan dengan lesi
massa intrakranial, cedera kontusio, pembengkakan pembuluh darah, dan
edema otak. Baru-baru ini studi klinis telah menunjukkan bahwa edema otak
adalah penyebab utama yang bertanggung jawab atas pembengkakan otak
setelah cedera kepala. Edema otak vasogenik dianggap sebagai edema yang
lazim setelah cedera kepala, tetapi studi MRI (Magnetic Resonance Imaging)
terbaru menunjukkan bahwa, pada pasien dengan pembengkakan otak yang
signifikan, edema seluler atau sitotoksik terjadi karena akumulasi air
intraseluler. Bila autoregulasi serebral tidak ada, peningkatan tekanan darah
arteri menyebabkan peningkatan volume darah otak (Cerebral Blood
Volume/CBV) dan TIK. Peningkatan CBV dan TIK juga bisa terjadi sebagai
respon terhadap perubahan kondisi sistemik seperti tekanan CO2 arterial,
temperatur dan tekanan intrathorakal dan intraabdominal, atau karena
peristiwa intrakranial seperti kejang. Hipertensi intrakranial juga bisa terjadi
karena gangguan aliran LCS baik akut maupun kronik (hidrosefalus),
seringkali difus, atau proses patologi seperti edema serebri akibat gagal
hati.17

3.3.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering dari peningkatan tekanan intrakranial
yaitu, trauma kepala, tumor otak, perdarahan subarachnoid,
ensepalopaties, toxic, dan viral. Peningkatan TIK paling sering
berhubungan dengan lesi otak yang meluas (seperti perdarahan), obstruksi
aliran CSF (seperti dalam tumor) dan formasi CSF meningkat seperti

34
hidrosefalus dan swelling dan edema otak. Keadaan lain yang dapat
meningkatkan TIK, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Gangguan pada CSF
1. Perubahan absorbsi CSF seperti stenosis Aquadatus, meningitis, infeksi
otak lain yang menyebar ke ruang dimana CSF berada, kompresi atau
obstruksi pada jalur CSF, edema interstisial, fistula pada dura.
2. Perubahan pada produksi CSF seperti: gangguan fleksus koroid, hiper
atau hipo osmolal, keadaan hidrocepalik kronik.
b. Gangguan serebrovaskular
1. Kerusakan pada otak sentral seperti trombosis, emboli, arteri vena
malformasi, aneurisma, hemoragik dan formasi hematom, edema
vasogenik, hipervaskularisasi pada tumor otak.
2. Gangguan perifer yang menimbulkan ketidakseimbangan status
serebrovaskuler seperti: hipo atau hiiper kardia, oklusi atau kompresi
vena jugularis internal, sindrom vena kava superior, CHF, dan keadaan
overload cairan dan syok yang menimbulkan hipoksia otak.
c. Keadaan yang mempengaruhi parenkim otak seperti trauma kepala,
termasuk hemoregik, tumor, edema serebral, abses, toksik ensepalopati.

3.3.3 Patofisiologi
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah
pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak
beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK
dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari
kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung
kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada
satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul
gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun
dimulai.16
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak.
Ketika volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi

35
asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah.
Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada
hipoksia jaringan otak dan iskemia. Kompensasi tahap akhir dan paling
berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah
falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses
ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi
batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial.16
Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari
atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang
dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi
batang otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak
dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu
kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih
rendah. Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter
pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama
perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan
meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat
menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang
lebih lama untuk kembali ke batas normal.16
Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan
pembuluh darah dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada
duramater yang sensitif dan berbagai struktur dalam otak. Indikasi
peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan penyebab naiknya
tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari
peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti
kelelahan, iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam
berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut
jantung. Sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi.
Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK. Cushing triad yaitu
peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan pulsasi

36
adalah respon lanjutan dan menunjukkan peningkatan TIK yang berat
dengan hilangnya aoturegulasi.16
Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi
neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik
menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan
dengan pemeriksaan diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan,
MRI. Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena berisiko terjadinya
herniasi batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih
rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan serebrospinal di
lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan
serebrospinal intracranial.16

3.3.4 Manifestasi Klinis


Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis yang dapat
dilihat seperti :
1. Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa
dan kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada
waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral
meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood
flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial.
Juga lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan
atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari
10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri
kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai
dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala
terasa dibagian belakang dan leher.
2. Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan
biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat
tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau

37
tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang
untuk sementara waktu.
3. Kejang
Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan
merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak
sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan
pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya
terlihat pada stadium yang lebih lanjut.
4. Papil edema
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi
intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan
oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan
kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada
80% anak dengan tumor otak.
5. Gejala lain yang ditemukan:
 False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral,
respons ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan
endokrin
 Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi
tumor yaitu :
i. Tumor lobus frontalis
Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya
gangguan fungsi intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:
- apatis dan masa bodoh
- euforia
Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe
tersebut. Bila masa tumor menekan jaras motorik maka
akan menyebabkan hemiplegi kontralateral. Tumor pada lobus
yang dominan akan menyebabkan afasia motorik dan disartri.
ii. Tumor lobus parietalis

38
Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan
kejang umum atau fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila
tumor terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan
afasia sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger
agnosia.
iii. Tumor lobus temporalis
Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat
menyebabkan hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor
atau bangkitan kejang yang didahului oleh auraolfaktorius,
atau halusinasi visual dari bayangan yang kompleks. Tumor
yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat
menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia.
iv. Tumor lobus oksipitalis
Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan
lapangan pandang kuadrantik yang kontralateral atau
hemianopsia dimana makula masih baik. Dapat terjadi
bangkitan kejang yang didahului oleh aura berupa kilatan sinar
yang tidak berbentuk.
v. Tumor fossa posterior
Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu
sirkulasi cairan serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala
tekanan tinggi intrakranial. Keluhan nyeri kepala, muntah
dan papil edem akan terlihat secara akut, sedangkan tanda-
tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.

3.3.5 Komplikasi
Komplikasi dari peningkatan Tekanan Intrakranial, yaitu:
1. Herniasi batang otak
2. Ireversible anoxia otak.

39
3. Diabetes Insipidus akibat penurunan sekresi ADH kelebihan urine,
penurunan osmolaritas urine, serum hiperosmolaritas dengan terapi:
cairan, elektrolit, vasopresin.
4. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) peningkatan
sekresi ADH  kebalikan diabetes insipidus, terapi: batasi cairan, 3%
hipertonic saline solution hati-hati central pontine myelolysis tetraplegia
dengan defisit nerves cranial. Terapi lain SIADH lithium
carbonate/demeclocycline blok aksi ADH.
3.3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan
menghindari hipotensi (tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Beberapa hal
yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain
adalah :
1.    Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan
memperbaiki venous return
2.    Mengusahakan tekanan darah yang optimal
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema
serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan
mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan
menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3.    Mencegah dan mengatasi kejang
4.    Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5.    Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC
Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat
metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme
serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang,
sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini
pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.
6.    Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit

40
Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma
sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia
akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.
7.    Hindari kondisi hiperglikemia
8.    Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi
hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg
harus segera dikoreksi.
9.    Atasi hipoksia
Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang
akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme.
Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya
asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peningkatan TIK.
10.  Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
11.  Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan
abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir
pernafasan yang berlebihan.

41
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Pada kasus didapat, An. E umur 3 tahun dengan keluhan kepala semakin
membesar.

Anamnesis

± 1 tahun SMRS, ibu pasien mengeluhkan kepala pasien semakin


membesar. Sejak lahir, ibu pasien sudah mengeluhkan kepala pasien yang
ukurannya berbeda dengan kepala anak normal, serta setiap bulan ukurannya
bertambah tapi ibu pasien tidak menghiraukannya. Pasien pernah dibawa ke poli
anak RSUD B yang kemudian menyarankan untuk dilakukan CT-Scan tetapi ibu
pasien menolak.
± 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan muntah, menurut ibu pasien
muntah seperti menyemprot setiap kali pasien diberi makan atau minum. Muntah
berisi makanan apa yang dimakan. Muntah terjadi mendadak tanpa disertai mual.
Keluhan juga disertai nyeri kepala. Nyeri dirasa terus menerus.
Berdasarkan anamnesis, umumnya anak berusia kurang dari 6 tahun
mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi peningkatan TIK. Lokasi nyeri
tidak khas. Kadang-kadang muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Hal ini sesuai
dengan teori gambaran klinis pada hidrosefalus.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lingkar kepala: 57 cm, fontanela
anterior menonjol dan mata mengarah kearah bawah (Sunset phenomenon),
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada anak dibawah enam tahun, termasuk
neonatus, akan tampak pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara
sempurna. Pembesaran kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan
mengukur lingkar kepala. Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa
tegang dan padat. Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang
khas, yang disebut sebagai setting-sun sign (sklera yang berwarna putih akan
42
tampak diatas iris). Hal ini sesuai dengan teori pemeriksaan fisik pada
hidrosefalus.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada hasil CT-Scan Sulci

menyempit dan girus mendatar, ventrikel lateralis kanan-kiri, 3, dan 4 melebar,


tidak tampak pergeseran struktur garis tengah.
Pada pemeriksaan CT-Scan pasien dengan hidrosefalus akan tampak
dilatasi dari ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi sumbatan yang
menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Dengan CT Scan saja hidrosefalus sudah
bisa ditegakkan. Hal ini sesuai dengan teori pemeriksaan CT-Scan pada
hidrosefalus.

Diagnosa

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien


An.E usia 3 tahun jenis kelamin laki-laki didiagnosa dengan hidrosefalus non-
komunikans.

Tatalaksana

Pada kasus ini pasien dilakukan tatalaksana berupa VP-Shunt

Menurut teori, operasi merupakan pilihan terapi pada hidrosefalus. Shunt


merupakan terapi yang banyak dilakukan pada kebanyakan orang.  Prinsip dari
shunt adalah membentuk hubungan atau saluran antara ventrikulus dengan rongga
pleura atau peritoneum. Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum. Hal ini sesuai dengan teori tatalaksana pada hidrosefalus.

43
BAB V
KESIMPULAN

Hidrosefalus adalah merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS)


secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi
akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang
subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi dari CSS. Apapun sebab dan faktor resikonya,
hidrosefalus terjadi sebagai akibat obstruksi, gangguan absorbsi atau kelebihan
produksi CSS. Tempat predileksi obstruksi adalah foramen Monroe, foramen
Sylvii, foramen Luschka, foramen Magendi dan vili araknoid. Hidrosefalus secara
umum dapat disebabkan oleh banyak hal seperti tumor, infeksi, peradangan dan
perdarahan.
Menurut gambaran klinik, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus).
Menurut waktu pembentukannya, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita. Menurut proses terbentuknya hidrosefalus, dikenal
hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Menurut sirkulasi CSS, dikenal
hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non-komunikans. Dan ada pula
pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure
hydrocephalus).
Gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab,
lokasi obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi dari peningkatan TIK.
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun kearah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang
bersifat proyektil. Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu
manifestasi peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang muntah di
pagi hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan

44
cara berjalan. Tampak pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara
sempurna. Pembesaran kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan
mengukur lingkar kepala. Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa
tegang dan padat. Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti
tidak ada hidrosefalus. Perkusi pada kepala anak memberi sensasi yang khas. Pada
hidrosefalus akan terdengar suara yang sangat mirip dengan suara ketuk pada
semangka masak. Pada anak lebih tua akan terdengar suara kendi retak (cracked-
pot). Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila bayi menangis.
Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang disebut
sebagai setting-sun sign (sklera yang berwarna putih akan tampak diatas iris).
Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan letak lesi, sering
dijumpai pada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa.  Kadang-kadang
terlihat nistagmus dan strabismus.Pada hidrosefalus yang sudah lanjut dapat
terjadi edema papil atau atrofi papil.
Pada dewasa, gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala.
Sementara itu gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang terjadi pada
1/3 kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologi pada umumnya
tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan atau paralisis nervus
abdusens. Pada hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan
berjalan dan inkontinensia urin.
Tatalaksana yang diberikan dapat berupa secara farmakologis namun yang
paling baik adalah tindakan operasi. Farmakologis ditujukan untuk penurunan
TIK sebelum operasi. Operasi yang dilakukan paling banyak adalah
ventriculoperitoneal shunt dan prognosis yang diberikan cukup baik.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam:


Harsono, Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press; 2005. Hal. 209-16.
2. Barker RA, Barasi S, Neal MJ. Meninges and Cerebrospinal Fluid.
In:Neuroscience at a glance. United states of America: Blackwell Science;
2000. p. 40-1.
3. Guyton AC, Hall JE. Cerebral Blood Flow, Cerebrospinal Fluid, and Brain
Metabolism. In: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Pennyslvania:
Elsevier Inc; 2006. p 761-8.
4. Bonnemann CG, Golden JA. Developmental Structural Disorders. In:
Goetz CG, Editor. Textbook of Clinical Neurology. 2nd Ed. Pennsylvania:
Saunders; 2003. p 553-6.
5. Varma R, Williams SD. Wessel HB. Neurology. In: Zitelli BJ, Davis HW,
Editor. Atlas of Pediatric Physical Diagnosis. 5th Ed. New York: Blackwell
Science; 2000. p 562-86.
6. Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dalam: Dexa Medica Jurnal
Kedokteran dan Farmasi. Dexa Medica. 2006;1(19):40-48.
7. Apriyanto, Agung RP, Sari F. Hidrosefalus pada Anak. Jambi Medical
Journal. 2013;1(1): 61-67.
8. Porth CM, Gaspard KJ. Alterations in Brain Function. In: Essentials of
Pathophysiology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. p
667-71.
9. Scarabino T, Salvolini U, Jinkins JR. Intracranial Hypertension.
In: Emergency Neuroradiology. New York: Springer Berlin Heilberg;
2006. p 203-11.
10. Sjair Z. Tomografi Komputer Kepala. Dalam: Ekayuda I, Editor.
Radiologi Diagnostik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p 387-
91.
11. Kurtz AB, Johnson PT. Hydranencephaly. In:Radiology. Philadelphia:
RSNA; 1999. p 419-22.
12. Barnes P, Levine D. MR Imaging of Fetal CNS Abnormalities. In: Levine
D, Editor. Atlas of Fetal MRI. New York: Taylor & Francis; 2005. p 25-
47.
13. Fenichel GM. Increased Intracranial Pressure; Disorders of Cranial
Volume and Shape. In:Clinical Pediatric Neurology A Signs and
Symptoms Approach. 5thEd. Pennyslvania: Elsevier Inc.; 2005. p 91-7;
353-69.
14. Johnston MV, Kinsman S. Congenital Anomalies of the Central Nervous
System. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. 17th Ed. Pennsylvania: Saunders; 2004. p 1983-92.
15. Tanenbaun LN. Degenerative, Toxic, and Metabolic Diseases. In: Zee CS,
Editor.  Neuroradiology A Study Guide. New York: McGraw-Hill; 1996. p
323-6.

46
16. Black JM, Hawks JH. Medical Surgical Nursing. Newyork: Elsevier;
2005.
17. Smith M. Monitoring Intracranial Pressure in Traumatic Brain Injury.
International Anesthesia research Society. Volume 106; 2008.

47

Anda mungkin juga menyukai