Anda di halaman 1dari 17

ASMA

Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang


melibatkan inflamasi pada saluran pernafasan dan mengganggu
aliran udara, dan dialami oleh 22 juta warga Amerika. Inflamasi
saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel,
mediator-mediator, sitokin, dan kemokin.1Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini
hari. Episode tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.2Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian. Hal tersebut tergambar dari
data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) diberbagai
propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan empisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan empisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. 2
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Epidemiologi Dan Etiologi AsmaAsma
bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai
pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali
sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi
sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-anak, terdapat
perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun
perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini
dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain dalam
negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5
–7 %.4,5Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi
perkembangan asma. Asma alergi sering dihubungkan dengan
riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti rinitis,
urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan
reaksi kulit terhadap injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang
terdapat di udara, dan dapat pula disertai dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes
provokasi yang melibatkan inhalasi antigen spesifik. 5Pada manusia
alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan pencetus
tersering dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara
biologis dapat merusak struktur daripada saluran nafas melalui
aktifitas proteolitik, yang selanjutnya menghancurkan integritas dari
tight junction antara sel-sel epitel. Sekali fungsi dari epitel ini
dihancurkan, maka alergen dan partikel lain dapat dengan mudah
masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia.
Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang
memiliki aktivitas protease ini dapat memasuki daerah epitel dan
mempenetrasi daerah yang lebih dalam di saluran
pernafasan.3Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune
dan nonimunologi juga merupakan pencetus daripada asma
termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25% sampai 30% dari
penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan
bahwa merokok ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan
morbiditas dan keparahan penyakit dari penderita asma. Terpapar
asap rokok yang lama pada pasien asma akan berkontribusi
terhadap kerusakan dari fungsi paru, yaitu 3penurunan kira-kira
18% dari FEV 1 selama 10 tahun.
Patofisiologi AsmaAsma merupakan penyakit inflamasi kronis yang
dikarakteristikan dengan proses yang sangat kompleksdan
melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial,
inflamasi dan remodeling saluran pernafasan4,52.2.1 Penyempitan
Saluran NapasPenyempitan saluran napas merupakan hal yang
mendasari timbulnya gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyempitan
saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema
pada saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan
hipersekresi mukus. 3Kontraksi otot polos saluran napas yang
merupakan respon terhadap berbagai mediator bronkokonstiktor
dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan
dengan bronkodilator. Edema pada saluran napas disebabkan
kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting pada eksaserbasi
akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan
struktural atau disebut juga ”remodelling”.3Proses inflamasi kronik
pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara
fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process)
yang menghasilkan perbaikan (repair)dan 4pergantian sel-sel yang
mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan
tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan
jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada
asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan
perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway
remodelling.2Inflamasi kronis yang terjadi pada bronkus
menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan proses
perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling
ini yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal
terjadinya proses ini kadang-kadang sebelum disesbkan oleh
inflamasi eosinofilik, dikatakan proses remodeling ini dapat
menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodeling ini
dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular
matrik di dalam dan sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan
daripada ukuran sel atau hipertropi dan peningkatan jumlah sel
atau hiperplasia.52.2.2 Hiperreaktivitas saluran napasPenyempitan
saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme
yang bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau
hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin
berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas
(hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding
saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat
memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi
otot polos.6,72.3Faktor Pencetus AsmaRisiko berkembangnya asma
merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor
lingkungan. 2a. Faktor hostGenetikObesitasJenis kelaminb.
Faktor lingkunganRangsangan alergen. Rangsangan bahan-
bahan di tempat kerja. Infeksi. MerokokObat. Penyebab lain
atau faktor lainnya. 2.4Gambaran Klinis AsmaGejalaklinis asma
klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala
lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum,
penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma
alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut
dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul
musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi
diurnal. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya
faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin,
infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial
juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma,
seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat
bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau
pekerjaan .5Diagnosis Asma2,3Diagnosis asma ditegakkan bila
dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang reversibel. Dari
anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala : -bersifat
episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.-gejala berupa
batuk, sesak nafas, rasa beratdi dada, dan berdahak.-gejala
timbul/memburuk di malam hari.-respons terhadap pemberian
bronkodilator. Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan
mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain
yang memberatkan, perkembanganpenyakit dan
pengobatan.Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat
meningkatkan kecurigaan terhadap asma adalah :1.Di dengarkan
suara mengi (wheezing)sering pada anak-anakApabila didapatkan
pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi
diagnosis sama, apabila terdapat :1.Memiliki riwayat dari:a.Batuk,
yang memburuk dimalam harib.Mengi yang berulangc.Kesulitan
bernafasd.Sesak nafas yang berulang2.Keluhan terjadi dan
memburuk saat malam3.Keluhan terjadi atau memburuk saat
musim tertentu4.Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever,
atau riwayat keluarga asma atau penyakit atopi5.Keluhan terjadi
atau memburuk apabila terpapar :a.Bulu binatangb.Aerosol bahan
kimiac.Perubahan temperaturd.Debu tungaue.Obat-obatan
(aspirin,beta bloker) f.Beraktivitasg.Serbuk tepung sarih.Infeksi
saluran pernafasan 7i.Rokokj.Ekspresi emosi yang kuat6.Keluhan
berespon dengan pemberian terapi anti asmaDari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan tanda
yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namunpada
sebagian penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada
auskultasi walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi
penyempitan jalan nafas. 2,3Pengukuran faal paru dilakukan untuk
menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti kelainan faal paru,
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif
jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah
pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter(arus
puncak ekspirasi).Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis
antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji
provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifisitas rendah. Komponen alergi pada asma dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE
spesifikserum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam
mendiagnosis asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi
faktor pencetus.2,32.6Klasifikasi Asma2,3Tabel 1. Klasifikasi Derajat
Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum
Pengobatan)2Derajat asmaGejalaGejala malamFaal paruI.
IntermitenBulananAPE ≥ 80%Gejala < 1x/mingguTanpa gejala diluar
seranganSerangan singkat≤ 2x/bulanVEP1≥ 80% nilai prediksiAPE ≥
80% nilai terbaikVariabilitas APE < 20%II. Persisten
RinganMingguanAPE ≥ 80%Gejala > 1x/minggu, tapi <
1x/hariSerangan dapat mengganggu aktivitas dan tidurMembutuhkan
bronkodilator setiap hari> 2x/bulanVEP1≥ 80% nilai prediksiAPE ≥
80% nilai terbaikVariabilitas APE 20-30%III. Persisten
SedangHarianAPE 60-80%Gejala setiap hariSerangan menggangu
aktivitas dan tidur>1x/mingguVEP160-80% nilai prediksiAPE 60-80%
nilai terbaikVariabilitas APE > 30%
Penatalaksanaan Asma
Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di
Indonesia yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia tahun 2004, ada 7 komponen program penatalaksanaan
asma dimana 6 di antaranya menyerupai komponen pengobatan
yang dianjurkan oleh GINA dan ditambah satu komponen yaitu pola
hidup sehat.2EDUKASIEdukasi yang diberikan antara lain adalah
pemahaman mengenai asma itu sendiri, tujuan pengobatan asma,
bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol factor 9pencetus,
obat-obat yang digunakan berikutefek samping obat, dan juga
penanganan serangan asma di rumah.PENILAIAN DERAJAT
BERATNYA ASMAPenilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan
monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada
penatalaksanaan asma. A. Pemantauan tanda gejala asma.B.
Pemeriksaan faal paruIDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN
FAKTOR PENCETUSSebagian penderita dengan mudah
mengenali fakor pencetus, akan tetapi sebagian lagi tidak dapat
menegtahui faktor pencetus asmanya. MERENCANAKAN DAN
MEMBERIKAN PENGOBATAN JANGKA PANJANGAsma
terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka
panjang untuk mencapai atau mempertahankan keadaan asma
yang terkontrol, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan:
1.Medikasi (obat-obatan)2.Tahapan pengobatan3.Penanganan
asma mandiri (pelangi asma)Medikasi asma ditujukan untuk
mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri atas
pengontrol dan pelega.A.Pengontrol Pengontrol adalah medikasi
asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol
pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol adalah:a.Glukokortikosteroid
inhalasiKortikosteroin inhalasi bertujuan untuk menekan proses
inflamasi dan komponen yang berperan dalam remodeling pada
bronkus yang menyebabkan asma. Pada tingkat vascular,
glukokortikosteroid inhalasi bertujuan menghambat terjadinya
hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas, pembentukan
mukasa udem, dan pembentukan pembuluh darah baru
(angiogenesis)
Glukokortikosteroid inhalasiadalah medikasi jangka panjang yang
paling efektif untuk mengontrolasma. Berbagai penelitian
menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan
faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas, mengurangi
gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki
kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti
kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran
nafas atas.b.Glukokortikosteroid sistemikCara pemberian melalui
oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol
pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya
terbatas mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang,
lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral
selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan, maka
dibutuhkan selama jangka waktu tertentu.Efek samping jangka
panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis
adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas,
penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot.c.Kromolin (sodium
kromoglikat dan nedokromil sodium)Mekanisme yang pasti belum
sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi
nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui
reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan
seleksi serta supresi pada sel inflamasi tertentu (makrofag,
eosinofil, monosit), selain juga kemungkinan menghambat saluran
kalsium pada sel target. Pemberiannya secara inhalasi, digunakan
sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.Efek samping
umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat
melakukan inhalasi.d.MetilsantinTeofilin adalah bronkodilator yang
juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Sebagai
pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan
agonis β2kerja singkat, sebagai alternatif bronkodilator jika
dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan
sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas
lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan
untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan
antiinflamasi yang lazim. Efek samping berpotensi terjadi pada
dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala
gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang
paling dulu dan 11sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti
takikardi, aritmia dan kadangkala merangsang pusat nafas.
Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan
kematian.e.Agonis β2kerja lamaTermasuk agonis β2kerja lama
inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang mempunyai waktu
kerja lama (>12 jam). Agonis β2memiliki efek relaksasi otot polos,
meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast
dan basofil. Pada pemberian jangka lama mempunyai efek
antiinflamasi, walau kecil dan mempunyai efek protektif terhadap
rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2kerja
lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik
dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang
dengan agonis β2kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah
ada, maka sebaiknya selalu dikombinasi dengan
glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2kerja
lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam,
memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja
singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma. Agonis
β2kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik
(rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia)
yang lebih sedikit atau jarang daripada pemberian
oral.f.LeukotrienemodifiersObat ini merupakan antiasma yang relatif
baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerjanya
menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua
leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor
leukotriensisteinil pada sel target (contohnya montelukas,
pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat
alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi.B. Pelegaa.Agonis β2kerja
singkatMempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat.
Formoterol mempunyai onset cepat dan durasi yang lama.
Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi
mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak
ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2yaitu relaksasi otot
polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Efek sampingnya
rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia.
Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek
samping.b.MetilsantinTermasuk dalam bronkodilator walaupun efek
bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkanagonis β2kerja singkat.
Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis
β2kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk
respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan
mempertahankan respon terhadap agonis β2kerja singkat diantara
pemberiansatu dengan berikutnya.c.AntikolinergikPemberiannya
secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik,
selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang
disebabkan iritan.. Efek samping berupa rasa kering di mulut dan
rasa pahit.d.AdrenalinDapat sebagai pilihan pada asma
eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis β2,
atau tidak respon dengan agonis β2kerja singkat. C. Tahapan
penanganan asmaPengobatanjangka panjang berdasarkan derajat
berat asma, agar dapat tercapai tujuan pengobatan dengan
menggunakan medikasi seminimal mungkin. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy.
Jika asmatidak terkontrol pada pengobatan yang dijalani, maka
pengobatan harus di naikkan. Secara umum, perbaikan harus
dilihat selama 1 bulan. Tetapi sebelumnya harus dinilai tehnik
medikasi pasien, kepatuhan dan usaha menghindari faktor resiko.
Jika asma sebagian terkontrol, dipertimbangkan menaikkan
pengobatan yang tergantung pada keefektifan terhadap
pengobatan yang ada, keamanan, dan harga serta kepuasan
pasien terhadap pengobataan yang dijalani pasien.Dan jika, asma
berhasil dikontrol selama minimal 3 bulan, pengobatan dapat
diturunkan secara gradual. Tujuan nya adalah mengurangi
pengobatan. Monitoring tetap penting dilakukan setelah asma
terkontrol, karena asma dapat tetap dapat terjadi eksaserbasi
apabila kehilangan kontrol.3D. Bronkial thermoplasty (BT)Bronkial
thermoplasty adalah suatu intervensi yang dilakukan bagi pasien
asma untuk mengkontrol energi termal ke dinding saluran
pernafasan selama prosedur bronkoskopy, yang menyebabkan
penurunan daripada massa otot halus pada saluran pernafasan.
Peningkatan massa dan kontraktilitas dari otot halus merupakan
mekanisme yang dapat memperparah keadaan asma yaitu dengan
meningkatkan bronkokonstriktor dan obstruksi saluran pernafasan,
penurunan jumlah dan/atau kontraktilitas dari otot halus pada
saluran pernafasan akan menyebabkan perbaikan dari gejala asma
itu sendiri.1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang “ASMA”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
      Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ASMA” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

