Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SECTIO


CAESAREA PRESENTASE BOKONG

“Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners


Keperawatan Maternitas”

Disusun Oleh :
HENY FITRIYANINGSIH
202103106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
April , 2022
1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SECTIO


CAESAREA PRESENTASE BOKONG

Telah Disetujui Oleh


Pada Tanggal …. April 2022

Pembimbing Kinik Pembimbing Akademik

Sri Mukti Sulastri A. Md. Keb. Yayuk Fatmawati, S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. 198211252008012005 NIDN. 0604098001

2
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
I. Sectio Caesaria
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus ( Prawirohardjo, 2016)
Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus. (Cunningham dkk, 2015)
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus
untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati
cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2016)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus.

2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan


a. Seksio sesarea klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat,
tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa
diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi
mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis
yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri
spontan.
b. Seksio sesarea ismika atau profundal.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari
sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal
flop baik untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan
kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan

3
menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post
operasi tinggi.
c. Seksio sesarea ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.

3. Klasifikasi Sectio Caesarea


a. Seksio Sesarea Primer 
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara
seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit.
b. Seksio Sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa, bila
tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio Sesarea Postmortem
Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan yang
meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

4. Indikasi Sectio Caesarea


a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
b. Plasenta previa
c. Gawat janin
d. Pernah seksio sesarea sebelumnya
e. Kelainan letak janin
f. Hipertensi
g. Rupture uteri mengancam
h. Partus lama (prolonged labor)
i. Partus tak maju (obstructed labor)
j. Distosia serviks
k. Ketidakmampuan ibu mengejan

4
l. Malpresentasi janin
 Letak lintang
- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara yang
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan secsio
sesarea walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-
cara lain.
 Letak bokong
Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
- Panggul sempit
- Primigravida
- Janin besar dan berharga
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain
tidak berhasil.
 Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
 Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Bila terjadi interlock
- Distosia oleh karena tumor
- Gawat janin

5. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri

5
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea


Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jamkemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3) Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
4) Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5) Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
6) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi. (Mochtar Rustam, 2012)

II. Letak Sungsang


1. Pengertian
Presentasi bokong atau letak sungsang merupakan letak memanjang dengan kepala
janin di fundus dan bokong di bagian bawah kavum uteri (Manuaba, 2010 dan
Saifuddin, 2011). Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang dalam
rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar, 2013). Presentasi
bokong adalah letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas dengan panggul
janin merupakan kutub bawah (Oxorn, 2010). Presentasi bokong adalah janin dalam
posisi longitudinal dengan bokong berada di kutub bawah uterus (Fraser, 2012).

6
2. Etiologi
a) Dari sudut ibu
1) Keadaan rahim (rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus dupleks, mioma
bersama kehamilan)
2) Keadaan plasenta (plesenta letak rendah, plasenta previa)
3) Kedaan jalan lahir (kesempitan panggul, deformitas tulang panggul,
terdapat tumor menghalangi jalan lahir) (Manuaba, 2010).
b) Dari sudut Janin
1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
2) Hidrosefalus, Anensefalus
3) Kehamilan kembar, Prematuritas
4) Hidramnion, Oligohidramnion (Medforth, 2012).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko dari presentasi bokong menurut Saifuddin (2011) dan Fraser (2012) :
a) Prematuritas
Karena air ketuban masih banyak dan kepala anak mudah bergerak.
b) Plasenta previa
Letak plasenta yang berada di bawah menghalangi turunya kepala kedalam
pintu atas panggul.
c) Multiparitas Frekuensi
Presentasi bokong lebih banyak pada multipara dibandingkan primigravida.
Angka paritas yang tinggi biasanya disertai dengan relaksasi uterus.
d) Kehamilan kembar
Kehamilan kembar membatasi ruang yang tersedia untuk perputaran janin
sehingga dapat menyebabkan salah satu janin atau lebih memiliki presentasi
bokong.
e) Kelainan bentuk kepala
Seperti hidrosefalus, anensefalus karena kepala kurang sesuai dengan bentuk
pintu atas panggul. 10 6) Polihidramnion, Oligohidramnion Cairan amnion
yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menyebabkan presentasi bokong.
f) Abnormalitas struktur uterus
Bentuk uterus yang abnormal dan distorsi rongga uterus oleh septum atau
jaringan fibroid dapat menyebabkan presentasi bokong.

