Anda di halaman 1dari 7

HYALIN MEMBRANE DISEASE (HMD)

Sri Lestari, 1906428530, Mahasiswa S1 Ekstensi FIK UI 2019

sri.lestari.adittya@gmail.com

A. Definisi

Hyaline Membrane Disease adalah sebutan pada gangguan peru berat yang disebabkan oleh
kurangnya surfaktan di dalam paru-paru neonates (CHHS, 2015)

Respiratory Distress Syndrome adalah gangguan paru berat atau disfungsi respirasi pada neonates
dan umumnya terjadi karena berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturase paru
dan merupakan resiko tinggi terhadap timbulnya komplikasi respirasi dan adanya gangguan
neurologis jangka Panjang (Hockenberry, 2013)

Surfaktan adalah fosfolipid aktif permukaan yang disekresi oleh epitel alveoli (Hockenberry,
2015). Surfaktan berfungsi mengurangi tegangan permukaan cairan uang melapisi alveoli dan
jalan nafas, mengakibatkan pengembangan beragam dan terjaganya ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah.

B. Etiologi

Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan surfaktan. Faktor
penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar.

C. Klasifikasi RDS: Berdasarkan foto thorak menurut Bomsel:


• Stadium 1 : Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara

• Stadium 2 : retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran


airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru

• Stadium 3 : Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hamper tak terlihat, bronchogram udara lebih
luas
• Stadium 4 : Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jantung tidak dapat dilihat

D. Manifestasi Klinis

a) Dispnoe Berat
b) Penurunan Compliance Paru
c) Pernapasan yang dangkal dan  cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.
d) Peningkatan kecepatan penapasan
e) Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
f) Kulit kehitaman akibat hipoksia
g) Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
h) Napas cuping hidung
i) Takipnea ( > 60x/mnt)

E. PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut
sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai
maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan
surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan
mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anerobik dengan penimbunan
asam laktat dan asam organic lain yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolarisyang akan menyebabkan terjadinya
transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi  jantung, penurunan aliran
darah keparu dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan
terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia
pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti
hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru →
hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung terus sampai terjadi
penyembuhan atau kematian.

F. Komplikasi

a.    Komplikasi jangka pendek


1)   Kebocoran alveoli 
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
2)    Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3)   Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
b.    Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1)      Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2)      Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa
gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

G.      Penatalaksanaan Medis


ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b)      Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang
sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
c)      Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan
kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2)      Pemeriksaan penunjang
a)      Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
b)      Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH >7,45) pada
tahap dini.
c)      Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.

b.      Diagnosa keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif b.d ketidakmatangan paru, neurologis, vaskular, alveolar dan otot
2. Termoregulasi tidak efektif b.d kontrol suhu neurologis dan metabolisme yan belum
matang
3. Gangguan pertukaran gas b.d immaturitas paru dan neuromuskular, defisiensi surfaktan
dan ketidakstabilan alveolar
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya nutrisi yang
diserap dan meningkatnya kebutuhan metabolik
5. Risiko gangguan ketidakseimbangan cairan
6. Risiko gangguan keterikatan antara orang tua dan bayi

c. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b.d ketidakmampuan paru, neurologis, vaskular, alveolar dan otot
 Pertahankan fungsi pernapasan dan pantau jantung.
 Observasi tanda vital setiap 30 menit : Observasi saturasi O2
 Observasi warna kulit : sianosis
 Atur posisi pasien agar pengembangan dada maksimal
 Cek AGD setiap 15-20 menit perubahan konsentrasi O2 dan setelah terjadi perubahan
inspirasi dan ekspirasi
 Kolaborasi pemberian NCPAP
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya nutrisi yang diserap
dan meningkatnya kebutuhan metabolik
Tujuan :Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat: BB tidak turun > 10 %, Peningkatan BB 20-30
gr/hari Nilai albumin > 3,5, Intake kalori sebanding dengan jumlah kebutuhan tubuh
Intervensi Keperawatan :
 Kaji kemampuan menghisap dan menelan klien
 Berikan nutrisi sesuai kebutuhan BBLR 105-115 kKal/Kg/hari
 Timbang BB tiap hari
 Monitor intake cairan dan output
 Pertahankan haluaran urin normal (1-3 ml/kg/jam)
 Pantau nilai albumin dan elektrolit
 Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan makanan jika bayi
kelelahan dan reflex hisap dan menelan belum baik atau untuk mengevaluasi isi lambung
 Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut
 Elevasikan kepala bayi
 Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian
 Berikan Total Parenteral Nutrisi jika diindikasikan
5. Risiko gangguan ketidakseimbangan cairan
Tujuan : - Intake adequat.Turgor kulit elastis dan pengisian kapiler <2 detik
Intervensi :
 Monitor intake cairan dan output .
 Pertahankan haluaran urin normal (1-3 ml/kg/jam)
 Monitir tanda – tanda dehidrasi : Turgor kulit elastis dan pengisian kapiler <2 detik.
 Pantau nilai albumin dan elektrolit.
 Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan makanan jika bayi
kelelahan dan reflex hisap dan menelan belum baik atau untuk mengevaluasi isi lambung.
 Lakukan oral hygiene sebelum pemberian minum.
 Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut
o Elevasikan kepala bayi
o Berikan ASI dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian .
 Jelaskan pada keluarga tentang manfaat ASI.
 Ajarkan ibu cara memerah dan penyimpanan ASI
 Motivasi ibu untuk selalu menyediakan ASI untuk bayinya.
 Berikan terapi cairan sesuai program.

6. Risiko gangguan keterikatan antara orang tua dan bayi


Tujuan : - Orang tua akan membentuk ikatan emosional atau keterikatan dengan bayi.  
Intervensi :
1. Dorong orang tua untuk memegang dan membuat kontak mata dengan bayi.
2. Dorong orang tua - kontak skin to skin dengan yang di ruang bersalin saat kondisi bayi
memungkinkan
3. Jelaskan kepada orang tua tentang penyakit bayi dalam istilah sederhana dan harapan untuk
pemulihan.
4. Dorong partisipasi orang tua dalam kegiatan perawatan bayiseperti menyentuh bayi,
menyimpan air susu ibu, dan berbicara dengan bayi.
Daftar Pustaka

Ball, J. Bindler, R. & Cowen, K. 20. Principles of pediatric nursing caring for children. New
Jersey : Publishing as Pearson

CHHS.(2015).Hyaline Membran Diseases.Canberra:Canberra Hospital and Health Service

Hockenberry.(2015). Wong’s Essentials of Pediatric Nursing 10th Ed. Singapore : Elsevier

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor,


T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi
Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.

Kelly, M.K. & Coliins, J. (2014). Nutrition in critical illness, an issue of critical nursing clinics.
Philadelphia: elseiver

Perry, Shannon., Hockenberr, Marilyn J., Lowdermilk, Deltra., Wilson, Olsivid.(2014). Maternal
Child Mursing Care fifth edition. Canada :Elsevier

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai