Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM

DENGAN SECTIO CAESAREA

Di susun oleh :

SRI LESTARI

21221010

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA JAKARTA

2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
I. SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus. ( Prawirohardjo, 1999)
Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding
uterus. (Cunningham dkk, 1990)
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah
irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui
vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum
sebagai pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.

2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan


a. Seksio sesarea klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan
distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang
berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. Seksio sesarea ismika atau profundal.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim
(low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika,
antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi
yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang
atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga
menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
c. Seksio sesarea ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum abdominal.
3. Klasifikasi Sectio Caesarea
a. Seksio Sesarea Primer 
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea,
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.
b. Seksio Sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa, bila tidak ada
kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada kehamilan selanjutnya
dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio Sesarea Postmortem
Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal
tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

4. Indikasi Sectio Caesarea


a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
b. Plasenta previa
c. Gawat janin
d. Pernah seksio sesarea sebelumnya
e. Kelainan letak janin
f. Hipertensi
g. Rupture uteri mengancam
h. Partus lama (prolonged labor)
i. Partus tak maju (obstructed labor)
j. Distosia serviks
k. Ketidakmampuan ibu mengejan
l. Malpresentasi janin
 Letak lintang
- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara yang terbaik dalam
segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan secsio sesarea
walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.
 Letak bokong
 Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
- Panggul sempit
- Primigravida
- Janin besar dan berharga
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil.
 Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
 Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Bila terjadi interlock
- Distosia oleh karena tumor
- Gawat janin

5. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea


Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
a. Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit
pada 4 jamkemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
c. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
d. Pemberian antibiotika.
e. Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan, namun
pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
f. Mobilisasi.
g. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan
dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke
kamar mandi dengan bantuan.
h. Pemulangan
i. Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah
operasi. (Mochtar Rustam, 2002)
II. POST PARTUM

A. Definisi Post Partum

Post partum adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama
± 6 minggu (Saleha, 2009 dikutip dari Kumalasari, 2015).

Post partum spontan adalah masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran meliputi minggu-
minggu selanjutnya pada waktu saluran reproduksi kembali dalam keadaan tidak hamil yang
normal (Ambarwati, 2010 dikutip dari Kumalasari, 2015).

Post partum spontan adalah masa persalinan dan setelah kelahiran, masa pada waktu saluran
reproduktif kembali ke keadaan semula (tidak hamil) (Bobak, 2004 dalam Aspiani, 2017)

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa post partum adalah masa sesudah persalinan
setelah kelahiran plasenta dan saluran reproduksi kembali pada keadaan semula, masa nifas
berlangsung selama ± 6 minggu.

B. Tahapan-Tahapan Masa Post Partum

Pada masa nifas ini dibagi menjadi 3 tahapan menurut Bobak (2004) yaitu :

1 Peurperium dini (immediate puerperium) Pada waktu 0-24 jam post partum, yaitu masa
kepulihan yang dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan juga berjalan-jalan.

2 Puerpurium intermedial (early puerperium) Pada waktu 1- 7 hari post partum, yaitu masa dimana
kepulihan secara menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih 6-8 minggu.

3 Remote puerperium (later puerperium) Pada waktu 1-6 minggu post partum, yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna terutama bila selama
hamil atau pada waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

C. Perubahan Fisiologis Pada Masa Post Partum

Pada perubahan fisiologis masa nifas ini, terdiri atas beberapa sistem menurut (Bobak, 2005) &
(Ambarwati E,R,Diah,W ,2010) yaitu :

1. Perubahan pada sistem Reproduksi

a. Involusi uteri
Involusi atau pengurutan uterus merupakan suatu proses dimana uetus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
ekibat kontraksi otot-otot polos uterus. Perubahanperubahan normal pada uterus selama post
partum.

tinggi fundus uteri (TFU) pada hari pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari di
bawah pusat, pada hari ke tiga 2 jari di bawah pusat, pada hari ke empat 2 jari di atas
simpisis, pada hari ke tujuh 1 jari d atas simpisis, pada hari kesepuluh setinggi simpisis.

b. Tempaat plasenta

Segera setelah plasenta keluar dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vasikuler dan
thrombosis menurunkan tempat plasenta kesuatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur.

c. Endometrium dan Serviks (mulut rahim)

Hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, setelah tiga hari permukaan mulai rata,
sehingga tidak ada pembentukan jaringan paru. Serviks menjadi lunak segera setelah ibu
melahirkan 18 jam setelah pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi
padat dan kembali ke bentuk semula. Warna serviks sendiri berwarna kehitam-hitaman
karena penuh pembuluh darah, bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus
uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada
perbatasan antara korpus uteri dan servik terbentuk cincin

d. Lochea

Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan
sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Mikroorganisme ditemukan pada
lochea yang menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahwa
bila discharge diambil dari rongga uterus (menurut Chunningham, Gary, et all 2006).
Karakteristik lochea:

1) Lochea Rubra atau Merah (Kruenta) Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 3
masa post partum. Cairan yang keluar berwarna marah karena berisih darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan
mekonium.

2) Lochea Serosa Lochea ini muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 masa post partum.
Lochea serosa ini berwarna merah muda sampai cokelat, tidak berbau tidak ada bekuan.

3) Lochea Alba Lochea ini muncul pada minggu ke pertama sampai pada minggu ke 3
post partum. Lochea ini krem sampai kekuningan mungkin kecoklatan, tidak berbau.

e. Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang besar selama proses
persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu post partum. Segera
setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya terenggang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca melahirkan
terjadi pada saat perineum mengalami robekan, pada post natal hari ke 5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan. (Ambarwati E,R,Diah,W, 2010).

f . Payudara

Selama kehamilan, payudara mengalami perubahan dalam persiapan untuk menyusui.


Sekitar hari ke 3 postpartum semua ibu menyusui maupun tidak menyusui mengalami
pembengkakan payudara, payudara menjadi lebih besar, tegas, hangat, lembut, dan
merasakan nyeri. Kolostrum cairan kekuningan mendahului produksi ASI,
mengandung lebih tinggi protein dan rendah karbohidrat serta mengandung
imunoglobulin G dan A yang memberikan perlindungan bagi bayi baru lahir selama
beberapa minggu awal kehidupannya.

2. Perubahan pada sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada
waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi
kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan. Dehidrasi, kurang makan,
haemoroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau
makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. (Ambarwati E,R,Diah,W,
2010).

- Nafsu Makan Setelah benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu
merasasangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah biasa
dikonsumsi diserta konsumsi camilan yang sering ditemukan.

- Motilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selamawaktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan ansthesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

- Defekasi Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang
dirasakannya diperineum akibat episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasan buang air yang
teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.

3. Perubahan pada sistem Perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post melahirkan. Kadang-kadang
puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena sfingter ditekan oleh kepala janin dan
spasme oleh iritasi muskulus sphinter ani selama persalinan. Kadang-kadang edema dari
triogonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi retensio urine, kandung
kemih dalam puerperium sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga
kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urine residual. ( normal
kuang lebih 150cc ). (Ambarwati E,R,Diah,W. 2010).

4. Perubahan pada sistem Musculoskeletal

Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir,
secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena rotundum menjadi kendor.Stabilisasi secara
sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat
elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil,
dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan
latihan.

5. Perubahan endokrin, menurut (Ambarwati E,R,Diah,W, 2010) yaitu :


oleh plasenta.ahormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
b. Hormon pituitary Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada
minggu ke 3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

c. Hormon oksitosin Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang
(posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang
menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang
memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini
membantu uterus kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.

d. Hipotalamik pituitary ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat
anovulasi yang dikarenakannya rendah kadar estrogen dan progesteron.

5. Perubahan Tanda-tanda Vital Perubahan tanda-tanda vital menurut (Ambarwati E,R,Diah,W,


2010) yaitu :

a. Suhu badan

Dalam 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5oc – 38oc ) sebagai akibat kerja
keras waktu melahirkan kehilangan cairan dan kelelahan apabila keadaan normal suhu badan
akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembendungan asi, buah
dada akan menjadi bengkak berwarna merah karena ada banyak asi bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi endometrium, mastitis, traktus urognitalis atau sistem lain.

b. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut
nadi akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini
mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum tertunda.

c. Tekanan darah

Biasanya tidak berubah kemungkina tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena
adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum menandakan terjadinya prekeklamsi
post partum
d. Pernapasan

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suhu
dan denyut nadi tidak normal maka pernapasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan
kusus di saluran pernapasan .