7
4. Kliasifikasi Presentasi Bokong
Berdasarkan bagian terbawah janin presentasi bokong dapat dibagi menjadi:
a) Bokong murni (frank breech) Kedua kaki terangkat keatas sehingga pada
pemeriksaan dalam hanya teraba bokong (Mochtar, 2013).
b) Bokong kaki sempurna (complete breech) Disamping bokong dapat di raba
kedua kaki (Medforth, 2012).
c) Bokong kaki tidak sempurna (Incomplet Breech) Salah satu atau kedua pinggul
tidak difleksikan dan satu atau kedua kaki atau lutut berada dibawah bokong
(Dutton, 2012).
d) Flooting breech Satu atau kedua kaki menjadi bagian presentasi karena baik
pinggul atau lutut tidak sepenuhnya fleksi. Bedanya dengan Complete Breech
kaki lebih rendah dari bokong (Fraser, 2009).
5. Patofisiologi pada presentasi bokong
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang (Tanto, 2014).
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di
fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah
uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup
bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup
bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Presentasi bokong
yang menetap dapat disebabkan oleh abnormalitas dari bayi, volume cairan amnion,
lokasi plasenta, kelainan uterus, tonus otot uterus yang lemah dan prematuritas
(Saifuddin, 2011 dan Tanto, 2014).
3. Diagnosis Letak Sungsang Presentase Bokong
Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar : di bagian bawah uterus
tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat (kepala), kepala teraba di fundus
uteri. Selain itu ibu juga merasakan penuh dibagian atas dan gerakannya terasa
lebih banyak dibagian bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan

8
setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada umbilicus. Apabila diagnosis letak
sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding
perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila ada keraguan, harus
dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi, setelah ketuban
pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya
sakrum, kedua tuberosisiskii, dan anus. Bisa dapat diraba kaki, maka harus
dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan
ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari
kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan.

4. Mekanisme Persalinan
Bokong masuk ke dalam rongga panggul dengan garis pangkal pada melintang
atau miring, setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran paksi dalam, sehingga
di pintu bawah panggul garis panggul pada menempati diameter anteposterior dan
tronkanter depan berada dibawah simfisis. Kemudian terjadi leksi lateral pada
badan janin, sehingga trokunter belakang melewati perineum dan lahirlah seluruh
bokong diikuti oleh kedua kaki, setelah bokong lahir terjadi putaran paksi luar
dengan perut janin berada di posterior yang memungkinkan bahu melewati pintu
atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau miring. Terjadi putaran
paksi dalam pada bahu, sehingga bahu depan berada di bawah simfisis dan bahu
belakang melewati perineum. Pada saat tersebut kepala masuk ke dalam rongga
panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring.
Dalam rongga panggul terjadi putaran paksi dalam kepala sehingga muka
memutar ke posterior dan oksiput ke arah simpisis. Dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi dan seluruh kepala lahir berturut-
turut melewati perineum. Ada perbedaan nyata antara kelahiran janin dalam
prosentasi kepala dan kelahiran janin dalam letak sungsang. Pada prosentase kepala
yang lahir lebih dahulu ialah bagian janin yang terbesar, sehingga bila kepala telah
lahir, kelahiran badan tidak memberi kesulitan. Sebaliknya pada letak sungsang,
berturut-turut lahir bagian-bagian yang makin lama makin besar dimulai dari
lahirnya bokong, bahu dan kemudian kepala. Dengan demikian meskipun bokong

9
dan bahu telah lahir, hal tersebut belum menjamin bahwa kelahiran kepala juga
berangsur-angsur berlangsung dengan lancar.

5. Prognosis
a. Bagi Ibu
Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar karena dilakukan
tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan paritas lebih lama, jadi
mudah terkena infeksi.
b. Bagi anak
Pognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah
plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit
antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia. Oleh karena itu
setelah pusat lahir dan supaya janin hidup, janin harus dilahirkan dalam waktu
8 menit. (Mochtar,2016)

6. Komplikasi
a. Komplikasi pada janin
 Prolaps tali pusat.
 Trauma pada bayi akibat tangan mengalami extensi, kepala mengalami
extensi, pembukaan serviks belum lengkap disporposi chepalopelvic.
 Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat pelepasan placenta,
kepala macet.
 Perlukaan atau trauma pada organ abdomen atau leher.
 Patah tulang leher.
b. Komplikasi pada ibu
 Pelepasan placenta.
 Perlukaan vagina atau serviks.
 Endometriosis.

