Anda di halaman 1dari 13

Pengertian DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) (Inggris: Dengue Hemorrhagic Fever – DHF) adalah suatu
penyakit infeksi virus yang berat dan berpotensi mematikan yang disebarkan oleh spesies
nyamuk tertentu dalam hal ini nyamuk Aedes aegypti. Pasien demam berdarah dengue yang
mengalami syok hipovolemik akibat kebocoran plasma disebut dengue shock syndrome
(DSS) yang dapat berakibat fatal.

Epidemiologi DBD
Menurut WHO, dengue adalah penyakit virus yang yang paling umum ditularkan oleh
nyamuk ke manusia, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan
utama masyarakat internasional. Secara global, 2.5 miliar orang tinggal di daerah di mana
virus dengue dapat ditransmisikan. Penyebaran geografis antara vektor nyamuk dan virus
telah menyebabkan epidemi demam berdarah secara global dan kedaruratan demam berdarah
dengue dalam 25 tahun terakhir dengan perkembangan hiperendemisitas di pusat-pusat
perkotaan daerah tropis.

Patofisiologi DBD
Patofisiologi utama DBD atau DSS adalah kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga perpindahan plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler. Jika tidak ditangani dengan benar sering terjadi komplikasi lebih parah
sampai kematian. Ada dua perubahan patofisiologis utama yang terjadi pada DBD. Pertama
adalah peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang meningkatkan hilangnya plasma dari
kompartemen vaskular.

Situasi ini mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda-tanda lain dari
syok. Perubahan kedua adalah gangguan yang mencakup perubahan dalam hemostasis
vaskular, trombositopenia, dan koagulopati. Kerusakan trombosit terjadi dalam kualitatif dan
kuantitatif, jumlah trombosit selama fase akut DBD dapat habis. Oleh karena itu, meskipun
jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm3, waktu perdarahan masih dapat memanjang.

Penyebab DBD
Virus dengue adalah penyebab demam berdarah dengue. Diketahui ada empat jenis virus
yang mengakibatkan demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Kekebalan
dari berbagai tipe virus dengue yang berbeda memainkan peran penting dalam keparahan
penyakit. Keempat serotipe virus yang berbeda tersebut berkaitan erat. Pemulihan dari infeksi
dari yang satu serotipe memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tertentu.
Namun, kekebalan silang terhadap serotipe lain setelah pemulihan hanya parsial dan
temporer. Infeksi berikutnya oleh serotipe lain meningkatkan risiko berkembangnya demam
berdarah yang parah.

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyebab demam berdarah. Virus
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk betina yang terinfeksi. Setelah masa inkubasi
virus selama 4-10 hari, nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa
hidupnya. Manusia yang terinfeksi adalah pembawa utama dan pengganda dari virus. DBD
bisa dikatakan penyakit menular dimana pasien yang telah terinfeksi virus dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari, maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah
gejala pertama mereka muncul.

Aedes albopictus, vektor demam berdarah yang kedua di Asia, dan telah menyebar ke
Amerika Utara dan Eropa. Penyebaran ini sebagian besar karena perdagangan internasional.
Ae. albopictus sangat adaptif dan karena itu dapat bertahan hidup di daerah beriklim dingin di
Eropa.

Gejala, tanda-tanda dan diagnosis DBD


Gejala awal dari demam berdarah dengue mirip dengan demam dengue biasa. Demam
dengue seperti flu yang mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tetapi jarang
menyebabkan kematian. Pada demam berdarah dengue, setelah beberapa hari pasien akan
menjadi mudah marah, gelisah, dan berkeringat.

Demam dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40° C/104 ° F) disertai oleh dua gejala
berikut: sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, otot dan nyeri sendi, mual/muntah,
kelenjar bengkak atau adanya ruam. Biasanya berlangsung selama 2-7 hari, setelah masa
inkubasi 4-10 hari akibat gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.

Dikatakan demam berdarah karena mungkin akan muncul bintik-bintik darah berukuran kecil
di kulit yang dinamakan petechiae dan berukuran lebih lebar bawah kulit dinamakan
ekimosis. Jika terjadi syok dapat menyebabkan kematian. Jika pasien dapat bertahan,
pemulihan dimulai setelah masa krisis satu hari.

Demam berdarah yang parah merupakan komplikasi yang berpotensi mematikan karena
plasma bocor, terjadi akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah, atau
rusaknya fungsi organ. Tanda-tanda peringatan muncul 3-7 hari setelah gejala pertama dalam
hubungannya dengan penurunan temperatur (di bawah 38°C/100°F) dan munculnya nyeri
perut yang parah, muntah terus menerus, napas cepat, gusi berdarah, kelelahan, gelisah,
muntah darah. 24-48 jam berikutnya dari tahap kritis dapat mematikan, perawatan medis
yang tepat diperlukan untuk menghindari komplikasi dan risiko kematian.

Klasifikasi Derajat Demam Berdarah Dengue


DBD diklasifikasikan menjadi 4 derajat, di mana derajat III dan IV dianggap sebagai DSS.
Adanya trombositopenia, disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II dari demam
dengue biasa.

 Derajat 1: Demam disertai dengan gejala non-spesifik, satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah tes tourniquet positif dan/atau mudah memar.
 Derajat II: Perdarahan spontan selain manifestasi perdarahan di derajat I, biasanya
dalam bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
 Derajat III: Terjadi kegagalan sirkulasi dengan gejala klinis nadi cepat, lemah dan
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, kulit dingin, lembab dan cemas.
 Derajat IV: Syok berat dengan tekanan darah atau denyut nadi tidak terdeteksi.

Pemeriksaan Fisik DBD


Ada beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk demam berdarah dengue yaitu:

 Adanya pembesaran hati (Hepatomegali)


 Ruam-ruam kulit
 Mata memerah
 Tenggorokan memerah
 Pembengkakan kelenjar
 Nadi lemah
Tes yang dilakukan

 Pemeriksaan gas darah arteri


 Pemeriksaan kuagulasi darah
 Elektrolisis
 Hitung hematokrit
 Enzim hati
 Jumlah platelet
 Pemeriksaan serologis
 Tes Tourniquet
 X-ray dada yang kemungkinan adanya efusi pleura

Pengobatan DBD
Sampai saat ini tidak ada obat atau vaksin yang spesifik untuk menangani virus demam
berdarah dengue, satu-satunya pengobatan adalah dengan mengatasi gejala yang terjadi.

 Pemberian transfusi darah segar atau trombosit dapat memperbaiki masalah


pendarahan.
 Cairan Intravena (IV) dan elektrolit juga digunakan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit.
 Terapi oksigen mungkin diperlukan untuk mengatasi oksigen darah rendah yang
abnormal.
 Rehidrasi dengan cairan intravena (IV) seringkali diperlukan untuk mengobati
dehidrasi.
 Perawatan pendukung dalam Intensif Care Unit (ICU).

Prognosis DBD
Dengan perawatan yang cepat dan agresif, kebanyakan pasien sembuh dari demam berdarah
dengue. Namun, setengah dari pasien yang tidak diobati dan telah mengalami syok tidak
dapat bertahan hidup.
Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid atau tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi

pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, yang

biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Dewi Pudiastuti R, 2010).

Demam tifoid atau typhoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama

disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari

salmonelosis. Jenis lain dari demam interik adalah demam paratifoid yang di sebabkan oleh

S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula S.

Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik

yang lain (Widagdo. 2011)

Penularan demam tifoid terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar

Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphosa yang terdapat didalam air, es, debu maupun

benda lainnya. Kuman tifoid dapat berasal dari karier demam tifoid yang merupakan sumber

penularan yang sukar diketahui karena mereka tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.

(Soedarto, 2009)

Pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan masa yang berbahaya.

Pada miggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang ringan

sampai berat bahkan kematian. Penyembuhannya adalah dengan terapi yang tepat. Tanpa

terapi yang tepat, penderita tidak akan selamat dari komplikasi demam tifoid (Dewi

Pudiastuti R, 2010).

Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), beberapa komplikasi yang sering terjadi pada

demam tifoid adalah sebagai berikut:

a.       Perdarahan usus dan perforasi


Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari

demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Perdarahan usus umumnya ditandai dengan :

1)      Perut membesar

2)      Keluhan nyeri perut

3)      Nyeri pada perabaan

4)      Perdarahan saluran cerna sehingga tampak daerah kehitaman yang keluar besama dengan

tinja, dan

5)      Terjadi syok

Perdarahan usus muncul keika ada luka diusus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit

perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Semua itu

memerlukan perawatan medis yang segera.

b.      Komplikasi yang jarang terjadi

1)      Pneumonia

2)      Infeksi ginjal atau kandung kemih

3)      Pembengkakan dan peradangan pada otot antung (miocarditis)

4)      Peradangan pankreas (pankreatitis)

5)      Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis)

6)      Masalah psikiatrik seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.

7)      Komplikasi diluar usus. Terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit. Perlu diberikan

banyak cairan seperti air putih, teh manis, jus buah, atau susu.

8)      Komplikasi dalam usus,

a)      Panas tinggi sampai tidak sadar

b)      Tinja berdarah karena terjadi luka diusus. Usus yang luka ini dapat pecah

c)      Perut kembung

2.      Penyebab
Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), penyebab dari demam tifoid antara lain sebagai

berikut:

a.       Bekteri Salmonella typhi

Demam paratifoid juga dapat disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C, tanda dan

gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan. Bakteri ini hanya menginfeksi

manusia

b.      Pencemaran air minum dan sanitasi yang buruk

Infeksi dapat terjadi dengan meminum air yang telah tercemar bakteri Salmonella. infeksi

juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam tifoid yang

tidak mencuci tangan dengan baik setelah ke toilet.

c.       Makanan dan minuman yang terkontaminasi

3.      Patofisiologi

Kuman masuk malalui mulut sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh

asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus ke jaringan limfoid dan berkembang

biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia

primer) dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa, dan organ lainnya.

Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal

melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua

kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limfa, usus,

dan kandung empedu

Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia pleks player. Ini terjadi pada kelenjar

limfoid usus halus, minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi

plaks player, pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan

sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu

hepar kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.


Gejala demam di sebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan di

sebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi & Rita Yulianni, 2005)

5.      Gejala

Umumnya perjalanan perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan

jarang menetap lebih dari 2 minggu. Gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid

adalah sebagai berikut (Dewi Pudiastuti R, 2010).

a.       Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Ciri-ciri demam yang khas

yaitu:

1) Demam dapat mencapai 39-40 ºC. Awalnya, demam hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu

tubuh turun-naik, pada pagi hari lebih rendah atau normal sedangkan pada sore dan malam

hari lebih tinggi.

2)      Intensitas demam akan semakin tinggi, yang disertai gejala lain seperti:

a)      Mual dan muntah

b)      Diare,

c)      Sakit kepala,

d)     Nyeri otot,

e)      Insomnia,

f)       Pegal, dan

g)      anoreksia.

Pada anak, khusunya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang. Pada minggu ke-2

intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus-menerus. Bila keadaan membaik maka

pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu

ke-3. Tipe demam menjadi tidak beraturan jika ada intervensi pengobatan atau komplikasi.
b.      Gangguan saluran pencernaan

1)      Bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama

2)      Bibir kering dan terkadang pecah-pecah

3)      Sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah

4)      Pada penderita anak, lebih sering mengalami diare.

c.       Hepatosplenomegali

Hepatosplenomegali adalah hati dan atau limpa sering membesar. Hati terasa kenyal

dan nyeri bila ditekan

d.      Gangguan kesadaran

Terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemui

kesadaran apatis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.

Bila gejala klinis berat, penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala

psikosis.

e.       Bradikardia relatif dan gejala lain

Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan

frekuensi nadi. Patokannya adalah bahwa setiap peningkatan 1 ºC tidak diikuti peningkatan

frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam

tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada kulit), yang biasanya di perut bagian atas

jarang ditemukan pada anak.

