Anda di halaman 1dari 17

Nama : Sophia Endahsari

NIM : 3211018

Kelas : Ners Non Reg

A. Pengertian Sectio Caesaria


Sectio Ccaesaria (SC) adalah suatu tindakan melahirkan bayi dengan berat diatas
500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Prawirhardjo, 2009).
Sectio Caesaria adalah suatu pembedahan melahirkan anak lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesaria merupakan suatu cara melahirkan
janin diatas 500 gram dengan melakukan insisi pada dinding abdomen dan uterus yang
masih utuh.

B. Tipe Persalinan Sectio Caesaria


Menurut Oxorn & Forte (2010)
1. Segmen bawah : insisi melintang
Tipe SC ini memungkinka abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan
vesicourinaria yang terletak denngan sambungan segmen atas dan bawah uterus
ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan
bersama-sama kandung kemih di dorong kebawah serta ditarik tidak menutupi lapang
pandang.
2. Segmen bawah : insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skapel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
mencegah cedera pada kepala bayi
3. Sectio Caesaria Klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skapel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting berujung tumpul
4. Sectio Caesaria Ekxtraperitoneal
Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-
kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang
sering bersifat fatal
5. Histerektomy Caesarea
Pembedahan ini merupakan SC yang dilanjutkan dengan opengeluaran uterus.
C. Indikasi Persalinan Sectio Caesaria:
1. Indikasi Janin
a. Janin Besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari
jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda, maka
tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda (Oxom, 2003).
b. Gawat Janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia)
yang diketahui dari denyut jantung janin yang abnormal, dan adanya mekonium
dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih
agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan sectio caesarea tidak
dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan
asidosis yang progresif, dan bila ibu juga menderita tekanan darah tinggi atau
kejang pada rahim, mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusat
sehingga aliran oksigen kepada bayi menjadi berkurang. Kondisi ini bisa
menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal
dalam rahim (Oxom, 2003).
c. Letak Lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor di jalan lahir, panggul
sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plasenta previa,  dan
kehamilan kembar. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan
macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Kelahiran
secara sectio caesarea  diindikasikan jika terdapat ketuban pecah sebelum
pembukaan lengkap dan disertai dengan tali pusat menumbung.
d. Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami
diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi
aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan
lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena
persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan (Dewi,
2007).
e. Bayi Kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi
misalnya terjadi pre-eklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang
berlebihan. Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam
kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak
plasenta serta volume air ketuban. 
2. Indikasi Ibu
a. Disproporsi Sefalopelvik
Pengukuran panggul merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk
mendapatkan keterangan mengenai panggul. Disproporsi sefalopelvik mencakup
panggul sempit, fetus yang tumbuh terlampau besar atau adanya
ketidakseimbangan relative antara ukuran kepala bayi dan pelvis (panggul)
(Wiknojosastro, 2006).
b. Preeklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-
3 dalam kehamilan (Tanjung, 2004).
Eklampsia adalah memburuknya keadaan preeklampsia dan terjadinya gejala-
gejala seperti nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di
epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera
diobati, akan timbul kejang (Tanjung, 2004).
c. Partus tak maju
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak
menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar
paksi dalam selama 2 jam terakhir. Partus tak maju dapat disebabkan oleh
kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah,
janin besar, primitua, dan ketuban pecah dini. Persalinan tak maju adalah
persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18
jam pada multipara.
d. Riwayat Sectio Caesaria sebelumnya
Selama bertahun-tahun, uterus yang mengalami jaringan parut dianggap
merupakan kontraindikasi untuk persalinan karena ketakutan akan kemungkinan
ruptur uterus (Cunningham, et.al., 2005).

D. Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesaria


1. Keuntungan
SC lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah benyak
menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan persalinan, seperti pada ibu
dengan panggul semput atau distress janin. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa
sakit, SC adalah pilihan tepat karena diberikannya anastesi.
2. Kerugian
SC mengakibatkan komplikasi diantaranya kerusakan uterus dan vesika urinaria,
komplikasi perdarahan, infeksi, dan tromboemboli.

