Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA ATAS INDIKSI CPD

Disusun Oleh :

Apriliani Nurhijah

P1337420215031

3A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2018

LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA ATAS INDIKSI CPD

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. ( Prawirohardjo, 1999)
Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada
dinding abdomen dan dinding uterus. (Cunningham dkk, 1990)
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara
ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah
pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai
pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea
adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus.

2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan

a. Seksio sesarea klasik atau corporal


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin
dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal.
Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. Seksio sesarea ismika atau profundal.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat
pada segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10
cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan
luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang
baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan
ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri
pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
c. Seksio sesarea ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.

3. Klasifikasi Sectio Caesarea


a. Seksio Sesarea Primer
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan
secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya
pada panggul sempit.
b. Seksio Sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa,
bila tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada
kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

d. Seksio Sesarea Postmortem


Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup
bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

4. Indikasi Sectio Caesarea


a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
b. Plasenta previa
c. Gawat janin
d. Pernah seksio sesarea sebelumnya
e. Kelainan letak janin
f. Hipertensi
g. Rupture uteri mengancam
h. Partus lama (prolonged labor)
i. Partus tak maju (obstructed labor)
j. Distosia serviks
k. Ketidakmampuan ibu mengejan
l. Malpresentasi janin
 Letak lintang
- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara
yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup
dan besar biasa.
- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan secsio sesarea walau tidak ada perkiraan panggul
sempit.
- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara-cara lain.
 Letak bokong
Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
- Panggul sempit
- Primigravida
- Janin besar dan berharga
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara
lain tidak berhasil.
 Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
 Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Bila terjadi interlock
- Distosia oleh karena tumor
- Gawat janin

5. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea


Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jamkemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3) Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
4) Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5) Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari
kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi
dengan bantuan.
6) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada
hari kelima setelah operasi. (Mochtar Rustam, 2002)

B. CEPHALOPELVIK DISPROPORSI (CPD)


1. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan
bentuk dan ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan
yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan
panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
(Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik
disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara
obstetri. Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran
diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih.
Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih
diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan
normal.

2. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4,
yaitu:
a. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar
atau dengan diameter transversal yang lebih panjang
sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul
tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
b. Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit.
c. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk
sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan,
dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus
pubis yang menyempit.
d. Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas
lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas
panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
a. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus
vertebra sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis.
Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke
promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan
kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata
diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata
diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata
obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak
antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
b. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara
langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut
distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu
sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara
sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
c. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun
terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang
menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah
panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5
cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir
bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

Gambar 2.1. Anatomi Panggul Wanita

3. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan
pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan
lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
b. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang,
letak dahi, hidrosefalus.
c. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran
kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau
hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam.
Panggul sempit yang
penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul
sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat,
yaitu :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele,
panggul robert, split pelvis, panggul asimilasi.
b. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
c. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
d. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan.
penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul,
pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya, yaitu
sebagai berikut :
a. Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau
apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan
mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih
panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul
biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari
11,5 cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa
kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang
dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm.
b. Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul
tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina
isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul
tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin.
Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas
panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang
transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara
pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan
penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm
atau kurang.
c. Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
d. Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan
umum dan anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra,
poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang
dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit,
namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal
tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan
terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada
persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal,
kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara
untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri
terdiri dari :
1) Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk,
dan ukuran-ukuran panggul apabila dilakukan dengan
pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai antara lain : jangkar-
jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan
sebagainya. Yang diukur adalah :
 Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka
anterior superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara
dua tempat yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
 Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara
spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior
dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra dan spina iliaka
anterior superior sinistra.
 Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian
atas simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
 Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan
dan kiri.
2) Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir
hingga menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung
jarak dari tulang kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui
ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Pemeriksaan
ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah Nur, 2010).
3) Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk
panggul dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran
dalam ketiga bidang panggul.
e. Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada
yang melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram
dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram
adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan
dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500 gram.
Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar
atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui
rongga panggul.

4. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi


a. Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung
berbagai faktor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul,
pergerakan sendi-sendi panggul, besarnya kepala janin, persentasi dan
posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum persalinan berlangsung
hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8
½ cm dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm
dapat dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka,
atau kelainan letak lainnya. Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
1) Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan
pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps
atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik (dikatakan
berhasil).
2) Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan
berakhir 1 jam sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III,
test of labor berhasil. Persalinan percobaan dihentikan jika
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan ibu atau
anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis,
dan forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan
tersebut, dilakukan sectio caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema,
2005).
b. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila
ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang
tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan
selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan
dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan
selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum
dipenuhi.
c. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan
pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d. Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala
janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi
tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam.
Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti
oleh kranioklasi.
e. Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala
dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena
terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk
melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua
klavikula.
IV. Pathway Sectio Caesarea
INDIKASI
Kelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus tak
maju, Distorsio servik Disproporsi sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin, Pernah
SC sebelumnya,
Ketidakmampuan ibu mengejan

Sectio Caesarea

Pasca operatif Cemas Post partum


Adaptasi Adaptasi psikologis
fisiologis
Trauma Luka bekas insisi Efek anestesi
jaringan Proses laktasi Taking in Taking hold Letting go

Supresi SSP Medulla


Invasi Mempengaruhi tonus Penerimaan
Diskontinu itas oblongata
uteri Isapan bayi Stimulasi Hip. peran baru
jaringan Gangguan pada Posterior
pons Respon mual Atonia uteri
Resti muntah Perubahan peran
Stimulasi Sekresi oksitosin
infeksI Hip.anterior
Pola napas tak Resti perdarahan Cemas
Nyeri efektif Resti kekurangan Sekresi prolaktin Stimulasi duktus alveoli
volume cairan dan perdarahan Menghambat sekresi
Kelemahan fisik Kelj. Mamae
elektrolit oksitosin
Putting inverte Produksi ASI sedikit
Sumber : Bobak, 2004 Gg. Mobilitas fisik Ineffective breast feeding Pressure the ejection of
breast feeding
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya
pada pasien dengan post operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah
adanya rasa nyeri.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha
apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus
haid berapa hari, lama haid, warna darah haid, HPHT kapan,
terdapat sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati,
usia, sehat atau tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien
apakah menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana
yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan
perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai
ngantuk, harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran
merupakan gejala syok.
2) Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut
dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah
jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk
dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang
memakai anaestesi general.
3) Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan
ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6
sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat
anestesi.
4) Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus.

5. Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan,
sampai ketakutan, marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
a. Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih
b. Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber.
Misal: trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/ abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema,
bengkok, nyeri tekan.
10. Seksualitas
 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek
hormonal, distensi kandung kemih. (Doenges, 2001)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
dan nyeri. (Judith, 2005)
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
(Doenges, 2001)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan. (Doenges, 2001)
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau
transmisi interpersonal. (Doenges, 2001)

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anastesi, efek hormonal dan distensi kandung kemih.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam,
klien tidak mengalami nyeri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri,
mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya, dan
mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan
tindakan keperawatan.
2) Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang
dialaminya.
3) Ajarkan teknik relaksasi – distraksi
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
4) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi
akut.

5) Anjurkan menggunakan kompres hangat.


Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan klien.
6) Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
7) Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan
nyeri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam,
gangguan mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil :
 Tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh
yang sakit/kompensasi dan mendemonstrasikan teknik atau
perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk
melakukan gerakan.
Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi
trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
2) Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar.
Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
3) Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan,
seperti bel atau lampu pemanggil.
Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat
mengatur diri dan mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
4) Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi,
pakailah gerakan perlahan dan lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi
sendi dan mencegah kontraktur dan atrofi otot.
5) Anjurkan klien istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan.
6) Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh
klien sesuai yang diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman
pada klien emosional.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam,
defisit perawatan diri teratasi
Kriteria hasil :
 Mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri, dan mengidentifikasi/menggunakan
sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi :
1) Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan
perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada
perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
2) Tentukan tipe-tipe anastesi.
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat
diarahkan untuk berbaring datar.
3) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi,
gosokan punggung dan perawatan perineal).
Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan
kesejahteraan bantuan profesional
5) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
d. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit,
pemajanan pada patogen.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, klien
tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan
fungsio laesa), tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37 C),
dan pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa
komplikasi.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan
terjadinya infeksi (color).
2) Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi
adanya pus.
3) Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme
infeksius.
4) Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan
tingkat keterlibatan.
5) Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan.
Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan
buruk meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan
darah berlebihan.
6) Berikan antibiotik pada praoperasi
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi
interpersonal.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, rasa
cemas teratasi.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan perasaan takut, tampak rileks, dan
menggunakan sumber/sistem pendukung dengan efektif.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan
sistempendukung.
Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar
tingkat ansietas.
2) Tetap bersama klien dan tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan
empati.
Rasional : membantu membatasi transimisi ansietas
interpersonal, dan mendemonstrasikan perhatian terhadap
klien/pasangan.
3) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil
akhir dan membantu membawa ancaman yang dirasakan /
aktual ke dalam perspektif.
4) Anjurkan klien/pasangan mengungkapkan dan/atau
mengekspresikan perasaan (menangis).
Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah
negative dan memberikan kesempatan untuk mengatasi
perasaan ambivalen atau teratasi/berduka. Kepercayaan diri dan
penerimaan serta menurunkan ansietas.
5) Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah
orang yang ada, sesuai keinginan klien.
Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun
sumber-sumber, dan mengatasi dengan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis.


Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.

Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From


Http://sekuracity/blogspot.com. 2013
Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,


Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC;
2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta.


2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC :


Jakarta. 2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina


Pustaka : Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

Anda mungkin juga menyukai