2. INDIKASI
Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea (Mochtar, 1998: 117),
antara lain plasenta previa sentralis atau lateralis, panggul sempit
(conjugata vera kurang dari 8 cm), disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri
mengancam pada riwayat SC berulang, partus lama, partus tak
maju, distosia servik, pre eklampsi dan hipertensi, malpresentasi
janin, antara lain letak lintang, letak bokong, presentasi dahi dan muka,
serta gemeli.
1
a. Sectio caesarea Abdominalis, dibagi menjadi:
1) Sectio cesarea Transperitonialis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal
Yaitu dengan insisi memanjang pada korpus uteri
kira– kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan:
- Mengeluarkan janin lebih cepat
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonialisasi yang baik.
- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura
uteri spontan.
2) Sectio cesarea Ismika atau Profunda
Yaitu dengan insisi segmen bawah rahim.
Kelebihan:
- Penjahitan luka lebih mudah.
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali
untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
- Perdarahan kurang.
- Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura
uteri spontan kurang atau lebih kecil
Kekurangan:
- Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah, sehingga
dapat menyebabkan uterina putus sehingga mengakibatkan
perdarahan yang banyak.
- Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
3) Sectio cesarea Ekstraperitonialis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, tanpa membuka
kavum abdominal.
4. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea (Mochtar, 1998:121), yaitu :
a. Infeksi puerperal (nifas) yang terdiri dari; ringan, dengan
kenaikan suhu beberapa hari saja. Sedang, dengan kenaikan suhu
lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung. Dan berat,
dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
2
dijumpai pada partus tak maju, dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena banyak pembuluh darah yang
terputus dan terbuka, karena atonia uteri dan perdarahan pada
plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung
kemih bila repetonialisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang
5. ETIOLOGI/ PENYEBAB
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik
dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan
patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea.
Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea :
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio
caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia
serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah
letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
3
panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut
Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
4
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit
yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit
ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi
biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik
harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya
ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan
tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila
tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi
100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan
berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari
kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada
kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan
diagnosis pre- eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo setiap
minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila
kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau
lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya
proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan
5
berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup
serius (Wiknjosastro, 2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal
ialah pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan
yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan
utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-
eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan trauma
pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat
diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai
160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria
lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri
epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,
perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang
dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih
penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan,
maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi
bertujuan untuk menghentikan berulangnya serangan
konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan
melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma
pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
6
baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak (Barbara,
2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan.
Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat
kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan.
Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat
KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban,
kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti
bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).
7
berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang
menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan
post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah
trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada
wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari
4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat
janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari
4.000 gram dilahirkan dengan operasi. Dengan berat janin yang
diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka
tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk
panggul ibu yang terlalu sempit, berat badan janin 3 kg sudah
dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian
pula pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg
sudah bisa dianggap besar sehingga perlu dilakukan kelahiran
dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif
(Kasdu, 2003).
8
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim,
kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar, 1998).
Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki.
f. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
6. PATOFISIOLIGI
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya
adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk
mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga
sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri
dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk
terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion,
persalinan kurang bulan terkena indikasi ketuban pecah dini daripada
10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini akan
menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh).
Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka
persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi
cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea
9
tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau
terinfeksinya janin lebih parah.
10
B. KONSEP DASAR KPD (KETUBAN PECAH DINI)
1. Definisi
2. Etiologi
11
b. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda
dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit
ketuban di atas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan
intra uterin secara mendadak.
12
KPD terjadi akibat mekanisme sebagai berikut :
3. Patofisiologis (Pathways)
13
14
4. Manifestasi Klinik
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering
c. Devaskularisasi
15
5. Pemeriksaan Penunjang
16
6. Penatalaksanaan
17
Berikut bagan penatalaksaan ketuban pecah dini:
(Manuaba, 2009)
18
A. Pengkajian
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang
keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat
bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
( Depkes RI, 1993:66)
19
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
e. Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
g. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
20
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Muskulis skeleta
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus
berpotensi lahir premature
2. Resiko cidera pada janin berhubungan dengan induksi persalinan
3. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
21
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
5. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot
rahim.
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan
premature.
(NANDA, 2012)
C. Intervensi
22
mengalami cidera jumlah cairan presentasi dapat
amnion bila pecah mengidentifikasi
ketuban. faktor-faktor
4. Kolaborasi
yang
dengan tim
memeperberat
medis sesuai
disfungsional
advis.
persalinan.
3. Ketuban cairan
amnion
menyebabkan
distensi uterus
berlebihan yang
berhubungan
dengan anomali
janin.
3. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji pencetus, 1. Mengindikasian
berhubungan tindakan keperawatan intensitas, kebutuhan untuk
dengan selama 3×24 jam di kualitas, lokasi intervensi
2. Klien akan
kontraksi harapkan ansietas pasien dan skala nyeri.
2. Berikan memahami
uterus teratasi dengan kriteria
informasi kepada kondisi dan
hasil :
klien bahwa rasa keadaan diri
1. Klien dapat nyeri itu hal sendiri
menunjukan ekspresi 3. Mengalihkan
yang wajar.
wajah rileks 3. Ajarkan pada perhatian pasien
2. Rasa nyeri klien klien manajemen dari rasa nyeri
berkurang 4. Mengurangi rasa
nyeri.
3. Skala nyeri berkurang 4. Berikan klien nyeri
menjadi 2 - 3 posisi yang
nyaman, berikan
analgesik.
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan tanda infeksi tanda-tanda
dengan selama 3×24 jam 2. Pantau infeksi yang
ketuban pecah diharapkan pasien tidak keadaan umum muncul
2. Untuk melihat
dini menunjukan tanda-tanda pasien
perkembangan
infeksi dengan kriteria 3. Bina
kesehatan pasien
hasil : hubungan saling
3. Untuk
percaya melalui
23
1. Tanda-tanda infeksi komunikasi memudahkan
tidak tidak ada. terapeutik perawat
2. Tidak ada lagi cairan
melakukan
ketuban yang keluar
4. Berikan tindakan
dari pervaginaan. 4. Agar istirahat
lingkungan yang
3. DJJ normal
pasien terpenuhi
4. Leukosit kembali nyaman untuk
5. Untuk proses
normal pasien
penyembuhan
5. Suhu tubuh normal
5. Kolaborasi
pasien
(36,5-37,5ºC)
dengan dokter
untuk
memberikan obat
antiseptik sesuai
terapi
5. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kali tanda- 1. Untuk
nyaman: nyeri tindakan keperawatan tanda Vital pasien mengetahui
berhubungan selama 3×24 jam di 2. Kaji skala keadaan umum
dengan harapkan nyeri nyeri (1-10) pasien
2. Untuk
ketegangan berkurang atau nyeri 3. Ajarkan
mengetahui
otot rahim hilang dengan kriteria pasien teknik
derajat nyeri
hasil : relaksasi
pasien dan
4. Atur posisi
1. Tanda-tanda vital menentukan
pasien
dalam batas normal. tindakan yang
5. Berikan
TD:120/80 mm Hg akan dilakukan
N: 60-120 X/ menit. lingkungan yang
3. Untuk
2. Pasien tampak nyaman dan
mengurangi nyeri
tenang dan rileks batasi
3. Pasien mengatakan yang dirasakan
pengunjung
nyeri pada perut pasien
4. Untuk
berkurang
memberikan rasa
nyaman
5. Untuk
mengurangi
tingkat stress
pasien dan pasien
dapat beristirahat
24
6. Defisiensi Setelah dilakukan 1. Kaji apa 1. Untuk
pengetahuan tindakan keperawatan pasien tahu mengetahui
berhubungan selama 3×24 jam di tentang tanda- tentang
dengan harapkan pasien tanda dan gejala pemahaman
pengakuan memahami pengetahuan normal selama pasien untuk
persalinan tentang penyakitnya kehamilan tindakan
2. Ajarkan
premature dengan criteria hasil : selanjutnya
tentang apa yang 2. Mencegah
1. Pasien terlihat tidak harus dilakukan terjadinya hal-hal
bingung lagi jika tanda KPD yang tidak
2. Pengetahuan Pasien
muncul kembali diinginkan terjadi
dan keluarga dapat 3. Libatkan
yang bisa
bertambah keluarga agar
membahayakan
memantau
ibu-janin
kondisi pasien 3. Untuk membantu
merencanakan
tindakan
berikutnya
D. Implementasi
E. Evaluasi
25
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan(Hidayat, 2002).
26
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28