E. Komplikasi Sectio Caesaria


Menurut Rustam (2002). Komplikasi akibat sectio caesarea pada ibu  antara lain:
1. Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-
gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yangmerupakan gejala infeksi.
a. Infeksi bersifat ringan :kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, halini sering kita
jumpai pada partus terlambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intraportal karena ketuban yang telah lama. Penanganannya adalah dengan
pemberian cairan elektrolik dan antibiotic yang adekuat dan tepat.
1. Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesarea  2 kali lebih banyak daripada yang
hilang dengan kelahiran melalui vagina.Kira-kira 800 – 1000 ml yang disebabkan
oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus,atonia uteri dan pelepasan pada
plasenta.
1. Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi
dibandingkan dengan melahirkan melalui vagina (normal).
1. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
1. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

Komplikasi akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi antara lain:
1. Bayi menjadi kurang aktif dan lebih banyak tidur akibat dari efek obat bius, sehingga
akan mempengaruhi pemberian ASI.
2. Bayi yang dilahirkan melalui SC sering mengalami gangguan pernafasan karena
kelahiran yang terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi atau transisi antara
dunia dalam rahim dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu cepat.
3. Angka mortalitas bayi dengan ibu yang melahirkan dengan proses SC berkisar antara
4 dan 7% (Wiknjosastro, 2000).

F. Perawatan Post Operasi Sectio Caesaria


Menurut Rasjidi (2009), pasien pasca operasi perlu dilakukan perawatan sebagai berikut:
1. Ruang pemulihan
Di ruang pemulihan, dilakukan pemantauan perdarahan per vaginam dan kontraksi
uterus. Selain itu diberikan juga pemberian caitran IV.
2. Ruang perawatan
a. Monitor TTV
Monitor tekanan darah, nadi, jumlah urin, perdarahan, tinggi fundus, dan suhu.
b. Analgesik
Dapat diberikan analgetik non opioid untuk mengurangi nyeri. Sedangkan
pemberian analgetik opioid harus dilakukan pemantauan respirasi ketat tiap jam,
sedasi, dan skor nyeri.
c. Terapi cairan dan makanan
Pemberian cairan IV, umumnya 3 liter cairan memadai dalam 24 jam, kecuali
pengeluaran urin terganggu (<30 cc/jam).
d. Pengawasan vesika urinaria dan usus
Kateter urine dilepas dalam 12 jam post operasi, pemberian makanan padat
dilakukan setelah 8 jam.
e. Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun
dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat
ditentuka waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru
saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat
berjalan ke kamar mandi dengan pertolongan.Dengan ambulasi dini, trombosit
vena dan emboli pulmoner jarang terjadi.
f. Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari, penggantian dressing dilakukan pada hari
ketiga. Paling lambat pada hari ke tiga post partum, pasien sudah dapat mandi
tanpa membahayakan luka insisi.
g. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dlakukan pasca operasi.
h. Menyusui
Menyusui dapat dilakukan pada hari pertama pasca operasi bila bayi sehat,
tanpa kelainan
i. Pencegahan infeksi paska operasi
Morbiditas demam paling sering dijumpai paska operasi SC. Pemberian
antibiotik profilaksis dilakukan untuk mencegah infeksi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Ibu
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status pernikahan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya Ibu dengan Post Sectio Caesarea mengeluh nyeri pada daerah
luka bekas operasi.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan
untuk menentukan sebab dari dilakukannya operasi Sectio Caesarea misalnya
letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar
(multiple pregnancy), preeklampsia eklampsia berat, ketuban pecah dini yang
nantinya akan membantu membuat rencana tindakan terhadap pasien.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang
pernah diderita pasien khusunya, penyakit konis, menular, dan menahun seperti
penyakit hipertensi, jantung, DM, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin. Ada
tidaknya riwayat operasi umum/ lainnya maupun operasi kandungan (sectio
caesarea, miomektomi, dan sebagainya).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit
kronis, seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, serta penyakit menular seperti
TBC, hepatitis, dan penyakit kelamin yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
pada pasien.
4) Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan,
maupun abortus yang dinyatakan dengan kode GxPxAx (Gravida, Para, Abortus),
berapa kali ibu hamil, penolong persalinan, cara persalinan, penyembuhan luka
persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir anak jika masih ingat.

- Riwayat menarche

- Siklus haid

- Ada tidaknya nyeri haid

- Gangguan haid

5) Riwayat Kontrasepsi
Hal yang dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui apakah ibu

6) Pola Eliminasi
Pada pasien post Sectio Caesarea sering terjadi adanya konstipasi sehingga
pasien takut untuk melakukan BAB.
7) Istirahat dan Tidur
Pada pasein post Sectio Caesarea terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran bayi dan nyeri yang dirasakan akibat luka pembedahan.

8) Pola Sensori
Pasien merasakan nyeri pada abdomen akibat luka pembedahan yang dilakukan.