10
III. POST PARTUM (NIFAS)
1. Pengertian Post Partum
Nifas atau purperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil. (Forner, 2016 )
Masa nifas/masa purperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu. (Arif, 2016)
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa
sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan
serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu.

2. Fase Nifas
Fase nifas terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1) Immediate post partum : 24 jam pertama post partum
2) Early post partum : setelah 24 jam sampai 1 minggu post partum
3) Late post partum : Setelah 1 minggu sampai 6 minggu post partum

3. Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Post Partum


Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001), meliputi :
1) Involusio, yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke
keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena sitoplasmanya yang berlebihan dibuang.
a. Involusio uterus
Terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi
dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan TFU
yaitu setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1-2 jari dibawah
pusat. Pada hari ke-6 TFU normalnya berada di pertengahan simfisis pubis
dan pusat. Pada hari ke- 9 atau 12 TFU sudah tidak teraba.
b. Involusio tempat melekatnya plasenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada
endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka.
Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk
implantasi dan pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.

11
2) Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Lochea terbagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Lochea rubra, berwarna merah yang terdiri dari lendir dan darah, terdapat
pada hari kesatu dan kedua.
b. Lochea sanguinolenta, berwarna coklat yang terdiri dari cairan bercampur
darah dan pada hari ke 3 - 6 post partum.
c. Lochea serosa, berwarna merah muda agak kekuningan yang mengandung
serum, selaput lendir, leukosit dan jaringan yang telah mati, pada hari
ke 7 - 10.
d. Lochea alba, berwarna putih/jernih yang berisi leukosit, sel epitel,
mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, terdapat pada
hari ke-1 hingga 2 minggu setelah melahirkan.
3) Adaptasi Fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38 oC
dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan
kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya.
Pembengkakan buah dada pada hari ke-2 atau 3 setelah melahirkan dapat
menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.

b. Adaptasi sistem cardiovaskuler


 Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg dapat
terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring - duduk. Keadaan sementara
ini sebagai kompensasi cardiovaskuler terhadap penurunan dalam rongga
panggul dan perdarahan.
 Denyut nadi berkisar antara 60 - 70 x/menit, berkeringat dan menggigil
mengeluarkan cairan yang berlebihan sering terjadi terutama pada malam
hari.
c. Adaptasi sistem gastro intestinal
Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun
kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan

12
juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari.
d. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat
mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap tekanan cairan.
perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan
yang tidak sempurna, biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang
air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung pada
hari ke 2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras dan nyeri.
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan,
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah
melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perineum
Setelah melahirkan perinuem menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post partum hari
ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan
(nuliparia).
h. Laktasi
Setelah partus, pengaruh penekanan dari estrogen dan progesteron
terhadap hipofisis hilang timbul. Pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali
antara lain lactogenic hormon (prolaktin) yang akan menghasilkan mammae
yang telah dipersiapkan pada masa hamil, terpengaruhi akibat kelenjar-
kelenjar susu berkontraksi sehingga mengeluarkan air susu. Umumnya
produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 - 3 post partum.
4) Proses menjadi orang tua
Steele dan Pollack (1968), menyatakan bahwa menjadi orang tua
merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama
bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik,
dan komponen kedua bersifat emosional yang melibatkan ketrampilan afektif
dan kognitif. Kedua komponen tersebut penting untuk perkembangan dan

13
keberadaan bayi.
a. Ketrampilan Kognitif-Motorik
Komponen ini melibatkan orang tua dalam aktivitas perawatan anak,
seperti memberikan makan, menggendong, menenakan pakaiaan, dan
membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya, dan memungkinkan untuk
bergerak. (Steele, Pollack,1968)
Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman
pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk
melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi mereka.
Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki keinginan untuk
belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan
aktivitas merawat anak.
b. Ketrampilan Kognitif-Afektif
Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan
atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di masa
kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam
hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjuk
perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini ke generasi
berikutnya dengan meniru hubungan orangtua-anak yang pernah dialaminya.
Ketrampilan ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan memberikan
perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Komponen menjadi orang
tua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan anak yang
dilakukan dengan praktis dan pada respon emosionl anak terhadap asuhan
yang diterimanya. Suatu hubungan orangtua-anak yang positif adalah saling
memberi satu sama lain yang dapat mendasari dalam memberikan bantuan
mempunyai arti bahwa orang tersebut berharga untuk menerima bantuan.
Konsep Erikson (1959-1964), mengatakan tentang dasar kepercayaan
perkembangan rasa percaya ini akan menentukan respon bayi seumur
hidupnya. Orang-orang yang mengalami hubungan orang tua-anak yang
positif cenderung lebih mudah bersosialisasi dan terbuka serta mampu
meminta bantuan dan menerima bantuan dari orang lain. Sebaliknya,
mereka yang kurang rasa percaya cenderung mengasingkan diri dan
menyendiri. Mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk

14
mengalami krisis karena ketidakmampuanya menggunakan dukungan orang
lain ketika menghadapi masalah. (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004)
5) Adaptasi psikososial
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati
masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan perawat
adalah :
 Honeymoon
Adalah fase setelah anak lahir dan dan terjadi kontak yang lama antara
ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang
memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling memperhatikan anaknya
dan menciptakan hubungan yang baru.
 Bonding Attachment atau ikatan kasih
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan."Bonding" adalah suatu istilah
untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak. Sedangkan"attachment"
adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak. Peran perawat penting
sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi
suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan ikatan kasih tersebut.
Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah
melahirkan adalah :
 Fase "taking in" (Fase Dependen)
Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari
setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung
jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang
lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan
istirahat. Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
 Fase "taking hold" (Fase Independen)
 Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
 Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
 Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya
15
dan bayinya.
 Fase "letting go" (Fase Interdependen)
Merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidaktergantungan
dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat, dan mampu mengenal
bahwa bayi terpisah dari dirinya. (Farrer, 2001)
 Post partum Blues
Pada fase ini, terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas
yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu
setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah
tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas. Bila
keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu
menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan ini dapat menjadi
serius yaitu keadaan post partum depresi.

IV. MOBILISASI DINI POST PARTUM (POST SECTIO CAESAREA)


1. Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini


mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis. (Carpenito, 2000)

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri dan


kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping
kemampuan mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 2016)

Mobilisasi ibu post partum adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya
kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan
Caesar. (Soelaiman, 1993)

2. Manfaat Mobilisasi
Menurut Manuaba (2016), tujuan mobilisasi post partum adalah :
1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi peurperium
2) Mempercepat involusi alat kandungan

16
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI
dan pengeluaran sisa metabolisme.
Menurut Rambey (2008), manfaat mobilisasi dini adalah :
1) Melancarkan sirkulasi darah
2) Membantu proses pemulihan
3) Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh darah
balik serta menjaga pedarahan lebih lanjut
Menurut Fizari (2009), manfaat lain dari mobilisasi dini adalah :
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat
2) Faal usus dan kandung kencing lebih baik
3) Kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara anaknya

3. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi


1) Peningkatan suhu tubuh
Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak
dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi
adalah peningkatan suhu tubuh.
2) Perdarahan yang abnormal
Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri
keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena
kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
3) Involusi uterus yang tidak baik
Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran
darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

4. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi


Menurut Carpenito (2000), dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

17
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif seperti berbaring, menggerakkan
kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan.

5. Tahap-Tahap Mobilisasi
Tahap- tahap mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea (Kasdu,
2016) :
1) 6 jam pertama ibu post SC
Istirahat tirah baring, mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan
menggeser kaki.
1) 6-10 jam
Ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis
dan trombo emboli.
3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan
6. Pelaksanaan Mobilisasi Dini
1) Hari ke 1 :
 Berbaring miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah penderita / ibu sadar.
 Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini
mungkin setelah sadar.
2) Hari ke 2 :
 Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam-dalam lalu
menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri
ibu/penderita bahwa ia mulai pulih.
 Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk

18
 Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita/ibu yang sudah
melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari.
3) Hari ke 3 sampai 5 :
 belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari 4 setelah operasi.
 Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat
membantu penyembuhan ibu.

19
V. PATHWAYS

20
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan post operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya
rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa
saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus
haid berapa hari, lama haid, warna darah haid, HPHT kapan,
terdapat sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia,
sehat atau tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien
apakah menggunakan KB hormonal atau yang lainya.