6.      Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Soedarto (2009), untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, dapat di

tentukan melalui tiga dasar diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis

mikrobiologis, dan diagnosis serologis.

a.       Diagnosis klinis


Gambaran klinis klasik yang sering ditemukan pada penderita demam tifoid dapat

dikelompokkan pada gejala yang terjadi pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga

dan minggu keempat.

1)      Minggu pertama

Demam tinggi lebih dari 40 °C, nadi lemah bersifat dikrotik, denyut nadi bersifat dikrotik,

denyut nadi 80-100 kali permenit

2)      Minggu kedua

Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat,

denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa teraba

3)      Minggu ketiga

Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala dan keluhan berkurang. Sebaliknya

kesehatan penderita memburuk jika masih terjadi delirium, stupor, pergerakan otot yang

terjadi terus menerus, terjadi inkontinensia urine atau alvi. Selain itu tekanan perut

meningkat, terjadi meteorismus dan timpani, disertai nyeri perut. Penderita kemudian

mengalami kolaps akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik

4)      Minggu keempat

Penderita yang keadaannya membaik akan mengalami penyembuhan

b.      Diagnosis mikrobiologis

Metode ini merupakan metode yang paling baik karena spesifik sifatnya. Pada minggu

pertama dan minggu kedua biakan darah dan biakan sumsum tulang menunjukkan hasil

positif, sedangkan pada minggu ketiga dan keempat hasil biakan tinja dan biakan urine

menunjukkan hasil positif kuat

c.       Diagnosis serologis


Tujuan metode ini untuk memantau antibodi terhadap antigen O dan antigen H,

dengan menggunakan uji aglutinasi widal. Jika titer aglutinin 1/200 atau terjadi kenaikan titer

lebih dari 4 kali, hal ini menunjukkan bahwa demam tifoid sedang berlangsung akut.

Penderita demam tifoid umunya juga menunjukkan gambaran hemoglobin yang

rendah dan leukopeni

7.      Pengobatan Demam Tifoid

Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), untuk meminimalisasi komplikasi dan mencegah

pencemaran dan/atau kontaminasi maka dilakukan pengobatan secara maksimal, yaitu dengan

cara berikut.

a.       Nutrisi

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.

Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Cairan parenteral diindikasikan

pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran, serta sulit makan. Diet

harus mengandung kalori dan protein yang cukup, rendah selulosa (rendah serat) untuk

mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya

diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa. 

b.      Bed rest atau tirah baring

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan

perforasi. Bila gejala klinis berat, penderita harus istirahat total.

c.       Antibiotik

Antibiotik merupakan satu-satunya terapi yang efektif untuk demam tifoid. Contoh

antibiotik adalah Kloramfenikol

d.      Terapi simptomatik

Terapi ini dilakukan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni dengan

pemberian vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak,
dan antiemitik bila penderita muntah hebat. Hal yang penting adalah penyediaan air minum

yang bersih. Air yang di gunakan untuk meminum dan dikonsumsi darus direbus dulu sampai

mendidih.

8.      Pencegahan

Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), ada beberapa hal yang dapat mencegah timbulnya

demam tifoid meliputi:

a.       Vaksin typoid

Vaksin tyfoid diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan (booster)

setiap tiga tahun. Namun vaksin tidak boleh diberikan pada orang dengan keadaan yang

hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil dua tahun.

Vaksin tifoid di berikan ke anak umumnya adalah vaksin polisakarida dalam bentuk

injeksi. Vaksin tifoid ini harus diulang setiap tiga tahun sekali.

b.      Air minum

Penggunaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan akan mampu mencegah

demam tifoid

c.     Menjaga kebersihan perorangan, kebersihan lingkungan, pembuangan sampah yang baik, dan

klorinasi air minum (Soedarto, 2009)

d.      Karier demam tifoid harus diobati dengan baik menggunakan ampisilin atau amoksisilin dan

probenesid (Soedarto, 2009)

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook


Epidemiologi tifoid termasuk tinggi di Indonesia karena standar higiene dan sanitasi yang
buruk.

Global

Tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak bergantung pada iklim sebab
penyebaran penyakit ini bersifat fecal-oral. Tifoid lebih banyak dijumpai di negara-negara
berkembang di daerah tropis yang berkenaan dengan ketersediaan air bersih, sanitasi
lingkungan, dan kebersihan individu yang kurang baik. Menurut WHO, sekitar 21 juta kasus
tifoid dan 222.000 kasus kematian berhubungan dengan penyakit ini terjadi secara global tiap
tahunnya, dimana kebanyakan mengenai anak-anak kecil dan usia sekolah di Asia.[7,8]

Tidak ada perbedaan yang nyata antara insidens tifoid pada pria dan wanita. Di daerah
endemik tifoid, insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak, dan orang dewasa sering
mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal

Penyebaran secara geografis terjadi di negara-negara yang memiliki standar higiene dan
fasilitas air minum yang buruk, seperti Asia selatan dan sebagian daerah Indonesia.[6]

Indonesia

Di Indonesia, tifoid merupakan penyakit endemik yang sering bersifat sporadik, terpencar-
pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang
serumah. Karenanya, masalah karier (carrier), relaps, dan resistensi terhadap obat-obatan
yang digunakan makin meningkat. Hal ini menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan.
Di Indonesia, tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, sehingga tidak terlihat adanya
hubungan antara perubahan musim dan peningkatan jumlah kasus tifoid.

Patofisiologi tifoid atau typhoid fever bergantung pada banyaknya organisme kausal yang
masuk.

Bila seseorang menelan Salmonella typhi bersama makanan atau minuman yang tercemar,


sebagian bakteri akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Bakteri yang dapat
bertahan pada pH lambung serendah 1,5 akan masuk ke ileum bagian distal, mencapai
jaringan limfoid lalu berkembang biak, dan menyebabkan hiperplasia Peyeri patches
(selanjutnya disebut sebagai plak Peyeri).  Bakteri yang masuk ke aliran darah, menyebabkan
bakteriemia, akan melepaskan endotoksin yang berperan pada patogenesis tifoid, karena
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri ini berkembang
biak.

Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang


sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Reaksi tubuh
terhadap pirogen ini juga menyebabkan timbulnya manifestasi sistemik seperti sakit kepala,
malaise dan nyeri abdomen.[3] Masa inkubasi sekitar 7-14 hari setelah bakteri tersebut
tertelan sampai onset demam terjadi.[2] Bakteri Salmonella typhi selanjutnya masuk ke
jaringan beberapa organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu.
Etiologi Tifoid
Oleh dr. Riawati Jahja

Etiologi tifoid adalah bakteri gram negatif, bentuk batang, tidak berkapsul, bersifat aerobik
dan anaerob fakultatif, memiliki flagela dan tidak berspora, dinamakan Salmonella
typhi atau Salmonella entérica serotype Typhi [4,5]

Salmonella sp memiliki ciri khas antigen O, H dan Vi. Penyakit tifoid ini sering dihubungkan
dengan paratifoid, yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan gambaran klinis yang sama,
atau menyebabkan enteritis akut disebabkan oleh genus bakteri yang sama dengan
subspesies paratyphi A,B, C. Salmonella typhi  hanya menginfeksi manusia, sedangkan S.
paratyphi menginfeksi manusia dan hewan peliharaan.[6]

Diagnosis Tifoid
Oleh dr. Riawati Jahja

Diagnosis tifoid yang merupakan baku emas adalah melalui kultur darah, walau demikian
pemeriksaan yang umum dilakukan adalah widal yang sudah tidak disarankan untuk
dilakukan dan pemeriksaan serologi seperti Tubex yang belum sepenuhnya terbukti secara
ilmiah.

Anamnesis

Orang dengan tifoid umumnya datang dengan demam non-spesifik yang makin parah setelah
beberapa hari dan tidak ada perbaikan gejala dengan pengobatan suportif. Perlu dipastikan
juga mengenai riwayat mengonsumsi makanan dan minuman yang kurang higienis serta
paparan terhadap lingkungan dengan sanitasi yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai