Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI CPD

DISUSUN OLEH
SRI KHAYANI
11202020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA ATAS INDIKSI CPD

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


I. SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. ( Prawirohardjo, 1999)
Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus. (Cunningham dkk, 1990)
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini
biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada
komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai
pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus.

2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan


a. Seksio sesarea klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin
dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal.
Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. Seksio sesarea ismika atau profundal.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka
lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan
ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri
pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
c. Seksio sesarea ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.

3. Klasifikasi Sectio Caesarea


a. Seksio Sesarea Primer 
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara
seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada
panggul sempit.
b. Seksio Sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa, bila
tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada
kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio Sesarea Postmortem
Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan
yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

4. Indikasi Sectio Caesarea


a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
b. Plasenta previa
c. Gawat janin
d. Pernah seksio sesarea sebelumnya
e. Kelainan letak janin
f. Hipertensi
g. Rupture uteri mengancam
h. Partus lama (prolonged labor)
i. Partus tak maju (obstructed labor)
j. Distosia serviks
k. Ketidakmampuan ibu mengejan
l. Malpresentasi janin
 Letak lintang
- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara
yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan
besar biasa.
- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
secsio sesarea walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara-cara lain.
 Letak bokong
Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
- Panggul sempit
- Primigravida
- Janin besar dan berharga
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan
cara-cara lain tidak berhasil.
 Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
 Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Bila terjadi interlock
- Distosia oleh karena tumor
- Gawat janin

5. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal
ini sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea


Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
a. Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jamkemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
c. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
d. Pemberian antibiotika.
e. Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
f. Mobilisasi.
g. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
h. Pemulangan
i. Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi. (Mochtar Rustam, 2002)
II. CEPHALOPELVIK DISPROPORSI (CPD)
1. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan
ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri.
Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya
berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara
obstetri adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga
mengganggu mekanisme persalinan normal.

2. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :
a. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau
dengan diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada
diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu
bawah panggul yang cukup luas.
b. Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit.
c. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina
iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
d. Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih
pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan
dengan arkus pubis yang luas.
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-
tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan
antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang
terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan
os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang
menghubungkan os sakrum (tulang panggul) dan os koksigis (tulang
tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan
pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat
bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung koksigis dapat
bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat
dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan
pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat
ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea
terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak
dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada
ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ-organ abdominal
selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot-otot dan
ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh
pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan
pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita
temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan
muskulus koksigeus.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra
sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata
diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium,
Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan
jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh
permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan
tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di
vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan
jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium
sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium
yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm,
panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, selisih antara konjugata vera dengan
konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran
klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat
penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting
pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini
yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul
terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara
sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

3. Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari
dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang
menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah
panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak
antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak
dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter
sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke
ujung sacrum (11,5 cm).
Gambar 2.1. Anatomi Panggul Wanita

3. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik,
uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan
ini dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
1) Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
2) Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
b. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak
dahi, hidrosefalus.
c. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran
kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal.
Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi,
lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada
persalinan pervaginam. Panggul sempit yang
penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul
sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan
panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya.  Panggul ini digolongkan menjadi
empat, yaitu :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul
naegele, panggul robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka
dan sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat
terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah
panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya, yaitu sebagai
berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila
diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan
mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih
panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul
biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari
11,5 cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa
kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang
dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm.
2) Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika
tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah
tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin.
Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu
atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada
bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio
sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan
secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul.
Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter
interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah
adalah 13,5 cm atau kurang.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga
dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
4) Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis.
Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada
kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan
berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat
memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga
dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan
terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal,
kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri
dari :
a. Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan
ukuran-ukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan
dalam. Alat-alat yang dipakai antara lain : jangkar-jangkar
panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan sebagainya.
Yang diukur adalah :
 Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina
iliaka anterior superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara
dua tempat yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
 Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara
spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior
superior dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra dan
spina iliaka anterior superior sinistra.
 Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian
atas simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
 Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan
dan kiri.
b. Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir
hingga menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung
jarak dari tulang kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui
ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.
Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah Nur,
2010).
c. Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk
panggul dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran
dalam ketiga bidang panggul.
5) Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang
melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram
dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000
gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram
adalah 0,4%. Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan
terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya
kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi
karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena
bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.

4. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi


1) Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai
faktor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan
sendi-sendi panggul, besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala,
serta his. Secara pasti, sebelum persalinan berlangsung hanya dapat
ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8 ½ cm dilakukan
sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat dilakukan
persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala,
tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak lainnya. Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
a. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan
pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps
atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik (dikatakan
berhasil).
b. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan
berakhir 1 jam sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III,
test of labor berhasil. Persalinan percobaan dihentikan jika
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan ibu atau
anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan
forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut,
dilakukan sectio caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).
2) Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga
dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat
diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa
waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap gagal atau ada
indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

4) Kraniotomi dan Kleidotomi


Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin
dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak,
sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri
atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.
5) Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan,
akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar.
Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan
kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula.

III. POST PARTUM (NIPAS)


1. Pengertian Post Partum
Nifas atau purperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil. (Forner, 1999 )
Masa nifas/masa purperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu. (Arif, 1999)
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah
masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan
anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan
kehamilan/persalinan selama 6 minggu.
2. Fase Nifas
Fase nifas terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1) Immediate post partum : 24 jam pertama post partum
2) Early post partum : setelah 24 jam sampai 1 minggu post
partum
3) Late post partum : Setelah 1 minggu sampai 6 minggu post
partum
3. Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Post Partum
Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001),
meliputi :
1) Involusio, yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat
kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel
menjadi lebih kecil karena sitoplasmanya yang berlebihan dibuang.
a. Involusio uterus
Terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi
dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan TFU
yaitu setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1-2 jari
dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU normalnya berada di
pertengahan simfisis pubis dan pusat. Pada hari ke- 9 atau 12 TFU
sudah tidak teraba.
b. Involusio tempat melekatnya plasenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan
pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.
2) Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang
senggama.
Lochea terbagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Lochea rubra, berwarna merah yang terdiri dari lendir dan darah,
terdapat pada hari kesatu dan kedua.
b. Lochea sanguinolenta, berwarna coklat yang terdiri dari cairan
bercampur darah dan pada hari ke 3 - 6 post partum.
c. Lochea serosa, berwarna merah muda agak kekuningan yang
mengandung serum, selaput lendir, leukosit dan jaringan yang telah
mati, pada hari ke 7 - 10.
d. Lochea alba, berwarna putih/jernih yang berisi leukosit, sel
epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati,
terdapat pada hari ke-1 hingga 2 minggu setelah melahirkan.
3) Adaptasi Fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38
o
C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu
dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis
dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke-2 atau 3
setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun
tidak selalu.