21
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana
yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan
perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai
ngantuk, harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran
merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut
dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah
jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk
dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang
memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan
ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6
sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat
anestesi.

22
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan,
sampai ketakutan, marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
 Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih
pucat.
 Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber.
Misal: trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/ abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema,
bengkok, nyeri tekan.
10. Seksualitas
 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

23
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agens cidera fisik
b. Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik
c. Risiko infeksi b/d prosedur invasif
d. Hambatan mobilitas fisik b/d agens farmaseutikal
e. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (suara bising)
f. Ketidakefektifan pemberian ASI b/d suplai ASI tidak cukup

2. Rencana Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
b/d agens keperawatan selama 3 x 8 1. Kaji nyeri klien secara
cidera fisik. jam, diharapkan nyeri komprehensif
akut klien teratasi dengan (P,Q,R,S,T).
kriteria hasil : 2. Observasi reaksi
Kontrol Nyeri (1605) nonverbal dari
1. Mampu mengontrol ketidaknyamanan.
nyeri dengan teknik 3. Gunakan teknik
nonfaramakologi. komunikasi terapeutik
2. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri dapat berkurang pengalaman nyeri pasien.
(skala 1 -10). 4. Monitor tanda-tanda vital
3. TTV dalam batas (Tekanan darah, nadi,
normal (TD:120/80 suhu, dan respirasi).
mmHg, N:60-100 5. Tingkatkan istirahat total
x/menit, RR: 12-24 klien (bedrest).
x/menit). 6. Ajarkan klien teknik non
farmakologi (tarik nafas
dalam dan distraksi).
7. Kolaborasi pemberian

24
analgetik jika diperlukan.

2 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (3660)


integritas keperawatan selama 3 x 8 1. Monitor karakteristik luka,
jaringan b/d jam, diharapkan termasuk drainase, warna,
faktor kerusakan integritas ukuran, dan bau.
mekanik jaringan dapat teratasi 2. Bersihkan luka dengan
dengan kriteria hasil: normal saline atau
Penyembuhan Luka pembersih yang tidak
Primer (1102) beracun, dengan tepat.
1. Terjadi pembentukan 3. Berikan balutan yang
bekas luka. sesuai dengan jenis luka.
2. Tidak ada eritema di 4. Pertahankan teknik balutan
kulit sekitar luka. steril ketika melakukan
3. Tidak ada perawatan luka, dengan
peningkatan suhu tepat.
tubuh. 5. Ajari pasien dan keluarga
4. Tidak ada bau luka. tentang tanda-tanda
infeksi.
6. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang asupan nutrisi
yang sesuai untuk pasien.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi (6540)
b/d prosedur keperawatan selama 3 x 8 1. Monitor tanda-tanda
invasif jam, diharapkan risiko infeksi.
infeksi dapat teratasi 2. Anjurkan pengunjung
dengan kriteria hasil: untuk mencuci tangan
Keparahan Infeksi sebelum dan sesudah
(0703) meninggalkan kamar
1. Tidak ada tanda-tanda pasien.

25
infeksi (Kolor, Dolor, 3. Batasi jumlah
Rubor, dan Tumor). pengunjung.
2. Tidak adanya 4. Ganti peralatan perawatan
peningkatan sel darah pasien sesuai protokol.
putih. 5. Dorong pasien untuk
3. Tidak ada malaise beristirahat yang cukup.
dan lethargi. 6. Ajari pasien dan keluarga
bagaimana cara
menghindari terjadinya
infeksi.
7. Kolaborassi pemberian
antibiotik dengan dokter.
4 Hambatan Setelah dilakukan asuhan Terapi Latihan: Ambulasi
mobilitas keperawatan selama 3 x 8 (0221)
fisik b/d jam, diharapkan 1. Monitor vital sign
agens hambatan mobiltas fisik sebelum/sesudah latihan
farmaseutikal dapat teratasi dengan dan lihat respon pasien
kriteria hasil: saat latihan.
Posisi Tubuh: 2. Ajarkan pasien atau
Berinisiatif Sendiri tenaga kesehatan lain
(0203) tentang teknik ambulasi.
1. Klien meningkat 3. Kaji kemampuan pasien
dalam aktivitas fisik. dalam mobilisasi.
2. Mengerti tujuan dari 4. Latih pasien dalam
peningkatan pemenuhan kebutuhan
mobilitas. ADLs secara mandiri
3. Memverbalisasikan sesuai kemampuan.
perasaan dalam 5. Dampingi dan Bantu
meningkatkan pasien saat mobilisasi dan
kekuatan dan bantu penuhi kebutuhan
kemampuan ADLs.

26
berpindah/merubah 6. Ajarkan pasien bagaimana
posisi merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan.
7. Konsultasikan dengan ahli
terapi fisik mengenai
rencana ambulasi, sesuai
kebutuhan.
5 Gangguan Setelah dilakukan Peningkatan Tidur (1850)
pola tidur b/d tindakan keperawatan 1. Monitor pola tidur
halangan selama 3 x 8 jam klien dan jumlah jam
lingkungan diharapkan gangguan tidur.
(suara bising) pola tidur dapat 2. Identifikasi faktor yang
teratasidengan kriteria dapat meningkatkan
hasil : mood tidur
Tidur (0004) 3. Ajarkan pasien
1. Tidak ada kesulitan bagaimana melakukan
memulai tidur. relaksasi otot atau
2. Perasaan segar bentuk intervensi non-
setelah tidur. farmakologi lainnya
3. Tidak terganggunya untuk memancing
pola tidur. tidur.
4. Anjurkan pasien untuk
menghindari makanan
dan minuman yang
dapat menggangggu
tidur.
5. Bantu meningkatkan
jumlah jam tidur, jika
diperlukan.
6. Berikan informasi

27
mengenai teknik yang
dapat membantu
meningkatkan tidur.
7. Kolaborasi pemberian
obat tidur dengan
dokter, jika diperlukan.

6 Ketidakefekti Setelah dilakukan asuhan Konseling Laktasi (5244)


fan keperawatan selama 3 x 8 1. Monitor kemampuan
pemberian jam, diharapkan bayi untuk menghisap.
ASI b/d ketidakefektifan 2. Demonstrasikan breast
suplai ASI pemberian ASI dapat care dan pantau
tidak cukup teratasi dengan kriteria kemampuan klien untuk
hasil: melakukan secara teratur.
Keberhasilan 3. Ajarkan cara
Menyusui: Maternal mengeluarkan ASI
(1001) dengan benar, cara
1. Posisi nyaman selama menyimpan, cara
menyusui. transportasi sehingga
2. Payudara penuh bisa diterima oleh bayi.
sebelum menyusui. 4. Berikan dukungan dan
3. Pengeluaran ASI semangat pada ibu untuk
(refleks let down). melaksanakan pemberian
4. Adanya dukungan Asi eksklusif.
keluarga. 5. Berikan penjelasan
5. Klien puas dengan tentang tanda dan gejala
proses menyusui. bendungan payudara dan
infeksi payudara.
6. Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan
mendukung klien dalam

28
pemberian ASI.
7. Ajarkan teknik marmet
untuk membantu
melancarkan pengeluaran
ASI.
8. Berikan informasi
mengenai manfaat
kegiatan menyusui baik
fisiologis maupun
psikologis.
9. Rujuk pada praktisi atau
konsultan laktasi jika
diperlukan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis.


Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.

Cunningham, F G, et all. 2014. Obstetri Williams Volume I. Jakarta: EGC

Doengoes, M. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :


EGC

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From


Http://sekuracity/blogspot.com. 2013

Fraser, Diane, M. dan Cooper, M. A. 2012. Buku Ajar Bidan Myles. EGC. Jakarta.

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 2016.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,


Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC;
2005.
Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.
Mansyur, Arif, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Jakarta.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 2016.
Marmi, 2012, Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Pustaka Belajar: Yogyakarta

Medforth, Janet, dkk, 2012, Kebidanan Oxford, EGC: Jakarta

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC :


Jakarta. 2012.
Mochtar. 2004. Sinopsis Obstetri, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC

Oxron H, & William R. Forte. 2010. Yayasan Essentia Medika: Yogyakarta

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2012.
Rukiyah. 2013. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info
Media.

30
Saifuddin, A B. 2011. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Sarwono, 2012, Ilmu Bedah kebidanan, Yayasan sarwono, Jakarta.


Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka
: Jakarta. 2012.
Trisnawati F. 2012. Asuhan Kebidanan. Jilid I. PT. Prestasi Pustakarya: Jakarta.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2012.

31

Anda mungkin juga menyukai