    
                                                                                     
Suryalaya, Desember 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara
total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas
dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta
faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi
penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa
diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan
waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu
meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi
atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan
sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan
pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit)
asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura,
Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara
dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara
maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi
penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid
dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi
asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan
prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya
mempunyai gejala klasik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Asma ?


2. Ada berapa jenis Penyakit Asma ?
3. Bagaimana tanda-tanda Gejala Asma ?
4. Apa penyebab terjadinya Asma ?

C . Tujuan Penulisan

1. Agar mengetahui Penyakit Asma


2. Agar mengetahui jenis-jenis Penyakit Asma
3. Agar mengetahui tanda-tanda Gejala Asma
4. Agar mengetahui penyebab terjadinya Asma
5. Agar mengetahui cara mencegah Penyakit Asma
6. Agar mengetahui cara mengobati pnyakit Asma 

 D. Manfaat Penulisan

1. Untuk membantu peneliti-peneliti lain


2. Menambah literatur pengetahuan
3. Untuk melatih diri agar terampil dalam menulis
4. Untuk menambah wawasan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk,
dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Atau dengan kata lain asma
merupakan peradangan atau pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga
menyebabkan diproduksinya cairan kental yang berlebih (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh
reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes
terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat
obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner &
Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama yang biasa
kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan penyakit menular,
tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang
sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran pernafasan tersebut
bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang masuk. Penyempitan atau
hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari
batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik”
(Hadibroto et al, 2006).
B. Jenis-Jenis Penyakit Asma
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak
dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:

1. Asma Ekstrinsik
2. Asma Intrinsik

a. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi
alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-
apa terhadap mereka yang sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem imunitas bekerja lepas
kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini disebabkan oleh alergen. Alergen bisa
tampil dalam bentuk: mulai dari serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah,
jamur, hingga zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi, sistem
imunitasnya memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE. Antibodi ini mencari dan
menempelkan dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-
paru dan saluran pernafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan
zat kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi penegangan/pengerutan
saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan
sebelah dalam saluran tersebut. 
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis
ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu
udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik,
misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus
golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah untuk
mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian asma yang akan
dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun dalam prakteknya, asma adalah
penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara
tegas, golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik
bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.

C. Gejala Penyakit Asma


Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat dan
ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan
mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah
raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa
menyebabkan timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu
malam hari atau cuaca dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi
(mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita
menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan
dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang
pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak
di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai
beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering
di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa
cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak
keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen
penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami
serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan
udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ
dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
Terapi Penanganan Terhadap Gejala Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien.
Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala
asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah
penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

D. Penyebab Terjadinya Penyakit Asma


Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma, yaitu:
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran
yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang
belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung
dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun saluran
pernafasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus
sehari-hari seperti: perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran
pernafasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernafasan. Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan (inflammation) dan
sekaligushiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernafasan. Oleh
kebanyakan kalangan kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab asma sesungguhnya
atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma (inducer) dengan demikian mengakibatkan gejala-
gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi, dibanding
gangguan pernafasan yang diakibatkan oleh pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma
(inducer) adalahalergen, yang tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak dengan
kulit. Ingestan yang utama ialah makanan dan obat-obatan. Sedangkan alergen inhalan yang
utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tungau, serpih dan kotoran binatang, serta jamur.

BAB  III
PENUTUP

A. Kesimpulan
      Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
      Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma
bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca,
stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma
dapat dilakukan dengan :

1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi


2. Menghindari kelelahan
3. Menghindari stress psikis
4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
5. Olahraga renang, senam asma 

B. Saran
       Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.


Diakses 22 Juni 2012 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/
Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 22 Juni 2012
dari USU digital library:

Anda mungkin juga menyukai