9) Pola Status Mental


Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi pasien, proses
berpikir, kemauan atau motivasi, serta persepsi pasien.
10) Pola Reproduksi dan Sosial
Pada pasien post Sectio Caesarea terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan
dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan masa nifas.

11) Pemeriksaan Fisik


1) Kepala

Pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kebersihan kepala, apakah ada


benjolan atau lesi, dan biasanya pada ibu post partum terdapat chloasma
gravidarum.
2) Mata
Pemeriksaan mata meliputi kesimetrisan dan kelengkapan mata, kelopak mata,
konjungtiva anemis atau tidak, ketajaman penglihatan. Biasanya ada keadaan
dimana konjungtiva anemis karena proses persalinan yang mengalami perdarahan.

3) Hidung
Pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi, kondisi
lubang hidung, apakah ada sekret, perdarahan atau tidak, serta sumbatan jalan yang
mengganggu pernafasan.

4) Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi bentuk, kesimetrisan, keadaan lubang telinga,
kebersihan, serta ketajaman telinga.

5) Leher

Pemeriksaan leher meliputi kelenjar tiroid, vena jugularis, biasanya pada


pasien post partum terjadi pembesaran kelenjar tiroid karena adanya proses
menerang yang salah.
6) Dada
(1) Jantung

Bunyi jantung I dan II regular atau ireguler, tunggal atau tidak, intensitas kuat
atau tidak, apakah ada bunyi tambahan seperti murmur dan gallop.
(2) Paru-Paru
Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak, apakah ada suara tambahan seperti
ronchi dan wheezing. Pergerakan dada simetris, pernafasan reguler, frekuensi
nafas 20x/menit.

7) Payudara
Pemeriksaan meliputi inspeksi warna kemerahan atau tidak, ada oedema atau
tidak, dan pada hari ke-3 postpartum, payudara membesar karena vaskularisasi
dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III), keras dan
nyeri, adanya hiperpigmentasi areola mamae serta penonjolan dari papila mamae.
Ini menandai permukaan sekresi air susu dan apabila aerola mamae dipijat,
keluarlah cairan kolostrum. Pada payudara yang tidak disusui, engorgement
(bengkak) akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang.
Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari. Palpasi yang dilakukan
untuk menilai apakah adanya benjolan, serta mengkaji adanya nyeri tekan.

8) Abdomen
Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk melihat apakah luka bekas operasi ada
tanda-tanda infeksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae dan linea,
apakah ada terjadinya Diastasis Rectus Abdominis yaitu pemisahan otot rectus
abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh
hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen,
cara pemeriksaannya dengan memasukkan kedua jari kita yaitu jari telunjuk dan
jari tengah ke bagian dari diafragma dari perut ibu. Jika jari masuk dua jari berarti
diastasis rectie ibu normal. Jika lebih dari dua jari berarti abnormal. Auskultasi
dilakukan untuk mendengar peristaltik usus yang normalnya 5-35 kali permenit,
palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus baik atau tidak. Intensitas kontraksi
uterus meningkat segera setelah bayi lahir kemudian terjadi respons uterus
terhadap penurunan volume intra uterine kelenjar hipofisis yang
mengeluarkan hormone oksitosin, berguna untuk memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus dan mengkrompesi pembuluh darah. Pada 1-2 jam pertama
intensitas kontraksi uterus berkurang jumlahnya dan menjadi tidak teratur karena
pemberian oksitosin dan isapan bayi.

9) Genetalia
Pemeriksaan genetalia untuk melihat apakah terdapat hematoma, oedema,
tanda-tanda infeksi, pemeriksaan pada lokhea meliputi warna, bau, jumlah, dan
konsistensinya.
10) Anus
Pada pemeriksaan anus apakah terdapat hemoroid atau tidak.
11) Integumen

Pemeriksaan integumen meliputi warna, turgor, kelembapan, suhu tubuh,


tekstur, hiperpigmentasi. Penurunan melanin umumnya setelah persalinan
menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
12) Ekstremitas
Pada pemeriksaan kaki apakah ada: varises, oedema, reflek patella, nyeri
tekan atau panas pada beti. Adanya tanda homan, caranya dengan meletakkan 1
tangan pada lutut ibu dan di lakukan tekanan ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu
merasakan nyeri pada betis dengan tindakan tersebut, tanda Homan (+).

Diagnosa Keperawatan
Masalah yang mungkin muncul, sebagai berikut :
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik, luka post operasi Sectio Caesarea.
2. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan suplai
3. Defisit pengetahuan tentang teknik menyusi yang benar berhubungan dengan
kurang terpapar informasi
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan fisik
5. Konstipasi b/d penurunan motilitas gastrointestinal.
6. Gangguan eliminasi urine b/d efek tindakan medis, anastesi
7. Gangguan pola tidur b/d nyeri akibat luka post Sectio Caesarea
8. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur pembedahan Sectio Caesarea.
9. Risiko ketidakseimbangan cairan b/d prosedur pembedahan mayor, pembatasan
cairan peroral
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi

Keperawatan

Nyeri akut b/d agen NOC : NIC :


pencedera fisik Tingkat Kenyamanan Setelah 1. Kaji nyeri secara
dilakukan tindakan komperehensif meliputi P,
keperawatan selama 1x8 jam Q, R, S, T.
diharapkan nyeri berkurang 2. Observasi reaksi non
dengan Kriteria Hasil : verbal dari pasien.
1.Pasien melaporkan nyeri 3. Monitor tanda-tanda vital
berkurang 4. Kontrol lingkungan yang
2. Skala nyeri 2-3 dapat mempengaruhi nyeri
3. Pasien tampak rileks seperti suhu ruangan,
4.Pasien dapat istirahat dan pencahayaan, dan kebisingan.
tidur. 5. Kurangi faktor presipitasi
5.Tanda-tanda vital dalam nyeri.
batas normal 6. Ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam.
7. Pemberian analgetik
dengan tepat.
8. Tingkatkan istirahat.
Menyusui tidak efektif NOC : NIC :
b/d ketidakadekuatan Breast Feeding 1. Kaji tingkat pengeluaran ASI
suplai Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji kemampuan menghisap
keperawatan selama 3x24 secara efektif
jam diharapkan menyusui 3. Tentukan keinginan dan
efektif dengan Kriteria Hasil motivasi ibu untuk menyusui
: 4. Beri kompres hangat sebelum
1. Pasien mengungkapkan menyusui
puas dengan kebutuhan 5. Ajarkan pijat oksitosin untuk
untuk menyusui memperlancar pengeluaran
2. Kemantapan pemberian ASI ASI
: Bayi : perlekatan bayi yang 6. Lakukan teknik non
sesuai pada dan proses farmakologi untuk
menghisap payudara ibu memperlancar ASI ( pijat
untuk memperoleh nutrisi Oksitosin).
selama 3 minggu pertama 7. Libatkan keluarga untuk
3. Kemantapan pemberian membantu dan memberikan
ASI : Ibu : kemantapan ibu dukungan pada ibu.
untuk membuat bayi
melekat dengan tepat
menyusui dan payudara
ibu untuk memperoleh
nutrisi selama 3 minggu
pertama pemberian ASI.
Defisit pengetahuan NOC : NIC :
tentang teknik menyusi 1. Knowledge : Disease 1. Kaji pengetahuan tentang
yang benar berhubungan Process teknik menyusui yang benar.
dengan kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan kesempatanpasien
informasi keperawatan selama 2x24 jam dan keluarga untuk bertanya
diharapkan pasien mengerti 3. Jelaskan informasi mengenai
tentang teknik menyusui yang teknik menyusui yang benar
benar. 4. Tanyakan kembali
Kriteria Hasil : tentang pengetahuan dan
1. Pasien dan keluarga prosedur yang telah dijelaskan
mampu menyatakan oleh perawat.
tentang cara menyusui
yang benar.
2. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
3. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan oleh perawat/
tim kesehatan
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
b/d kelemahan fisik Mobility Level Ecxercise therapy : Ambulation
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign sebelum
keperawatan selama 3x24 jam dan sesudah aktifitas
diharapkan gangguan 2. Kaji tingkat kemampuan
mobilitas fisik dapat teratasi pasien untuk beraktivitas.
dengan Kriteria Hasil : 3. Kaji kemampuan pasien
1. Pasien meningkat untuk mobilisasi
dalam aktivitas fisik 4. Kaji pengaruh aktivitas
Mengerti tujuan dari terhadap kondisi luka dan
peningkatan mobilitas. kondisi tubuh umum.
5. Ajarkan pasien tentang teknik
ambulasi dini
6. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan
7. Bantu pasien untuk
memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.
8. Bantu pasien untuk
melakukan tindakan sesuai
dengan kemampuan
/kondisi pasien
9. Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi
10. Evaluasi perkembangan
kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas
Konstipasi b/d penurunan NOC : NIC :
motilitas Bowl Elimination 1. Identifikasi faktor-
gastrointestinal. Setelah dilakukan tindakan faktor yang
keperawatan selama 2x24 jam menyebabkan
diharapkan pasien tidak konstipasi
konstipasi dengan Kriteria 2. Monitor bising usus
Hasil: 3. Monitor feses, frekuensi,
1. Pola BAB dalam batas konsistensi dan volume.
normal. 4. Jelaskan pada pasien
2. Feses lunak manfaat diet (cairan dan
3. Aktivitas adekuat serat) terhadap eliminasi
Cairan dan serat adekuat 5. Anjurkan kepada pasien
makan-makanan yang tinggi
serat
seperti buah pepaya.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
diet tinggi serat dan cairan.
7. Kolaborasi pemberian obat
supositoria
Gangguan eliminasi urine NOC : NIC :
b/d efek tindakan medis, Urinary Elimination Setelah 1. Lakukan penilaian kemih
anastesi dilakukan tindakan secara komperehnsif
keperawatan selama 1x 24 (misalnya, output urine, pola
jam diharapkan pasien dapat berkemih, fungsi kognitif
berkemih dengan Kriteria 2. Anjurkan keluarga untuk
Hasil memonitor output urine
Kriteria Hasil : 3. Memantau asupan dan
1. Kandung kemih kosong pengeluaran
2. Intake cairan dalambatas 4. Memantau penggunaan obat
normal dengan sifat antikolinergik
3. Tidak ada spasme atau properti apha agonis.
Bladder. 5. Kolaborasi untuk
Balance cairan seimbang penggunaan katerisasi.
Gangguan pola tidur b/d NOC : NIC:
nyeri akibat luka post Pain Level 1. Monitor/catat kebutuhan
Sectio Caesarea. Setelah dilakukan tindakan tidur pasien setiap hari dan
keperawatan selama 2x24 jam jam.
diharapkan gangguan pola 2. Pantau pola tidur pasien
tidur teratasi dengan Kriteria 3. Jelaskan pentingnya
Hasil : tidur yang adekuat.
1. Jumlah jam tidur dalam 4. Ciptakan lingkungan yang
batas normal 6-8 jam/hari. nyaman.
2. Pola tidur, kualitas dalam 5. Instruksikan keluarga
batas normal. untuk memonitor
3. Perasaan segar sesudah tidur pasien.
tidur atau istirahat 6. Diskusikan dengan
Mampu mengidentifikasi hal-hal pasien dan keluarga
yang meningkatkan tidur. tentang teknik tidur
pasien.
Resiko infeksi b/d efek NOC : NIC :
prosedur pembedahan Infection Control 1. Monitor tanda-tanda infeksi
Sectio Caesarea Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji keadaan verban post
keperawatan selama 1x8 jam operasi
diharapkan resiko infeksi tidak sectio caesarea
terjadi dengan Kriteria Hasil : 3. Pantau suhu tubuh
1. Pasien bebas dari tanda 4. Pertahankan teknik isolasi
dan gejala infeksi 5. Cuci tangan setiap sebelum
2. Menunjukkan dan sesudah tindakan
kemampuanuntuk keperawatan
mencegah timbulnya 6. Pertahankan lingkungan
infeksi, jumlah leukosit aseptic selama tindakan
dalam batas normal. 7. Inspeksi kondisi luka /
Menunjukkan perilaku hidup insisi pembedahan
sehat 8. Anjurkan istirahat yang cukup
9. Beritahu pada pasien
pentingnya perawatan luka
selama masa post
Operasi
10. Dorong masukan nutrisi dan
cairan yang cukup
11. Pemberian obat antibiotik
sesuai kebutuhan
Risiko ketidakseimbangan NOC : NIC :
cairan b/d prosedur Fluid Balance 1. Monitor status dehidrasi
pembedahan mayor, Setelah dilakukan tindakan (kelembapan membran
pembatasan cairan peroral keperawatan selama 3x24 jam ukosa, nadi adekuat) jika
diharapkan resiko perlu
ketidakseimbangan cairan tidak 2. Monitor status nutrisi
terjadi dengan Kriteria Hasil : 3. Monitor vital sign
1. Mempertahankan output 4. Pertahankan catatan
sesuai dengan usia dan BB, intake dan output yang
BJ urine normal, HT akurat.
normal. 5. Tawarkan snack (jus
2. Tanda-tanda Vital dala buah, buah segar).
batas normal. 6. Lakukan terapidan cairan
3. Tidak ada tanda-tanda IV
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC


Mochtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Oxorn, H. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica
Oxorn dan Forte, 2010, Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan, CV. Andi
Offset, Yogyakarta
Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono. 
Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa. Jakarta : CV
Sagung Seto.
Wiknjosastro, 2006, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodiharjo,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai