Demam Berdarah Dengue (DBD) (Inggris: Dengue Hemorrhagic Fever – DHF) adalah suatu
penyakit infeksi virus yang berat dan berpotensi mematikan yang disebarkan oleh spesies
nyamuk tertentu dalam hal ini nyamuk Aedes aegypti. Pasien demam berdarah dengue yang
mengalami syok hipovolemik akibat kebocoran plasma disebut dengue shock syndrome
(DSS) yang dapat berakibat fatal.
Epidemiologi DBD
Menurut WHO, dengue adalah penyakit virus yang yang paling umum ditularkan oleh
nyamuk ke manusia, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan
utama masyarakat internasional. Secara global, 2.5 miliar orang tinggal di daerah di mana
virus dengue dapat ditransmisikan. Penyebaran geografis antara vektor nyamuk dan virus
telah menyebabkan epidemi demam berdarah secara global dan kedaruratan demam berdarah
dengue dalam 25 tahun terakhir dengan perkembangan hiperendemisitas di pusat-pusat
perkotaan daerah tropis.
Patofisiologi DBD
Patofisiologi utama DBD atau DSS adalah kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga perpindahan plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler. Jika tidak ditangani dengan benar sering terjadi komplikasi lebih parah
sampai kematian. Ada dua perubahan patofisiologis utama yang terjadi pada DBD. Pertama
adalah peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang meningkatkan hilangnya plasma dari
kompartemen vaskular.
Situasi ini mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda-tanda lain dari
syok. Perubahan kedua adalah gangguan yang mencakup perubahan dalam hemostasis
vaskular, trombositopenia, dan koagulopati. Kerusakan trombosit terjadi dalam kualitatif dan
kuantitatif, jumlah trombosit selama fase akut DBD dapat habis. Oleh karena itu, meskipun
jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm3, waktu perdarahan masih dapat memanjang.
Penyebab DBD
Virus dengue adalah penyebab demam berdarah dengue. Diketahui ada empat jenis virus
yang mengakibatkan demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Kekebalan
dari berbagai tipe virus dengue yang berbeda memainkan peran penting dalam keparahan
penyakit. Keempat serotipe virus yang berbeda tersebut berkaitan erat. Pemulihan dari infeksi
dari yang satu serotipe memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tertentu.
Namun, kekebalan silang terhadap serotipe lain setelah pemulihan hanya parsial dan
temporer. Infeksi berikutnya oleh serotipe lain meningkatkan risiko berkembangnya demam
berdarah yang parah.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyebab demam berdarah. Virus
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk betina yang terinfeksi. Setelah masa inkubasi
virus selama 4-10 hari, nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa
hidupnya. Manusia yang terinfeksi adalah pembawa utama dan pengganda dari virus. DBD
bisa dikatakan penyakit menular dimana pasien yang telah terinfeksi virus dengue dapat
menularkan infeksi (selama 4-5 hari, maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah
gejala pertama mereka muncul.
Aedes albopictus, vektor demam berdarah yang kedua di Asia, dan telah menyebar ke
Amerika Utara dan Eropa. Penyebaran ini sebagian besar karena perdagangan internasional.
Ae. albopictus sangat adaptif dan karena itu dapat bertahan hidup di daerah beriklim dingin di
Eropa.
Demam dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40° C/104 ° F) disertai oleh dua gejala
berikut: sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, otot dan nyeri sendi, mual/muntah,
kelenjar bengkak atau adanya ruam. Biasanya berlangsung selama 2-7 hari, setelah masa
inkubasi 4-10 hari akibat gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.
Dikatakan demam berdarah karena mungkin akan muncul bintik-bintik darah berukuran kecil
di kulit yang dinamakan petechiae dan berukuran lebih lebar bawah kulit dinamakan
ekimosis. Jika terjadi syok dapat menyebabkan kematian. Jika pasien dapat bertahan,
pemulihan dimulai setelah masa krisis satu hari.
Demam berdarah yang parah merupakan komplikasi yang berpotensi mematikan karena
plasma bocor, terjadi akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah, atau
rusaknya fungsi organ. Tanda-tanda peringatan muncul 3-7 hari setelah gejala pertama dalam
hubungannya dengan penurunan temperatur (di bawah 38°C/100°F) dan munculnya nyeri
perut yang parah, muntah terus menerus, napas cepat, gusi berdarah, kelelahan, gelisah,
muntah darah. 24-48 jam berikutnya dari tahap kritis dapat mematikan, perawatan medis
yang tepat diperlukan untuk menghindari komplikasi dan risiko kematian.
Pengobatan DBD
Sampai saat ini tidak ada obat atau vaksin yang spesifik untuk menangani virus demam
berdarah dengue, satu-satunya pengobatan adalah dengan mengatasi gejala yang terjadi.
Prognosis DBD
Dengan perawatan yang cepat dan agresif, kebanyakan pasien sembuh dari demam berdarah
dengue. Namun, setengah dari pasien yang tidak diobati dan telah mengalami syok tidak
dapat bertahan hidup.
Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid atau tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, yang
biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Dewi Pudiastuti R, 2010).
Demam tifoid atau typhoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam interik adalah demam paratifoid yang di sebabkan oleh
Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik
Penularan demam tifoid terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar
Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphosa yang terdapat didalam air, es, debu maupun
benda lainnya. Kuman tifoid dapat berasal dari karier demam tifoid yang merupakan sumber
penularan yang sukar diketahui karena mereka tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
(Soedarto, 2009)
Pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan masa yang berbahaya.
Pada miggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang ringan
sampai berat bahkan kematian. Penyembuhannya adalah dengan terapi yang tepat. Tanpa
terapi yang tepat, penderita tidak akan selamat dari komplikasi demam tifoid (Dewi
Pudiastuti R, 2010).
Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), beberapa komplikasi yang sering terjadi pada
demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Perdarahan usus umumnya ditandai dengan :
4) Perdarahan saluran cerna sehingga tampak daerah kehitaman yang keluar besama dengan
tinja, dan
Perdarahan usus muncul keika ada luka diusus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit
perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Semua itu
1) Pneumonia
7) Komplikasi diluar usus. Terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit. Perlu diberikan
banyak cairan seperti air putih, teh manis, jus buah, atau susu.
b) Tinja berdarah karena terjadi luka diusus. Usus yang luka ini dapat pecah
2. Penyebab
Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), penyebab dari demam tifoid antara lain sebagai
berikut:
Demam paratifoid juga dapat disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C, tanda dan
gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan. Bakteri ini hanya menginfeksi
manusia
Infeksi dapat terjadi dengan meminum air yang telah tercemar bakteri Salmonella. infeksi
juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam tifoid yang
3. Patofisiologi
Kuman masuk malalui mulut sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus ke jaringan limfoid dan berkembang
biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer) dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa, dan organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limfa, usus,
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia pleks player. Ini terjadi pada kelenjar
limfoid usus halus, minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi
plaks player, pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
sebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi & Rita Yulianni, 2005)
5. Gejala
Umumnya perjalanan perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
jarang menetap lebih dari 2 minggu. Gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid
a. Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Ciri-ciri demam yang khas
yaitu:
1) Demam dapat mencapai 39-40 ºC. Awalnya, demam hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu
tubuh turun-naik, pada pagi hari lebih rendah atau normal sedangkan pada sore dan malam
2) Intensitas demam akan semakin tinggi, yang disertai gejala lain seperti:
b) Diare,
e) Insomnia,
g) anoreksia.
Pada anak, khusunya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang. Pada minggu ke-2
intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus-menerus. Bila keadaan membaik maka
pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu
ke-3. Tipe demam menjadi tidak beraturan jika ada intervensi pengobatan atau komplikasi.
b. Gangguan saluran pencernaan
1) Bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama
3) Sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah
c. Hepatosplenomegali
Hepatosplenomegali adalah hati dan atau limpa sering membesar. Hati terasa kenyal
kesadaran apatis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.
Bila gejala klinis berat, penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis.
Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi. Patokannya adalah bahwa setiap peningkatan 1 ºC tidak diikuti peningkatan
frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam
tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada kulit), yang biasanya di perut bagian atas
tentukan melalui tiga dasar diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis
dikelompokkan pada gejala yang terjadi pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga
Demam tinggi lebih dari 40 °C, nadi lemah bersifat dikrotik, denyut nadi bersifat dikrotik,
Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat,
Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala dan keluhan berkurang. Sebaliknya
kesehatan penderita memburuk jika masih terjadi delirium, stupor, pergerakan otot yang
terjadi terus menerus, terjadi inkontinensia urine atau alvi. Selain itu tekanan perut
meningkat, terjadi meteorismus dan timpani, disertai nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik
Metode ini merupakan metode yang paling baik karena spesifik sifatnya. Pada minggu
pertama dan minggu kedua biakan darah dan biakan sumsum tulang menunjukkan hasil
positif, sedangkan pada minggu ketiga dan keempat hasil biakan tinja dan biakan urine
dengan menggunakan uji aglutinasi widal. Jika titer aglutinin 1/200 atau terjadi kenaikan titer
lebih dari 4 kali, hal ini menunjukkan bahwa demam tifoid sedang berlangsung akut.
pencemaran dan/atau kontaminasi maka dilakukan pengobatan secara maksimal, yaitu dengan
cara berikut.
a. Nutrisi
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Cairan parenteral diindikasikan
pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran, serta sulit makan. Diet
harus mengandung kalori dan protein yang cukup, rendah selulosa (rendah serat) untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya
diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
c. Antibiotik
Antibiotik merupakan satu-satunya terapi yang efektif untuk demam tifoid. Contoh
Terapi ini dilakukan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni dengan
pemberian vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak,
dan antiemitik bila penderita muntah hebat. Hal yang penting adalah penyediaan air minum
yang bersih. Air yang di gunakan untuk meminum dan dikonsumsi darus direbus dulu sampai
mendidih.
8. Pencegahan
Menurut Dewi Pudiastuti R (2010), ada beberapa hal yang dapat mencegah timbulnya
setiap tiga tahun. Namun vaksin tidak boleh diberikan pada orang dengan keadaan yang
hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil dua tahun.
Vaksin tifoid di berikan ke anak umumnya adalah vaksin polisakarida dalam bentuk
injeksi. Vaksin tifoid ini harus diulang setiap tiga tahun sekali.
Penggunaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan akan mampu mencegah
demam tifoid
c. Menjaga kebersihan perorangan, kebersihan lingkungan, pembuangan sampah yang baik, dan
d. Karier demam tifoid harus diobati dengan baik menggunakan ampisilin atau amoksisilin dan
Global
Tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak bergantung pada iklim sebab
penyebaran penyakit ini bersifat fecal-oral. Tifoid lebih banyak dijumpai di negara-negara
berkembang di daerah tropis yang berkenaan dengan ketersediaan air bersih, sanitasi
lingkungan, dan kebersihan individu yang kurang baik. Menurut WHO, sekitar 21 juta kasus
tifoid dan 222.000 kasus kematian berhubungan dengan penyakit ini terjadi secara global tiap
tahunnya, dimana kebanyakan mengenai anak-anak kecil dan usia sekolah di Asia.[7,8]
Tidak ada perbedaan yang nyata antara insidens tifoid pada pria dan wanita. Di daerah
endemik tifoid, insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak, dan orang dewasa sering
mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal
Penyebaran secara geografis terjadi di negara-negara yang memiliki standar higiene dan
fasilitas air minum yang buruk, seperti Asia selatan dan sebagian daerah Indonesia.[6]
Indonesia
Di Indonesia, tifoid merupakan penyakit endemik yang sering bersifat sporadik, terpencar-
pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang
serumah. Karenanya, masalah karier (carrier), relaps, dan resistensi terhadap obat-obatan
yang digunakan makin meningkat. Hal ini menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan.
Di Indonesia, tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, sehingga tidak terlihat adanya
hubungan antara perubahan musim dan peningkatan jumlah kasus tifoid.
Patofisiologi tifoid atau typhoid fever bergantung pada banyaknya organisme kausal yang
masuk.
Etiologi tifoid adalah bakteri gram negatif, bentuk batang, tidak berkapsul, bersifat aerobik
dan anaerob fakultatif, memiliki flagela dan tidak berspora, dinamakan Salmonella
typhi atau Salmonella entérica serotype Typhi [4,5]
Salmonella sp memiliki ciri khas antigen O, H dan Vi. Penyakit tifoid ini sering dihubungkan
dengan paratifoid, yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan gambaran klinis yang sama,
atau menyebabkan enteritis akut disebabkan oleh genus bakteri yang sama dengan
subspesies paratyphi A,B, C. Salmonella typhi hanya menginfeksi manusia, sedangkan S.
paratyphi menginfeksi manusia dan hewan peliharaan.[6]
Diagnosis Tifoid
Oleh dr. Riawati Jahja
Diagnosis tifoid yang merupakan baku emas adalah melalui kultur darah, walau demikian
pemeriksaan yang umum dilakukan adalah widal yang sudah tidak disarankan untuk
dilakukan dan pemeriksaan serologi seperti Tubex yang belum sepenuhnya terbukti secara
ilmiah.
Anamnesis
Orang dengan tifoid umumnya datang dengan demam non-spesifik yang makin parah setelah
beberapa hari dan tidak ada perbaikan gejala dengan pengobatan suportif. Perlu dipastikan
juga mengenai riwayat mengonsumsi makanan dan minuman yang kurang higienis serta
paparan terhadap lingkungan dengan sanitasi yang buruk.