6. Perubahan pada sistem kardiovaskuler

Pada persalian pervagina akan kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila kelahiran melalui
Section Caesaria (SC) kehilangan darah akan dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume
darah dan haemokonsentrasi. Apabila persalinan pervagina haemokonsentrasi akan naik dan
pada SC haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4 – 6 minggu.
(Ambarwati E,R,Diah, 2010). Faktor-faktor pembekuan darah meningkat pada hari pertama
post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah akan lebih
mengental dengan peningkatan fiskositas sehingga menigkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama
persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa post partum. Kira-kira
selama kehamilan dan masa terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume
dan peningkatan sel darah pada kehamilan di asosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan
hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum.(Ambarwati E,R,Diah, W, 2010)

D. PATHWAY
E. Perubahan Psikologi Pada Masa Post Partum

Perubahan sistem reproduksi post partum menurut Marmi (2012) yaitu: Masa nifas adalah masa
2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka
pemulihan post partum adalah 2-6 jam, 2 jam 6 hari, 2 jam 6 minggu atau boleh juga disebut 6
jam, 6 hari, 6 minggu. Menjadi orang tua adalah krisis dari melewati masa transisi menurut
Marmi (2012). Masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan adalah :

1. Phase honeymon

Phase honeymon adalah phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang lama
antara ibu, ayah dan anak yang dimana masing-masing saling memperhatikan anaknya dan
menciptakan hubungan yang baru. Ikatan kasih (bonding dan attachment) terjadi pada kala
IV yang dimana diadakan kontak antara ibu, ayah dan anak dan tetap dalam ikatan kasih
pada masa nifas. Penyesuaian psikologi pada masa nifas menurut Reva Rubbin 1960 dalam
(Cuninngham, et all, 2006) yang dibagi dalam 3 tahap yaitu :

a. Takking In (1-2 hari post partum)

Pada fase ini dikenal dengan fase ketergantungan yang dimana wanita menjadi sangat
pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada dirinya sendiri. Pada fase ini juga ibu
mengenang pengalaman melahirkan yang baru saja ia alami. Untuk pemulihan, ibu perlu
beristirahat untuk mencegah gejala kurang tidur.

b. Taking Hold (2-4 hari post partum)

Pada fase ini disebut dengan fase ketergantungan dan ketidaktergantungan. Pada tahap ini
ibu khawatir akan kemampuannya dalam merawat bayinya dan juga khawatir tidak
mampu bertanggung jawab untuk merawat bayinya. Ibu berusaha untuk menguasai
kemampuan untuk merawat bayinya, cara menggendong dan menyusui, memberikan
minum dan menggantikan popok. Pada tahap ini ibu sangat sensitif akan
ketidakmampuannya dan mudah tersinggung.

c. Letting Go

Tahap ini dimulai pada minggu ke lima sampai minggu ke enam dan pada fase ini
keluarga telah menyesuaikan diri dengan bayi. Ibu merawat bayinya dengan kegiatan
sehari-hari yang telah kembali.
2. Transisi Menjadi Orang Tua

Transisi menjadi orangtua adalah proses pembangunan yang dinamis, yang diawali dengan
pengetahuan tentang kehamilan dan selama periode nifas sebagai pasangan baru akan menjadi
peran ibu dan ayah. Apakah ini adalah anak pertama atau kesepuluh, transisi ini adalah
peristiwa yang harus dihadapi. Berjiwa besar dalam hidup yang menarik dan menegangkan,
serta menghasilkan tantangan untuk membangun anggota keluarga, hubungan dengan
pasangan, dan keluarga. Setiap individu berkaitan dengan pertumbuhan, realisasi, dan persiapan
menjadi orang tua dengan cara yang berbeda, dan keyakinan budaya berpengaruh bagaimana
individu mengambil peran orang tua.

Transisi menjadi orangtua harus dibangun dengan kebersaman atau terhambat oleh banyak
faktor, beberapa di antaranya adalah:
a. Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman sebelumnya dengan merawat bayi dan anak–
anak dapat menciptakan transisi yang harmonis untuk orangtua.

b. Kekuatan hubungan antara mitra. Sebuah hubungan yang kuat antara pasangan dapat
menumbuhkan proses transisi menjadi orang tua.

c. Pertimbangan Keuangan. Masalah keuangan dapat menghambat transisi menjadi orangtua.

d. Tingkat pendidikan. Penurunan kemampuan untuk membaca dan memahami


informasi mengenai perawatan bayi dapat menghambat pasangan untuk mendapatkan
pengetahuan dalam perawatan bayi.

e. Sistem pendukung. Kurangnya dukungan positif dalam perawatan ibu dan bayi dapat
menghambat transisi menjadi orangtua.

f. Keinginan untuk menjadi orangtua. Kurangnya keinginan untuk menjadi orang tua dapat
menghambat transisi menjadi orangtua.

g. Usia orang tua. Orang tua remaja mungkin memiliki lebih sulit transisi menjadi
orangtua.

3. Bonding dan Attachment Behaviors

Bonding dan Attachment dipengaruhi oleh waktu, kedekatan orangtua dan bayi, apakah
kehamilan direncanakan/diinginkan dan kemampuan orang tua untuk memproses melalui
tugas–tugas perkembangan yang diperlukan orangtua.

Faktor–faktor lain yang mempengaruhi ikatan dan perilaku attachment adalah: dasar
pengetahuan dari pasangan, pengalaman masa lalu dengan anak–anak, kematangan dan
tingkat pendidikan dari pasangan, dukungan diperpanjang, harapan ibu/ayah dari kehamilan
ini, harapan ibu/ayah dari bayi dan harapan budaya.

Faktor Risiko Bonding dan/atau Attachment Tertunda:

1) Penyakit ibu selama kehamilan dan/atau periode postpartum dapat mengganggu


kemampuan untuk berinteraksi ibu dengan bayi.

2) Penyakit neonatal seperti prematuritas yang mengharuskan pemisahan bayi dan orang
tua.

3) Proses persalinan yang berkepanjangan atau rumit dan kelahiran yang mengarah ke
kelelahan untuk kedua wanita dan pasangannya.
4) Kelelahan selama periode postpartum berhubungan dengan kurangnya istirahat dan
tidur.

5) Ketidaknyamanan fisik yang dialami oleh ibu setelah melahirkan.

6) Ibu dalam usia perkembangan seperti remaja.

7) Stres yang tidak berhubungan dengan kehamilan atau persalinan (misalnya, keprihatinan
dengan keuangan, sistem dukungan sosial yang buruk, atau perlu
kembali bekerja segera setelah melahirkan

E. Masalah Psikososial Ibu Post Partum

Perubahan emosional pada ibu post partum menurut Bobak (2005) yaitu :

1. Baby blues

Baby blues pasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan, merasa cemas
dan takut dengan ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah. Perubahan emosi
ini dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat merawat diri dan bayinya serta
mendapat dukungan dari keluarga.

2. Depresi post partum

Depresi post partum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan
kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan depresi post partum adalah depresi yang
bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu
makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Kriteria untuk mengklasifikasi depresi post partum bervariasi tetapi sering pada sindrom
afektif/emosi yang terjadi selama enam bulan setelah melahirkan. Namun pengalaman
depresi yang dialami juga menunjukkan konsentrasi buruk, perasaan bersalah, kehilangan
energy dan aktivitas sehari-hari.

3. Psikosis post partum

Psikosis post partum ialah krisis psikiatri yang paling parah. Gejalanya seringkali bermula
dengan postpartum blues atau depresi pascapartum. Waham, halusinasi, konfusi dan panik
bisa timbul. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala yang mempunyai skizofernia atau
kerusakan psikoafektif. Perawatan dirumah sakit selama beberapa bulan mungkin
diperlukan. Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya merupakan bahaya psikosis
terbesar.

F. Pemeriksaan Penunjang Post Partum Spontan

Pemeriksaan penunjang menurut Kumalasari I (2015), antara lain: pemeriksaan urine, Hemoglobin
dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb <10 g% dibutuhkan suplemen Fe ), Eritrosit,
Leukosit, dan Trombosit.

G. Tujuan Perawatan Post Partum Spontan

Tujuan perawatan post partum spontan menurut Kumalasari I (2015), antara lain :

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk


bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga


berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehat.

4. Untuk mendapatkan kesehatan emosi.

H. Penatalaksanaan Post Partum Spontan

Penatalaksanaanpost partum spontan menurut Aspiani (2017), setelah melahirkan, ibu


membutuhkan perawatan yang intensif untuk pemulihan kondisinya setelah proses persalinan
yang melelahkan, perawatan post partum antara lain :

1. Mobilisasi dini.

Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu
esensial untuk mempertahankan kemandirian, khususnya dilakukan oleh ibu post partum.
Mobilisasi dini adalah kebijakan agar secepat mungkin membimbing ibu post partum bangun
dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Jika tidak ada
kelainan paska persalinan, mobilisasi dini dapat dilakukan sedini mungkin yaitu 2 jam paska
persalinan. Mobilisasi dini dapat membantu pemulihan dan mempercepat waktu berada di
rumah sakit.

2. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu lebih banyak
memperhatikan bayinya, segera memberikan ASI, sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih
terjamin.

3. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum antara lain kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.

4. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus pada ibu post partum spontan antara lain :

a) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu,

dan pernafasan.

b) Fundus uteri : Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.

c) Payudara : putting susu, pembesaran dan pengeluaran ASI.

d) Lochea : Lochea rubra, lochea sangiolenta, lochea serosa, lochea alba.

e) Luka jahitan episiotomi : apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi.

I. Komplikasi Post Partum Spontan

Komplikasi post partum spontan menurut Aspiani, 2017 antara lain :

a. Pembengkakan payudara

b. Mastitis (peradangan pada payudara)

c. Endometritis (peradangan pada endometrium).

d. Post partum blues.

e. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada jaringan
terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau dari jalan lahir selama persalinan atau sesudah
persalinan.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Identitas

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien
dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post operasi sectio caesarea
hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang

Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah dilakukan
untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu

a) Riwayat kesehatan klien


Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari, lama
haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak,
penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah menggunakan KB
hormonal atau yang lainya.
4. Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,


pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga,
kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh
klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari
siuman sampai ngantuk, harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran
merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan

Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa
stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret.
Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha
batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi
general.
3. Sistem perkemihan

Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang
hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah
autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat
anestesi.
4. Sistem pencernaan

Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,


tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori perlu
diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego

 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai ketakutan,


marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam
pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk
menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi

 Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.


 Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.


8. Nyeri/ ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal: trauma bedah/


insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek anestesia, mulut
mungkin kering.
9. Keamanan

 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.


 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema, bengkok, nyeri tekan.
10. Seksualitas

 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.


 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi. (Doenges,
2001)
b. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi
kandung kemih. (Doenges, 2001)
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedaran.
(Doenges, 2001)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri.
(Judith, 2005)
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. (Doenges, 2001)
f. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteri sekunder pembedahan. (Doenges, 2001)
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi
interpersonal. (Doenges, 2001)
h. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran ASI,
perpisahan dengan bayi. (Carpenito, 2009)
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode
pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri. (Doenges, 2001)

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, bersihan jalan napas
efektif.
Kriteria hasil :
 Tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi nafas bersih, dan dapat melakukan
batuk efektif.
Intervensi :
1) Kaji faktor-faktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek batuk).
Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas.
2) Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke bawah.
Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke bawah.
3)Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi nafas.
Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi jalan nafas.
4)Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : pengembangan paru lebih maksimal.
5)Ajarkan batuk efektif.
Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anastesi,
efek hormonal dan distensi kandung kemih.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam, klien tidak mengalami
nyeri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri, mengungkapkan keinginan
untuk mengontrol nyerinya, dan mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan.
2) Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
3) Ajarkan teknik relaksasi – distraksi
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
4) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.
5) Anjurkan menggunakan kompres hangat.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien.
6) Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
7) Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh darah,
perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit volume cairan
dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas baik, turgor
kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesuai.
Intervensi :
1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan
intraoperasi.
Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan
penggantian.
2) Kaji pengeluaran urinarius.
Rasional : mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistemurinarius.
3) Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik.
Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan hemodinamik
menunjukan kekurangan cairan.
4) Catat munculnya mual/muntah.
Rasional : mual yang terjadi 12-24 jam pascaoperasi dihubungkan dengan anestesi;
mual lebih dari tiga hari pascaoperasi dihubungkan dengan narkotik untuk
mengontrol rasa sakit atau terapi obat- obatan lainnya.
5) Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka untuk
terjadinya pembengkakan.
Rasional : pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.
6) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi
perifer.
7) Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius yang
adekuat.
8) Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander sesuai petunjuk.
Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan volume sirkulasi
yang potensial bagi penurunan komplikasi.
9) Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
 Hb/Ht
Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual.
 Elektrolit serumdan pH.
Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan dalamcairan atau
tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, gangguan mobilitas
fisik teratasi.
Kriteria hasil :
 Tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit/kompensasi
dan mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan kembali
aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan.
Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi trauma
mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
2) Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar.
Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
3) Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan, seperti bel atau
lampu pemanggil.
Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri dan
mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
4) Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan
5) perlahan dan lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah
kontraktur dan atrofi otot.
6) Anjurkan klien istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan.
7) Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien sesuai yang
diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien emosional.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit perawatan diri
teratasi
Kriteria hasil :
 Mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri,
dan mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi :
1) Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku, sehingga
klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
2) Tentukan tipe-tipe anastesi.
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk
berbaring datar.
3) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan punggung
dan perawatan perineal).
Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan bantuan
profesional
5) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
f. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit, pemajanan pada
patogen.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, klien tidak mengalami
infeksi.
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio laesa), tanda-
tanda vital normal terutama suhu (36-37 C), dan pencapaian tepat waktu dalam
pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color).
2) Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.
3) Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan teknik
aseptik.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
4) Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat
keterlibatan.

5) Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan.
Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat
bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah berlebihan.
6) Berikan antibiotik pada praoperasi
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi interpersonal.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, rasa cemas teratasi.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan perasaan takut, tampak rileks, dan menggunakan
sumber/sistem pendukung dengan efektif.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan sistempendukung.
Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar tingkat ansietas.
2) Tetap bersama klien dan tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan empati.
Rasional : membantu membatasi transimisi ansietas interpersonal, dan
mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan.
3) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir dan
membantu membawa ancaman yang dirasakan / aktual ke dalam perspektif.
4) Anjurkan klien/pasangan mengungkapkan dan/atau mengekspresikan perasaan
(menangis).
Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah negative dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau
teratasi/berduka. Kepercayaan diri dan penerimaan serta menurunkan ansietas.
5) Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah orang yang ada,
sesuai keinginan klien.
Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun sumber-sumber, dan
mengatasi dengan efektif.
h. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran ASI, perpisahan
dengan bayi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, laktasi efektif
Kriteria hasil :
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan menyusui yang
berhasil.
Intervensi :
1) Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.
Rasional : menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.
2) Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif.
Rasional : mempelancar laktasi.
3) Anjurkan klien memberikan asi esklusif.
Rasional : ASI dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal.
4) Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
5) Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau memberikan ASI
dengan aman.
Rasional : menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi bayi.
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, klien menunjukan
pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan
perawatan diri.
Kriteria hasil :
 Mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-
kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pengetahuan ibu, maturasi dan kompetensi.
2) Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima
penyuluhan.
3) Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.
4) Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan
sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan
sejahtera.
5) Demonstrasikan teknik-teknik perawatan diri.
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati R, Sunarsih D. 2011. KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Aspiani, Reny Yuli. 2017. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA, NIC dan NOC.
Jakarta : CV. Trans Info Media.

Bobak, et all. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis. Jakarta : EGC.,
Ed.9. 2009.

Cunningham, G. 2006. Obstetri William vol.1. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn, E. (2001) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Fraser, Diane. 2011.
Buku Ajar Bidan edisi 14. Jakarta: EGC

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com. 2013

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk


Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta. 2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC : Jakarta. 2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.


Karjatin, Atin. 2016. Keperawatan Maternitas. Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Badan Pengambangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan :
mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan.
1) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir dan
membantu membawa ancaman yang dirasakan / aktual ke dalam perspektif.
2) Anjurkan klien/pasangan mengungkapkan dan/atau mengekspresikan perasaan
(menangis).
Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah negative dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau
teratasi/berduka. Kepercayaan diri dan penerimaan serta menurunkan ansietas.
3) Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah orang yang ada,
sesuai keinginan klien.
Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun sumber-sumber, dan
mengatasi dengan efektif.
i. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran ASI, perpisahan
dengan bayi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, laktasi efektif
Kriteria hasil :
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan menyusui yang
berhasil.
Intervensi :
6) Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.
Rasional : menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.
7) Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif.
Rasional : mempelancar laktasi.
8) Anjurkan klien memberikan asi esklusif.
Rasional : ASI dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal.
9) Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
10) Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau memberikan
ASI dengan aman.
Rasional : menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi bayi.
i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai perubahan

Anda mungkin juga menyukai