Anda di halaman 1dari 15

A.

SECTIO CAESARIA
1. Pengertian Sectio Caesaria
Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus
untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara
ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)

2. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan


a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
- Sectio caesarea transperitonealis
 SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin dengan cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan
 SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
 Perdarahan tidak begitu banyak
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan
 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan
banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
- SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan
demikian tidak membuka cavum abdominal
b. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
- Sayatan memanjang ( longitudinal )
- Sayatan melintang ( Transversal )
- Sayatan huruf T ( T insicion )

3. Klasifikasi Sectio Caesarea


1. Seksio Sesarea Primer
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio
sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit.Seksio
2. Sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa, bila tidak ada
kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.
3. Seksio Sesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
4. Seksio Sesarea Postmortem
Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan yang
meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

4. Indikasi Sectio Caesarea


1. Disprop
2. orsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
3. Plasenta previa
4. Gawat janin
5. Pernah seksio sesarea sebelumnya
6. Kelainan letak janin
7. Hipertensi
8. Rupture uteri mengancam
9. Partus lama (prolonged labor)
10. Partus tak maju (obstructed labor)
11. Distosia serviks
12. Ketidakmampuan ibu mengejan
13. Malpresentasi janin
a. Letak lintang
- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara yang
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan secsio
sesarea walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-
cara lain.
b. Letak bokong
Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
- Panggul sempit
- Primigravida
- Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain
tidak berhasil.
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
14. Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila
- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
- Bila terjadi interlock

5. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Caesarea


Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1) Periksa dan catat tanda - tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30
menit pada 4 jamkemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3) Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
4) Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5) Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu, paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat
berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
6) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi. (Mochtar Rustam, 2002)
B. CEPHALOPELVIK DISPROPORSI (CPD)
1. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan
ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri.
Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada
di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri
adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu
mekanisme persalinan normal.
Wiknjosastro, 2006; Hecker, 2001; Kasdu, 2003 menyatakan bahwa seksio
caesaria atas indikasi cefalopelvik disproporsi adalah persalinan atau lahirnya
janin dan plasenta melalui sayatan dinding abdomen dan uterus, karena
disebabkan antara ukuran kepala dan panggul atau ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami.

3. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Faktor-faktor terjadinya CPD:
a. Faktor Ibu
- Adanya kelainan panggul
- Perubahan bentuk karena penyakit tulang
- Perubahan bentuk karena penyakit
- Adanya kesempitan panggul
1) Kesempitan pada pintu atas panggul (PAP) dianggap sempit kalau
conjurgata vera kurang 10 cm atau diameter tranvera kurang dari 12 cm
biasanya terdapat pada kelainan panggul.
2) Kesempitan bidang tengah panggul
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul sempit apabila diameter spina
kurang dari 9 cm, kesempitan pintu bawah perut
dikatakan sempit apabila jarak antara tuberosis 15 cm atau kurang.
Apabila pintu bawah panggul sempit, biasanya bidang tengah juga
sempit.
b. Faktor Janin
- Janin yang terlalu besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang
melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan
bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%,
dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul
normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses
melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam
persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras
yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas
panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
- Hidrocephalus
- Kelainan letak janin

4. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi


Sectio caesaria dan partus percobaan merupakan tindakan utama untuk menangani
persalinan pada disproporsi sefalopelvik. Disamping itu kadang-kadang ada indikasi
untuk melakukan simfisiofoma dan kraniotomia akan tetapi simfisiotomia jarang
sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dikerjakan pada janin
mati
a. Sectio Caesaria
Sectio caesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yatu sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yaiu sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu
- Sectio caesaria elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada
kehamilan cukup bulan karena kesempatan panggul yang cukup berat, atau
karena terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata
- Sectio sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal,
atau karea timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin,
sedang syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum
terpenuhi.
c. Simfisiotomi
Simfisiotomi adalah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dan tulang
panggul kanan pada simfisis supaya dengan demikian rongga panggu menjadi
lebih luas
d. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibicarakan berlarut-larut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi
6. Pathway Sectio Caesarea

INDIKASI
Kelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus
tak maju, Distorsio servik Disproporsi sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin,
Pernah SC sebelumnya,
Ketidakmampuan ibu mengejan

Sectio Caesarea

Pasca operatif Cemas Post partum


Adaptasi Adaptasi
fisiologis psikologis

Trauma Luka bekas Efek anestesi


jaringan insisi Proses laktasi Taking in Taking hold Letting go

Supresi SSP Medulla


Invasi Mempengaruhi Penerimaan
oblongata
Diskontinu tonus uteri Isapan bayi peran baru
Stimulasi Hip.
itas jaringan Gangguan
Posterior
mikroor pada pons Respon mual Atonia uteri
Resti muntah Perubahan peran
ganism Stimulasi
infeksI Sekresi oksitosin
e Hip.anterior
Pola napas tak
Resti perdarahan Cemas
Nyeri efektif Resti kekurangan
Sekresi Stimulasi duktus
volume cairan dan perdarahan Menghambat
prolaktin alveoli Kelj. Mamae
Kelemahan fisik elektrolit sekresi oksitosin
Putting inverte Produksi ASI sedikit
Gg. Mobilitas fisik Ineffective breast feeding
Sumber : Bobak, 2004 Pressure the ejection
of breast feeding
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post
operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah
dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari,
lama haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau
tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau
tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah
menggunakan KB hormonal atau yang lainya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat
kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus di observasi dan
penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang
atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala
terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam
dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh
saat operasi, muntah akibat anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,
tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal.
Ambulatori perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai
ketakutan, marah atau menarik diri.
 Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam
pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk
menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
 Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.
 Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal: trauma
bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek
anestesia, mulut mungkin kering.
9. Keamanan
 Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
 Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema, bengkok, nyeri
tekan.
10. Seksualitas
 Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
 Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
2. Analisis Data
Data Etiologi Diagnosa Keperawatan
DS CPD Risiko ketidakseimbangan
DO ↓ volume cairan
- Menjalani prosedur SC
pembedahan ↓
- Terdapat insisi pada Luka insisi post op
dinding perut ↓
Perdarahan
DS CPD Risiko Infeksi
DO ↓
- Terdapat insisi pada SC
dinding perut ↓
- Balutan abdomen Pasca operasi
dapat tampak sedikit ↓
noda kering dan utuh Luka insisi post op

DS CPD Nyeri Akut


- Klien mengeluh nyeri ↓
- Skala nyeri SC
DO ↓
- Terdapat insisi pada Pasca operasi
dinding perut ↓
- TTV meningkat Luka insisi post op

Terasa nyeri
3. Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan: Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan klien seimbang, dengan
kriteria hasil:

NOC: Blood Loss Severity


Indikator 1 2 3 4 5
Perdarahan post op √
Penurunan tekanan darah diastolik √
Penurunan tekanan darah sistolik √

NOC: Blood Loss Severity


Tekanan darah √
Nadi perifer √
Hematokrit √

NOC: Post-Procedur Recovery


Keseimbangan cairan √
Perfusi jaringan luka √
Drainase pada dressing √
Nyeri √

NIC: Fluid Management


1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hemodinamik (CVP, MAP, PAP, dan PWCP)
3. Monitor TTV
4. Berikan cairan
5. Rencanakan tranfusi
6. Persiapkan administrasi produk darah, sesuai kebutuhan
7. Administrasikan produk darah, sesuai kebutuhan

b. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi


Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak mengalami infeksi, dengan
kriteria hasil:

NOC: Risk Control


Indikator 1 2 3 4 5
Meningkatkan strategi kontrol risiko √
infeksi yang efektif
Monitor perubahan status kesehatan √

NOC: Tissue Integrity Skin and Mucous Membrane


Suhu kulit √
Perfusi jaringan √
Intgritas kulit √

NOC: Infection Severity


subst
sever Mod
ansia mild none
e erete
l
Purulen pada drainase √
Nyeri √
Kemerahan √

NIC: infection Control


1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
2. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung
3. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan luka
4. Tingkatkan intake nutrisi
5. Resepkan antibiotik
NIC: Infection Protection
1. Monitor tanda dan gejala infesi sistemik dan lokal
2. Monitor WBC
3. Pertahankan teknik asepsis pada pasien
4. Inspeksi kulit terhadap kemerahan, panas, drainase
5. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
6. Tingkatkan masukan cairan
7. Dorong istirahat
8. Berikan terapi antibiotik bila perlu
9. Ajarkan kilen dan keluarga tanda dan gejala infeksi

NIC: Wound Care


1. Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran)
2. Berikan perawatan luka insisi
3. Berikan dressing yang sesuai dengan jenis luka
4. Pertahankan teknik dressing steril saat perawatan luka
5. Bandingkan dan catat perkembangan luka secara teratur
c. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan otak efektif, dengan
kriteria hasil:

NOC: Pain Control


Indikator 1 2 3 4 5
Menggunakan pereda nyeri non- √
analgesik
Menggunakan analgesik sesuai anjuran √
Melaporkan nyeri terkontrol √

NOC: Pain Level


Ekspresi wajah √
meringis √
RR √
HR √
TD √

NIC: Pain Management


1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (karakteristik, durasi, kualitas
dan faktro presipitasi)
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri pasien
4. Konrol lingkungan yang dapat memengaruhi nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan)
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Ajarkan teknik non farmakologi
7. Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi nyeri

NIC: Analgesic Administration


1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
2. Cek riwayat alergi
3. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
4. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
5. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis. Jakarta :
EGC., Ed.9. 2009.

Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com.


2013

Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.

Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk


Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta. 2000.

Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC : Jakarta.
2002.

Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka :
Jakarta. 2002.

Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

Anda mungkin juga menyukai