b. Adaptasi sistem cardiovaskuler


 Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik 20
mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring -
duduk. Keadaan sementara ini sebagai kompensasi
cardiovaskuler terhadap penurunan dalam rongga panggul dan
perdarahan.
 Denyut nadi berkisar antara 60 - 70 x/menit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan sering terjadi
terutama pada malam hari.
c. Adaptasi sistem gastro intestinal
Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal
meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun
asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari.
d. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap
tekanan cairan. perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang
berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu
mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari
pertama setelah melahirkan.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung
pada hari ke 2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras
dan nyeri.
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan,
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas
setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perineum
Setelah melahirkan perinuem menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post
partum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan
sebelum melahirkan (nuliparia).
h. Laktasi
Setelah partus, pengaruh penekanan dari estrogen dan progesteron
terhadap hipofisis hilang timbul. Pengaruh hormon-hormon hipofisis
kembali antara lain lactogenic hormon (prolaktin) yang akan
menghasilkan mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil,
terpengaruhi akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga
mengeluarkan air susu. Umumnya produksi air susu baru
berlangsung betul pada hari ke-2 - 3 post partum.
4) Proses menjadi orang tua
Menjadi orang tua merupakan suatu proses yang terdiri dari dua
komponen. Komponen pertama bersifat praktis atau mekanis yang
melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik, dan komponen kedua
bersifat emosional yang melibatkan ketrampilan afektif dan kognitif.
Kedua komponen tersebut penting untuk perkembangan dan keberadaan
bayi.
a. Ketrampilan Kognitif-Motorik
Komponen ini melibatkan orang tua dalam aktivitas perawatan
anak, seperti memberikan makan, menggendong, menenakan
pakaiaan, dan membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya, dan
memungkinkan untuk bergerak.
Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman
pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar
untuk melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi
mereka. Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki
keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain
menjadi terbiasa dengan aktivitas merawat anak.
b. Ketrampilan Kognitif-Afektif
Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan
atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di
masa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari
ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi
kemampuan untuk menunjuk perhatian dan kelembutan serta
menyalurkan kemampuan ini ke generasi berikutnya dengan meniru
hubungan orangtua-anak yang pernah dialaminya.
Ketrampilan ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan
memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak.
Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar
pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada
respon emosionl anak terhadap asuhan yang diterimanya. Suatu
hubungan orangtua-anak yang positif adalah saling memberi satu
sama lain yang dapat mendasari dalam memberikan bantuan
mempunyai arti bahwa orang tersebut berharga untuk menerima
bantuan.
5) Adaptasi psikososial
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati
masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan
perawat adalah :
 Honeymoon
Adalah fase setelah anak lahir dan dan terjadi kontak yang lama antara
ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon
yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling
memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
 Bonding Attachment atau ikatan kasih
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan."Bonding" adalah suatu
istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak.
Sedangkan"attachment" adalah suatu keterikatan antara orang tua dan
anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal
tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih
tersebut.
Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah
melahirkan adalah :
 Fase "taking in" (Fase Dependen)
Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari
setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam
tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan
kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan
nutrisi dan istirahat. Menunjukkan kegembiraan yang sangat,
misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan
dan rasa ketidaknyamanan.
 Fase "taking hold" (Fase Independen)
 Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
 Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
 Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi
dirinya dan bayinya.
 Fase "letting go" (Fase Interdependen)
Merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidaktergantungan
dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat, dan mampu
mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya. (Farrer, 2001)
 Post partum Blues
Pada fase ini, terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-
tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6
minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis,
mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan
cemas. Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien
tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan
ini dapat menjadi serius yaitu keadaan post partum depresi.
III. Pathway Sectio Caesarea
INDIKASI
Kelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus
tak maju, Distorsio servik Disproporsi sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin,
Pernah SC sebelumnya,
Ketidakmampuan ibu mengejan

Sectio Caesarea

Adaptasi Post partum


Pasca operatif Cemas fisiologis
Adaptasi
psikologis

Trauma Luka bekas Efek anestesi


jaringan Proses laktasi
insisi Taking in Taking hold Letting go

Supresi SSP Medulla


Invasi Mempengaruhi Penerimaan
oblongata
Diskontinu tonus uteri Isapan bayi peran baru
Stimulasi Hip.
itas jaringan Gangguan Posterior
pada pons Respon mual Atonia uteri
Resti muntah Perubahan peran
Stimulasi
infeksI Sekresi oksitosin
Hip.anterior
Pola napas tak
Resti perdarahan Cemas
Nyeri efektif Resti kekurangan
Kelemahan fisik Sekresi Stimulasi duktus
volume cairan dan perdarahan
prolaktin alveoli
Produksi ASIKelj. Mamae
sedikit Menghambat
elektrolit Putting inverte
Gg. Mobilitas fisik Ineffective breast feeding Pressure
sekresithe ejection
oksitosin
of breast feeding
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan post operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya rasa
nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja
yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid
berapa hari, lama haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat
sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat
atau tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah
menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang
harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah.
Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus
di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh
kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan
bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai
anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi,
klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam
setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat
kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam
usus.
5. Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai
ketakutan, marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran
dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
 Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.
 Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal:
trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/
abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema,
bengkok, nyeri tekan.
10. Seksualitas
 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
(Doenges, 2001)
b. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek
hormonal, distensi kandung kemih. (Doenges, 2001)
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedaran. (Doenges, 2001)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
dan nyeri. (Judith, 2005)
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
(Doenges, 2001)
f. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan. (Doenges, 2001)
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau
transmisi interpersonal. (Doenges, 2001)
h. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya
pengeluaran ASI, perpisahan dengan bayi. (Carpenito, 2009)
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan
perawatan diri. (Doenges, 2001)

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek
anestesi
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, bersihan
jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi nafas bersih, dan dapat
melakukan batuk efektif.
Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek
batuk).
Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek
batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas.
2) Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat
mengalir ke bawah.
Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat
mengalir ke bawah.
3)Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi
nafas.
Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi
jalan nafas.
4)Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : pengembangan paru lebih maksimal.
5)Ajarkan batuk efektif.
Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anastesi, efek hormonal dan distensi kandung kemih.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam, klien
tidak mengalami nyeri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri, mengungkapkan
keinginan untuk mengontrol nyerinya, dan mampu untuk
tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan
tindakan keperawatan.
2) Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang
dialaminya.

3) Ajarkan teknik relaksasi – distraksi


Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
4) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.
5) Anjurkan menggunakan kompres hangat.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan klien.
6) Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
7) Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas
pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit
volume cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan
kualitas baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab,
dan pengeluaran urine yang sesuai.
Intervensi :
1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang
catatan intraoperasi.
Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau
kebutuhan penggantian.
2) Kaji pengeluaran urinarius.
Rasional : mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistemurinarius.
3) Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik.
Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan
hemodinamik menunjukan kekurangan cairan.
4) Catat munculnya mual/muntah.
Rasional : mual yang terjadi 12-24 jam pascaoperasi dihubungkan
dengan anestesi; mual lebih dari tiga hari pascaoperasi
dihubungkan dengan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi
obat- obatan lainnya.
5) Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka
untuk terjadinya pembengkakan.
Rasional : pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mengindikasikan formasi
hematoma/pendarahan.
6) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer.
7) Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran
urinarius yang adekuat.
8) Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander
sesuai petunjuk.
Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan
volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.
9) Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
 Hb/Ht
Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual.
 Elektrolit serumdan pH.
Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan
dalamcairan atau tambahan pengganti untuk mencapai
keseimbangan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan
nyeri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam,
gangguan mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil :
 Tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang
sakit/kompensasi dan mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk
melakukan gerakan.
Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi
trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
2) Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar.
Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
3) Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan,
seperti bel atau lampu pemanggil.
Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur
diri dan mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
4) Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi,
pakailah gerakan perlahan dan lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi
dan mencegah kontraktur dan atrofi otot.
5) Anjurkan klien istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan.
6) Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien
sesuai yang diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien
emosional.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit
perawatan diri teratasi
Kriteria hasil :
 Mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri, dan mengidentifikasi/menggunakan
sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi :
1) Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan
perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada
perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
2) Tentukan tipe-tipe anastesi.
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat
diarahkan untuk berbaring datar.
3) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi,
gosokan punggung dan perawatan perineal).
Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan
kesejahteraan bantuan profesional
5) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
f. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit,
pemajanan pada patogen.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, klien
tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan
fungsio laesa), tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37 C),
dan pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi (color).
2) Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya
pus.
3) Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme
infeksius.
4) Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan
tingkat keterlibatan.

5) Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah


selama prosedur pembedahan.
Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan
buruk meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah
berlebihan.
6) Berikan antibiotik pada praoperasi
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi
interpersonal.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, rasa
cemas teratasi.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan perasaan takut, tampak rileks, dan
menggunakan sumber/sistem pendukung dengan efektif.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan
sistempendukung.
Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar
tingkat ansietas.
2) Tetap bersama klien dan tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan empati.
Rasional : membantu membatasi transimisi ansietas interpersonal,
dan mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan.
3) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil
akhir dan membantu membawa ancaman yang dirasakan / aktual
ke dalam perspektif.
4) Anjurkan klien/pasangan mengungkapkan dan/atau mengekspresikan
perasaan (menangis).
Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah
negative dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan
ambivalen atau teratasi/berduka. Kepercayaan diri dan penerimaan
serta menurunkan ansietas.
5) Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah
orang yang ada, sesuai keinginan klien.
Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun sumber-
sumber, dan mengatasi dengan efektif.
h. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran
ASI, perpisahan dengan bayi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, laktasi
efektif
Kriteria hasil :
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan
menyusui yang berhasil.
Intervensi :
1) Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.
Rasional : menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan
yang tepat.
2) Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif.
Rasional : mempelancar laktasi.
3) Anjurkan klien memberikan asi esklusif.
Rasional : ASI dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi
sehingga pertumbuhan optimal.
4) Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
5) Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau
memberikan ASI dengan aman.
Rasional : menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis
bagi bayi.
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, klien
menunjukan pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode
pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu
mengembangkan pengetahuan ibu, maturasi dan kompetensi.
2) Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam
menerima penyuluhan.
3) Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis
yang normal.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.
4) Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan
tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.
5) Demonstrasikan teknik-teknik perawatan diri.
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis.


Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.

Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From


Http://sekuracity/blogspot.com. 2013

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,


Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC;
2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta.


2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC :


Jakarta. 2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina


Pustaka : Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

Anda mungkin juga menyukai